PETA PANDUAN (Road Map) Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 100/M-IND/PER/8/2010 TENTANG

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

PROFIL INDUSTRI BAJA

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. ada baru mampu memproduksi 4 juta ton per tahun.

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/M-IND/PER/10/2009 TENTANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN BERBASIS TEKNOLOGI TINGGI TAHUN 2014

!"!"!#$%"! & ' ((( ( ( )

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA YANG DICAIRKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

BAHAN KULIAH DAN TUGAS

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-IND/PER/2/2008

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 591 /PMK.010/2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG REVITALISASI INDUSTRI PUPUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : KEP-03/M.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

2016, No ) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Pe

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/M-DAG/PER/1/2008 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

pengembangan kompetensi inti industri Kabupaten Kuningan; bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2\

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Yth. Para Peserta Seminar serta Saudarasaudara

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG TRANSPARANSI PENDAPATAN NEGARA DAN PENDAPATAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG KOMITE PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Konsumsi Baja per Kapita Tahun 2014

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA HILIRISASI INDUSTRI PERTANIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Transkripsi:

Buku I PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS BASIS INDUSTRI MANUFAKTUR DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN 2009

ii

KATA PENGANTAR Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2010-2014 di bidang perekonomian menargetkan pertumbuhan ekonomi ratarata 7 %, tingkat pengangguran menjadi berkisar 5-6%, tingkat kemiskinan diharapkan menjadi 8-10%, dan diperlukan investasi sekitar Rp. 2.000 triliun tiap tahun. Untuk itu, sektor industri diharapkan menjadi penggerak utama (prime mover) mampu berkontribusi lebih dari 26% terhadap PDB pada tahun 2014, dan mampu tumbuh minimal 1,5% lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara industri yang tangguh pada tahun 2025, menghadapi tantangan dan kendala yang ada, serta merevitalisasi industri nasional, maka telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT telah tersusun 35 Road Map (peta panduan) pengembangan klaster industri prioritas untuk periode 5 (lima) tahun ke depan (2010-2014) sebagai penjabaran Perpres 28/2008, yang disajikan dalam 6 (enam) buku, yaitu: 1. Buku I, Kelompok Klaster Industri Basis Industri Manufaktur (8 Klaster indutri), yaitu: 1) Klaster Industri Baja, 2) Klaster Industri Semen, 3) Klaster Industri Petrokimia, 4) Klaster Industri Keramik, 5) Klaster Industri Mesin Listrik & Peralatan Listrik, 6) Klaster Industri Mesin Peralatan Umum, 7) Klaster Industri Tekstil dan Produk Tekstil, 8) Klaster Industri Alas Kaki. KATA PENGANTAR iii

2. Buku II, Kelompok Klaster Industri Berbasis Agro (12 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Pengolahan Kelapa Sawit, 2) Klaster Industri Karet dan Barang Karet, 3) Klaster Industri Kakao, 4) Klaster Industri Pengolahan Kelapa, 5) Klaster Industri Pengolahan Kopi, 6) Klaster Industri Gula, 7) Klaster Industri Hasil Tembakau, 8) Klaster Industri Pengolahan Buah, 9) Klaster Industri Furniture, 10) Klaster Industri Pengolahan Ikan, 11) Klaster Industri Kertas, 12) Klaster Industri Pengolahan Susu. 3. Buku III, Kelompok Klaster Industri Alat Angkut (4 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Kendaraan Bermotor, 2) Klaster Industri Perkapalan, 3) Klaster Industri Kedirgantaraan, 4) Klaster Industri Perkeretaapian. 4. Buku IV, Kelompok Klaster Industri Elektronika dan Telematika (3 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Elektronika, 2) Klaster Industri Telekomunikasi, 3) Klaster Industri Komputer dan Peralatannya. 5. Buku V, Kelompok Klaster Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu (3 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Perangkat Lunak dan Konten Multimedia, 2) Klaster Industri Fashion, 3) Klaster Industri Kerajinan dan Barang seni. 6. Buku VI, Kelompok Klaster Industri Kecil dan Menengah Tertentu (5 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Batu Mulia dan Perhiasan, 2) Klaster Industri Garam, 3) Klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias, 4) Klaster Industri Minyak Atsiri, 5) Klaster Industri Makanan Ringan. Diharapkan dengan telah terbitnya 35 Road Map tersebut pengembangan industri ke depan dapat dilaksanakan secara lebih fokus dan dapat menjadi: iv

