OPTIMASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MUFFIN BERBASIS SUBSTITUSI TEPUNG KOMPOSIT JAGUNG DAN UBI JALAR KUNING SKRIPSI STEFANI HARTONO F

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

LOGO BAKING TITIS SARI

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

PEMBUATAN CAKE TANPA GLUTEN DAN TELUR DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

KAJIAN PROPORSI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG UBI JALAR KUNING SERTA KONSENTRASI LESITIN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK MUFFIN

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

Evaluasi Kualitas Sensoris Muffin Berbahan Baku Pisang Goroho (Musa acuminate sp.)

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG

METODE. Bahan dan Alat

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

COOKIES DIET APRANATA SEMARANG SKRIPSI. Oleh :

METODOLOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

: 1. Mengetahui cara pembuatan roti standart dan roti wortel serta untuk. 2. Mengetahui volume adonan roti standart dan adonan roti wortel

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

Gambar 12.(a) Persentase Responden yang Memilih Makanan Ringan dan Makanan Berat, (b) Persentase Produk Makanan Ringan

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG. QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI

PEMBUATAN ES KRIM UBI JALAR (Ipomea HOMOGENIZER

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS, UBI KAYU, KENTANG DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SUBTITUSI TEPUNG UBI JALAR DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG SWEET POTATO FLOUR SUBSTITUTION OF ROLL CAKE

Tabel 1.1 Daftar Impor Bahan Pangan Indonesia Tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

SKRIPSI. KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH. Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. impor. Volume impor gandum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data APTINDO (2013), Indonesia mengimpor gandum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu)

Transkripsi:

OPTIMASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MUFFIN BERBASIS SUBSTITUSI TEPUNG KOMPOSIT JAGUNG DAN UBI JALAR KUNING SKRIPSI STEFANI HARTONO F24080128 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

FORMULA AND PROCESS OPTIMIZATION OF MUFFIN PRODUCED FROM CORN AND SWEET POTATO COMPOSITE FLOUR SUBSTITUTION Stefani Hartono, Purwiyatno Hariyadi, Eko Hari Purnomo Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: +62-852-88364974, E-mail: stefanihartono90@yahoo.com ABSTRACT Nowadays, the high domestic consumption of wheat-based bakery product has increased the amount of imported wheat flour in Indonesia. Food diversification using local resources becomes one of the solutions to reduce the cost associated with imported wheat flour. The objective of this research is to make composite flour (consists of corn flour and sweet potato flour) substituted muffins that is sensory acceptable by consumers. This research is divided into 3 stages namely formula optimization using mixture design technique, process optimization using response surface methodology, and final product analysis, which consists of texture analysis and proximate analysis. Hedonic rating test is carried out to collect the response from 70 untrained panelists. The results showed that the formula with 4% wheat flour, 86% corn flour, and 10% sweet potato flour was selected as optimal formula while the process with 39 minutes of baking time and 158 C of baking temperature was chosen as optimal process. The hardness score of muffin produced from optimal formula and process is equivalent to 107.3 gf. The final product contained 18,84% moisture, 1.48% ash, 4.78% protein, 18.23% fat, 56.67% carbohydrate, and 0.26% crude fiber. Keywords: muffin, composite flour, corn flour, sweet potato flour

Stefani Hartono. F24080128. OPTIMASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MUFFIN BERBASIS SUBSTITUSI TEPUNG KOMPOSIT JAGUNG DAN UBI JALAR KUNING. Di bawah bimbingan Purwiyatno Hariyadi dan Eko Hari Purnomo. 2012. RINGKASAN Salah satu produk rerotian berbasis terigu yang cukup digemari masyarakat adalah muffin. Muffin berbentuk cangkir berukuran kecil yang umumnya didominasi rasa manis. Pada dasarnya, tepung yang dimanfaatkan dalam pembuatan muffin ialah terigu sedang ataupun terigu lemah sehingga muffin berpotensi untuk disubstitusi dengan tepung berkadar protein rendah. Sehubungan dengan tingginya konsumsi terigu impor, maka diupayakan suatu program diversifikasi pangan dengan mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan muffin dengan tepungtepungan non terigu, berupa tepung ubi jalar dan tepung jagung. Ubi jalar dan jagung merupakan sumber daya lokal yang dapat tumbuh baik pada iklim tropis Indonesia sehingga memiliki tingkat produktivitas tinggi. Dengan demikian, program diversifikasi pangan melalui pemanfaatan sumber daya lokal diharapkan dapat mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap produk-produk rerotian berbasis terigu. Penelitian ini bertujuan membuat muffin hasil substitusi tepung komposit (terdiri dari tepung jagung dan tepung ubi jalar) yang dapat diterima konsumen dari segi sensori. Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap utama yaitu optimasi formula, optimasi proses, dan analisis produk akhir. Tahap optimasi formula dimulai dengan menentukan titik maksimum substitusi dari masing-masing tepung. Untuk tepung jagung, dilakukan pembuatan muffin dengan level substitusi dari 50% hingga 100% sedangkan untuk tepung ubi dari 20% hingga 70%. Setiap muffin diuji menggunakan uji rating hedonik. Hasil ANOVA menunjukkan titik maksimum substitusi tepung jagung adalah 100% sedangkan titik maksimum substitusi tepung ubi jalar adalah 40%. Data titik maksimum tersebut digunakan untuk tahap optimasi formula dengan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0 dengan metode rancangan campuran D-optimal. Rancangan yang terdiri dari 16 kombinasi formula kemudian diuji secara rating hedonik kepada 70 panelis tidak terlatih dengan respon berupa tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Analisis respon akan menghasilkan model persamaan. Model untuk respon warna dan aroma berturut-turut adalah kubik yang direduksi dan kubik. Model untuk respon rasa, tekstur, dan keseluruhan adalah linear. Semua model tergolong signifikan sehingga dapat memberikan prediksi hasil yang baik. Solusi formula dengan respon yang paling optimal, yaitu formula muffin dengan 4% tepung terigu, 86% tepung jagung, dan 10% tepung ubi jalar. Tahap verifikasi memberikan hasil yang mendukung prediksi formula optimal tersebut. Tahap berikutnya adalah optimasi proses dengan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0 dengan metode respon permukaan rancangan komposit pusat. Rancangan terdiri dari 13 kombinasi kondisi proses yang juga diuji secara rating hedonik. Analisis respon menghasilkan model kubik yang direduksi untuk warna, aroma, dan rasa, model kuadrat yang direduksi untuk respon tekstur, dan model kuadratik untuk respon keseluruhan. Semua model tergolong signifikan sehingga dapat memberikan prediksi hasil yang baik. Hasil optimasi menunjukkan kondisi proses dengan respon optimal adalah proses dengan suhu pemanggangan 158 C selama 39 menit. Analisis produk akhir terdiri dari analisis tekstur muffin dan analisis proksimat. Nilai rata-rata kekerasan produk muffin hasil optimasi adalah sebesar 107.3 gf. Hasil analisis proksimat (basis kering) menunjukkan muffin mengandung kadar air sebesar 18,84%, kadar abu sebesar 1,48%, kadar protein sebesar 4,78%, kadar lemak sebesar 18,23%, kadar karbohidrat sebesar 56,67%, dan kadar serat kasar sebesar 0,26%.

OPTIMASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MUFFIN BERBASIS SUBSTITUSI TEPUNG KOMPOSIT JAGUNG DAN UBI JALAR KUNING SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: STEFANI HARTONO F24080128 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Judul Skripsi : Optimasi Formula dan Proses Pembuatan Muffin Berbasis Substitusi Tepung Jagung dan Ubi Jalar Kuning Nama : Stefani Hartono NIM : F24080128 Menyetujui: Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, (Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc) (Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc) NIP. 19620309.198703.1.003 NIP. 19760412.199903.1.004 Mengetahui: Ketua Departemen, (Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP. 19680526.199303.1.004 Tanggal Ujian Akhir Sarjana: 27 Juli 2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Optimasi Formula dan Proses Pembuatan Muffin Berbasis Substitusi Tepung Komposit Jagung dan Ubi Jalar Kuning adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademis dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Yang membuat pernyataan, Stefani Hartono F24080128

Hak cipta milik Stefani Hartono, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

BIODATA PENULIS Penulis dengan nama lengkap Stefani Hartono lahir di Pontianak pada tanggal 7 Juni 1990 dari pasangan Tio Hiap Siang dan Bong Khiun Fa. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Kristen Immanuel (2002), jenjang SMP di SMP Kristen Immanuel (2005), jenjang SMA di SMA Kristen Immanuel (2008), dan jenjang S1 di Institut Pertanian Bogor (2012) dengan Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Penulis merupakan anggota Komisi Pelayanan Anak Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010/2011. Penulis juga aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan, yaitu sebagai anggota Divisi Tim Soal Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XVIII (2010), anggota Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi Masa Perkenalan Departemen ITP Baur (2010), anggota Divisi Dekorasi Natal CIVA IPB (2010), dan anggota Divisi Tim Soal Indonesian Food Bowl Quiz Competition (2011). Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum Matakuliah Evaluasi Sensori (2011) dan Teknologi Pengolahan Pangan (2012) serta memperoleh beasiswa dari Yayasan Goodwill International (2011-2012). Penulis juga ikut serta dalam beberapa seminar dan stadium general, di antaranya sebagai peserta dalam Seminar Cintai Pangan Lokal untuk Kebangkitan Indonesia (2012), peserta dalam Stadium General ACCESS Get a Right Track as Food Scientist and Food Technologist (2011), peserta Goodwill Leadership Training (2011-2012), juri Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XIX (2011), dan pembaca soal pada babak final 1st Indonesian Food Bowl Quiz Competition (2011). Tulisan-tulisan yang pernah penulis hasilkan bersama dengan rekan-rekan sedisiplin ilmu adalah Inovasi Bisnis Pangan Modern Coklat Kaya Serat dan Antioksidan Berbahan Baku Brokoli, Pengembangan Dodol Mixy Max sebagai Pangan Semi Basah Berbahan Baku Pepaya, Labu, dan Ketan Hitam dalam Rangka Pelestarian Sumber Pangan Lokal, Bioavailabilitas Kalsium pada Produk Teh dan Cookies Berbahan Baku Daun Kelor (Moringa oleifera) sebagai Pangan Fungsional Pencegah Osteoporosis, Pemanfaatan Gel Lidah Buaya dengan Penambahan Antioksidan Ekstrak Kulit Manggis Sebagai Edible Coating pada Jambu Biji Potong, dan Pembuatan Produk Yoghurt yang Mengandung Antioksidan Kulit Manggis: Kajian Kestabilan dan Kapasitas Antioksidan Yoghurt. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul Optimasi Formula dan Proses Pembuatan Muffin Berbasis Substitusi Tepung Komposit Jagung dan Ubi Jalar Kuning.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berjudul Optimasi Formula dan Proses Pembuatan Muffin Berbasis Substitusi Tepung Komposit Jagung dan Ubi Jalar Kuning dengan baik. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis yang dilakukan sejak bulan September 2011 sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, yaitu: 1. Oma, Papa, Mama, Ko Teddy, Ko Wendy, Dede Angel, dan seluruh keluarga tercinta untuk doa, dukungan semangat, dan cinta kasih yang telah diberikan. 2. Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc dan Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP, M.Sc selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan, perhatian, dan nasehat yang telah diberikan. 3. Dr. Elvira Syamsir, STP, M.Si selaku penguji sidang. Terima kasih atas waktu dan saran yang telah diberikan. 4. Indofood Riset Nugraha, yang telah membiayai penelitian ini hingga dapat berjalan dengan baik. 5. Sahabat-sahabat terkasih: Stephanie W., Lidia, Stephani, Jesslyn, Olivia, Silvia, Hanna, Pradhini, Misran, dan Virza. Terima kasih atas semangat dan dukungan yang telah diberikan. 6. Rekan Tim Bakery IRN: Jesslyn, Bangkit, dan Putra. Terima kasih atas kerja sama, bantuan, dan semangat yang telah diberikan. 7. Brother sister satu PA: Arum Puspa dan Wahyu. Terima kasih atas doa dan semangatnya. 8. Teman-teman seperjuangan ITP 45: Harum, Ube, Taufiq, Efrat, Ifah, Yuli, Sally, Inah, Obit, Niche dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 9. Keluarga MRII Bogor: Pdt. Romeo Mazo, Ev. Stenly L., Ci Sisi, Ko Suryadi, Erni, Adhi, Doni, Abraham, dan saudara/i lainnya. Terima kasih telah menguatkan penulis di dalam Tuhan. 10. Keluarga Yayasan Goodwill International dan AMCHAM Indonesia: Mr. Mike Nicholson, Mr. Scott, Ibu Mien, Mbak Rosa, Mas Broto, Mas Niko, teman-teman Goodwill ers semua. Terima kasih untuk beasiswa dan masa-masa training yang sangat menginspirasi penulis. 11. Erni Steffi, Ardy Brian, Charles dan adik-adik ITP 46 lainnya maupun ITP 47 yang telah memberi dukungan semangat kepada penulis. 12. Para guru dan dosen yang telah memberikan ilmunya dari SD sampai universitas. 13. Ibu dan bapak kosan serta teman-teman di Kosan Tri Dara dan Family House. 14. Seluruh teknisi laboratorium di Seafast Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, terutama Pak Nurwanto, Pak Junaedi, Mbak Fera, Bu Sri, Bu Rubiah, Pak Rozak, Pak Sobirin, Pak Yahya, dan Pak Wahid. 15. Seluruh karyawan Bread Unit yang sangat berkesan: Mbak Deny, Mbak Sri, Mbak Ekam, Mbak Dini, dan Mbak Dwi. 16. Seluruh pegawai Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan, terutama Bu Novi, Bu Anie, Bu Darsih, dan Pak Samsu. Akhir kata, penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih. Bogor, Agustus 2012 Stefani Hartono iii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 1 C. MANFAAT PENELITIAN... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA... 2 A. MUFFIN... 2 B. PEMANGGANGAN... 4 C. TEPUNG KOMPOSIT... 4 D. TEPUNG UBI JALAR... 5 E. TEPUNG JAGUNG... 6 F. EKSPERIMEN CAMPURAN (MIXTURE EXPERIMENT)... 7 G.METODE RESPON PERMUKAAN... 8 III. METODOLOGI PENELITIAN... 10 A. BAHAN DAN ALAT... 10 B. METODE PENELITIAN... 10 1. Optimasi Formula... 10 2. Optimasi Proses... 15 3. Analisis Produk Akhir... 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 19 A. OPTIMASI FORMULA... 19 1. Penentuan Titik Maksimum... 19 2. Rancangan Formula dan Nilai Respon... 21 3. Analisis Respon... 22 4. Optimasi Respon... 33 5. Verifikasi... 35 B. OPTIMASI PROSES... 36 1. Rancangan Kondisi Proses dan Nilai Respon... 36 2. Analisis Respon... 37 3. Optimasi Respon... 47 4. Verifikasi... 51 C. ANALISIS PRODUK AKHIR... 51 1. Analisis Fisik... 51 2. Analisis Kimia... 52 V. SIMPULAN DAN SARAN... 53 A. SIMPULAN... 53 B. SARAN... 54 DAFTAR PUSTAKA... 55 LAMPIRAN... 60 iv

