KARAKTERISTIK PREDASI Amblyseius deleoni DAN Phytoseius sp. RESISTEN SUPRASIDA TERHADAP Brevipalpus phoenicis ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
bio.unsoed.ac.id dengan sei/cn and destroy type, parameter yang diamati meliputi lama waktu

PRAKATA. Purwokerto, Agustus Penulis. iii

J. HPT Tropika. ISSN Budianto & Munadjat Kemampuan Reproduksi Tungau Predator 129 Vol. 12, No. 2: , September 2012

Distribusi Geografis Tungau Parasit Nyamuk Aedes Sp. di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di Propinsi Jawa Tengah

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar lokasi pengambilan sampel daun singkong di desa Sumampir

LAMPIRAN. Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel daun singkong daerah sekitar Purwokerto

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon

Bambang Heru Budianto Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. korespondensi:

Potensi Individu Amblyseius deleoni et Denmark sebagai Predator Hama Tungau Panonychus citri McGregor pada Tanaman Jeruk

Kajian Status Resistensi Tungau Hama Brevipapalpus phoenicis dan Tungau Predator Ambleyseius deleoni sebagai Dasar Evaluasi Aplikasi Pestisida

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK NIKOTIN FORMULA 1 (PELARUT ETHER) TERHADAP MORTALITAS Aphis gossypii (HOMOPTERA; APHIDIDAE)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

(biologically based tactics) Modul 1. Pengendalian Hayati Untuk Pengelolaan Hama Kegiatan Belajar 1

Pengaruh Kehadiran Gulma terhadap Jumlah Populasi Hama Utama Kubis pada Pertanaman Kubis

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

MENGENAL TUNGAU Polyphagotarsonemus latus (Acarina: Tarsonematidae) PADA TANAMAN TEH, GEJALA DAN PENGENDALIANNYA

Identifikasi Tungau Fitofag dan Predator Jeruk Mandarin pada Berbagai Fase Tumbuh

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana

Abdul Jamil, Armein Lusi Zeswita, Meliya Wati Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Struktur Komunitas Hama Pemakan Daun Kubis dan Investigasi Musuh Alaminya

PARASITISASI DAN KAPASITAS REPRODUKSI COTESIA FLAVIPES CAMERON (HYMENOPTERA: BRACONIDAE) PADA INANG DAN INSTAR YANG BERBEDA DI LABORATORIUM

LAPORAN AKHIR PKMP POTENSI LARVA CHRYSOPIDAE SEBAGAI AGENS PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTU-KUTUAN DAN THRIPS

Upaya pengendalian Hama pengerek batang (Lophobaris piperis Marsh.) Tanaman lada dengan menggunakan jamur. Beauveria bassiana. Oleh ;Umiati.

:. ;.'.-l '.' dan produsen pertanian lainnya. Kalshoven (1981) menyebutkan Oligoycus coffeae

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

POTENSI PREDATOR FAMILI : COCCINELLIDAE UNTUK MENGENDALIKAN. HAMA TANAMAN CABAI MERAH Thrips parvispinus. Oleh Pasetriyani Eddy Tarman

HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN TROPIKA

Pengaruh Halusan Biji Sirsak ( Annona muricata L.) Terhadap Angka Kematian Larva Nyamuk Culex sp. Riyanto *) Abstrak

Transformasi Data & Anlisis Data Hilang

MODEL PREDATOR-PREY MENGGUNAKAN RESPON FUNGSIONAL TIPE II DENGAN PREY BERSIMBIOSIS MUTUALISME

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab

BAB IV HASIL PENELITIAN. penambahan berat badan Mencit (Mus musculus). Jarak penimbangan pada

Pengaruh pemupukan kalium terhadap perkembangan populasi hama tungau jingga... (Odih Sucherman)