1. Pedoman operasional Pelaku klaster industri, dan aparatur Pemerintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya. 2. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). 3. Informasi dalam menggalang partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri. Kepada semua pihak yang berkepentingan dan ikut bertanggung-jawab terhadap kemajuan industri diharapkan dapat mendukung pelaksanaan peta panduan (Road Map) ini secara konsekuen dan konsisten, sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing. Semoga Allah SWT meridhoi dan mengabulkan cita-cita luhur kita bersama menuju Indonesia yang lebih baik. Jakarta, November 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI MOHAMAD S. HIDAYAT KATA PENGANTAR v

vi

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL... xi PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BAJA... 1 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BAJA... 9 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI SEMEN... 29 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI SEMEN... 37 DAFTAR ISI vii

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 105/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PETROKIMIA... 49 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 105/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PETROKIMIA... 57 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 106/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI KERAMIK... 77 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 106/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI KERAMIK... 85 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 107/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MESIN LISTRIK DAN PERALATAN LISTRIK... 101 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 107/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MESIN LISTRIK DAN PERALATAN LISTRIK... 109 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 108/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MESIN PERALATAN UMUM... 131 viii

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 108/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MESIN PERALATAN UMUM... 139 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 109/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL... 159 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 109/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL... 167 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI ALAS KAKI... 189 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 110/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI ALAS KAKI... 197 DAFTAR ISI ix

x

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa pengembangan industri nasional yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri, dan yang memiliki struktur yang sehat dan berkeadilan, berkelanjutan, serta mampu memperkokoh ketahanan nasional memerlukan sebuah kebijakan industri nasional yang jelas; b. Bahwa Pasal 19 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengamanatkan pemberian fasilitas bagi penanaman modal yang sesuai dengan kebijakan industri nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah; c. Bahwa... PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL xi

c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan kebijakan industri nasional sebagai pedoman dalam pengembangan industri nasional dan sebagai dasar pemberian fasilitas pemerintah, dengan Peraturan Presiden; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Undang-Undang... xii

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 11); 8. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2008; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL. Pasal 1 (1) Pemerintah menetapkan kebijakan industri nasional. (2) Kebijakan... PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL xiii

(2) Kebijakan industri nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi Bangun Industri Nasional, Strategi Pembangunan Industri Nasional dan Fasilitas Pemerintah. (3) Kebijakan industri nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termuat dalam Lampiran Peraturan Presiden ini. Pasal 2 Menteri yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang perindustrian menyusun dan menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu. Pasal 3 (1) Dalam rangka pengembangan kompetensi inti industri daerah yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3): a. Pemerintah Provinsi menyusun peta panduan pengembangan industri unggulan provinsi; dan b. Pemerintah... xiv

b. Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun peta panduan pengembangan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota. (2) Menteri yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang perindustrian menetapkan peta panduan pengembangan industri unggulan Provinsi dan peta panduan pe ngembangan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota. Pasal 4 (1) Pemerintah dapat memberikan fasilitas kepada: a. Industri prioritas tinggi, baik industri prioritas nasional maupun industri prioritas berdasarkan kompetensi inti industri daerah; b. Industri pionir; c. Industri yang dibangun di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan atau daerah lain yang dianggap perlu; d. Industri yang melakukan penelitian, pengembangan dan inovasi; e. Industri yang menunjang pembangunan infrastruktur; f. Industri yang melakukan alih teknologi; g. Industri yang menjaga kelestarian lingkungan hidup; h. Industri... PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL xv

h. Industri yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; i. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri; atau j. Industri yang menyerap banyak tenaga kerja. (2) Fasilitas yang dimaksud pada ayat (1) berupa insentif fiskal, insentif nonfiskal, dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali setiap 2 (dua) tahun, atau setiap waktu apabila dipandang perlu, untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan. Pasal 5 (1) Permohonan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diajukan kepada Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi. (2) Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi: a. Mengkaji permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b. mengevaluasi... xvi

b. mengevaluasi pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3); serta c. merekomendasikan pemberian atau pencabutan fasilitas pemerintah kepada Menteri atau pejabat terkait yang berwenang, guna diproses lebih lanjut penetapannya. (3) Prosedur, mekanisme permohonan dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut oleh Ketua Harian Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi. Pasal 6 (1) Menteri yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang perindustrian membentuk Tim Teknis yang bertugas mengkaji, merumuskan dan mengevaluasi: a. Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Prioritas; b. Peta Panduan Pengembangan Industri Unggulan Provinsi; dan c. Peta Panduan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota. (2) Keanggotaan Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur instansi pemerintah dan unsur lainnya yang dipandang perlu. (3) Dalam... PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL xvii