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Rekomendasi dalam penetapan standar mutu tepung ubi jalar... 6 Tabel 2. Syarat mutu tepung jagung... 7 Tabel 3. Formula dasar muffin... 11 Tabel 4. Spesifikasi probe dan pengaturan pengukuran tekstur muffin... 16 Tabel 5. Skor kesukaan tiap atribut muffin substitusi tepung ubi jalar... 20 Tabel 6. Kisaran penggunaan tiap jenis tepung... 21 Tabel 7. Rancangan formula dan nilai respon... 22 Tabel 8. Hasil analisis respon optimasi formula muffin... 22 Tabel 9. Kriteria sasaran dan tingkat kepentingan tiap variabel pada optimasi formula muffin... 33 Tabel 10. Formula terpilih... 33 Tabel 11. Hasil verifikasi formula muffin terpilih... 35 Tabel 12. Kisaran suhu dan waktu pemanggangan muffin... 36 Tabel 13. Rancangan kondisi proses dan nilai respon... 36 Tabel 14. Hasil analisis respon optimasi proses muffin... 37 Tabel 15. Kriteria sasaran dan kepentingan tiap variabel pada optimasi proses muffin... 47 Tabel 16. Kondisi proses terpilih... 47 Tabel 17. Hasil verifikasi muffin substitusi dengan kondisi proses terpilih... 51 Tabel 18. Hasil Analisis Tekstur Muffin... 52 Tabel 19. Perbandingan hasil analisis proksimat muffin hasil substitusi tepung komposit dengan muffin 100% terigu... 52 v

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Muffin 100% tepung terigu... 2 Gambar 2. Tepung ubi jalar kuning... 5 Gambar 3. Tepung jagung... 6 Gambar 4. Tahapan penelitian... 10 Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan muffin... 11 Gambar 6. Skala Labelled Affective Magnitude (LAM) (Kemp et al. 2009)... 12 Gambar 7. Tahapan optimasi formula... 14 Gambar 8. Tahapan optimasi proses... 16 Gambar 9. Muffin 100% tepung jagung... 19 Gambar 10. Muffin substitusi 40% tepung ubi jalar... 20 Gambar 11. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut warna pada optimasi formula muffin... 24 Gambar 12. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut warna pada optimasi formula muffin... 25 Gambar 13. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut aroma pada optimasi formula muffin... 26 Gambar 14. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut aroma pada optimasi formula muffin... 27 Gambar 15. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut rasa pada optimasi formula muffin... 28 Gambar 16. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut rasa pada optimasi formula muffin... 28 Gambar 17. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut tekstur pada optimasi formula muffin... 30 Gambar 18. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut tekstur pada optimasi formula muffin... 30 Gambar 19. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut keseluruhan pada optimasi formula muffin... 32 Gambar 20. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap skor kesukaan atribut keseluruhan pada optimasi formula muffin... 32 Gambar 21. Muffin hasil optimasi formula... 34 Gambar 22. Grafik plot kontur pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap nilai keinginan pada optimasi formula muffin... 34 Gambar 23. Grafik tiga dimensi pengaruh jumlah penggunaan tepung terigu, tepung jagung, dan tepung ubi terhadap nilai keinginan pada optimasi formula muffin... 35 Gambar 24. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut warna pada optimasi proses muffin... 38 Gambar 25. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut warna pada optimasi proses muffin... 39 Gambar 26. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut aroma pada optimasi proses muffin... 40 Gambar 27. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut aroma pada optimasi proses muffin... 41 vi

