MULTIMEDIA INTERAKTIF SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBELAJARAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN SAINS

dokumen-dokumen yang mirip
KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

RASIONAL KURIKULUM 2013

Pembelajaran Matematika SD

LAPORAN ANALISIS KURIKULUM 2013

KONSEP KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh

RASIONAL KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I MENGENAL PENILAIAN KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. pergeseran paradigma pembangunan dari abad ke-20 menuju abad ke-21.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi semakin berkembang

TELAAH KRITIS SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medium yang secara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

R PENGEMBANGAN MODUL INTERAKTIF LITERASI SAINS UNTUK PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PRODUKSI PANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 299 Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan,

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

DASAR-DASAR PEMBELAJARAN FISIKA

Manfaat Komputer dan Teknologi Informasi dalam Bidang Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

Melatih Literasi Matematika Siswa dengan Soal PISA Nabilah Mansur Pascasarjana, Universitas Negeri Malang, Malang

Pendekatan Etnosains dalam Proses Pembuatan Tempe terhadap Kemampuan Literasi Sains

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya mempunyai akhlak mulia, tetapi juga mempunyai kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

INDONESIAKU 9/17/2013 NEGERI SURGA YANG TER DI MUKA BUMI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lingtang Ratri Prastika, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang Dasar RI Tahun 1945, sedangkan perbedaannya terletak pada penekanan

psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, dan sumber daya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi manusia dan berperanguh besar terhadap kemajuan suatu bangsa.

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA ANIMASI PADA PEMBELAJARAN KOMPETENSI DASAR MEMPERBAIKI SISTEM STARTER TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN. daya manusianya (SDM) dan kualitas pendidikannya. Tingkat pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DITINJAU DARI UNSUR KETERBACAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam dasawarsa ini. Bahkan teknologi seperti

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI GURU SD DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu dan teknologi bekembang dengan pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

MULTIMEDIA INTERAKTIF SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBELAJARAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN SAINS Linda Lia Universitas PGRI Palembang email: lindalia_burhan@yahoo.com Abstrak: Metode penulisan yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah deskriptif yaitu mendeskripsikan sebuah gagasan yang berisi ide untuk memecahkan suatu persoalan. Tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui kondisi kekinian pendidikan dalam bidang sains, solusi terhadap permasalahan pendidikan, multimedia interaktif dalam pembelajaran sains, implementasi dari multimedia interaktif, pihak-pihak yang dapat berkontribusi. Siswa Indonesia memperoleh nilai yang rendah pada domain literasi sains yaitu peringkat 64 dari 65 negara berdasarkan hasil evaluasi PISA. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Pemerintah menawarkan pendekatan saintifik pada pembelajaran sains sesuai dengan kurikulum 2013 sebagai solusi akan permasalahan tersebut. Perkembangan multimedia interaktif saat ini dapat dipadankan dengan model pembelajaran dalam pendekatan saintifik pada pembelajaran sains. Sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu cara dalam mengatasi permasalahan pendidikan dalam bidang sains khususnya untuk memperbaiki nilai literasi sains siswa Indonesia pada ajang PISA di tahun berikutnya. Saran yang dapat diberikan yaitu bagi pengembang media hendaknya dalam mengembangkan multimedia interaktif memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Selanjutnya, bagi pendidik hendaknya penggunaan media pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan ketersediaan media yang ada. Kata kunci: multimedia interaktif, pembelajaran sains PENDAHULUAN Berdasarkan hasil studi PISA (Programme for International Student Assessment), Indonesia memperoleh peringkat 64 dari 65 negara karena itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyebutkan bahwa pendidikan Indonesia saat ini dalam kondisi darurat, pendidikan Indonesia jalan di tempat sementara negara lain sedang bersiap memenangkan pertarungan dunia (Wahyudi, 2014). Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha perbaikan dalam proses pembelajaran di sekolah. Domain PISA salah satunya adalah literasi sains. PISA 2006 mendefinisikan literasi sains (OECD, 2013) sebagai berikut: (1) pengetahuan ilmiah seorang individu dan penggunaannya dalam mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, menarik kesimpulan berdasarkan bukti tentang isu sainsterkait; (2) pemahaman tentang ciri-ciri sains sebagai bentuk pengetahuan manusia dan penyelidikan; (3) kesadaran tentang bagaimana sains dan teknologi membentuk materi, lingkungan intelektual dan budaya; (4) kesediaan untuk terlibat dengan isu sains dan ide-ide sains terkait, sebagai reflektif seorang warga. Nilai literasi sains yang diperoleh siswa Indonesia juga rendah. Sulistiawati (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2012 skor rata-rata literasi sains siswa Indonesia mencapai 373 yang mana skor rata-rata internasional adalah 501. 132