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Teknis berkonsultasi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk dunia usaha. (4) Tim Teknis mengusulkan hasil kajian, perumusan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang perindustrian, untuk mendapat penetapan. Pasal 7 Kebijakan industri nasional ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun, atau setiap waktu apabila dipandang perlu. Pasal 8 (1) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini diatur oleh Menteri yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang perindustrian. (2) Para Menteri lain/pimpinan instansi terkait melaksanakan ketentuanketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini dan peraturan pelaksanaannya, sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing. Pasal... xviii

Pasal 9 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, Dr. M. Iman Santoso PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL xix

xx

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu; PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009

b. Bahwa industri baja merupakan salah satu basis industri manufaktur sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu ditetapkan peta panduan pengembangan klaster industri baja; c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Baja; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987); PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009

9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/ P Tahun 2007; 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007; 12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; 13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BAJA.

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Baja Tahun 2010-2014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri baja untuk periode 5 (lima) tahun. 2. Industri Baja adalah industri yang terdiri dari: a. Industri Besi dan Baja Dasar (KBLI- 27101); b. Industri Penggilingan Baja (KBLI- 27102); c. Industri Pipa dan Sambungan Pipa dari Besi dan Baja (KBLI-27103). 3. Pemangku Kepentingan adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan serta Lembaga Kemasyarakatan lainnya. 4. Menteri adalah Menteri yang melaksanakan sebagian tugas urusan pemerintahan di bidang perindustrian. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009

Pasal 2 (1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. (2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan: a. Pedoman operasional Aparatur Pemerintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya; b. Pedoman bagi Pelaku klaster industri Baja, baik pengusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor Industri Baja ataupun sektor lain yang terkait; c. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota); dan d. Informasi untuk menggalang dukungan sosial-politis maupun kontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan klaster industri ini, yang pada akhirnya diharapkan untuk mendorong partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri.

Pasal 3 (1) Program/rencana aksi pengembangan klaster Industri Baja dilaksanakan sesuai dengan Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). (2) Pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemangku Kepentingan sebagaimana tercantum dalam Peta Panduan. Pasal 4 (1) Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja tahunan kepada Menteri atas pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). (2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun selambat-lambatnya pada akhir bulan Februari pada tahun berikutnya. Pasal 5 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009

Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian Kepala Biro Hukum dan Organisasi Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS PRAYONO SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. Presiden RI; 2. Wakil Presiden RI; 3. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; 4. Gubernur seluruh Indonesia; 5. Bupati/Walikota seluruh Indonesia; 6. Eselon I di lingkungan Departemen Perindustrian.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BAJA BAB I PENDAHULUAN BAB II SASARAN BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian Kepala Biro Hukum dan Organisasi PRAYONO LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009

10

BAB I PENDAHULUAN A. Ruang Lingkup Industri Baja Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Industri Logam Dasar Besi dan Baja termasuk dalam kode 2710 yang terdiri dari: 27101 : Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) 27102 : Industri penggilingan baja (steel rolling) 27103 : Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi B. Pengelompokan Industri Baja Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara bahan baku dan produk, maka struktur industri baja dapat ditunjukkan sebagai pohon industri baja seperti pada Gambar I.1 berikut: Bloom Ingot Green Pipe Profil Berat Pipa Tanpa Kampuh Mur & Baut ROD PC Wire Billet Kawat Wire & Rod Paku Kawat Las Besi Beton/Profil Scrap Bar Shaft Bar Pellet Besi Besi Spon Iron Ore Pig Iron HRC Profil Las GI Sheet Slab CRC Tin Plate Coasted Steel, dll Industri Baja Plate Steel/Iron cast Slab Stainless Steel HRC Stainless Steel CRC Stainless Steel Pipa Las Lurus Pipa Las Spiral Buluh Gambar I.1. Pohon Industri Baja LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 11