Gambar 28. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut rasa pada optimasi proses muffin... 42 Gambar 29. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut rasa pada optimasi proses muffin... 43 Gambar 30. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut tekstur pada optimasi proses muffin... 44 Gambar 31. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut tekstur pada optimasi proses muffin... 44 Gambar 32. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut keseluruhan pada optimasi proses muffin... 45 Gambar 33. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap skor kesukaan atribut keseluruhan pada optimasi proses muffin... 46 Gambar 34. Muffin hasil optimasi proses... 47 Gambar 35. Grafik skor kesukaan panelis terhadap muffin dengan berbagai perlakuan... 49 Gambar 36. Grafik plot kontur pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap nilai keinginan pada optimasi proses muffin... 50 Gambar 37. Grafik tiga dimensi pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap nilai keinginan pada optimasi proses muffin... 50 vii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman LAMPIRAN 1. Lembar skor uji rating hedonik muffin... 61 LAMPIRAN 2. Hasil ANOVA muffin substitusi tepung jagung dan ubi jalar... 62 LAMPIRAN 2. Respon kesukaan terhadap atribut warna pada optimasi formula muffin... 63 LAMPIRAN 3. Respon kesukaan terhadap atribut aroma pada optimasi formula muffin... 65 LAMPIRAN 4. Respon kesukaan terhadap atribut rasa pada optimasi formula muffin... 67 LAMPIRAN 5. Respon kesukaan terhadap atribut tekstur pada optimasi formula muffin... 69 LAMPIRAN 6. Respon kesukaan terhadap atribut overall pada optimasi formula muffin... 71 LAMPIRAN 7. Hasil ANOVA respon organoleptik warna dalam optimasi formula muffin... 73 LAMPIRAN 8. Hasil ANOVA respon organoleptik aroma dalam optimasi formula muffin... 74 LAMPIRAN 9. Hasil ANOVA respon organoleptik rasa dalam optimasi formula muffin... 75 LAMPIRAN 10. Hasil ANOVA respon organoleptik tekstur dalam optimasi formula muffin... 76 LAMPIRAN 11. Hasil ANOVA respon organoleptik overall dalam optimasi formula muffin... 77 LAMPIRAN 12. Respon kesukaan terhadap atribut warna pada optimasi proses muffin... 78 LAMPIRAN 13. Respon kesukaan terhadap atribut aroma pada optimasi proses muffin... 80 LAMPIRAN 14. Respon kesukaan terhadap atribut rasa pada optimasi proses muffin... 82 LAMPIRAN 15. Respon kesukaan terhadap atribut tekstur pada optimasi proses muffin... 84 LAMPIRAN 16. Respon kesukaan terhadap atribut overall pada optimasi proses muffin... 86 LAMPIRAN 17. Hasil ANOVA respon organoleptik warna dalam optimasi proses muffin... 88 LAMPIRAN 18. Hasil ANOVA respon organoleptik aroma dalam optimasi proses muffin... 89 LAMPIRAN 19. Hasil ANOVA respon organoleptik rasa dalam optimasi proses muffin... 90 LAMPIRAN 20. Hasil ANOVA respon organoleptik tekstur dalam optimasi proses muffin... 91 LAMPIRAN 21. Hasil ANOVA respon organoleptik overall dalam optimasi proses muffin... 92 LAMPIRAN 22. Grafik hasil pengukuran tekstur muffin dengan Texture Analyzer... 93 viii

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap impor terigu berawal dari adanya diversifikasi atau penganekaragaman budaya menyantap bahan pangan sumber karbohidrat pada masa Revolusi Hijau tahun 1970. Selama empat dekade terakhir, terjadi pergeseran kultur yang lebih mengarah pada konsumsi gandum, dalam bentuk olahan tepung terigu seperti mi dan roti, dibandingkan jagung atau umbi-umbian. Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) tahun 2007, konsumsi terigu Indonesia mencapai angka sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia. Menurut Ambarsari et al. (2009), penggunaan tepung terigu di dalam negeri terus meningkat dengan tingkat penggunaan rata-rata 3,5 juta ton per tahun dengan pangsa pasar tepung terbesar adalah industri mi dan rerotian. Pada tahun 2008, Badan Pusat Statistik mencatat Indonesia mengimpor 4.497.182 ton gandum dan 532.649 ton terigu. Pada tahun 2009, gandum merupakan komoditi yang diimpor Indonesia dengan jumlah terbesar yaitu 4.655.290 ton dan tepung terigu sebesar 646.859 ton (FAO 2009). Angka impor gandum dan terigu terus meningkat pada tahun 2011 menjadi 5.486.745 ton dan 680.125 ton (BPS 2011). Tingginya angka konsumsi dan impor gandum tersebut membawa dampak negatif bagi bangsa Indonesia, di antaranya ialah terjadi ketergantungan terhadap impor biji gandum dan terigu serta terkurasnya devisa negara dalam jumlah yang cukup besar. Salah satu produk rerotian berbasis terigu yang cukup digemari masyarakat adalah muffin. Muffin berbentuk cangkir berukuran kecil yang umumnya didominasi rasa manis dan dihidangkan dalam keadaan panas. Pada dasarnya, tepung yang dimanfaatkan dalam pembuatan muffin ialah terigu sedang dengan kadar protein 8%-10% hingga terigu lemah. Hal tersebut menjadikan muffin berpotensi untuk disubstitusi dengan tepung berkadar protein rendah. Sehubungan dengan tingginya konsumsi terigu impor, maka diupayakan suatu program diversifikasi pangan dengan mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan muffin dengan tepungtepungan non terigu, berupa tepung ubi jalar dan tepung jagung. Ubi jalar dan jagung merupakan sumber daya lokal yang dapat tumbuh baik pada iklim tropis Indonesia sehingga memiliki tingkat produktivitas tinggi. Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 18.327.636 ton dan ubi jalar sebanyak 2.051.046 ton (BPS 2011). Dengan demikian, program diversifikasi pangan melalui pemanfaatan sumber daya lokal diharapkan dapat mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap produk-produk rerotian berbasis terigu sekaligus meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan membuat muffin hasil substitusi tepung komposit (terdiri dari tepung jagung dan tepung ubi jalar) yang dapat diterima konsumen dari segi sensori. C. MANFAAT PENELITIAN Pengembangan produk muffin substitusi diharapkan dapat mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap produk-produk rerotian berbasis terigu dalam upaya menurunkan angka impor terigu. Penggunaan tepung jagung dan tepung ubi jalar sebagai bahan dasar substitusi berfungsi mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal dan memberi nilai tambah bagi sumber daya tersebut melalui pengolahannya menjadi tepung. Selain itu penggunaan tepung ubi jalar dan tepung jagung dapat pula memberikan nilai gizi yang lebih baik pada produk akhir.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. MUFFIN Sejarah Muffin Resep pertama muffin ditemukan pada pertengahan abad ke-18 di London dan menyebar dengan cepat. Pada abad ke-19, muffin dijual oleh pemuda-pemuda yang berjalan di sepanjang jalanan kota Inggris pada waktu minum teh. Mereka membawa nampan berisi muffin-muffin di atas kepala dan membunyikan lonceng untuk memanggil para pelanggan. Muffin Inggris adalah muffin berbentuk datar dengan pengembangan oleh ragi yang dimasak di atas wajan panas (Pepper 2012). Di sisi lain, muffin Amerika merupakan quick bread (melalui pengembangan secara kimia, bukan pengembangan dengan ragi) yang dibuat dalam cetakan individu (Pepper 2012). Pada awalnya, muffin ini mengalami pengembangan menggunakan kalium yang menghasilkan gas karbon dioksida di dalam adonan. Ketika baking powder ditemukan sekitar tahun 1857, penggunaan kalium pun ditiadakan. Tiga negara bagian di Amerika Serikat telah mengadopsi muffin secara resmi. Minnesota mengadopsi muffin blueberry sebagai muffin resmi negara bagiannya. Begitu pula Massachusetts pada tahun 1986 mengadopsi muffin jagung dan pada tahun 1987 New York mengadopsi muffin apel (Hanus 2006). Deskripsi Muffin Muffin dikenal sebagai roti berbentuk cangkir yang dihidangkan dalam kondisi panas dan dapat dikonsumsi sebagai makanan berat ataupun makanan ringan (Smith dan Hui 2004). Nama muffin berasal dari bahasa Jerman muffe ataupun dari bahasa Prancis moufflet, yang berarti roti halus (soft bread). Muffin yang umum dikembangkan saat ini tergolong sebagai quick bread karena menggunakan agen pengembang kimia yang dapat bereaksi dengan cepat sebagai pengganti ragi yang merupakan agen pengembang biologis yang bereaksi dengan lebih lambat (Smith dan Hui 2004). Muffin tidak mengandung ragi sehingga tidak diperlukan waktu untuk pengulenan, pengembangan, dan pengistirahatan (Wheat Food Council 2010). Secara umum, produk muffin dari 100% tepung terigu memiliki bentuk yang seragam, bagian puncak melingkar atau bulat berwarna coklat keemasan, rongga berukuran sedang yang seragam, flavor manis serta aroma yang sedap, tekstur produk lembut dan lembab, mudah dibelah, mudah dikunyah, dan meninggalkan cita rasa yang menyenangkan di mulut setelah ditelan (Smith dan Hui 2004). Gambar 1. Muffin 100% tepung terigu Umur simpan muffin adalah tiga sampai lima hari untuk muffin yang dikemas dalam bentuk satuan dan empat sampai tujuh hari untuk muffin yang dikemas di dalam nampan dan

