BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian pakan pada ternak perlu mempertimbangkan jumlah, kandungan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing perah yang umumnya dipelihara di Indonesia adalah kambing Peranakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein dan Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara lain terdapat benjolan sebesar kacang di leher atas, bertubuh kecil, leher

TINJAUAN PUSTAKA. lokal dari ubi kayu antara lain singkong, kaspe, budin, sampen dan lain-lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pejantan Bahan Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya. Karakteristik sapi FH yaitu warna hitam dan putih, dahi warna putih

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak, dapat dicerna seluruhnya atau sebagian dan tidak mengganggu kesehatan ternak (Lubis, 1992). Pemberian pakan pada ternak perlu mempertimbangkan jumlah, kandungan dan kualitas nutrien didalam bahan pakan. Penyusunan pakan untuk sapi perah dapat menggunakan bahan pakan sumber proteinsebanyak 20-25% dengan komposisi sumber protein nabati 10-20% dan sumber protein hewani 3-10%, sedangkan untuk bahan pakan sumber energi dalam pakan dapat disusun 50-75% dan untuk mineral mix dalam pakan sebanyak 5% dari total pakan(kamal, 1990). Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan, dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Pengaruh pakan terhadap tampilan produksi susu sebesar 70% (Warwick et al., 1990). Kebutuhan nutrisiperharinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting atau menyusui), kondisi tubuh, dan lingkungan (Kartadisastra, 1997). Kebutuhan nutrisi sapi perah laktasi ditentukan oleh kebutuhan hidup pokok yang dipengaruhi oleh berat badan, sedangkan kebutuhan untuk produksi susu dipengaruhi oleh banyaknya susu yang disekresikan dan kadar lemak yang terkandung di dalam susu (Bath et al., 1985). Kebutuhan nutrisipada sapi untuk produksi susu dapat dipenuhi dari hijauan, konsentrat dan pakan tambahan lain,

4 apabila nutrisi dalam pakan tidak mencukupi maka terjadi perombakan jaringan didalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tersebut (Astuti et al., 2009). 2.1.1. Hijauan Hijauan merupakan bahan pakan dalam bentuk dedaunan yang kadang masih terdapat ranting dan bunga, berasal dari tanaman rumput, kacang kacangan atau tanaman lain (Lubis, 1992). Hijauan makanan ternak (HMT) adalah hijauan yang memiliki kandungan gizi yang cukup sesuai kebutuhan ternak khususnya ruminansia. Nutrisi yang terkandung dalam hijauan adalah serat, mineral dan protein (Abdullah et al., 2005). Hijauan dijadikan sebagai salah satu bahan pakan dasar dan utama untuk ternak ruminansia, terutama bagi ternak sapi perah yang setiap harinya membutuhkan cukup banyak hijauan (Udding et al., 2014). Pemberian hijauan pada ternak didasarkan pada kebutuhan BK. Pakan yang diberikan biasanya mengandung bahan kering dari hijauan sebanyak 2% dari bobot badan (Siregar, 1992). Pemberian hijauan biasanya diberikan 60% dari total pakan, atau tergantung kualitas hijauan, apabila hijauan berkualitas rendah permberian hijauan sebanyak 55%, jika hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi pemberian hijuan sebanyak 64% (Parakkasi, 1999). Pemberian hijauan pada sapi perah berkisar antara 18-20 kg/ekor/hari (Astuti et al., 2009). 2.1.2. Konsentrat Konsentrat merupakan campuran bahan pakan sumber energi, protein, dan mineral yang diharapkan dapat menyediakan nutrien yang digunakan untuk