Selanjutnya, struktur industri baja nasional tersebut dapat pula dibagi dalam pengelompokan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut: Tabel I.1. Pengelompokan Industri Baja Nasional Industri Hulu Industri Antara 1 Industri Antara 2 Pertambangan Peyediaan Bahan Baku Pembuatan Baja Kasar Pembuatan Semi Finished Product B ijih B e si F e rro N icke l B e si S p o ns P ig Iro n S cra p Ing o t S la b B ille t B lo o m H R C / P /S C R C / P /S P e la t B a ja W ire R o d Industri Hilir Pembuatan Finished Flat Product Pembuatan Finished Long Product B jl S Tin P la te G a lva nizing P ro fil L a s P ip a B a ja S he a ring / S litting B a ja B a ta ng a n B e si P ro fil P a ku K a na l W ire M e sh B e si K a w a t K a w a t K a w a t M ur & B e to n B e to n B a ja L a s B a ut P C W ire Pengelompokan tersebut diusulkan sebagai bentuk penyederhanaan dalam identifikasi kondisi masingmasing tahapan proses. 1. Kelompok Industri Hulu a. Pertambangan Meskipun secara proses bukan dianggap sebagai bagian dari industri besi baja dan merupakan industri pemasok dalam supply chain industri baja, namun keberadaannya sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu negara. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah pertambangan bijih besi, pasir besi, ferro nikel, batu bara baik untuk bahan energi maupun bahan baku kokas, gas alam, mineral penunjang seperti batu kapur dan dolomit. b. Penyedia Bahan Baku. Kelompok ini juga sangat strategis dalam menentukan daya saing industri baja suatu 12

negara. Kelompok ini terdiri dua jalur proses pembuatan besi (iron making) serta satu industri penyediaan scrap yang merupakan material besi bekas. Sebagaimana dipahami secara umum dalam dunia perbajaan, bahwa terdapat dua jalur utama dalam industri pembuatan besi. Jalur pertama yang mendominasi sebesar 70% dari produksi besi dunia adalah melalui teknologi blast furnace. Melalui proses ini bijih besi direduksi dengan kokas batu bara dalam sebuah tanur tiup yang tinggi. Produk dari proses ini adalah besi cair yang kemudian dapat diproses lebih lanjut dalam tahap steel making atau dapat langsung dicetak sebagaimana dikenal sebagai pig iron. Jalur lain yang merupakan alternatif industri pembuatan besi adalah jalur pembuatan besi spons. Melalui jalur ini bijih besi dalam bentuk bulk atau pellet direduksi dengan gas pereduksi (yang berasal dari gas alam atau batu bara). Produk dari proses ini dapat berupa besi spons atau hot briquette iron (HBI), sebagai bahan baku proses steel making selanjutnya. Jalur ini menguasai sekitar 25 dari produksi besi dunia. Di samping dua jalur utama diatas terdapat pula beberapa teknologi penyedia bahan baku industri baja yang jumlahnya relatif kecil seperti teknologi direct smelting, rotary kiln, dan open heart. 2. Kelompok Industri Antara 1: Pembuatan Baja Kasar (Crude Steel) Kelompok ini sering dijadikan ukuran produksi industri baja suatu negara. Melalui proses yang LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 13

tahap akhirnya mengubah baja cair menjadi baja padat ini dihasilkan bloom dan billet sebagai bahan baku industri baja pengolahan long product, slab sebagai bahan baku industri pengolahan flat product dan ingot sebagai bahan baku industri pembentukan baja lainnya. Konsumsi per kapita industri baja suatu negara dihitung dari jumlah produksi baja kasar ini dibagi dengan jumlah penduduk negara tersebut pada saat itu. 3. Kelompok Industri Antara 2: Pembuatan Baja Semi Finished Product Kelompok ketiga ini adalah tahap yang memproses baja kasar menjadi produk semi finished. Billet dan bloom merupakan bahan baku untuk pembuatan produk semi finished wire rod dan green pipe. Selanjutnya wire rod akan menjadi bahan baku berbagai industri pengolahan long finished product seperti paku, baut, mur, kawat las, PC wire. Sedangkan green pipe akan menjadi bahan baku industri seamless pipe (OCTG dan Line Pipe) bagi industri migas. Sementara semi finished product di jalur flat product adalah hot rolled coil (HRC), hot rolled plate (HRP) dan cold rolled coil (CRC). HRC selain merupakan bahan baku terbesar dari industri pengolahan flat product seperti untuk konstruksi, pipa las spiral dan otomotif. Sementara CRC digunakan sebagai bahan baku industri peralatan rumah tangga, otomotif, pelapisan seng. Pelat baja merupakan semi finished product yang digunakan sebagai bahan baku industri pipa las longitudinal, profil dan perkapalan. 14

