PEMETAAN RAWAN BENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

dokumen-dokumen yang mirip
PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang terdapat zona subduksi atau zona pertemuan antara 2 lempeng

KEGEMPAAN DI INDONESIA PERIODE BULAN APRIL AGUSTUS 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

Estimasi Nilai Percepatan Tanah Maksimum Provinsi Aceh Berdasarkan Data Gempa Segmen Tripa Tahun Dengan Menggunakan Rumusan Mcguire

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BENCANA GEMPABUMI DI INDONESIA TAHUN 2008

Analisis Percepatan Tanah Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret 1977 dan 11 September 2014)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISA TINGKAT BAHAYA DAN KERENTANAN BENCANA GEMPA BUMI DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR (NTT)

Dicetak ulang oleh: UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana, Liwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2014

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

TEORI TEKTONIK LEMPENG

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH

ANALISIS PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DENGAN MENGGUNAKAN RUMUSAN ESTEVA DAN DONOVAN (Studi Kasus Pada Semenanjung Utara Pulau Sulawesi)

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

Jenis Bahaya Geologi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

[ Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia] 2012

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 2015 ISSN

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi beserta dampaknya yang terjadi belakangan ini harus

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Gerakan ketiga

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I. yaitu lempeng Eurasia, lempeng Samudera Hindia- Benua Australia dan lempeng

PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009

LOKASI POTENSI SUMBER TSUNAMI DI SUMATERA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia termasuk dalam daerah rawan bencana gempabumi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

Dosen Pembimbing: Prof.Dr.rer.nat. Bagus Jaya Santosa, SU. Jadilah Masyarakat Sadar Bencana dan Survive Melewatinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim

Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Jawa tengan berdasarkan peta kerawanan bencana gempa yang di. keluarkan oleh kementrian ESDM memiliki potensi goncangan saat gempa

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEJADIAN GEMPABUMI MERUSAK DI INDONESIA TAHUN 2007

LAPORAN GEMPABUMI Mentawai, 25 Oktober 2010

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi

HAZARD POTENTIAL DISTRIBUTION OF AFFECTED BY THE TSUNAMI IN THE ALONG SOUTH COAST REGION OF MALANG, EAST JAVA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Deputi Bidang Koordinasi Insfratruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SEISMISITAS

ANALISIS HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE FEBRUARI 2018 (GEMPABUMI PIDIE 08 FEBRUARI 2018) Oleh ZULHAM SUGITO 1

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Transkripsi:

Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 2 Desember 2013 : 106-112 PEMETAAN RAWAN BENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI (Mapping of Earthquake Disaster-Prone in Mentawai Islands Regency) Setyardi Pratika Mulya¹ dan Yatin Suwarno² ¹Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB Jln. Meranti Kampus IPB Dramaga Bogor 2 Badan Informasi Geospasial E-mail: setya_pm@yahoo.com Diterima (received): 10 Juli 2013; Direvisi (revised): 16 Agustus 2013; Disetujui dipublikasikan (accepted): 18 September 2013 ABSTRAK Kepulauan Mentawai termasuk dalam kawasan rawan bencana, diantaranya gempa bumi, tsunami, abrasi pantai dan tanah longsor. Daerah rawan bencana tersebut khususnya gempa bumi dapat dipetakan, sehingga dapat diketahui daerahdaerah mana yang memiliki kerawanan tinggi, sedang atau rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daerah-daerah mana di Kabupaten Kepulauan Mentawai yang memiliki kerawanan bencana gempa bumi tinggi, sedang dan rendah. Teknologi GIS dapat digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan melakukan superimpose dari beberapa parameter atau sub faktor setelah dilakukan skoring dan pembobotan. Dari hasil pemetaan ini diketahui bahwa wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai yang terdiri dari Pulau Siberut, Pulau Sipora, dan Pulau Pagai Utara dan Selatan, sebagian besar merupakan wilayah dengan kerawanan sedang. Daerah dengan kerawanan rendah terdapat di wilayah pantai barat dan utara bagian barat Pulau Siberut. Adapun wilayah dengan kerawanan tinggi terdapat di sepanjang pantai timur Pulau Pagai Utara dan Selatan, sebagian kecil pantai timur bagian utara Pulau Sipora, dan sebagian kecil pantai timur bagian utara Pulau Siberut. Kata Kunci: pemetaan, rawan bencana, gempa bumi, Kepulauan Mentawai ABSTRACT Mentawai Archipelago is among the disaster-prone areas, either in the form of tectonic earthquakes, tsunamis, coastal erosion and landslides. The disaster-prone areas, especially earthquakes can be mapped to know the region with high, medium or low susceptibility level. The purpose of this study was to determine the level of susceptibility areas to earthquake in Mentawai Archipelago. GIS technology was used in this research by doing superimpose of some parameters or subfactors after scoring and weighting. The results of this mapping showed that the region of the Mentawai Archipelago which consists of Siberut Island, Sipora Island, and Pagai Island (North and South) were largely fall in medium class of susceptibility. Areas with low susceptibility were at the west coast and north western part of Siberut Island. The areas with high susceptibility were found along the east coast of Pagai Island (North and South), some part at the east coast of northern Sipora Island and a small part at the east coast of north Siberut Island. Keywords: mapping, disaster, earthquake, Mentawai Archipelago PENDAHULUAN Latar Belakang Pulau Sumatera terletak pada pinggiran lempeng aktif dengan tingkat kegempaan dan aktivitas vulkanik tinggi. Pulau ini merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang bergerak sangat lambat relatif ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm/th dan berinteraksi dengan Lempeng Indo- Australia yang terletak di sebelah barat Sumatera yang bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/th (Minster dan Jordan, 1978 dalam Yeats, et al., 1997; Hidayati, dkk., 2010). Penunjaman di Pulau Sumatera bersifat oblique membentuk sudut 50º-65º. Zona penunjaman merupakan sumber gempa bumi di laut yang berpotensi membangkitkan tsunami apabila gempa bumi tersebut magnituda-nya besar, kedalaman dangkal dengan mekanisme patahan naik atau normal, maka akan terjadi perubahan morfologi secara vertikal di bawah laut. Akibat dari penunjaman lempeng tersebut terbentuk sesar di Pulau Sumatera baik yang berada pada Zona Prismatik Akresi (terletak di antara Zona Subduksi dan pantai barat Sumatera) dan di daratan Sumatera. Sesar utama di Sumatera adalah Sesar Besar Sumatera dan Sesar Mentawai. Sesar Mentawai terletak di laut, yaitu antara cekungan muka dan Zona Prismatik Akresi di sebelah barat Pulau Sumatera (Harding, 1983 dalam Hidayati dkk., 2010). Sejarah menunjukkan beberapa kejadian gempa yang pernah terjadi di Pulau Sumatera, diantaranya gempa Sumatera-Andaman (Mw=9,0) terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, berjarak 259 km dari Kota Banda Aceh. Epicenter gempa tersebut berada 3,316º LU dan 95,854º BT pada kedalaman 30 km 106