KELIMPAHAN, BIOLOGI, DAN KEMAMPUAN PEMANGSAAN Oligota sp. (COLEOPTERA: STAPHYLINIDAE), KUMBANG PREDATOR TUNGAU PADA TANAMAN UBIKAYU

EFEK MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH

Permasalahan OPT di Agroekosistem

KONTRAK PERKULIAHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN (AGT 216) SEMESTER GANJIL 2012/2013

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

PENGARUH KEPADATAN DAN SPESIES JENTIK NYAMUK TERHADAP KEMAMPUAN MAKAN MESOCYCLOPS (COPEP0I)A : CYCLOPOIDA)*

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

APLIKASI BEBERAPA PENGENDALIAN TERHADAP LALAT BIBIT (Ophiomya phaseoli Tryon) DI TANAMAN KEDELAI. Moh. Wildan Jadmiko, Suharto, dan Muhardiansyah

POTENSI DAN PENGENDALIAN SERANGGA HAMA KELAPA SAWIT DI LAMPUNG

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

DENGAN MENGGUNAKAN DAUN SIRSAK

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

DAYA PREDASI Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae) TERHADAP ULAT API Setothosea asigna PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI INSEKTARIUM OLEH:

PENGARUH KADAR AIR KAYU KARET (RUBBER WOOD) TERHADAP DAYA SERANG RAYAP (Cryptotermes spp.) Ir.Hafni Zahara,MSc, dkk RINGKASAN

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

BIOLOGI DAN POTENSI PREDASI TUNGAU PREDATOR

KONTRAK PERKULIAHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN (AGT 216) SEMESTER GANJIL 2016/2017

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN NERACA KEHIDUPAN KUMBANG LEMBING (Epilachna dodecastigma Wied) RIZKI KURNIA TOHIR E

Jurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT

Mengenal Kepik Pembunuh, Rhinocoris fuscipes Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

PENGGUNAAN ANALISIS PROBIT UNTUK PENDUGAAN TINGKAT KEPEKAAN POPULASI SPODOPTERA EXIGUA TERHADAP DELTAMETRIN

PREFERENSI OVIPOSISI Plutella xylostella (Linn.) (LEPIDOPTERA : PLUTELLIDAE) PADA TANAMAN BRASSICACEAE. Debi Diana Sari

KELULUSAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN CACING LUR Nereis sp. (POLYCHAETA, NEREIDAE) YANG DIPELIHARA PADA SUBSTRAT DAN PADAT PENEBARAN BERBEDA 1

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE

PENGARUH EKSTRAK DAUN MIMBA (Azedirachta indica) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN (Plutella xylostella) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L)

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

Gambar 1 Tetranychus kanzawai (a, pradewasa; b, dewasa; sumber Ehara, 2002)

PERTEMUAN XIII: POPULASI DAN KOMUNITAS. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata

Pengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAT KERAGAMAN DAN DENSITAS HOMOPTERA DI KEBUN BLAWAN (PTPN XII) BONDOWOSO SERTA PEMANFAATANNYA DALAM PENYUSUNAN BUKU PANDUAN LAPANG HOMOPTERA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif

KOLONISASI SEMUT HITAM ( Dolichoderus thoracicus Smith ) PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALTERNATIF.

Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok Jalan Enggano No. 17, Jakarta Utara

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK

Biologi dan kelimpahan tungau merah Tetranychus sp. (Acari: Tetranychidae) pada dua kultivar jarak pagar (Jatropha curcas)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU

UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan,

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis bifurkasi pada model predator-prey dengan dua

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

Transkripsi:

