BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin. maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan, hukum adat dan hukum agama. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

AKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM UPACARA PERKAWINAN NYENTANA DI KABUPATEN TABANAN BALI JURNAL UNTUK SKRIPSI UNIVERSITAS TELKOM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 2 Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya. Masyarakat di Bali mayoritas memeluk agama Hindu, sehingga adat dan budayanya bernafaskan Hindu Bali. Adat dan budaya diwarisi secara turun temurun karena dianggap baik dan dipertahankan oleh masyarakat setempat. Terbukti dari eksistensi budaya yang masih dilangsungkan hingga saat ini. Adat dan budaya Bali sangat kompleks dan menyangkut aktivitas kehidupan manusia sehari-hari dan juga menyangkut tentang perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Sudarsana, 2003:4). Perkawinan merupakan salah satu fase dalam hidup manusia. Dikatakan penting karena, perkawinan dapat mengubah status hukum seseorang. Semula dianggap belum dewasa dengan dilangsungkannya perkawinan, dapat menjadi dewasa atau yang semula dianggap anak muda dengan perkawinan akan menjadi suami istri, dengan konsekuensi yuridis dan sosiologis yang menyertainya. Demikian pentingnya perkawinan itu sehingga dapat dilangsungkan setelah berbagai persyaratan yang ditentukan dalam hukum negara (dalam hal ini UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan) maupun hukum adat (dalam hal ini hukum adat Bali), dipenuhi oleh calon pengantin, baik dalam hubungan dengan bentuk perkawinan maupun tata cara melangsungkannya (Windia, 2014:1). Perkawinan merupakan hal yang dianggap penting dan sangat sakral oleh masyarakat Hindu-Bali. Perkawinan sangat sakral terbukti dalam lontar Agastya Parwa. Lontar Agastya Parwa adalah kitab suci agama Hindu yang mengatur tentang upacara dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dalam lontar tersebut membahas tentang perkawinan yang menjadi salah satu dari empat jenjang hidup 1

manusia yaitu Grehasta. Grehasta adalah masa manusia wajib berumah tangga, hidup berpasangan dan melahirkan keturunan (Agastya, Abad ke-4 M). Masyarakat Indonesia pada umumnya menganut sistem pewarisannya bersifat patrilineal (garis kebapakan) berarti istri ikut di lingkungan kerabat suami. Sistem patrilineal merupakan tahapan dan proses perkawinan yang semuanya dilakukan di rumah mempelai pria. Patrilineal adalah keluarga yang mengutamakan garis keturunan pihak bapak. Pada keluarga Patrilineal, bapak memiliki status yang lebih tinggi dengan peran dan kewajiban yang lebih besar dalam budaya keluarga. Begitu pula dengan sistem kekerabatan di Bali juga menganut sistem patrilineal (Windia, 2009:14). Banyak kasus perkawinan di Bali seorang anak laki-laki kehilangan hak mewarisnya karena melakukan perkawinan yang dinilai bertentangan dengan adat yang berlaku seperti menikah kepihak wanita, menikah pindah agama dan lain-lain. Dalam perkawinan adat di Bali, terdapat tiga bentuk perkawinan, yaitu Perkawinan Biasa, Perkawinan Pada Gelahang dan Perkawinan Nyentana. Perkawinan biasa merupakan bentuk perkawinan yang paling umum dilakukan di Bali. Dalam Perkawinan Biasa, semua tahapan perkawinan dilakukan di rumah mempelai pria, dan karena masyarakat Bali memberlakukan sistem patrilineal, dalam pelaksanan upacara perkawinan, mulai dari pengurusan legalitas perkawinan dimata hukum dan adat, penentuan hari baik serta seluruh biaya yang dikeluarkan untuk hajatan tersebut menjadi tanggung jawab pihak keluarga laki-laki. Pelaksanaan upacara pun dilakukan di kediaman keluarga pihak laki-laki (Windia, 2009:18). Perkawinan Pada Gelahan adalah perkawinan yang didasari atas sama-sama anak tunggal, maupun pihak laki-laki tidak mau melepas status purusa (status lakilaki) sehingga keduanya mempelai berstatus purusa (laki-laki). Sehingga mempelai harus menerima dua tanggung jawab dan kewajiban (swadharma), yaitu meneruskan tanggung jawab keluarga istri dan juga meneruskan tanggung jawab keluarga suami (Sudarsana, 2003:77). Perkawinan Nyentana adalah perkawinan yang unik dan memiliki problema yang sangat menarik untuk diteliti karena tidak sesuai dengan adat yang berlaku umumnya. Perkawinan Nyentana adalah perkawinan dilangsungkan antara seorang 2