5 pembentukan susu (Sukarini, 2012). Konsentrat dapat berperan sebagai sumber karbohidrat mudah larut, sumber glukosa untuk bahan baku produksi susu dan sebagai sumber protein lolos degradasi (Ramadhan et al., 2013). Pemberian konsentrat umumnya berkisar antara 5-9,5 kg/ekor/hari (Siregar, 2003) dan dilakukan 2 jam sebelum pemberian hijauan, untuk meningkatkan konsumsi bahan kering pakandan bahan organik pakan meningkat (Astuti et al., 2015). Konsentrat berperan untuk memacu pertumbuhan mikroba di dalam rumen yang menyebabkan peningkatan fermentasi sehingga mengakibatkan peningkatan kecernaan BK pakan (Devendra dan Burns, 1994). 2.1.3. Suplemen Suplemen adalah suatu bahan pakan atau bahan campuran yang dicampurkan dalam pakan untuk menigkatkan keserasian nutrisi pakan, bisa bahan pakan yang mengandung protein, mineral atau vitamin dalam jumlah yang besar (Hartadi et al., 1993). Suplementasi adalah pemberian bahan pakan dalam jumlah kecil dari bahan kering pakan yang diharapkan berguna dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas (Uhi et al., 2006). Suplementasi pakan meningkatkan nutrisi pakan yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan ternak (Tripuratapini et al., 2015). 2.1.4. Feed additive Feed additive atau imbuhan pakan adalah suatu bahan pakan yang ditambahkan dalam pakan ternak, bahan pakan tersebut tidak mengandung nutrisi

6 tetapi dapat mempengaruhi kesehatan ataupun keadaan gizi ternak dan metabolisme dalam tubuh ternak (Adams, 2000). Pemberian feed additive bertujuan untuk memacu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas, kesehatan ternak serta efisiensi produksi. Feed additive yang biasa digunakan umumnya terdiri dari antibiotik, enzim, probiotik, prebiotik, asam organik dan bioaktif tanaman (Sinurat et al., 2003). 2.2. Pemanfaatan Kolin Klorida Sebagai Suplemen Pakan Kolin merupakan salah satu sumber metil yang labil dan mampu memberikan gugus metil untuk sintesis asam amino metionin dan senyawa bermetil lainya (basa purin dan pirimidin) yang dibutuhkan oleh sel untuk tumbuh dan berfungsi dengan baik (Nasution dan Karyadi, 1991). Kolin mempunyai peranan penting sebagai donor grup metil untuk proses transmetilasi dalam tubuh (Loest et al., 2003). Kolin diperlukan dalam sintesis neurotransmitter (assetilkolin), membran sel signaling (fosfolipid), tranportasi lipid (lipoprotein), dan metabolisme grup metil (pengurangan homosistein) atau memainkan peran penting dalam mempertahankan struktur sel dan pergerakan lipid di dalam dan di luar sel. Kolin merupakan bahan yang mudah didegradasi oleh bakteria rumen. Pemberian kolin sebanyak 23-326 g/hari hanya meningkatkan konsentrasi kolin di dalam usus sebanyak 1,2-2,5 g/hari (Atkins et al., 1988). Pemberian kolin dalam rumen rata-rata terdegradasi sebanyak 80-98% dan hanya sedikit meningkatkan

7 suplai kolin di dalam usus. Suplai kolin pada sapi FH tidak mengakibatkan perubahan pada ph, total VFA dan NH 3 pada rumen (Sharma dan Erdman, 1988). Suplemen kolin komersial mengandung 28-50% kolin klorida terproteksi, dengan tingkat proteksi sebesar 85% dari degradasi rumen (Pinotti et al., 2002). Pemberian kolin terproteksi (kolin klorida) sebanyak 30 g/hari lebih optimal dari pemberian yang lebih banyak, dalam meningkatkan produksi susu dan memperbaiki metabolisme darah (Xu et al., 2006). Suplementasi kolin sebanyak 30 g/ekor/hari pada sapi laktasi dapat memperbaiki kecernaan nutrien, produksi dan komposisi susu, konversi pakan dan efisiensi ekonomi (Mohsen et al., 2011). Suplementasi kolin pada pakan tidak mempengaruhi konsumsi pakan ternak (Piepenbrink et al., 2003) akan tetapi pada beberapa penelitian penambahan kolin dapat meningkatkan konsumsi BK (Chung et al., 2005). Perbedaan dari respon suplementasi kolin terhadap konsumsi BK dimungkinkan berhubungan dengan kualitas dari kolin yang digunakan dan metode yang digunakan untuk memproteksi kolin dari degradasi di dalam rumen (Kung et al., 2003). Kolin berperan dalam sintesis fosfolipid, suplementasi kolin dapat meningkatkan penyerapan lipid, trasportasi lipid dan membantu sintesis lemak susu (Erdman et al., 1984). Hubungan suplementasi kolin dan nutrisi pakan yang baik terutama protein kasar, dapat meningkatkan protein susu dan cenderung meningkatkan produksi susu (Scheer et al., 2002). Suplai kolin pada usus halus dan dapat memperbaiki produksi susu kira kira 7% pada sapi laktasi (Baldi dan Pinotti, 2006). Produksi susu dan komponen susu meningkat pada sapi yang di suplementasi dengan kolin (Suksombat et al., 2011).