KARAKTERISTIK PREDASI Amblyseius deleoni DAN Phytoseius sp. RESISTEN SUPRASIDA TERHADAP Brevipalpus phoenicis Bambang Heru Budianto Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Email : bhbudianto@gmail.com ABSTRAK Karakteristik predasi yang meliputi penentuan lama waktu mencari dan menangani mangsa (search and destroy type) dan lama waktu menunggu dan menangani mangsa (lying-in wait type) pada tungau predator A. deleoni dan Phytoseius sp. resisten suprasida merupakan landasan utama yang harus diketahui terlebih dahulu dalam menentukan strategi augmentasi sebagai upaya pengendalian hayati tungau hama B. phoenicis. Berdasarkan tujuan tersebut, maka metode percobaan yang dilakukan adalah eksperimental dengan rancangan acak lengkap. Metode yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) baik skala laboratorium maupun lapang. Perlakuan berupa 2, 4, dan 6 individu stadium larva B. phoenicis yang masing-masing diberikan kepada satu individu Amblyseius deleoni. Parameter untuk tungau predator lying-in wait type berupa lama waktu menunggu dan menangani mangsa (detik), sedangkan untuk tungau predator dengan search and destroy type, parameter yang diamati meliputi lama waktu mencari dan menangani mangsa untuk setiap individu tungau predator dalam 12 jam waktu pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik predasi tungau A. deleoni resisten suprasida skala laboratorium maupun lapang menunjukan karakteristik predasi lying in wait type karena lama waktu menunggu lebih lama dari pada lama waktu untuk mencari (lama waktu menunggu berkisar antara 8795-9871 detik, sedangkan waktu mencari berkisar 124-212 detik). Demikian pula dengan karakteristik predasi Phytoseius sp. resisten suprasida yang merupakan jenis lying in wait baik skala laboratorium maupun lapang. Karakteristik predasi ke dua jenis tungau predator yang telah resisten terhadap suprasida, mengisyaratkan akan kemampuan dalam efisiensi penggunaan energi untuk berburu. Kata kunci : search and destroy type, lying in wait type, Amblyseius deleoni resisten suprasida, Phytoseius sp. resisten suprasida PENDAHULUAN Beberapa spesies tungau yang telah diketahui banyak menyerang perkebunanperkebunan teh di Indonesia adalah Acaphylla theae, Polypagotarsonemus latus, Calacarus carinatus, dan Brevipalpus phoenicis (Oomen, 1982). Di antara berbagai spesies tungau hama tersebut, B. phoenicis (tungau jingga) merupakan tungau yang paling sering menimbulkan banyak kerusakan pada areal-areal perkebunan teh di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera dibandingkan tungau hama yang lain (Cranham, 1966). Budianto dan Praktiknyo (2007) mencatat bahwa tungau predator yang dikenal sukses dalam pengendalian B. phoenicis adalah tungau Amblyseius deleoni dan Phytoseius sp. Pengendalian tungau B. phoenicis menggunakan tungau predator A. deleoni dan Phytoseius sp. menghadapi masalah dengan masih dimanfaatkannya insektisida seperti suprasida di beberapa perkebunan teh di Indonesia (Budianto dan Widiastuti, 2010). Masalah tersebut meliputi meningkatnya resistensi tungau hama B. phoenicis, dan sebaliknya bertambahnya mortalitas ke dua jenis tungau predator. Hasil penelitian Budianto dan Basuki (2013) yang bertujuan untuk menurunkan mortalitas pada tungau predator menunjukkan bahwa kemampuan ketahanan populasi ke dua jenis tungau 12