4. Kelompok Industri Hilir a. Pembuatan baja finished flat product Kelompok ini merupakan konsumen terbesar industri baja dunia. Berbagai industri pemakai diantaranya industri konstruksi, otomotif, pipa, profil dan pelapisan. Sebagai media antara bahan baku HRC dan CRC dengan kebutuhan industri pembuatan finished product, maka dimasukkan pula dalam kelompok ini industri jasa pemotongan dan pembentukan baja lembaran (shearing/slitting lines). b. Pembuatan baja finished long product Kelompok ini merupakan konsumen paling bervariasi dari industri baja. Berbagai industri pemakai diantaranya industri pembuatan baja batangan, profil, baja konstruksi, kawat, paku, mur/baut. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 15

16

BAB II SASARAN Sasaran pengembangan jangka menengah antara lain mengembangkan industri pengolahan bahan baku besi baja berbasis sumber daya lokal, mengoptimalkan kapasitas terpasang industri baja kasar (7.4 juta ton) dan berkembangnya produk baja lembaran dan baja batangan untuk kebutuhan industri perkapalan, pipa migas, konstruksi, otomotif, kemasan dan peralatan rumah tangga. Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang adalah tumbuhnya industri peleburan baja terintegrasi yang menghasilkan baja khusus berbasis sumber daya lokal. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 17

18

BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Baja Nasional 1. Visi Industri Baja Nasional Memiliki industri baja modern dan efisien yang berstandar dunia yang memenuhi kebutuhan seluruh produk baja domestik dengan pencapaian konsumsi per kapita dunia. 2. Arah Pengembangan Memiliki industri baja yang mencapai daya saing global dalam aspek biaya, mutu, dan kemampuan sumber daya manusia dan level teknologi. Setelah merumuskan gambaran masa depan dan arah pengembangan industri baja nasional, maka langkah selanjutnya adalah pembuatan peta arsitektur strategis sebagai cetak biru rumusan strategi berikut skenarionya untuk mendukung tercapainya visi industri dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu 15 tahun. Gambar III.1 menunjukkan hasil penyusunan peta arsitektur strategik yang dibuat secara skematik sederhana. Simplifikasi peta arsitektur strategik dipilih dan ditetapkan untuk memberi kemudahan dalam mendapatkan pengertian dan ide-ide skenario yang diusulkan. Peta arsitektur tersebut disusun sebagai berikut: LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 19

a. Bahwa sebagai hasil gambaran masa depan, dicitacitakan terciptanya industri baja nasional pada tahun 2020 yang memiliki daya saing tinggi. b. Indikasi daya saing tersebut dijabarkan dalam empat indikator pencapaian yaitu: Kapasitas produksi Teknologi, research & development, dan sumber daya manusia Supporting Pendanaan c. Untuk mengusahakan jalur pencapaian dilakukan dengan 3 tahap implementasi yang berjangka masing-masing lima tahun. d. Dalam setiap tahap implementasi kemudian diusulkan berbagai action plan yang menunjang dan mensukseskan setiap jalur pencapaian. 20

In d u s tri B a ja N a s io n a l Saat Ini Konsumsi per kapita : 43 kg Penawaran : 10 juta ton per tahun Integrasi Industri Hulu dan Peningkatan Kinerja Produksi Konsumsi per kapita : 56 kg Penawaran : 15 juta ton per tahun Peningkatan Kapasitas & Pengembangan Produk Baru Konsumsi per kapita : 70 kg Penawaran : 20 juta ton per tahun Peningkatan Daya Saing Produksi & Pertumbuhan Berkelanjutan P e n in g k a tan u tilis is a s i k a p a s ita s In ve s ta s i S e k to r Y a n g B e lu m A d a P e rb a ik an T e k n olo gi P ro d uksi & P e m bin aa n M a n a je ria l P e m ba n g u n an F a s ilita s Produksi Baru P e n e ra p a n T ek n o lo g i & M a n a je m e n Modern dan R & D K e b ija k a n P a s a r dan Harga P e m en u h a n K a p a s ita s U n tuk m em e n u h i K o n s um s i p e r k a p ita P e n e ra p a n M a n a je m e n d a n T ek n o lo g i R a m a h L in g k u ng a n In te g ra s i k e Industri Hilir In d u s tri B a ja N a s io n a l B e rd a ya S a in g T in g g i Production Capacity Teknologi,R&D dan SDM Supporting P e n g em b a n ga n In d u s tri B a h a n B a k u Perbaikan Database & M e n d o ro n g Mekanism e Pasar P e n g u s a h a an D a n a In ve s ta s i & S w a s ta n is a s i K o n s o lid a s i & R e s truk tu ris a s i Funding In s e n tif In ve s ta s i 2 0 06-2 010 2 0 11-2 015 2 0 16-2 020 Gambar III.1. Peta Arsitektur Strategik Industri Baja Nasional Konsumsi per kapita : 29 kg Penawaran : 6.5 juta ton per tahun LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 21