8 Proses oksidasi pada kolin menghasilkan betain, kemudian betain ditransfer ke dalam homosistein sebagai donor metil untuk membentuk metionin (Pinotti et al., 2002). Betain juga merupakan osmolit potensial yang dapat meningkatkan tekanan osmotik pada sel epitel di dalam saluran pencernaan yang dapat meningkatkan peyerapan nutrien (Metzler-Zebeli et al., 2009). Betain berperan sebagi donor metil untuk menkonversi homosistein menjadi metionin yang diperlukan untuk proses transmetilasi dan sintesis protein susu (Lobley et al., 1996). Suplementasi kolin dapat meningkatkan metionin untuk membantu sintesis protein susu pada kelenjar ambing (Suksombat et al., 2011). Metabolisme kolin dan metionin sangat berhubungan, 28% dari metionin digunakan untuk sintesis kolin pada kambing laktasi (Emmanuel dan Kennelly, 1984). Metionin adalah prekursor untuk pembentukan S-adenosylmethionine sebagai bahan utama dalammetilasiasamnukleatlipiddanprotein (Etcheverry, 2014). Pengaruh suplementasi kolin terhadap produksi dan kandungan protein susu sapi perah adalah sebagai berikut ; Pertama, kolin dapat berfungsi sebagai grup metil dan menghasilkan S-adenosyl methionin, sebagai donor metil yang biasanya diperlukan untuk sintesis letisin. Kedua, kolin dapat berperan sebagai donor metil untuk remetilisasi homosistein melalui betain. Ketiga, betain dapat digunakan sebagai cadangan metionin dengan menggantikan S-adenosyl methionine sebagai donor gugus metil dalam beberapa proses metabolisme (Brüsemeister and Südekum, 2006). Suplementasi kolin dapat mengurangi pemanfaatan metionin untuk sintesis kolin, akibatnya metionin lebih tersedia untuk pembentukan protein susu dalam ambing (Elek et al., 2008).

9 2.3. Protein Pakan Protein adalah senyawa organik kompleks yang terdiri atas C, H, O, N, dan merupakan salah satu kelompok bahan pakan makro nutrien. Protein dalam tubuh ternak merupakan komponen yang berperan sebagai zat pembangun tubuhdan pengganti sel-sel yang rusak, sebagai zat pengatur lalulintas zat-zat yang larut, sebagai bahan pembuat hormon, enzim dan zat antibodi (Sutardi, 1981). Protein merupakan suatu zat pakan yang penting bagi tubuh dan dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat pembangun, dan zat pengatur (Winarno, 2002). Kebutuhan protein ternak ruminansia dipenuhi oleh asam amino yang tersedia didalam intestinum yang berasal dari protein mikrobial dan protein endogen (Christiyanto et al., 2005). Standar kebutuhan protein kasar pada sapi laktasi dengan bobot 450-550 laktasi yaitu 11,9-13,1% PK atau 1800 kg pada pakan untuk memproduksi 15-20 kg dengan kadar lemak 4-5% dan protein susu 3-4% (NRC, 1998). Satu kg susu dibutuhkan PK sebesar 83 gdan kebutuhannya tergantung pada kadar lemak susu (Jayanegara et al., 2014). 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pakan Keragaman konsumsi pakan dipengaruhi oleh kondisi dan bobot badan ternak. Ternak dengan bobot badan yang besar memiliki lambung dengan kapasitas besar dan cenderung mengkonsumsi pakan lebih banyak (Ali, 2006). Faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah kualitas gizi dan palatabilitas pakan. Pakan dengan palatabilitas rendah akan dikonsumsi secara terbatas untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok ternak (Simanhuruk dan Sirait, 2010).