Multimedia Interaktif, Linda Lia. 133 Perkembangan era informasi saat ini memungkinkan tersedianya informasi dalam berbagai bentuk tanpa batas yang dapat diakses dengan mudah dan cepat. Dalam usaha pengumpulan dan penyajian informasi tersebut diperlukan media sebagai alat bantu atau perantara. Kehidupan pada zaman ini tidak lepas dari media. Menurut Miarso (2011) dampak dari perkembangan media berpotensi untuk tumbuh dan berkembangnya masyarakat belajar sehingga dalam setiap kegiatan belajar-mengajar potensi media tidak mungkin diabaikan. Adanya potensi media dan teknologi yang meningkat pada saat ini dapat dimanfaatkan oleh pendidik yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang baik bagi siswa khususnya pada pembelajaran sains. Dalam perkembangannya, media dapat digabung dengan media lain yang disebut dengan multimedia. Selanjutnya, multimedia dapat menimbulkan interaksi yang disebut dengan multimedia interaktif. Miarso (2011) menjelaskan bahwa pada multimedia interaktif, siswa tidak hanya memperhatikan penyajian atau objek, tetapi dipaksa berinteraksi selama mengikuti pembelajaran. Oleh sebab itu, tulisan ini diberi judul, Multimedia Interaktif Sebagai Salah Satu Alternatif Pembelajaran Dalam Bidang Pendidikan Sains. Rumusan masalah yang dapat diangkat dalam tulisan ini, yaitu (1) bagaimana kondisi kekinian pendidikan dalam bidang sains?; (2) apakah solusi terhadap permasalahan pendidikan?; (3) apa yang dimaksud dengan multimedia interaktif dalam pembelajaran sains;? (4) bagaimana implementasi dari multimedia interaktif?; dan (5) siapa saja pihak-pihak yang dapat berkontribusi? Tujuan dalam tulisan ini, yaitu (1) untuk mengetahui kondisi kekinian pendidikan dalam bidang sains?; (2) untuk mengetahui solusi terhadap permasalahan pendidikan?; (3) untuk mengetahui multimedia interaktif dalam pembelajaran sains;? (4) untuk mengetahui implementasi dari multimedia interaktif?; dan (5) untuk mengetahui pihak-pihak yang dapat berkontribusi? Manfaat yang akan didapat dari tulisan ini, yaitu (1) bagi pendidik, dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses pembelajaran di sekolah; (2) bagi peneliti dapat dijadikan sebagai bahan referensi yang berkaitan dengan pengembangan multimedia interaktif dalam pembelajaran sains. A. Kondisi Kekinian Pendidikan dalam Bidang Sains Kondisi pendidikan dalam bidang sains saat ini sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil studi PISA pada literasi sains, Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara yang tergabung dalam OECD. Capaian literasi sains siswa Indonesia dari tahun 2000 sampai 2012 dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tahun studi Skor rata-rata Indonesia Tabel.1 Capaian Literasi Sains Siswa Skor rata-rata Internasional Peringkat Indonesia Jumlah negara peserta 2000 393 500 38 41 2003 395 500 38 40 2006 393 500 50 57 2009 383 500 60 65