di bawah dasar laut. Setahun setelah kejadian itu, 28 Maret 2005, terulang lagi gempa dengan magnitude (Mw) 8,7 yang berpusat di sekitar Kepulauan Nias, pada koordinat 2,076º LU dan 97,013º BT dengan kedalaman 30 km di bawah dasar laut (Delfebriyadi, 2011). Kepulauan Mentawai termasuk dalam kawasan yang berpotensi rawan bencana, baik berupa gempa bumi (tektonik), gelombang besar tsunami, abrasi pantai dan longsor. Dari 43 desa yang ada, 33 desa diantaranya merupakan desa pesisir, yang saat ini kawasan pesisir merupakan kawasan rawan bencana terhadap bahaya tsunami. Sebagaimana yang telah terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010, bencana gempa bumi berkekuatan 7,2 SR (atau 7,5 SR menurut USGS) telah memicu terjadinya gelombang tsunami. Berdasarkan informasi dari BPBD Provinsi Sumatera Barat, kedalaman gempa bumi yang cukup dangkal dan terletak pada Zona Subduksi di bawah dasar laut tersebut telah memicu terjadinya gelombang tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 3 m yang menghasilkan landaan tsunami sejauh 1 km ke arah daratan (Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2011; Perdana, 2011). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daerah-daerah di Kepulauan Mentawai yang rawan terhadap bencana gempa bumi berdasarkan skor pembobotan dari beberapa parameter. Daerah Penelitian Penelitian dilaksanakan di sebagian wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Penelitian ini tidak menggunakan batas administrasi sebagai batas penelitian, akan tetapi menggunakan batas tersendiri sebagai batas penelitian. Gambar 1 memperlihatkan lokasi penelitian yaitu di Kab. Kepulauan Mentawai. METODE Ruang Lingkup Penelitian yang lebih bersifat untuk uji metode dengan menggunakan data Landsat ETM+ Tahun 2001 dengan asumsi bahwa semua saluran dalam citra tersebut bagus untuk digunakan dalam penelitian yang bersifat menguji nilai piksel. Ruang lingkup penelitian dibatasi dalam pengambilan keputusan untuk penurunan data penggunaan lahan yang diperoleh dari data penutup lahan dari citra tersebut dengan mempertimbangkan faktor ketidak-pastian dengan menggunakan plausibility faktor (variabel kemasukakalan). Data yang Digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat ETM+ Tahun 2001 (tanggal perekaman 1 Juli 2001) saluran 1,2,3,4,5, dan 7 dengan path/row 120/065. Peta Rupabumi Indonesia skala 1:50.000 Tahun 2001, digunakan sebagai panduan koreksi geometrik dan cek lapangan. Dan data elevasi yang digunakan sebagai salah satu bukti dalam Evidence Theory. Tahap Pelaksanaan Tahapan ini merupakan tahapan perumusan sub faktor yang mempengaruhi tingkat rawan (ancaman) bencana gempa bumi. Sub faktor ditentukan berdasarkan penelitian literatur. Dari beberapa literatur yang dikaji dan didukung dengan keberadaan data, maka ditetapkan 3 (tiga) sub faktor yang berpengaruh terhadap bencana gempa bumi, yaitu sebagai berikut : a. Goncangan gempa, dengan indikator intensitas gempa Modified Marcalli Intensity (MMI). b. Patahan, dengan indikator jarak dari sesar aktif (Mentawai). c. Pusat gempa, dengan indikator jarak dari pusat gempa (epicenter). Penentuan indikator ditentukan melalui proses skoring, dengan ketentuan nilai bobot dengan diberi nilai 1, 3, dan 5. indikator 1 mengindikasikan bahwa tingkat ancaman rendah pada setiap indikator, sedangkan nilai bobot 5 mengindikasikan tingkat ancaman yang tinggi. Sementara itu, untuk nilai indikator 3 merupakan tingkat ancaman di antaranya. Bobot setiap indikator memiliki nilai yang sama, yaitu 3, hal ini disebabkan karena ketiga indikator tersebut memiliki pengaruh yang sama dalam menentukan kerawanan bencana gempa bumi. Gambar 1. Lokasi penelitian. 107

Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 2 Desember 2013 : 104-109 Analisis Tingkat Rawan Bencana Gempa Bumi Penentuan tingkat rawan bencana gempa bumi yaitu dengan melakukan perhitungan nilai bobot indikator, dengan cara mengalikan bobot dengan nilai indikator. Proses ini dilakukan pada masingmasing indikator (Bappeda Provinsi DIY, 2008). Setelah masing-masing indikator memiliki nilai indikator, selanjutnya ketiga indikator dilakukan overlay (tumpang susun) dan kemudian dilakukan penjumlahan dari ketiga nilai indikator tersebut hingga diperoleh nilai skor bahaya gempa bumi, atau dapat ditulis menggunakan formula pada Persamaan 1. Hg = ((X h1 x B h ) + (X h2 x B h ) + (X h3 x B h ))...(1) dimana : Hg = Skor Bahaya Gempa bumi X h1 = Bobot Goncangan Gempa X h2 = Bobot Patahan X h3 = Bobot Pusat Gempa B h = Bobot = 3 Menentukan tingkat rawan bencana gempa bumi dengan teknik superimpose dan teknik skoring dari peta-peta sub faktor yang mempengaruhi tingkat rawan bencana (goncangan gempa, patahan dan pusat gempa). Rumusan tingkat rawan bencana gempa bumi dilakukan dengan pengelompokkan berdasarkan tingkatannya menurut aturan Sturges, yaitu dengan rumus seperti pada Persamaan 2. Berdasarkan Persamaan 2, maka kelas yang seharusnya terbentuk sebanyak 4 kelas, namun untuk mempermudah dalam memberikan arahan tindakan mitigasi pada hasil akhir maka penetapan banyaknya kelas menjadi 3 (tiga) kelas yaitu Tinggi, Sedang, dan Rendah, dimana penentuan panjang kelas intervalnya menggunakan rumus seperti pada Persamaan 3. Setelah diperoleh kelasnya, kemudian dilakukan layout hasil analisis dengan menggunakan software Arc GIS, sehingga diperoleh peta rawan bencana gempa bumi. Dari peta ini, dapat diketahui wilayah-wilayah mana saja yang mempunyai tingkat rawan bencana gempa bumi tinggi, yang kemudian dapat dijabarkan berdasarkan indikator pembentuk rawan bencana gempa bumi. Diagram alir penyusunan peta rawan gempa bumi secara global disajikan pada Gambar 1. Banyak Kelas Panjang Kelas Interval = = 1 + (3,3) log n = 1 + (3,3) log 9 = 1 + (3,3) 0,95...(2) = 1 + 3,13 = 4,13 atau 4 Rentang Banyak Kelas...(3) Goncangan Gempa Bobot = 3 Patahan Bobot = 3 Jarak dari Pusat Gempa Bobot = 3 Intensitas Gempa : (USGS, 2008) V-VI = 1 VI-VII = 3 VII-VIII= 5 Jarak dari Sesar Aktifn : >1000 m = 1 500-1000 m = 3 <500 m = 5 Jarak : (BNPD Sumbar,2011) < 100 km = 1 100-200 km = 3 > 200 km = 5 OVERLAY Rumus = (N. x Bobot) Klasifikasi Jumlah Skor : 6-17 = Rendah 18-29 = Sedang 30-39 = Tinggi Peta Rawan Gempabumi Gambar 1. Diagram alir penyusunan Peta Rawan Bencana Gempa Bumi. 108