laki-laki dengan seorang perempuan, dimana pihak laki-laki yang meninggalkan rumahnya dan melangsungkan upacara perkawinan di kediaman istrinya, kemudian bertanggung jawab penuh meneruskan kewajiban orang tua serta leluhur istrinya secara sekala (alam nyata) maupun niskala (alam gaib) (Windia, 2009:19-22). Menurut Drs. I Wayan Tontra, M.M (Ketua Majelis Madya Desa Pekraman Kabupaten Tabanan) setiap upacara perkawinan memiliki tata cara atau aturan tersendiri. Aturan dalam perkawinan Nyentana dengan perkawinan yang umumnya dilakukan dalam masyarakat kebanyakan juga sedikit unik. Dalam perkawinan biasa, lazimnya seorang laki-laki yang melamar seorang wanita untuk dijadikan istrinya. Namun dalam perkawinan Nyentana mempelai wanitalah yang melamar mempelai pria untuk dijadikan istri dan keturunannya akan menjadi milik dan melanjutkan keturunan keluarga mempelai wanita. Motif utama Nyentana adalah kekhawatiran tidak ada yang melanjutkan keturunan dalam keluarga tersebut. Pada perkawinan pada umumnya setiap mempelai memiliki status sesuai dengan gender masing-masing. Berbeda halnya dengan perkawinan Nyentana, yaitu status perempuan telah diubah menjadi laki-laki dan laki-laki berstatus perempuan. Perbahan status dan kedudukan perempuan menjadi laki-laki melalui prosesi upacara adat yang dinamakan putrika. Prosesi putrika harus disaksikan oleh tri saksi (tiga saksi) yaitu Tuhan, Leluhur dan masyarakat dan disetujui oleh keluarga serta disahkan oleh perangkat desa adat. Jika kelurga putrika tidak menyetujui terjadinya prosesi putrika, maka prosesi putrika tidak boleh dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan peralihan kekayaan baik yang berupa benda materiil mapun yang berupa non materiil seperti sanggah dan leluhur. Setelah prosesi putrika tersebut wanita memiliki hak dan tangung jawab untuk menjadi ahli waris dan meneruskan garis keturunan keluarganya. Secara otomatis semenjak terjadinya putrika ia juga memiliki tangungjawab sebagai kepala keluarga dan sebagai kepala rumah tangga. Sebagai kepala keluarga putrika juga mempunyai kewajiban untuk memenuhi semua kebutuhan keluarganya, termasuk kebutuhan orangtuanya. Ia juga menjadi penentu setiap keputusan yang akan diambil oleh keluarga, berkaitan dengan permasalahan yang ada di keluarganya. Sedangkan lakilaki yang Nyentana mempunyai tangungjawab dan kewajiban sebagaimana 3

layaknya perempuan dalam rumah tangga. Ia membantu mempelai wanita untuk menjalankan roda perekonomian keluarga serta mengurus anak-anak. Dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keluarga ia mesti meminta persetujuan dari mempelai wanita terlebih dahulu. Salah satu pasangan perkawinan pada kabupaten Tabanan menjadi sorotan karena melakukan Perkawinan Nyentana kemudian mempelai pria kembali ke rumahnya dan melakukan perkawinan ulang bersama pasangannya (perkawinan biasa). Pasangan tersebut melakukan perjanjian dengan anak pertama menjadi penerus pihak perempuan, kemudian anak yang lahir setelah perkawinan ulang menjadi hak keluarga laki-laki. Hal ini memperlihatkan Perkawinan Nyentana masih memiliki beberapa persoalan dan kurang dikehendaki sehingga pasangan tersebut memutuskan untuk melakukan perkawinan ulang walaupun dengan pasangan yang sama. Perkawinan ulang dilakukan untuk mengembalikan status mempelai pria sebagai kepala rumah tangga. Menurut Prof. Dr. IB.Gunada, M.Si (Ida Pedanda Rai Manuaba), Perkawinan Nyentana hingga saat ini masih diperdebatkan. Kondisi ini sebenarnya tidak berlebihan karena menyangkut sistem pewarisan dan tentang keturunan dan kehilangan hak waris. Perkawinan Nyentana berlaku hanya di Kabupaten Tabanan, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Negara. Saat ini, banyak yang meninggalkan atau kurang setuju dengan Perkawinan Nyentana karena takut akan mitos Meraga purusa kapastu yening nenten nuntun swadarma kapining hyang guru (seorang pria yang meninggalkan kewajibannya terhadap leluhur akan mendapat kutukan atau hidupnya akan menemui kesulitan). (Prof. Dr. IB.Gunada, M.Si / Ida Pedanda Rai Manuaba. Tabanan 10 Januari ) Menurut pasangan Perkawinan Nyentana lainnya, mereka melakukan perkawinan ini berdasarkan atas saran dari keluarga dan masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Sehingga mereka tidak takut dengan adanya kutukan tersebut karena pengantin pria maupun wanita masih dalam satu garis keturunan. Atas konsekwensi inilah yang mengakibatkan Perkawinan Nyentana banyak ditentang oleh masyarakat Bali khususnya yang berada di wilayah Karangasem. Menurut Kepala divisi pelayanan perkawinan dan perceraian catatan sipil Kabupaten Tabanan jumlah pasangan yang melakukan Perkawinan Nyentana 4