134 JURNAL INOVASI DAN PEMBELAJARAN FISIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, NOVEMBER 2015. Tahun studi Skor rata-rata Indonesia Skor rata-rata Internasional Peringkat Indonesia Jumlah negara peserta 2012 373 501 64 65 (Sulistiawati, 2013) Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa skor rata-rata Indonesia mengalami kenaikan pada tahun 2000 sampai 2003 yaitu 393 menjadi 395 dengan skor rata-rata internasional 500. Akan tetapi, skor rata-rata Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2006 sampai 2009 yaitu 393 dan 383 dengan skor rata-rata internasional 500. Selanjutnya, pada tahun 2012 skor rata-rata Indonesia yang diperoleh yaitu 373 dengan skor rata-rata internasional 501. Sehingga, capaian literasi sains dapat dikatakan masih rendah dibandingkangkan dengan negara-negara lain. Rendahnya tingkat literasi sains yang diperoleh siswa Indonesia harus dapat dijadikan cerminan dari kualitas pendidikan saat ini. Hal ini mengindikasi bahwa ada banyak hal yang harus diperbaiki dalam sistem pendidikan di Indonesia baik dari segi input, proses, maupun output pendidikan. Tugas perbaikan ini tidak hanya dibebankan kepada pendidik akan tetapi oleh semua pihak agar pendidikan kita tidak jauh tertinggal oleh negara-negara lain. Hasil penilaian yang diperoleh berdasarkan evaluasi PISA sangat penting untuk diketahui oleh semua pihak karena dapat digunakan dalam pengambilan keputusan kebijakan tertentu khususnya pendidikan. Tujuan dari PISA adalah untuk mengukur seberapa jauh siswa menjelang akhir wajib belajar dan juga untuk memantau hasil dari sistem pendidikan (OECD, 2009). Dari hasil tersebut dapat diketahui tingkat pengetahuan dan keterampilan siswa dalam partisipasinya di masyarakat. PISA dikelola oleh Direktorat Pendidikan di OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Asesmen pada PISA telah distandarisasi dan dikembangkan oleh negara-negara partisipan untuk mengukur kemampuan siswa berusia 15 tahun. Salah satu domain yang dinilai pada PISA adalah literasi sains. Evaluasi PISA diselenggarakan oleh OECD setiap tiga tahun sekali secara berkala yaitu dimulai pada tahun 2000 dan dilanjutkan pada tahun 2003, 2006, 2009, 2012, 2015, dan seterusnya. B. Solusi terhadap Permasalahan dalam Pendidikan Pengembangan kurikulum 2013 merupakan langkah yang dilakukan pemerintah dalam rangka pelaksanaan perbaikan pendidikan di Indonesia. Pengembangan ini merupakan lanjutan dari pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tahun 2004 dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006. Ada beberapa tantangan baik internal maupun eksternal yang harus dihadapi dalam pengembangan kurikulum 2013. Tantangan internal yang harus dihadapi dalam pengembangan kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2013) yaitu: 1) Tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan; 2) faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Tantangan eksternal yang harus dihadapi dalam pengembangan kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2013) yaitu: 1) Tantangan masa depan berupa: (a) Globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC, CAFTA; (b) Masalah lingkungan hidup; (c)

Multimedia Interaktif, Linda Lia. 135 Kemajuan teknologi informasi; (d) Konvergensi ilmu dan teknologi, (e) Ekonomi berbasis pengetahuan; (f) Kebangkitan industri kreatif dan budaya; (g) Pergeseran kekuatan ekonomi dunia; (h) Pengaruh dan imbas teknosains; (i) Mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan dan (j) Materi TIMSS dan PISA; 2) kompetensi yang diharapkan pada diri orang Indonesia di masa depan yakni: (a) kemampuan berkomunikasi; (b) kemampuan berpikir jernih dan kritis; (c) kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan; (d) kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab; (e) kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda; (f) kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal; (g) memiliki minat luas dalam kehidupan; (h) memiliki kesiapan untuk bekerja; (i) memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya; (j) memiliki rasa tanggungjawab terhadap lingkungan; 3) perkembangan pengetahuan dan pedagogi, yakni perkembangan Neurologi, Psikologi dan Observation based [discovery] learning dan Collaborative learning; 4) fenomena negatif yang mengemuka seperti : perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian (contek, kerpek), gejolak masyarakat (social unrest); 5) persepsi masyarakat meliputi: terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif, beban siswa terlalu berat, kurang bermuatan karakter. Pada tantangan eksternal salah satunya adalah materi PISA artinya kurikulum 2013 dipersiapkan salah satunya dalam rangka menghadapi PISA. Ini disebabkan karena berdasarkan laporan PISA, nilai literasi siswa Indonesia masih rendah baik litersai membaca, literasi matematika dan khususnya nilai literasi sains yang cenderung mengalami penurunan pada tahun berikutnya. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus disiapkan dengan baik oleh guru. Proses pembelajaran yang diamanatkan oleh kurikulum 2013 adalah proses pembelajaran yang dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Proses pembelajaran yang dimaksud menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Kemdikbud (2014) menjelaskan bahwa dalam pendekatan saintifik atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran induktif melihat fenomena spesifik kemudian menarik kesimpulan secara keseluruhan sedangkan penalaran deduktif sebaliknya. Seorang ilmuan dalam metode ilmiahnya melihat fenomena atau bukti-bukti yang spesifik kemudian menyimpulkannya secara menyeluruh. Berdasarkan pernyataan di atas pada kurikulum 2013 seorang guru dianjurkan menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajaran sains atau IPA. Pendekatan ini merupakan upaya dalam rangka perbaikan pembelajaran sains. Pada pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa model pembelajaran (Kemdikbud, 2014) yaitu: 1) Model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) Model pembelajaran ini menggunakan proyek/kegiatan sebagai inti pembelajaran. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk

136 JURNAL INOVASI DAN PEMBELAJARAN FISIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, NOVEMBER 2015. menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. 2) Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) Model pembelajaran ini lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. 3) Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) Model pembelajaran ini dirancang agar peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Model-model pembelajaran di atas dapat dijadikan suatu solusi bagi guru dalam mengatasi permasalahan dalam pembelajaran sains. Ketiga model pembelajaran di atas menggunakan pendekatan ilmiah. Dimana pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik mampu menggabungkan perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Sehingga siswa mampu bersikap ilmiah seperti seorang ilmuan dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. C. Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Sains Media, bentuk jamak dari perantara, merupakan sarana komunikasi yang merujuk pada apa saja yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima (Smaldino, Lowther, & Russell, 2012). Media dapat digunakan dalam proses pembelajaran yang disebut dengan media pembelajaran. Miarso (2011) menjelaskan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja. Media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu (1) media penyaji; (2) media objek; (3) media interaktif. Media dapat dikombinasi dengan media lain yang disebut dengan multimedia. Secara umum, multimedia adalah gabungan dari berbagai media. Multimedia dalam pembelajaran adalah kombinasi dari berbagai media yang terdiri dari teks, grafis, gambar diam, animasi, suara dan video (Purwanto & Kusnandar, 2005). Selanjutnya, dengan semakin berkembangnya teknologi, multimedia berkembang menjadi multimedia pembelajaran interaktif. Multimedia pembelajaran interaktif dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari berbagai media yang dikemas (diprogram) secara terpadu dan interaktif untuk menyajikan pesan pembelajaran tertentu (Purwanto & Kusnandar, 2005). Interaktif yang dimaksud yaitu komunikasi timbal balik antara komputer dan user. Input data yang diberikan oleh user dapat direspon komputer sehingga memunculkan interaksi. Menurut Miarso (2011) terdapat tiga macam interaksi yang dapat diidentifikasi, yaitu: (1) siswa berinteraksi dengan sebuah program, misalnya mengisi blanko; (2) siswa berinteraksi dengan mesin, misalnya mesin pembelajaran, simulator, laboratorium bahasa, atau terminal komputer; (3) mengatur interaksi antarsiswa secara teratur tetapi tidak terprogram, misalnya permainan pendidikan atau simulasi.