HASIL DAN PEMBAHASAN Kawasan rawan bencana adalah suatu wilayah yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi, yang untuk jangka waktu tertentu tidak dapat atau tidak mampu mencegah, meredam, mencapai kesiapan, sehingga mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (Tondobala, 2011). Sementara itu definisi rawan bencana gempa bumi adalah suatu kejadian atau peristiwa energi yang diakibatkan oleh pergeseran/pergerakan pada bagian dalam bumi (kerak bumi) secara tiba-tiba. Tipe gempa bumi yang umum ada dua, yaitu gempa tektonik dan gempa vulkanik, keduanya mempunyai potensi dapat menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan (Hasyim, 2011). Bentuk ancaman gempa ini bisa dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu, skala macro dan skala micro. Termasuk dalam skala macro apabila ancamannya meliputi kawasan atau wilayah yang sangat luas, sehingga kerusakan yang timbul sangat merugikan baik secara struktur maupun non struktur. Dan aspek yang ditimbulkan sangat mempengaruhi faktor perekonomian, sosial, maupun politik. Sedangkan disebut ancaman skala micro adalah apabila ancaman yang terjadi hanya pada wilayah tertentu dengan cakupan yang lebih kecil dari macro, walapun efek yang ditimbulkan tetap sama yaitu struktur dan non-struktur serta berdampak langsung terhadap perekonomian, sosial kemasyarakatan wilayah setempat (BNPB, 2011; Hasyim, 2011). Penetapan Sub Faktor Rawan Gempa Bumi Sub faktor bencana gempa bumi yang digunakan dalam studi ini terdiri dari sub faktor goncangan gempa, jarak dari patahan, dan jarak dari pusat gempa (epicenter). Masing-masing sub faktor berikut indikator yang digunakan dalam kajian ini diuraikan di bawah ini. Bahaya Goncangan Gempa Intensitas gempa adalah besar kecilnya getaran (gempa) permukaan di tempat konstruksi. Secara kuantitatif intensitas gempa setempat dinyatakan dengan percepatan permukaan dengan satuan gal (cm/dt 2 ). Makin dekat suatu tempat dengan sumber gempa bumi, semakin besar intensitas gempanya dan makin tinggi tingkat kerusakannya. Perhitungan nilai bobot indikator sub faktor bahaya goncangan disajikan pada Tabel 1. Sedangkan gambaran spasial skala intensitas gempa di lokasi studi, disajikan pada Gambar 2. Digambarkan bahwa tempat atau daerah yang memiliki nilai intensitas atau tingkat kerusakan yang sama dihubungkan oleh suatu garis isoseismal. Sehingga hal tersebut dapat menetapkan tempat atau daerah yang mempunyai tingkat kerusakan yang sama. Tingkat kerusakan diberikan dengan skala Modified Mercalli Intensity (MMI). Daerah penelitian dan sekitarnya mempunyai 6 tingkat kerusakan yakni < IV MMI, IV-V MMI, V-VI MMI, VI- VII MMI, VII-VIII MMI dan > VIII MMI. Daratan Kepulauan Mentawai sebagian besar mempunyai kelas VI-VII MMI (BNPB, 2010). Deskripsi dari skala intensitas gempa bumi disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Perhitungan nilai bobot indikator sub faktor bahaya goncangan. No Intensitas Bobot Bobot Gempa 1 V-VI 1 3 3 2 VI-VII 3 3 9 3 VII-VIII 5 3 15 Gambar 2. Peta Rawan Bencana Gempa Bumi Kabupaten Mentawai. 109