B. Indikator Pencapaian 1. Kapasitas Produksi Memperhatikan bahwa konsumsi per kapita baja nasional pada tahun 2005 adalah 29 kg yang didapat dari kebutuhan baja sebanyak 6.5 juta ton per tahun yang dikonsumsi oleh 238 juta penduduk Indonesia. Apabila laju pertumbuhan penduduk saat ini pada level 1.5% dijadikan acuan untuk proyeksi 15 tahun mendatang, jumlah penduduk Indonesia pada pada tahu 2020 akan mencapai 300 juta orang. Apabila konsumsi rata-rata dunia diproyeksi seperti pada level saat ini yaitu 70 kg per kapita, maka kapasitas produksi industri baja nasional harus bisa mencapai 20 juta ton per tahun pada tahun 2020. Sebagai benchmark, dapat dibandingkan dengan gambaran masa depan yang diantisipasi oleh India dalam pengembangan industri baja nasionalnya. India memproyeksikan pengembangan industri bajanya dari konsumsi per kapita pada saaat ini sebanyak 30 kg /tahun mencapai level ratarata dunia pada 170 kg/tahun dalam 15 tahun mendatang. Total konsumsi nasioal pada saat ini sejumlah 36 juta ton per tahun ditingkatkan menjadi 90 juta ton per tahun terutama dengan pertumbuhan kapasitas produksi sebesar 7.3% per tahun menjadi 110 juta ton per tahun dengan memperhatikan pertumbuhan PDB sebesar 7-8% /tahun hingga tahun 2020. 2. Teknologi, R&D dan Sumber Daya Manusia Teknologi menjadi indikator daya saing dari industri baja. Level teknologi sangat menentukan konsumsi energi dan produktifitas dari sebuah pabrik baja. 22

Biaya Research & Development juga merupakan salah satu indikasi dari kemajuan industri baja suatu negara. Hal ini dihubungkan dengan pengembangan jenis produk yang dihasilkan baik untuk memproduksi kebutuhan akan produk baru maupun meningkatkan nilai tambah dari produkproduk yang rutin diproduksi. Akhirnya kemampuan sumber daya manusia merupakan indikator bagi produktifitas dan kemampuan manajemen suatu industri baja baik dalam aspek operasional, perawatan maupun pemasaran. 3. Supporting Kondisi yang kondusif untuk meningkatkan produksi dan konsumsi baja juga merupakan indikator pencapaian daya saing industri baja nasional. Kondisi tersebut dinataranya kebijakan pemerintah di bidang perdagangan, promosi pemakaian baja, serta kebijakan pasar dan harga. Kebijakan lain yang juga strategis adalah hubungan industri baja dengan sektor industri lain terutama industri hilir yang merupakan konsumen industri baja. 4. Pendanaan Penyediaan dana investasi merupakan indikator lain dalam pencapaian daya saing industri. Ketersediaan dana investasi menjadi prasyarat yang mendorong inisiatif pembangunan industri yang harus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Kecenderungan industri baja global juga memungkinkan terjadinya proses restrukturisasi dan konsolidasi antar produsen baja baik secara domestik maupun lintas negara. Kondisi yang kondusif harus diusahakan untuk mendukung proses global ini LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 23

mengingat kecenderungan ini sangat potensial dalam menentukan daya saing industri baja di level internasional. C. Tahapan Implementasi Secara lengkap, tahapan implementasi yang diusulkan untuk pencapaian industri baja nasional berdaya saing global dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Tahap 1 : Integrasi Industri Hulu dan Peningkatan Kinerja Industri Tahap pertama dari implementasi (tahun 2006 2010) dilakukan untuk dapat mulai menyeimbangkan struktur industri dan perbaikan kinerja industri baja nasional. Pada tahap ini diharapkan tingkat per kapita baja nasional mencapai 43 kg per tahun dengan tingkat penawaran sebesar 10 juta ton per tahun pada akhir tahun 2010. Hal ini dilakukan dengan tahap awal pengembangan industri penyedia bahan baku berbasis sumber daya lokal dan melengkapi fasilitas produksi dari sektor-sektor yang belum ada. Secara bersamaan perlu di lakukan peningkatan utilisasi kapasitas dan perbaikan teknologi fasilitas industri yang ada. Pada saat yang sama, perlu dilakukan peningkatan kemampuan sumber daya manusia untuk mengimbangi pengembangan industri tersebut. Dalam hal ini, dengan memperhatikan perkembangan industri baja global dan tahap implementasi selanjutnya, perlu dilakukan pembinaan manajemen untuk pengelolaan bisnis berstandar dunia (world class skilled management) khususnya khususnya untuk industri BUMN. 24