predator tersebut terhadap rentang konsentrasi suprasida yang dicobakan pada skala laboratorium memperlihatkan peningkatan resistensi yang lebih baik dibandingkan kontrol. Hasil uji pada skala rumah kaca dan lapang memperlihatkan koncahan populasi yang lebih stabil dibandingkan hasil penelitian tahun pertama. Lebih resistennya ke dua jenis tungau predator terhadap suprasida diduga berpengaruh terhadap karakteristik predasi. Karakteristik predasi adalah perilaku tungau predator dalam mencari dan menangani mangsa. Karakteristik predasi terdiri atas karakteristik predasi search and destroy type dan lying-in wait type (Budianto dan Munajad, 2012). Karakteristik predasi search and destroy type adalah kemampuan predator sebagai agen pengendali hayati dalam mencari, menemukan, dan mempredasi mangsanya, sedangkan karakteristik predasi lying-in wait type adalah kemampuan predator dalam menunggu, menangani, dan mempredasi mangsanya. Faktor yang mempengaruhi karakteristik predasi suatu tungau predator diantaranya adalah tingkat densitas atau kepadatan dari tungau hama, selera terhadap mangsa, dan jenis tungau predator itu sendiri (Budianto dan Basuki, 2013). Berdasarkan uraian sebagaimana telah dikemukakan maka tujuan penelitian adalah menentukan karakteristik predasi tungau predator A. deleoni dan Phytoseius sp. resisten suprasida terhadap B. phoenicis. Manfaat hasil penelitian ini adalah menjadi landasan dasar dalam menentukan strategi augmentasi tungau predator yang paling sesuai untuk skala lapang. METODOLOGI Metode yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) baik skala laboratorium maupun lapang. Penelitian skala laboratorium dilaksanakan di laboratorium Entomologi-Parasitologi, Fakultas Biologi, Unsoed, Purwokerto, sedangkan skala lapang dilakukan di perkebunan teh Semugih PTPN IX, Semugih, Pemalang. Perlakuan berupa 2 (kelimpahan rendah), 4 (kelimpahan normal suatu predasi), dan 6 (kelimpahan tinggi) individu stadium larva B. phoenicis yang masing-masing diberikan kepada satu individu Amblyseius deleoni dan Phytoseius sp. resisten suprasida. Setiap perlakuan diulang sebanyak 8 kali. Parameter untuk tungau predator lying-in wait type berupa lama waktu menunggu dan menangani mangsa (detik), sedangkan untuk tungau predator dengan search and destroy type, parameter yang diamati meliputi lama waktu mencari dan menangani mangsa (detik) untuk setiap individu tungau predator dalam 12 jam waktu pengamatan. 13

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (Uji F). Apabila terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata, dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada tingkat kesalahan 5% dan 1% untuk skala laboratorium dan pada tingkat kesalahan 10% dan 20% untuk skala lapang. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis variansi lama waktu menunggu A. deleoni resisten suprasida untuk mempredasi berbagai kelimpahan stadium larva B. phoenicis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan lama waktu menunggu A. deleoni pada kelimpahan B. phoenicis yang dicobakan (P>0,05, tabel 1). Sedangkan, lama waktu menangani (mempredasi) mangsa, tidak sama antar kelimpahan B. phoenicis (P<0,05, tabel 2). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan lama waktu menangani (mempredasi) terjadi antara kelimpahan rendah dibandingkan dengan tinggi (P<0,05, tabel 3), meskipun lama waktu menangani mangsa antara kelimpahan rendah (2) atau tinggi (6) sama dengan kelimpahan normal (4). Tabel 1. menunggu A. deleoni resisten suprasida pada berbagai kelimpahan Brevipalpus phoenicis skala laboratorium (detik) Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Fh P ragam 2 1511.749 755.874.239.788 menunggu Galat 93 293621.709 3157.223 Total 95 295133.458 Tabel 2. A. deleoni resisten suprasida dalam menangani berbagai kelimpahan B. phoenicis (detik) Sumber ragam Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F P 2 131.55 65.78 2.95.057 menangani Galat 93 2067.85 22.24 Total 95 2199.40 Tabel 3. Hasil uji lanjut Duncan lama waktu Amblyseius deleoni resisten suprasida dalam menangani berbagai kelimpahan tungau Brevipalpus phoenicis (detik) No Kelimpahan tungau hama B. phoenicis Amblyseius deleoni resisten suprasida dalam menangani berbagai kepadatan tungau hama B. phoenicis (detik) 1 2 170,66 ± 16,74a 2 4 152,65 ± 49,95 ab 3 6 138,55 ± 51,62 b 14