10 Frekuensi pemberian pakan dan jenis pakan yang diberikan mempengaruhi banyaknya pakan yang dikonsumsi (Prihatminingsih et al., 2015). Tinggi rendahnya kandungan serat pada pakan juga mempengaruhi konsumsi pakan, pakan dengan kadar serat kasar yang tinggi miliki sifat voluminous pada ternak (Pangestu et al.,2003 ). Palatabilitas mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Pakan dengan palatabilitas tinggi cenderung disukai ternak sehingga meningkatkan konsumsi pakan, sedang pakan dengan palatabilitas rendah memiliki tingkat konsumsi yang relatif pakan rendah (Pamungkas, 2013). Konsumsi BK dipengaruhi beberapa faktor seperti berat badan, tingkat produksi susu, dan kualitas bahan pakan (Astuti et al., 2009). Konsumsi BO, PK dan TDN sejalan dengan konsumsi BK, karena konsumsi nutien tersebut dipengaruhi oleh konsumsi BK dan kandungan nutrien pakan (Purbowati et al., 2007). Pakan dengan serat kasar tinggi menimbulkan sifat bulky sehingga menyebabkan laju digesti pada rumen lambat. Gerak laju digesti yang lambat mengakibatkan jumlah pakan yang dikonsumsi rendah karena pakan berada di dalam rumen lebih lama. Bahan pakan dengan serat kasar rendah memiliki gerak laju digesti yang cepat, sehingga pakan dapat meninggalkan rumen dengan cepat dan semakin banyak pula pakan yang masuk atau terkonsumsi (Astuti et al., 2015). 2.5. Metabolisme Protein didalam Tubuh Proses metabolisme protein pakan di dalam rumen, diawali dengan hidrolisis protein pakan menjadi oligopeptida atau peptida oleh enzim proteolitik

11 yang dihasilkan oleh mikroba didalam rumen. Peptida hasil hidrolisis protein akan dihidrolisis menjadi asam amino yang kemudian diubah menjadi amonia (NH 3 ). Amonia yang dihasilkan didalam rumen sebagian besar digunakan oleh mikroba rumen untuk membentuk protein tubuh dan sebagian melewati diding rumen masuk melalui aliran darah dan dibawa kehati yang kemudian diubah menjadi urea. Urea akan digunakan kembali melalui saliva atau difusi langsung ke dinding rumen. Urea yang berlebihan akan diserap darah dan diekskresikan ginjal dalam bentuk urin (Tillman et al., 1991; Kurniasari et al., 2009). Protein yang dicerna oleh usus halus menghasilkan asam-asam amino yang diserap oleh darah disalurkan ke hati, selanjutnya dibawa ke seluruh tubuh dan kelenjar susu sebagai sumber utama sintesis protein susu (Wikantadi, 1978; McDonald et al., 2011). Metabolisme protein didalam tubuh terbagi menjadi dua yaitu metabolisme eksogenus dan metabolisme endogenus (Pilliang dan Djodjosoebagio, 1991). Metabolisme eksogenus adalah metabolisme yang terlibat dalam proses degradasi oksidatif protein pakan yang tidak dibentuk untuk jaringan protein. Metabolisme endogenus adalah penggunaan asam amino pakan untuk perbaikan dan pembangunan protein jaringan yang terdegradasi (Parakasi, 1999). Semakin tinggi konsumsi protein pakan maka semakin tinggi deposisi protein dalam tubuh (Riyanto dan Purbowati, 2006). 2.6. Total Protein Plasma Darah merupakan cairan yang terdiri dari sel-sel darah yang berfungsi sebagai alat transportasi, mengedarkan nutrisi, oksigen, hormon dan cairan

12 didalam tubuh dari jaringan ke jaringan dan mengangkut sisa metabolisme (Sturkie, 1976). Protein darah atau yang disebut serum protein plasma merupakan larutan koloidal yang terbentuk dari asam amino. Protein plasma memiliki fungsi sebagai pengangkut hormon, vitamin, lemak dan zat besi,berperan sebagai enzim, dan sebagai imunitas. Protein darah berperan sebagai sumber nutrient bagi jaringan, menjaga tekanan dan ph darah (Frandson, 1992). Total protein plasma pada sapi menurut Radostits et al. (2007) berkisar antara 5,7-8,1 g/dl atau sekitar 7% dari volume darah (Mitruka dan Rawnsley, 1981). Protein plasma disintesis didalam hati, tiga protein utama yang menyusun protein darah adalah albumin, globulin, dan fibrinogen (Kaneko et al., 1997). Pembentukan protein plasma darah memerlukan asam amino esensial, salah satu asam amino pembetuknya adalah metionin, metionin digunakan untuk pembentukan S-adenosil metionin (SAM) dan berperan dalam sintesis protein (Ratriyanto et al., 2009). Tinggi rendahnya konsentrasi total protein plasma dipengaruhi oleh kondisi fisiologis ternak yang dipengaruhi antara lainoleh umur, pertumbuhan, hormonal, jenis kelamin, kebuntingan, laktasi, nutrisi, stress dan keadaan cairan tubuh (Kaneko, 1997). Jumlah albumin dan globulin pada darah mempengaruhi jumlah konsentrasi total protein pada darah (Lassen, 2004). Konsentrasi total protein plasma dipengaruhi oleh masa tubuh dan anabolisme hormon, pada proses anabolisme hormon terjadi metabolisme protein yang mempengaruhi konsentrasi total protein dalam darah (Stojevic et al., 2008).