dikemas dengan aluminium foil atau pembungkus plastik. Umur simpan muffin akan terpengaruh secara signifikan ketika terpapar pada oksigen dan kelembaban (McWilliams 2001). Bahan Baku dan Proses Pengolahan Muffin Bahan baku dalam pembuatan muffin terdiri dari tepung, gula, lemak, baking powder, telur, dan garam. Tepung merupakan bahan dasar dalam pembuatan produk rerotian. Tepung mengambil bagian sekitar 30-40% dari total berat adonan pada sebagian besar muffin (Benson 1988). Tepung mengandung pati dan protein glutenin dan gliadin, yang mengikat bahan lain menjadi satu untuk menghasilkan struktur produk akhir. Hidrasi dan pemanasan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati, sebuah proses yang memutus ikatan hidrogen, menghasilkan pembengkakan granula pati yang memberikan struktur adonan yang lebih kompak (McWilliams 2001). Jumlah gula yang ditambahkan pada adonan muffin berkisar antara 50%-70%, dengan basis 100% tepung (Benson 1988). Gula berkontribusi pada kelembutan, warna, dan retensi kelembaban, selain memberi rasa manis. Sukrosa mempengaruhi kelembutan dengan menghambat hidrasi dari protein tepung dan gelatinisasi pati. Gula bersifat higroskopis dan mempertahankan kesegaran (Willyard 2000). Muffin mengandung 18%-40% lemak dengan basis 100% tepung (Benson 1988). Lemak mempengaruhi aspek kelembutan, flavor, dan tekstur. Lemak menjaga lapisan kulit dan bagian dalam muffin tetap lembut serta membantu mempertahankan kelembaban, sehingga berkontribusi dalam mempertahankan kualitas dan umur simpan (McWilliams 2001). Lemak memperkuat flavor produk rerotian karena komponen flavor larut dalam lemak. Jumlah baking powder yang digunakan dalam pembuatan muffin bervariasi antara 2%- 6% dengan basis 100% tepung (Benson 1988). Gas yang dilepaskan oleh agen pengembang mempengaruhi volume dan struktur sel. Selama pemanggangan, panas meningkatkan volume gas dan tekanan untuk memperbesar ukuran sel hingga protein terkoagulasi. Peregangan dari dinding sel selama pemanggangan memberikan tekstur yang lebih baik dan meningkatkan kelembutan. Formula dengan penambahan baking powder berlebih akan menghasilkan muffin dengan tekstur yang kasar dan bervolume rendah akibat pengembangan berlebih dari gas, yang menyebabkan struktur sel melemah dan hancur selama pemanggangan. Jumlah baking powder yang kurang mencukupi akan menyebabkan tekstur muffin terlalu kompak dan bervolume rendah (McWilliams 2001). Telur mempengaruhi flavor, warna, dan sebagai sumber cairan. Selama pemanggangan, protein dari putih telur terkoagulasi dan menghasilkan struktur muffin. Penambahan putih telur pada adonan muffin memperbaiki struktur produk akhir maupun muffin yang mudah hancur tanpa adanya remah yang berlebihan. Lemak pada kuning telur berperan sebagai agen pengemulsi dan berpengaruh pada cita rasa akhir di mulut setelah makanan ditelan serta mempertahankan mutu produk (Stauffer 1999). Jumlah garam yang ditambahkan pada muffin adalah 1,5%-2% dengan basis 100% tepung. Kegunaan dari natrium klorida ialah untuk menguatkan flavor dari bahan lain (Benson 1988). Terdapat dua metode dasar pencampuran adonan muffin metode cake dan metode muffin. Metode cake melibatkan proses pengkriman gula bersama dengan mentega, kemudian penambahan bahan cair, dan akhirnya penambahan bahan kering. Metode muffin melibatkan dua sampai tiga tahapan. Pertama, bahan kering dicampur bersama; kedua, mentega atau minyak dan bahan cair lain dicampur bersama; dan ketiga, bahan cair ditambahkan ke bahan kering dan 3