Keterangan : huruf yang berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan beda nyata pada P<0,05 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa tungau predator A. deleoni resisten suprasida merupakan golongan tungau predator yang sangat memperhitungkan efisiensi penggunaan energi dalam berburu yang ditunjukkan oleh samanya lama waktu menunggu antar kelimpahan tungau B. phoenicis. Hasil ini mengungkap lebih jauh pernyataan dari Kalshoven (1981) yang mengemukakan bahwa kemampuan dalam efisiensi penggunaan energi menyebabkan tungau predator dari familia Phytoseiidae tersebut mampu lulus hidup pada kelimpahan tungau hama yang rendah. Berdasarkan lama waktu menunggu terhadap lama waktu mencari A. deleoni resisten suprasida pada beberapa kelimpahan B. phoenicis dapat diketahui bahwa tungau predator A.deleoni resisten suprasida mempunyai karakteristik predasi lying-in wait type (tabel 4). Tabel 4. Karakteristik predasi A. deleoni resisten suprasida pada beberapa kelimpahan B. phoenicis skala laboratorium Kelimpahan Karakteristik predasi A. B. phoenicis menunggu mencari menangani deleoni resisten (detik) (detik) (detik) suprasida 2 (rendah) 78,61 44,17 170,6 Lying-in wait type 4 (normal) 72,5 31,51 152,6 Lying-in wait type 6 (tinggi) 67,61 11,45 138,5 Lying-in wait type Hasil ini memperkuat pernyataan sebelumnya bahwa tungau predator A. deleoni resisten suprasida merupakan golongan tungau predator yang sangat memperhitungkan efisiensi penggunaan energi dalam berburu. Hasil ini berbeda dengan pernyataan Ibrahim & Rahman (1997), yang menyatakan bahwa lebih berkelompoknya tungau mangsa (tungau hama) dalam jumlah besar, akan menyebabkan tungau predator untuk lebih banyak menunggu dibandingkan langsung berburu dan mempredasi mangsa. Diduga, perbedaan lebih disebabkan oleh menjadi resistennya A. deleoni dalam penelitian ini dibandingkan tungau predator yang dipergunakan oleh Ibrahim & Rahman (1997). Tungau predator A. deleoni yang resisten suprasida kemungkinan lebih efisien dan efektif lagi di dalam berburu untuk mengkompensasi kehilangan energi metabolisme dalam proses untuk resisten terhadap suprasida (Prasad, 1967). Berbeda dengan A. deleoni resisten suprasida, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tungau predator Phytoseius sp. resisten suprasida lebih cepat mempredasi tingkat kepadatan B. phoenicis yang rendah dibandingkan kepadatan yang tinggi (tabel 5; P<0,05). 15