Di sisi lain, sebagai prasyarat penyuksesan peningkatan konsumsi yang cukup signifikan, maka harus dilakukan dengan memperjelas mekanisme pasar baik pasar domestik maupun pasar impor / ekspor. Ini dilakukan dengan menghilangkan bentukbentuk penyimpangan dalam bentuk pajak maupun subsidi. Hal ini sangat kritis dilakukan mengingat mulai tahun 2010 telah diberlakukan pula konsensus pasar bebas (APEC dan persiapan WTO). Untuk menunjang pembangunan, kebijakan dalam penyediaan dana investasi dan kebijakan perdagangan serta promosi juga menjadi faktor kunci keberhasilan usaha implementasi ini. 2. Tahap 2: Peningkatan Kapasitas dan Pengembangan Produk Baru Tahap kedua dari implementasi (tahun 2011 2015) dilakukan dengan pening-katan kapasitas produksi yang baru secara agresif melalui penerapan teknologi yang terkini, yang diimbangi dengan manajemen modern, yang didukung dengan ketersediaan tenaga ahli yang terlatih dan ketersediaan dana investasi yang kompetitif. Pada tahap ini diharapkan tingkat per kapita baja nasional mencapai 57 kg per tahun dengan tingkat penawaran sebesar 15 juta ton per tahun pada akhir tahun 2015. Di sisi lain peningkatan kapasitas produksi dan pengembangan produk-produk baru, harus diimbangi pula dengan penciptaan pasar konsumsi yang kondusif dan realisasi pembangunan yang mengkonsumsi baja secara intensif. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 25

Sebagai alternatif pendanaan investasi, perlu didukung negosiasi dengan sumber-sumber foreign direct investment (FDI) atau swastanisasi industri BUMN untuk mendatangkan modal investasi dari pasar domestik. 3. Tahap 3: Peningkatan Daya Saing Produksi dan Pertumbuhan Berkelanjutan Tahap akhir dari implementasi pencapaian industri baja nasional berdaya saing global selama 15 tahun mendatang (tahun 2016 2020), adalah untuk pencapaian daya saing produksi dan penciptaan kondisi pertumbuhan yang berkelanjutan. Pada tahap akhir 15 tahun ke depan ini, diharapkan tingkat per kapita baja nasional mencapai 70 kg per tahun dengan tingkat penawaran sebesar 20 juta ton per tahun pada akhir tahun 2020. Usaha implementasi utamanya adalah dengan meneruskan program-program pada tahap kedua dengan memperhatikan kecenderungan industri baja global seperti perkembangan teknologi, kecenderungan konsolidasi dan ketatnya proteksi lingkungan. Implementasinya dilakukan dengan pemenuhan kapasitas dan mutu produksi pada level global, penerapan manajemen dan pendekatan teknologi yang ramah lingkungan. Di sisi lain, penciptaan kondisi yang kondusif untuk mengakomodasi kecenderungan global juga perlu diusahakan, diantaranya kecenderungan integrasi dengan industri-industri konsumen di hilir dan kecenderungan konsolidasi dan restrukturisasi yang bersifat domestik maupun lintas negara. 26

BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI Tabel IV.1. Rencana Aksi Pengembangan Industri Baja Nasional Tahap 1 (2006-2010) Tahap 2 (2011 2015) Tahap 3 (2016 2020) Tahap Implementasi Integrasi Industri Hulu dan Peningkatan Kinerja Industri Peningkatan Kapasitas dan Pengembangan Produk Baru Peningkatan Daya Saing Produksi dan Pertumbuhan Berkelanjutan Indeks Konsumsi 43 kg / kapita / tahun 56 kg / kapita / tahun 70 kg / kapita / tahun Penawaran 10 juta ton / tahun 10 juta ton / tahun 10 juta ton / tahun Indikator Pencapaian Kapasitas Produksi Menyeimbangkan struktur industri Memperbaiki kinerja industri Mengembangkan industri penyedia bahan baku berbasis sumber daya lokal Investasi fasilitas produksi sektor-sektor yang belum ada. Meningkatkan utilisasi kapasitas Mengembangkan kapasitas produksi yang baru secara agresif melalui penerapan teknologi yang terkini Mengembangkan produk-produk baru Implementasinya dilakukan dengan pemenuhan kapasitas dan mutu produksi pada level global,. Di sisi lain, Teknologi, R&D dan SDM Memperbaiki teknologi fasilitas yang ada. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk mengimbangi pengembangan industri Menerapkan manajemen modern yang didukung dengan ketersediaan tenaga ahli yang terlatih penerapan manajemen dan pendekatan teknologi yang ramah lingkungan Melakukan pembinaan manajemen untuk pengelolaan bisnis berstandar dunia khususnya untuk industri BUMN. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 103/M-IND/PER/10/2009 27