dicampur hingga bahan kering berubah menjadi lembab. Pencampuran yang tidak mencukupi menghasilkan muffin dengan volume rendah karena sebagian baking powder akan menjadi terlalu kering untuk bereaksi secara sempurna (Smith and Hui 2004). Berbagai perubahan fisik dan kimia terjadi dengan keberadaan panas untuk mengubah adonan cair menjadi muffin. Pelarutan dan aktivasi agen pengembang melepaskan karbon dioksida yang berfungsi meningkatkan volume muffin. Gelatinisasi pati dan koagulasi protein menghasilkan struktur sel yang permanen dan pengembangan remah. Karamelisasi gula dan pencoklatan Maillard dari protein dan gula pereduksi menyebabkan pencoklatan lapisan kulit. Aktivitas air yang dikurangi menfasilitasi pencoklatan Maillard begitu pula pengerasan lapisan kulit. Pemilihan oven, loyang, dan suhu pemanggangan mempengaruhi produk akhir (Benson 1988). B. PEMANGGANGAN Pemanggangan merupakan pengoperasian panas pada produk adonan dalam oven. Suhu pemanggangan sangat mempengaruhi tingkat kematangan produk yang dihasilkan. Suhu pemanggangan juga mempengaruhi waktu yang dibutuhkan oleh adonan untuk menjadi produk yang diinginkan (Rahmi 2004). Menurut Matz (1982), suhu dan waktu pemanggangan di dalam oven tergantung pada jenis oven dan jenis produk. Semakin sedikit kandungan gula dan lemak, suhu pemanggangan dapat lebih tinggi. Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air bahan pangan (Matz dan Matz 1978). Menurut Potter (1980), reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pemanggangan antara lain pengembangan dan perpindahan gas, dehidrasi parsial akibat penguapan air, koagulasi gluten dan telur serta gelatinisasi pati, pengembangan cita rasa, perubahan warna akibat reaksi pencoklatan Maillard, pembentukan remah, dan karamelisasi gula. Lepasnya air dan gas dapat menyebabkan pengembangan volume. Gula dan lemak akan mengalami perubahan konsistensi yaitu meleleh. Selama pemanggangan, pati akan mengalami gelatinisasi, gas CO 2 dan komponen aroma dibebaskan (Sugiyono 2004). Perubahan tekstur pada bahan pangan akibat pemanggangan ditentukan oleh jenis makanan (kadar air dan komposisi lemak, protein, serta karbohidrat), temperatur, dan durasi pemanasan. Aroma hasil pemanggangan merupakan karakteristik sensori yang penting dari bahan pangan yang dipanggang (Fellows 1992). Oven merupakan alat pemanggang yang digunakan untuk meningkatkan mutu makan suatu bahan pangan dengan menggunakan udara panas sebagai media panas. Pemanggangan melibatkan transfer massa dan panas atau energi. Panas ditransfer dari udara dan permukaan oven yang panas ke dalam bahan pangan sedangkan kandungan air (massa) dari bahan pangan ditransfer ke udara yang mengelilinginya, kemudian bersirkulasi di dalam oven dan secara konduksi melalui loyang tempat bahan pangan diletakkan (Fellows 1992). C. TEPUNG KOMPOSIT Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara berkembang untuk mengangkat penggunaan tepung komposit, di mana penggunaan tepung terigu digantikan oleh tepung-tepungan lokal dalam pembuatan produk-produk rerotian sehingga mengurangi biaya yang berkaitan dengan impor gandum (Olaoye et al 2006). Menurut Dendy et al (2001), definisi tepung komposit terbagi menjadi dua. Pertama, tepung komposit merupakan campuran dari terigu dan tepung lain untuk pembuatan produkproduk rerotian, yang memerlukan pengembangan ataupun tidak, dan produk-produk pasta; kedua, tepung komposit secara keseluruhan adalah campuran tepung non terigu sebagai pengganti satu jenis tepung untuk tujuan tertentu, baik tradisional maupun modern. Penggunaan tepung komposit 4

memiliki dua fungsi, yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan penggunaan gandum atau bahan pangan pokok lain dan untuk mengubah karakteristik gizi produk, misalnya dengan memperkaya kandungan protein, vitamin, atau mineral (Dendy et al. 2001). D. TEPUNG UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman palawija penting di Indonesia setelah jagung dan ubi kayu. Komoditas ubi jalar sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan berdasarkan kandungan nutrisi, umur yang relatif pendek, produksi tinggi, dan potensi lainnya. Apabila ditangani dengan sungguh-sungguh, ubi jalar akan dapat menjadi sumber devisa yang potensial (Widodo 1989). Tepung ubi jalar dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar yang dihancurkan dan dikeringkan, atau dapat pula dibuat dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan (digiling) dan kemudian diayak (disaring) dengan tingkat kehalusan sekitar 80 hingga 100 mesh (Suprapti 2003). Hingga saat ini belum terdapat SNI untuk tepung ubi jalar. Rekomendasi dalam penetapan standar mutu tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beranekaragam, mengikuti warna daging umbi bahan bakunya. Warna dari daging umbi sangat tergantung dari jumlah dan proporsi berbagai macam pigmen karotenoid yang terkandung dalam bahan. Daging umbinya dapat berwarna putih kekuningan, jingga, atau merah (Steinbauer dan Kushman 1971). Jenis ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar kuning. Gambar 2. Tepung ubi jalar kuning Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kariada et al. (2007), tingkat rendemen ratarata pada proses produksi tepung ubi jalar mencapai 26,50%, tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Alivia (2005) dimana tingkat rendemen mencapai 27,4%. Produk dalam bentuk tepung dianjurkan memiliki tingkat kadar air yang rendah karena produk ini sangat riskan terhadap pertumbuhan jamur selama proses penyimpanannya. Selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia, kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan kandungan mikroba pada produk pangan tersebut. Sama halnya dengan kadar air, kadar lemak yang terlampau tinggi juga kurang menguntungkan dalam proses penyimpanan tepung karena dapat menyebabkan ketengikan. Biasanya lemak dalam tepung akan mempengaruhi sifat amilografinya. Lemak akan berikatan kompleks dengan amilosa yang membentuk heliks pada saat gelatinisasi pati yang menyebabkan kekentalan pati (Ilminingtyas dan Kartikawati 2009). Menurut Suarni et al. (2005), tingginya kadar abu pada bahan menunjukkan tingginya kandungan mineral namun dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi pencoklatan enzimatis yang menyebabkan turunnya derajat putih tepung. Kadar abu yang tinggi pada bahan tepung kurang disukai karena cenderung memberi warna gelap pada produknya. Semakin rendah kadar abu pada produk tepung akan semakin baik, karena kadar abu selain mempengaruhi warna akhir produk juga akan mempengaruhi tingkat kestabilan adonan (Bogasari 2006). 5