Multimedia Interaktif, Linda Lia. 137 Program multimedia dilandasi oleh teori belajar behaviorisme yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku. Menurut Purwanto & Kusnandar (2005) menjelaskan bahwa berdasarkan teori belajar behaviorisme lahirlah prinsipprinsip pembelajaran dimana pengembangan multimedia hendaknya memperhatikan hal-hal berikut: (1) Memperkuat respon pengguna secepatnya dan sesering mungkin; (2) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol laju kecepatan belajarnya sendiri; (3) memperhatikan bahwa siswa mengikuti suatu urutan yang koheren dan terkendalikan; (4) memberikan kesempatan adanya partisipasi dari pengguna dalam bentuk respon baik berupa jawaban, pemilihan, keputusan, percobaan dan lain-lain. Purwanto & Kusnandar (2005) menjelaskan bahwa program multimedia interaktif memiliki sejumlah kelebihan dibanding dengan media lainnya, yaitu: 1) Fleksibel artinya pemberian kesempatan untuk memilih isi setiap bidang yang disajikan dan juga fleksibel dalam waktu dan penggunaannya. 2) Self-pacing artinya bersifat melayani kecepatan belajar individu. 3) Content-rich artinya program menyediakan informasi yang cukup banyak. 4) Interaktif artinya program memberikan kesempatan kepada pengguna untuk memberikan respon yang akhirkan akan direspon oleh multimedia. 5) Individual artinya program sudah dirancang dan disediakan untuk memenuhi minat kebutuhan individu. Berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran dan kelebihan dalam multimedia interaktif maka pada pembelajaran sains yang menggunakan pedekatan saintifik dapat dipadankan dengan multimedia interaktif. Dengan demikian, pembelajaran sains akan dapat lebih menarik dan juga bermakna bagi siswa. Siswa dapat berinteraksi dengan media yang kaya isi dan bisa menyesuaikan kecepatan belajar masingmasing. Pembelajaran tidak terbatas hanya di ruang kelas akan tetapi dapat dilakukan di luar kelas. Hal dapat menjadi solusi dalam permasalahan pembelajaran sains. D. Implementasi Multimedia Interaktif Menurut Purwanto & Kusnandar (2005) format sajian multimedia interaktif bisa dikelompokkan dalam format penyampaian pesan sebagai berikut: 1) Tutorial adalah program yang dalam penyampaian materinya dilakukan secara tutorial sebagaimana layaknya tutorial yang dilakukan oleh guru atau instruktur. Program ini berisi informasi yang disajikan dengan teks, gambar baik diam atau bergerak, dan grafik. 2) Drill and Practice adalah program yang menyediakan serangkaian soal atau pertanyaan yang biasanya ditampilkan secara acak. Tujuan program ini yaitu untuk melatih pengguna sehingga memiliki kemahiran dalam suatu keterampilan atau memperkuat penguasaan suatu konsep. 3) Simulasi adalah program yang mecoba menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya untuk simulasi pesawat terbang dimana pengguna seolah-olah

138 JURNAL INOVASI DAN PEMBELAJARAN FISIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, NOVEMBER 2015. melakukan aktifitas menerbangkan pesawat terbang. 4) Percobaan atau eksperimen adalah program yang menyediakan serangkaian peralatan dan bahan, kemudian pengguna bisa melakukan percobaan sesuai petunjuk yang ada. 5) Permainan (games) adalah program yang menyediakan bentuk permainan yang mengacu pada proses pembelajaran dimana dapat terjadi aktifitas belajar sambil bermain. Multimedia interaktif dapat disebut juga dengan pembelajaran berbasis komputer (PBK) atau computer based Instruction (CBI). Rusman (2009) menjelaskan model pembelajaran PBK dapat dikelompokan menjadi empat yaitu model drill, model tutorial, model simulasi, dan model instructtion games. Berdasarkan berbagai macam format penyajian multimedia interaktif atau model PBK dapat digunakan dalam pembelajaran sains. Pembelajaran sains yang menggunakan pendekatan saintifik juga memiliki berbagai macam model pembelajaran yaitu model pembelajaran berbasis proyek, model pembelajaran penemuan, dan model pembelajaran berbasis masalah. Semua model tersebut dapat dipadankan dengan multimedia interaktif dalam implementasinya pada pembelajaran sains. E. Pihak-pihak yang Berkontribusi Permasalahan pendidikan dalam bidang sains hendakanya dapat dipecahkan secara bersama-sama oleh semua pihak. Pihak-pihak yang dapat berkontribusi dalam hal ini, yaitu: 1) Pemerintah Pemerintah dapat memberikan dukungan yang penuh terhadap program pendidikan dan memberikan kebijakan maupun saran dalam permasalahan pendidikan. 2) Pendidik yaitu guru dan dosen Seorang pendidik harus memunculkan sifat kreatif baik dalam perencanaan dan proses pembelajaran, misalnya penggunaan multimedia interaktif dalam pembelajaran sains akan tetapi harus diperhatikan juga kebutuhan siswa. 3) Pengembang media Program-program multimedia interaktif tidak akan tercipta tanpa adanya pengembang. Pengembang hendaknya memperhatikan prinsipprinsip pembelajaran dalam mengembangkan multimedia interaktif sehingga sesuai dengan kebutuhan siswa. Proses pengembangan prgram multimedia interaktif yaitu dimulai dengan penyusunan garis besar isi program media (GBIPM), pembuatan flowchart, penulisan naskah, pelaksanaan produksi (Purwanto & Kusnandar, 2005). 4) Ahli pendidikan Saran atau kritikan dari ahli pendidikan sangat penting dalam pendidikan khususnya dalam pengembangan multimedia interaktif. 5) Siswa Siswa harus memanfaatkan multimedia interaktif yang telah ada sebagai salah satu sumber belajar. Semua pihak di atas harus bekerja sama dan melaksanakan peran masing-masing dengan penuh tanggung jawab dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan khususnya