Tabel 2. Skala intensitas gempa bumi (MMI). Skala MMI Deskripsi I Tidak terasa orang, tercatat pada pencatat gempa. II Terasa oleh orang yang istirahat, terutama di lantai dua. III Benda-benda tergantung goyang, bergetar ringan. IV Getaran truck lewat, jendela, pintu dan barang pecah belah beradu dan berbunyian. V Terasa oleh orang di luar gedung, orang tidur terbangun, benda di atasnya bisa jatuh. VI Terasa oleh semuanya, bahkan ketakutan dan keluar rumah, plesteran tembok retak (mutu D). VII Sulit berdiri, terasa oleh pengendara kendaraan, tembok-tembok rusak, plesteran lepas, genteng jatuh, rawa dan kolam bergelombang. VIII Tembok mutu C rusak, runtuh, menara air rusak gedung portal bergerak, tanah basah retak (mutu C). IX Semua orang panik, gedung runtuh, pipapipa dalam tanah rusak. X Bangunan kayu rusak, jembatan rusak, tanah longsor, air sungai/kolam gelombang tepi. XI Rel kereta api rusak. XII Kerusakan total, batuan-batuan besar pindah tempat. Jarak dari Patahan Pemetaan rawan bencana gempa bumi ini menggunakan asumsi bahwa potensi gempa bumi ditentukan berdasarkan jaraknya dari lokasi sesar sebagai pemicu gempa, oleh karena itu metode yang digunakan adalah analisis SIG dengan menggunakan buffer. Jika suatu daerah berada dalam radius 500 meter dari jalur patahan, maka ancaman gempanya termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan jika berada dalam radius lebih dari 500 m namun kurang dari 1.000 m, potensi ancamannya termasuk kategori sedang dan jika jaraknya lebih dari 1.000 m, maka potensi ancaman gempanya rendah. Perhitungan nilai bobot indikator patahan disajikan selengkapnya pada Tabel 3. Tabel 3. Perhitungan nilai bobot indikator sub faktor patahan. No Jarak dengan Bobot Bobot Sesar 1 >1.000 1 3 3 2 500-1.000 3 3 9 3 < 500 5 3 15 Jarak dari Pusat Gempa jarak terhadap pusat gempa juga merupakan salah satu indikator yang dipertimbangkan dalam penentuan rawan bencana gempa bumi. Semakin dekat dengan pusat gempa maka akan semakin besar kerusakan atau dampak bencana yang di wilayah tersebut, begitu juga sebaliknya (BNPB, 2011). Perkiraan hubungan kesetaraan antara Richter Magnitude (M) dengan Modified Mercalli (MMI) disajikan selengkapnya pada Tabel 4. Sementara itu, perhitungan Bobot Sub Faktor Jarak dari pusat gempa disajikan pada Tabel 5. Tabel 4. Perkiraan hubungan kesetaraan Richter Magnitude (M) dengan Modified Mercalli (MMI). M Richter MM Percepatan Permukaan Max Radius Pengaruh 3 II-III 0,003 g 25 km 4 IV-V 0,010 g 50 km 5 VI 0,030 g 100 km 6 VII-VIII 0,010 g 200 km 7 IX 0,030 g 400,km 8 X-XI 1,000 g 700 km Tabel 5. No Jarak dengan Sesar Perhitungan nilai bobot indikator sub faktor jarak dari pusat gempa. Bobot 1 > 200 km 1 3 3 2 100-200 3 3 9 3 < 100 5 3 15 Analisis Rawan Bencana Bobot Sub faktor rawan/bahaya gempa bumi terbagi atas 3 (tiga) yaitu goncangan gempa, patahan dan jarak dari pusat gempa (BNPB, 2011). Sub faktor ini memberikan kontribusi terhadap rawan bencana gempa bumi dengan bobot yang sama besar, yaitu sebesar 3. Hal ini disebabkan ketiga indikator memiliki pengaruh yang sama terhadap kerawanan bencana suatu wilayah. Rekapitulasi selengkapnya untuk perhitungan nilai bobot indikator disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa jumlah nilai bobot ketiga indikator memiliki skor 6 sampai 39. Sehingga apabila diklasifikasikan berdasarkan kerawanannya menjadi 3 kelas yaitu: kelas rendah 6-17, sedang 18-29, dan tinggi 30-39. Gambaran spasial peta rawan bencana gempa bumi untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai selengkapnya disajikan pada Gambar 3. 110