Tabel 1. Rekomendasi dalam penetapan standar mutu tepung ubi jalar Parameter Keadaan: - Bentuk - Bau - Warna Benda asing Kehalusan (lolos ayakan 80 mesh) Air (%b/b) Abu (%b/b) Lemak (%b/b) Protein (%b/b) Serat kasar (%b/b) Karbohidrat (%b/b) Kapang (sel/g) E. coli (sel/g) Sumber: Ambarsari et al.(2009) Tepung ubi jalar (wacana) Serbuk Normal Normal (sesuai warna umbi) Tidak ada Min. 90% Maks. 10 Maks. 3 Maks. 1 Min. 3 Min. 2 Min. 85 Maks. 10 4 Maks. 10 3 Selain varietas ubi jalar itu sendiri, kandungan protein pada tepung ubi jalar juga dipengaruhi oleh proses pengupasan pada saat produksi. Menurut Woolfe (1992), kandungan protein tertinggi pada ubi jalar terletak pada lapisan terluar daging umbi, yang berdekatan dengan kulit luar. Adanya proses pengupasan yang berlebihan menyebabkan bagian daging ubi jalar yang kaya protein menjadi ikut terbuang. E. TEPUNG JAGUNG Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L.) yang bersih dan baik melalui proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga, dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung yang harus dipisahkan sebelum proses penepungan agar tidak terdapat butir-butir hitam pada tepung (Johnson dan May 2003). Gambar 3. Tepung jagung Tepung jagung bersifat fleksibel karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan dan relatif mudah diterima masyarakat, karena telah terbiasa menggunakan bahan 6

tepung, seperti halnya tepung beras dan terigu. Tepung jagung komposit dapat mensubstitusi 30-40% terigu untuk kue basah, 60-70% untuk kue kering, dan 10-15% untuk roti dan mie (Antarlina dan Utomo 1993, Munarso dan Mudjisihono 1993, Suarni 2005). Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu tepung jagung Kriteria uji Satuan Persyaratan Bau - Normal Rasa - Normal Warna - Normal Benda-benda asing - Tidak boleh ada Air %b/b Maks. 10 Abu %b/b Maks. 1,5 Serat kasar %b/b Maks. 1,5 Angka lempeng total Koloni/gr Maks. 5 x 10 6 E. coli APM/gr Maks. 10 Kapang Koloni/gr Maks. 10 4 Sumber: SNI 01-3727-1995 F. EKSPERIMEN CAMPURAN (MIXTURE EXPERIMENT) Metode eksperimen campuran seringkali diterapkan dalam mengoptimasi formula suatu produk. Eksperimen campuran merupakan kumpulan dari teknik matematika dan statistika yang berguna untuk permodelan dan analisa masalah suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah mengoptimalkan respon tersebut. Respon yang digunakan dalam eksperimen campuran adalah fungsi dari proporsi perbedaan komponen atau bahan dalam suatu formula (Cornell 1990). Metode eksperimen campuran terdapat di dalam piranti lunak Design Expert 7.0 dan dinamakan dengan rancangan campuran. Design Expert 7.0 merupakan piranti lunak yang menyediakan rancangan percobaan untuk melakukan optimasi rancangan produk dan proses. Rancangan campuran ini berfungsi menentukan formula optimum yang diinginkan formulator. Untuk mencapai kondisi tersebut harus ditentukan respon atau parameter produk yang menjadi ciri penting sehingga dapat meningkatkan mutu produk. Respon yang dipilih ini menjadi input data yang selanjutnya diproses oleh rancangan campuran melalui optimasi dari setiap respon sehingga diperoleh gambaran dan kondisi proses yang optimal. Menurut Cornell (1990), rancangan campuran terdiri dari enam tahap, yaitu menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen dari campuran, mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih desain percobaan yang sesuai. Rancangan campuran digunakan untuk menentukan dan secara simultan menyelesaikan persamaan multivariasi. Persamaan tersebut dapat ditampilkan secara grafik sebagai respon yang dapat digunakan dalam menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon. Menurut Cornell (1990), persamaan polinomial rancangan campuran memiliki berbagai macam orde, antara lain mean, linear, kuadratik, dan kubik. Model persamaan polinomial yang sering digunakan adalah model polinomial orde linear dan kuadratik. Model linear dengan dua 7

variabel uji digambarkan pada persamaan (1) sedangkan model orde kuadratik digambarkan dengan persamaan (2). Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 (1) Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 11 X 1 2 + B 22 X 2 2 + b 12 X 1 X 2 (2) Persamaan tersebut dapat ditampilkan dalam sebuah plot kontur berupa grafik dua dimensi (2-D) dan tiga dimensi (3-D) yang dapat menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon (Cornell 1990). Dalam penentuan model, modifikasi terhadap model dapat memberikan hasil yang lebih baik. Modifikasi model dilakukan dengan cara menghilangkan komponen atau hubungan antar komponen yang tidak diinginkan (reduksi model). Komponen yang dihilangkan adalah komponen yang dianggap tidak signifikan secara statistik terhadap respon. Reduksi model dapat dilakukan dengan bebagai cara. Tiga tipe reduksi model yang paling mendasar yaitu: a. Regresi maju mundur: Kombinasi dari regresi maju dan mundur. Komponen ditambahkan, dihilangkan, atau diganti dalam setiap langkah reduksi model. b. Eliminasi mundur: Komponen dihilangkan dalam setiap langkah reduksi model. c. Seleksi maju: Komponen ditambahkan dalam setiap langkah reduksi model. Metode eliminasi mundur dianggap sebagai pilihan yang terbaik dalam melakukan reduksi model algoritma karena semua komponen dalam model akan diberikan kesempatan untuk diikutkan di dalam model. Penggabungan beberapa ingridien di dalam rancangan campuran bertujuan untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih tersebut dapat menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan dibandingkan dengan penggunaan ingridien tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell 1990). Terdapat relasi fungsional antar komponen penyusun dengan perubahan proporsi relatif ingridien tersebut sehingga dapat menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Kombinasi ingridien yang dipilih adalah kombinasi yang menghasilkan produk dengan respon yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan oleh perancang. Penggunaan rancangan percobaan dalam merancang percobaan untuk memperoleh kombinasi yang optimal ini mampu menjawab permasalahan jika dilihat dari segi waktu (mengurangi jumlah uji coba) dan biaya (Cornell 1990). G. METODE RESPON PERMUKAAN Suatu sistem atau proses dapat dikarakterisasikan dengan hubungan antara masukan dan keluaran sistem. Ketika proses atau sistem diketahui, maka keluaran sistem dapat dioptimasi dengan mengadministrasi percobaan menggunakan nilai masukan yang dihitung secara cermat. Variabel masukan disebut pula faktor, variabel bebas, atau variabel proses; keluarannya disebut respon atau variabel terikat. Metode respon permukaan sebuah pendekatan permodelan empiris umumnya menggunakan polinomial sebagai perkiraan lokal untuk hubungan masukan/keluaran sistem, adalah alat untuk memahami hubungan kuantitatif antara beberapa variabel masukan dan satu respon keluaran, yang dapat diperluas menjadi beberapa respon, dengan penekanan pada pengoptimasian respon (Chen dan Chen 2009). Menurut Chang (2008), tujuan dari percobaan respon permukaan adalah untuk menghasilkan model polinomial empiris, sebuah persamaan yang menggunakan berbagai angka untuk mendeskripsikan proses. Metode respon permukaan juga mengkuantifikasi hubungan antara parameter input yang dapat dikontrol dan respon permukaan yang direfleksikan (Kwak 2005). Menurut Myers (1971), tujuan penggunaan metode respon permukaan adalah mencari fungsi 8