13 2.7. Produksi Susu dan Komposisi Susu Tampilan produksi susu pada ternak laktasi berbeda-beda tergantung pada bangsa sapi umur sapi, tingkat laktasi dan status gizi (Tillman et al., 1991). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tampilan produksi susu sapi antar lain adalah genetik, umur saat laktasi, paritas, lama laktasi dansejumlah faktor fisiologis lainnya. Selain itu, sistem perkawinan, pakan, manajemendan lingkungan juga merupakan faktor penting yang mmpengaruhi produksi susu (Anggraeni, 2000). Susu sapi tersusun atas beberapa komponen penyusun susu dengan komposisi yang bervariasi, dan tergantung pada spesies sapi. Secara umum komponen utama yang menyusun susu adalah air 87%, total solid 13%. Total solid terdiri atas solid non fat 9,5% dan fat 3,5%, protein 3,6%, laktosa 4,8%, mineral 0,7% dan vitamin1,1% (Sudono et al., 2003). Selain itu terdapat sejumlah kecil vitamin yang larut dalam air dan lemak serta enzim-enzim (Sunarlim, 2009). Protein utama dari susu adalah kasein yang berbentuk koloid dan serum whey dalam bentuk cairan yang jumlahnya mencapai 0,5 0,7% ( Buckle et al., 1985). Kasein di dalam susu jumlahnya mencapai 80% dari protein susu. Karbohidrat susu adalah laktosa terdiri dari glukosa dan galaktosa (Fennema, 1985). Susu mengandung mineral K, Ca, Cl, F, Na, Mg dan sulfur, dan terdapat vitamin yang larut dalam lemak seperti A, D dan E serta vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin C, D, B (thiamin, riboflavin, niacin, pantothenic, asam folat, biotin, piridoxin dan vitamin B12) (Buckle et al., 1985).

14 2.8. Protein Susu Protein susu merupakan material utama yang terdapat dalam susu. Bahan utama pembentuk protein susu adalah peptida, plasma protein dan asam-asam amino bebas didalam darah. Bahan tersebut kemudian disintesis di dalam sel epitel untuk menghasilkan protein susu yang berupa kasein, beta laktoglubulin dan alpha laktalbumin, sedangkan serum albumin darah, immunoglobulin dan gamma kasein langsung di peroleh dari darah tanpa mengalami perubahan (Winkantadi, 1978). Kandungan protein pada susu berkisar antara 2,8-4,0% (Eckles et al., 1957). Standar Nasional Indonesia menetapkan bahwa susu sapi segar minimal memiliki kadar protein sebesar 2,8% (Badan Standarisasi Nasional, 2011). Protein susu terdiri atas kasein (80%), laktalbumin (18%) dan laktoglobulin (0,05-0,07%) (Soeparno et al., 2001). Kandungan protein susu dipengaruhi oleh protein darah dan aliran darah ke kelenjar ambing. Peningkatan sintesis protein susu pada kelenjar ambing akan meningkatkan laju protein pakan di dalam saluran pencernaan, apabila protein dalam saluran pencernaan tidak dapat mencukupi kebutuhan untuk sintesis protein susu maka akan terjadi katabolisme otot untuk memenuhi kebutuhan sintesis protein susu (Collier, 1985). Kandungan protein dalam darah sebanding dengan kandungan protein susu yang di sekresikan kelenjar ambing (Oldam, 1994). Proses sintesis protein susu terjadi pada sel epitel kelenjar ambing dan dikontrol oleh DNA dengan tahapan replikasi, transkripsi dan translasi (Parakasi, 1999)