Tabel 5. Hasil uji lanjut lama waktu total Phytoseius sp. dalam menunggu dan mempredasi berbagai kepadatan tungau hama B. phoenicis (detik) No Kelimpahan tungau hama Brevipalpus phoenicis Phytoseius sp. untuk menunggu dan mempredasi B. phoenicis (detik) 1 2 163,17 ± 23,92 a 2 4 166,31 ± 39,65 a 3 6 204,10 ± 32,16 b Keterangan : huruf yang berbeda pada kolom yang sama, menunjukkan beda nyata pada P<0,05 Hasil uji lanjut sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3 dan 5 mempertegas bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan mangsa, maka kedua jenis tungau predator akan cenderung mengarah pada jenis karakteristik predasi tertentu yang pada dasarnya adalah upaya efisiensi penggunaan energi predasi. Berdasarkan lama waktu menunggu terhadap lama waktu mencari Phytoseius sp. resisten suprasida pada beberapa kelimpahan B. phoenicis dapat diketahui bahwa tungau predator Phytoseius sp. resisten suprasida mempunyai karakteristik predasi lying-in wait type (tabel 6). Tabel 6. Karakteristik predasi Phytoseius sp. resisten suprasida pada beberapa kelimpahan B. phoenicis skala laboratorium Kelimpahan B. phoenicis menunggu (detik) mencari (detik) menangani (detik) Karakteristik predasi Phytoseius sp. resisten suprasida 2 (rendah) 13637 2382,62 297,38 Lying-in wait type 4 (normal) 12434 3940,69 256,31 Lying-in wait type 6 (tinggi) 16990 3202,02 217,98 Lying-in wait type Hasil analisis variansi dan uji lanjut Duncan terhadap lama waktu menunggu dan mempredasi A. deleoni resisten suprasida pada skala lapang, memberikan hasil yang sama dengan skala laboratorium. Upaya efisiensi penggunaan energi predasi tungau predator ini diperkuat dari perbandingan lama waktu menunggu terhadap lama waktu mencari A. deleoni resisten suprasida pada beberapa kelimpahan B. phoenicis (tabel 7). Tabel 7. Karakteristik predasi A. deleoni sp. resisten suprasida pada beberapa kelimpahan B. phoenicis skala lapang Kelimpahan Karakteristik predasi A. B. phoenicis menunggu mencari menangani deleoni resisten (detik) (detik) (detik) suprasida 2 (rendah) 8583,4 47,95 164,25 Lying-in wait type 4 (normal) 14887 40 138 Lying-in wait type 6 (tinggi) 9747,1 24 100 Lying-in wait type 16

KESIMPULAN Karakteristik predasi Amblyseius deleoni dan Phytoseius sp. resisten suprasida skala laboratorium dan lapang terhadap Brevipalpus phoenicis tergolong lying-in wait type. DAFTAR PUSTAKA Budianto, B.H. dan R. Widiastuti, 2010. Hubungan antara perubahan iklim dengan dinamika populasi Brevipalpus phonicis dan tungau predatornya di Perkebunan Teh Tambi, Wonosobo. Penelitian DIPA, Fakultas Biologi, Unsoed, Purwokerto. Budianto, B.H. dan A. Munadjat, 2012. Kemampuan reproduksi Tungau Predator Famili Phytoseiidae pada berbagai kepadatan Tetranychus urticae dan polen tanaman di sekitar tanaman singkong. J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525, Vol. 12, No. 2: 103 111, September 2012 Budianto, B.H. & E. Basuki, 2013. Kemampuan Predasi Populasi Tungau Predator Amblyseius sp. Resisten Temperatur Terhadap Tetranychus urticae. J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525, Vol. 13, No. 1: 34 40, 2013 Budianto, B. H. dan Pratiknyo H. 2009. Faktor Kunci dan Strategi Pelepasan Phytoseius crinitus Swirski Et Schebter dalam Pengendalian Tetranychus urticae pada Tanaman Singkong (Manihot esculenta). Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Cranham, J.E. (1966), Tea Pests and Their Control, Ann.Rev.Entomol. 11, 491-514. Ibrahim, Y. B. dan R. B. A. Rahman. 1997. Influence of Prey Density, Species and Development Stages on the Predatory Behaviour of Amblyseius longisponous (Acari: Phytoseiidae). Entomophaga, 42: 319-327. Kalshoven. L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised and Translated by P.A. van der Laan. P.T. Ichtiar Baru van Hoeve. Momen, F. M. 1996. Effect of Pray Density on Reproduction, Prey Consumption and Sex Ratio of Amblyseius barkery (Acarina, Phytoseiidae). Acarologia, 35: 223-228. Oomen, P. A. 1982. Studies On Population Dynamics of The Scarlet Mite Brevipalpus phoenicis (Geijskes) a Pest In Indonesia. Departemen of Entomology Agricultural University, Wageningen, pp.1-79. Prasad, V. 1967. Biology of the predatory mite Phytoseiulus marcophylus in Hawai (Acarina : Phytoseiidae). Annual Entomology Society America. 60: 905-10. 17