Multimedia Interaktif, Linda Lia. 139 pendidikan sains. Dengan adanya multimedia interaktif dalam pembelajaran sains yang menggunakan pendekatan saintifik maka diharapkan dapat meningkatakan literasi sains siswa Indonesia di tahun berikutnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kondisi pendidikan dalam bidang sains cukup mengkhawatirkan berdasarkan hasil evaluasi PISA. Siswa Indonesia memperoleh nilai yang rendah pada domain literasi sains. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya dengan melakukan pengembangan kurikulum 2013. Pendekatan saintifik pada pembelajaran sains yang diamanatkan dalam kurikulum 2013 dapat menjadi jawaban atas permasalahan sains saat ini. Ada beberapa macam model pembelajaran dalam pendekatan saintifik tersebut yaitu model pembelajaran berbasis proyek, model pembelajaran penemuan, dan model pembelajaran berbasis masalah. Adanya perkembangan informasi dan teknologi memunculkan timbulnya berbagai media pembelajaran, misalnya multimedia interaktif. Multimedia interaktif memiliki banyak kelebihan dibanding dengan media lain yaitu fleksibel, self-pacing, content-rich, interaktif, dan individual. Format penyajian multimedia interaktif yaitu dengan tutorial, Drill and Practice, simulasi, percobaan atau eksperimen, dan permainan (games). Dengan adanya keunggulan dari multimedia interaktif dapat diimplematasikan dengan menggabungkan multimedia interaktif dengan model pembelajaran dalam pendekatan saintifik pada pembelajaran sains. Sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu cara dalam mengatasi permasalahan pendidikan dalam bidang sains khususnya untuk memperbaiki nilai literasi sains siswa Indonesia pada ajang PISA di tahun berikutnya. Dukungan dari semua pihak sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan pendidikan dalam bidang sains. Pihak-pihak yang dapat berkontribusi adalah pemerintah, pendidik yaitu guru dan dosen, pengembang media, ahli pendidikan, dan siswa. Saran yang dapat diberikan yaitu bagi pengembang media hendaknya dalam mengembangkan multimedia interaktif memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Selanjutnya, bagi pendidik hendaknya penggunaan media pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan ketersediaan media yang ada. DAFTAR PUSTAKA Kemdikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran SMP/Mts IPA. Jakarta: Kemdikbud.. (2014). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran IPA SMP/Mts. Jakarta: Kemdikbud. Miarso, Y. (2011). Media Pembelajaran. Dalam Y. Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan (hal. 457-466). Jakarta: Kencana. OECD. (2009). Take the Test: Sample Questions from OECD s PISA Assessments. OECD Publishing www.oecd.org/publishing/corrigenda.. (2013). PISA 2012 Assessment and Analytical Framework: Mathematics, Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. OECD Publishing http://dx.doi.org/10.1787/97892641905 11-en. Purwanto, & Kusnandar. (2005). Multimedia Interaktif. Dalam Purwanto, Jejak Langkah Perkembangan Teknologi Pendidikan di Indonesia (hal. 151-159). Jakarta: Pustekkom.

140 JURNAL INOVASI DAN PEMBELAJARAN FISIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, NOVEMBER 2015. Rusman. (2009). Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran. Bandung: UPI. Smaldino, S. E., Lowther, D. L., & Russell, J. D. (2012). Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar. Jakarta: Kencana. Sulistiawati. (2013). Tantangan Indonesia di masa Depan dalam Bidang Pendidikan Sains (Evaluasi Literasi Sains Siswa Indonesia dari Hasil PISA 2000 s.d. 2012). Seminar Pendidikan Nasional (hal. 753-767). Palembang: UPGRI Palembang. Wahyudi, I. (2014, Desember 1). Mendikbud : pendidikan Indonesia dalam kondisi gawat darurat. Dipetik September 10, 2015, dari Antaranews.com: http://www.antaranews.com/berita/467 070/mendikbud--pendidikan-indonesiadalam-kondisi-gawat-darurat