Action Plan Tahap 1 (2006-2010) Tahap 2 (2011 2015) Tahap 3 (2016 2020) Suporting Memperjelas mekanisme pasar baik pasar domestik maupun pasar impor / ekspor Menghilangkan bentuk-bentuk penyimpangan dalam bentuk pajak maupun subsidi (2010 telah diberlakukan pula konsensus pasar bebas APEC dan persiapan WTO). Menciptakan pasar konsumsi yang kondusif dan realisasi pembangunan yang mengkonsumsi baja secara intensif penciptaan kondisi yang kondusif untuk mengakomodasi kecenderungan global juga perlu diusahakan, diantaranya kecenderungan integrasi dengan industri-industri konsumen di hilir dan Meningkatkan kebijakan perdagangan serta promosi Pendanaan Membuat kebijakan dalam penyediaan dana investasi Mengusahakan ketersediaan dana investasi yang kompetitif Mendukung negosiasi dengan sumber-sumber foreign direct investment (FDI) sebagai alternatif kecenderungan konsolidasi dan restrukturisasi yang bersifat domestik maupun lintas negara. Swastanisasi industri BUMN untuk mendatangkan modal investasi dari pasar domestik. Pemerintah Asosiasi & Lembaga Litbang Produsen Dept. Perindustrian Dept. Perdagangan Dept. Energi dan Sumber Daya Mineral Dept. Keuangan Dept. Tenaga Kerja dantransmigrasi Kement. Ristek Kement. Lingkungan Hidup Badan Koordinasi Penanaman Modal Pemerintah Daerah Perguruan Tinggi APBEBSI, GABBESI, GAPIPA, GABSI Lembaga Litbang Perusahaan Penyedia Industri Penunjang, Perusahaan Penyedia Mesin Peralatan, Jasa Transportasi, Jasa Keuangan, Jasa Konsultasi Peningkatan Daya Saing Perusahaan Penghasil Bahan Baku & Energi Perusahaan Industri Baja Perusahaan Jasa Distribusi Eksportir Gambar IV.1. Peran Pemangku Kepentingan Pengembangan Industri Baja Nasional 28

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI SEMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu; PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 29

b. Bahwa industri semen merupakan salah satu basis industri manufaktur sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu ditetapkan peta panduan pengembangan klaster industri semen; c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Semen; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 30

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987); PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 31

9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/ P Tahun 2007; 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007; 12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; 13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI SEMEN. 32

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Semen Tahun 2010-2014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri semen untuk periode 5 (lima) tahun. 2. Industri Semen adalah industri yang terdiri dari: a. Industri Semen (KBLI 26411); b. Industri Kapur (KBLI 26412); c. Industri Gips (KBLI 26413). 3. Pemangku Kepentingan adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan serta Lembaga Kemasyarakatan lainnya. 4. Menteri adalah Menteri yang melaksanakan sebagian tugas urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Pasal 2 (1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 33

(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan: a. Pedoman operasional Aparatur Pemerintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya; b. Pedoman bagi Pelaku klaster Industri Semen, baik pengusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor Industri Semen ataupun sektor lain yang terkait; c. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota); dan d. Informasi untuk menggalang dukungan sosial-politis maupun kontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan klaster industri ini, yang pada akhirnya diharapkan untuk mendorong partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri. Pasal 3 (1) Program/rencana aksi pengembangan klaster Industri Semen dilaksanakan sesuai dengan Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). 34

(2) Pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemangku Kepentingan sebagaimana tercantum dalam Peta Panduan. Pasal 4 (1) Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja tahunan kepada Menteri atas pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). (2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun selambatlambatnya pada akhir bulan Februari pada tahun berikutnya. Pasal 5 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 104/M-IND/PER/10/2009 35