perkiraan yang sesuai untuk memprediksi respon yang akan datang dan menentukan berapa nilai variabel bebas yang optimum berdasarkan respon yang diperoleh. Metode respon permukaan terdiri dari kumpulan prosedur matematik dan statistik termasuk rancangan eksperimen, pemilihan model dan penyesuaian, dan optimasi model yang sesuai. Pendekatan empiris ini biasanya digunakan untuk pengembangan proses dan optimasi pada skala industri. Teori optimasi terdiri dari satu kesatuan metode numerik untuk mencari dan mengidentifikasi kandidat terbaik dari berbagai alternatif tanpa harus secara eksplisit mengevaluasi seluruh alternatif yang mungkin. Di dalam konteks metode respon permukaan, model-model empiris dibangun menggunakan teknik regresi dengan hasil berupa sebuah kesatuan percobaan terpilih. Model yang sesuai merepresentasikan, secara mendekati, semua percobaan yang mungkin dengan faktor-faktor eksperimentalnya di dalam rentang yang telah ditentukan. Melalui penggunaan teknik optimasi, model optimum dengan pendugaan hasil terbaik dapat ditentukan. Tahap terakhir adalah melakukan verifikasi percobaan berdasarkan kondisi percobaan optimal (Chen dan Chen 2009). Dalam berbagai area keteknikan, terdapat hubungan antara variabel output y dan sekumpulan input variabel terkontrol {x 1, x 2,, xn}. Pada sistem tertentu hubungan x dan y dapat ditentukan dengan menggunakan model persamaan: y = f {x 1, x 2,, xn} + ε (1) di mana ε merefleksikan kesalahan (error) yang terdapat pada hasil y. Selanjutnya persamaan (1) dapat diubah menjadi: E (y) = f {x 1, x 2,, xn} = ŷ (2) sehingga menghasilkan persamaan berupa yield (permukaan), seperti: ŷ = f {x 1, x 2,, xn} + ε (3) Formula di atas (Persamaan 3) inilah yang disebut sebagai respon permukaan. Biasanya persamaan kuadrat yang digunakan pada RSM memiliki bentuk persamaan umum seperti di bawah ini (Montgomery 2001): ŷ = β 0 + β 1 x 1 + β 2 x 2 + β 3 x 3 + β 4 x 4 + β 11 x 1 2 + β 22 x 2 2 + β 33 x 3 2 + β 44 x 4 2 + β 12 x 1 x 2 + β 13 x 1 x 3 + β 14 x 1 x 4 + β 23 x 2 x 3 + β 34 x 2 x 4 + β 34 x 3 x 4 (4) di mana ŷ = hasil yang diprediksi, β 0 = offset term, β 1, β 2, β 3, β 4 = efek linear, β 11, β 22, β 33, β 44 = efek yang berpangkat, β 12, β 13, β 14, β 23, β 24, β 34 = efek interaksi antar faktor, x 1 = faktor (variabel, parameter) pertama, x 2 = faktor kedua dan seterusnya. Penambahan faktor dari proses akan memerlukan interaksi order yang semakin luas pada persamaan. Fenomena ini disebut sebagai model kuadratik (Del Vecchio 1977). 9

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan muffin adalah tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung jagung, margarin, air, garam, telur, gula halus, dan baking powder. Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat dan analisis serat kasar. Alat-alat yang digunakan terdiri dari baskom, wadah plastik, timbangan, mixer, pengaduk plastik, sendok, gelas literan plastik, cup muffin, dan oven gas. Peralatan lainnya yang disiapkan yaitu peralatan untuk uji sensori seperti wadah sampel, peralatan untuk analisis fisik produk akhir berupa Texture Analyzer Stable Micro System TA-XT2i, dan alat-alat gelas untuk analisis kimia. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap utama yang ditunjukkan pada Gambar 4. Optimasi Formula Optimasi Proses Analisis Produk Akhir Gambar 4. Tahapan penelitian 1. Optimasi Formula Tahap optimasi formula diawali dengan penentuan titik maksimum substitusi dari masingmasing tepung berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Untuk tepung jagung, dilakukan pembuatan muffin dengan level substitusi dari 50% hingga 100% sedangkan untuk tepung ubi dari 20% hingga 70%. Penentuan kisaran tersebut berpatokan pada muffin substitusi komersial yang telah ada sebelumnya, di mana mencapai tingkat substitusi 50% baik untuk tepung jagung maupun tepung ubi jalar. Setiap muffin hasil substitusi diuji secara sensori kepada 30 panelis tidak terlatih menggunakan uji rating hedonik. Atribut yang diujikan terdiri dari warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Menurut Moskowitz (2012), jumlah panelis yang digunakan untuk uji kesukaan skala laboratorium berkisar antara 20-50 panelis hingga maksimal 75 panelis. Semakin besar jumlah panelis maka signifikansi statistik akan meningkat pada kisaran yang lebih luas. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan ANOVA. Nilai signifikansi menunjukkan probabilitas kesalahan dalam pengambilan keputusan, nilai signifikansi kurang dari 5% menunjukkan pengaruh yang signifikan sedangkan nilai signifikansi melebihi 5% menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dari sampel dengan berbagai tingkat substitusi terhadap skor kesukaan. Apabila tingkat substitusi yang berbeda berpengaruh signifikan terhadap skor kesukaan, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Sampel-sampel yang berada pada subset yang sama menunjukkan bahwa sampel-sampel tersebut tidak berbeda nyata sedangkan sampel-sampel yang berada pada subset yang berbeda menunjukkan bahwa sampel tersebut