Tabel 6. Rekapitulasi Perhitungan Bobot Gempa Bumi. No Sub Faktor Kelas/Tingkat Bobot Bobot Tinggi 1 3 3 1 Goncangan Sedang 3 3 9 Rendah 5 3 15 Tinggi 1 3 3 2 Patahan Sedang 3 3 9 Rendah 5 3 15 3 Tinggi 1 3 3 Jarak dari Pusat Sedang 3 3 9 Gempa Rendah 5 3 15 Gambar 3. Peta Rawan Bencana Gempa Bumi Kabupaten Kepulauan Mentawai. KESIMPULAN Dari hasil pemetaan rawan bencana gempa bumi Kepulauan Mentawai disimpulkan bahwa daerah Pulau Siberut, memiliki rawan bencana gempa bumi rendah di sepanjang pantai barat dan pantai utara bagian barat, memiliki daerah rawan gempa bumi tinggi di sebagian kecil pantai di timur laut, selebihnya merupakan rawan bencana gempa bumi sedang. Pulau Sipora sebagian besar merupakan wilayah rawan bencana gempa bumi sedang, sebagian kecil di pesisir timur laut rawan bencana tinggi. Pulau Pagai Utara dan Selatan, sebagian besar merupakan daerah dengan kerawanan gempa bumi sedang, namun di sepanjang wilayah pesisir timur merupakan daerah rawan gempa bumi tinggi. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama Badan Informasi Geospasial dan Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai yang telah memberikan ruang dan waktu untuk penelitian. DAFTAR PUSTAKA Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai. (2011). Draft Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Kepulauan Mentawai. Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Bappeda. Bappeda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2008). Metode Pemetaan Risiko Bencana Provinsi DIY. Early Recovery Assistance. Bappenas-Bapeda DIY-UNDP. 23 hal. 111

Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 1 Agustus 2013 :1-7 BNPB. (2010). Laporan Khusus Penanganan Bencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jakarta. BNPB. (2011). Indeks Rawan Bencana Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jakarta. 226 hal. BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai. (2011). Kepulauan Mentawai Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Mentawai. Mentawai. Delfebriyadi. (2011). Degragasi Hazard Kegempaan Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil. Vol. 18 No. 3: ISSN 0853-2982. Hasyim, E.T. (2011). Indikasi Tingkat Risiko Bencana Gempa Bumi dan Tsunami Serta Arahan Tindakan Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi. 20 hal. Hidayati, S. Sumaryono dan S. Eka. (2010). Tsunami Mentawai 25 Oktober 2010. Buletin Vulkanologi dan Bencana Geologi. 5(3) : 1-11. Perdana, A.P. (2011). Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jurnal Penanggulangan Bencana. 2(1) : 11-20. ISSN 2087636X. Rahman, Y.Y. dan B.J. Santosa. (2013). Relokasi Hiposenter Gempa Bumi di Sumatera Selatan dengan Menggunakan Hypo71. Jurnal Sains dan Pomits. 2(2) : 2337-3520 (2301-928X Print). Tondobala, L. (2011). Pemahaman Tentang Kawasan Rawan Bencana dan Tinjauan Kebijakan dan Peraturan Terkait. Jurnal Sabua. 3(1) : 58-63 : ISSN 2085-7020. Yeats, R.S., K. Sieh, and C.R. Allen. (1997). The Geology of Earthquakes. Oxford University Press. Oxford. 567p. 112