kurang dari 1% per tahun atau sekitar 20 pasangan pertahun. Hal tersebut membuat upacara perkawinan ini sulit ditemukan dan belum dikenal secara menyeluruh di Bali. Tabel 1.1 Persentase pelaksanaan berdasarkan jenis Perkawinan di Kabupaten Tabanan Januari 2015 Desember 2015 No 1 2 3 Jenis Perkawinan di Bali Persentase Nominal Perkawinan Biasa/Umum 98,5% 3.479 pasang Perkawinan Pada Gelahan 0,9% 28 pasang Perkawinan Nyentana 0,6% 22 pasang Sumber: Data Catatan Sipil Kabupaten Tabanan Tahun 2015 Dalam penelitian mengenai upacara Perkawinan Nyentana di di Kabupaten Tabanan Bali, peneliti akan membahas mengenai aktivitas komunikasi yang ada di dalamnya. Aktivitas komunikasi sama artinya dengan mengidentifikasikan peristiwa komunikasi dan atau proses komunikasi. Proses atau peristiwa komunikasi yang dibahas adalah proses komunikasi yang khas yang dapat dibedakan dengan proses komunikasi yang dibahas pada konteks komunikasi yang lain (Kuswarno, 2008:41). Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengambil tema penelitian mengenai upacara perkawinan adat Hindu-Bali karena adanya keunikan dalam masyarakat menjadi alasan ketertarikan peneliti untuk meneliti lebih lanjut. Khususnya peneliti melakukan penelitian ini karena Perkawinan Nyentana memiliki keunikan dan banyak masyarakat Bali sendiri yang belum mengetahui tentang perkawinan tersebut membuat peneliti tertarik untuk membahas penelitian ini lebih lanjut. Untuk membantu peneliti dalam membahas penelitian mengenai Upacara Perkawinan Nyentana di Bali dibutuhkan suatu metode penelitian yaitu studi etnografi komunikasi untuk meninjau aktivitas komunikasi di dalam perkawinan nyentana. Studi etnografi komunikasi merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 5

1.2 Fokus Penelitian Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka fokus penelitian yang ingin diangkat adalah: Aktivitas komunikasi dalam Perkawinan Nyentana di Kabupaten Tabanan Bali 1.3 Pertanyaan Penelitian Dari pertanyaan penelitian diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang ingin diangkat adalah : 1. Bagaimana Situasi Komunikasi pada Perkawinan Nyentana di Kabupaten Tabanan Bali? 2. Bagaimana Peristiwa Komunikasi pada Perkawinan Nyentana di Kabupaten Tabanan Bali? 3. Bagaimana Tindak Komunikasi pada Perkawinan Nyentana di Kabupaten Tabanan Bali? 1.4 Tujuan Penelitian Atas dasar permasalahan diatas, maka dapat ditetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menggambarkan situasi komunikasi pada Perkawinan Nyentana di kabupaten Tabanan Bali 2. Untuk menggambarkan peristiwa komunikasi pada Perkawinan Nyentana di kabupaten Tabanan Bali 3. Untuk menjelaskan tindak komunikasi pada Perkawinan Nyentana di kabupaten Tabanan Bali 1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan dan masukan bagi penelitian dibidang ilmu komunikasi yang berkaitan dengan aktivitas komunikasi pada upacara perkawinan dalam suatu adat budaya dengan metode etnografi komunikasi, dan perkawinan dalam suatu ikatan adat budaya. Beberapa temuan yang dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi penelitian selanjutnya. Selain 6

itu juga dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi pihak akademisi, khususnya mahasiswa. 1.5.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat dari pasangan yang melaksanakan Perkawinan Nyentana dan dapat menjadi contoh bagaimana pola komunikasi dan pelaksanaan Perkawinan Nyentana tersebut. Dalam penelitian diharapkan akan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang Perkawinan Nyentana di Bali. 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Banjar Abianlalang, Desa Wanasari, Kabupaten Tabanan. Dengan objek penelitiannya yaitu pasangan pelaksana Perkawinan Nyentana. 1.6.2 Waktu Penelitian No Tahapan Des 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept 1 Pra-Penelitian 2 3 4 5 6 Penyusunan Proposal Skripsi Desk Evaluation Proposal Skripsi Pengumpulan Data Primer Pengumpulan Data Sekunder Pengolahan Analisis Data 7 Sidang Skripsi Sumber: Olahan Peneliti 7