BAB I PENDAHULUAN. yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin. maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin. maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Dikatakan penting karena perkawinan dapat mengubah status hukum seseorang, yang semula dianggap sebagai anak muda atau belum dewasa, setelah melangsungkan perkawinan, kemudian dapat dikatakan dewasa dengan berbagai konsekuensi yuridis dan sosiologis yang menyertainya. Perubahan status seseorang setelah melangsungkan perkawinan dapat dicontohkan terkait dengan perubahan hak politiknya, sebagaimana diatur dalam Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan sebagai berikut: Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. 1 Berdasarkan ketentuan Pasal 330 tersebut, dapat diketahui bahwa perkawinan mengubah kedudukan hukum seseorang, dalam arti bahwa orang yang belum dewasa atau belum berumur 21 tahun, belum dapat melakukan perbuatan hukum sebagai orang dewasa, dengan dilangsungkannya perkawinan, meskipun usia seseorang belum 21 tahun, secara yuridis dikatakan dewasa, sehingga seorang tersebut dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana orang yang sudah dewasa. Hal ini juga berlaku dalam hukum adat Bali. Karena seseorang yang semula dianggap anak muda laki-laki (teruna) dan anak muda perempuan (deha) menurut 1 Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1999, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 90

2 2 hukum adat Bali, dengan perkawinan akan menjadi suami istri (alaki-rabi), dengan berbagai konsekuensi yuridis dan sosiologis yang menyertainya dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat hukum adat di Bali (dikenal dengan istilah desa adat atau desa pakraman ) meyakini perkawinan memiliki arti penting karena erat kaitannya dengan tanggung jawab atau kewajiban (dikenal dengan istilah swadharma) seseorang, baik terhadap keluarga maupun masyarakat. Tanggung jawab atau kewajiban tersebut meliputi kewajiban yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan sesuai dengan ajaran agama Hindu (parhayangan), aktivitas kemanusiaan (pawongan) dan aktivitas memelihara lingkungan (palemahan), baik itu untuk kepentingan keluarga maupun masyarakat. Tanggung jawab seseorang dalam masyarakat hukum adat (desa pakraman), dituangkan lebih lanjut dalam aturan yang berlaku di desa pakraman, yang dikenal dengan sebutan awig-awig desa pakraman. Kalau kewajiban yang tertuang dalam awig-awig dilanggar, maka kepada pelanggarnya dapat dikenakan sanksi, mulai yang paling ringan, berupa minta maaf (ngaksama), sampai yang paling berat, dikucilkan (kasepekang). Masyarakat hukum adat di Bali merupakan masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal yang selanjutnya dikenal dengan sebutan purusa atau kapurusa. Berdasarkan sistem kapurusa ini, garis keturunan seseorang dilacak dengan mengikuti garis kapurusa, orang tua laki-laki (ayah), namun dalam hal-hal tertentu dapat juga ditarik dari garis keteurunan perempuan (ibu) yang berstatus kapurusa. Hal itulah yang menyebabkan setiap pasangan suami istri masyarakat hukum adat Bali yang beragama Hindu, sangat berkepentingan untuk memiliki

3 3 keturunan atau anak laki-laki. Alasannya, anak laki-lakilah yang nantinya diharapkan dapat meneruskan garis keturunan keluarganya dan meneruskan tanggung jawab (swadharma), baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dianutnya sistem kekeluargaan patrilineal (kapurusa) oleh masyarakat Bali berpengaruh terhadap pelaksanaan dan bentuk perkawinan bagi masyarakat hukum adat di Bali. Perkawinan bagi masyarakat hukum adat di Bali, pada hakekatnya sama dengan perkawinan sebagaimana diatur di dalam undang-undang perkawinan nasional yang kini berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1), disebutkan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengertian perkawinan menurut hukum adat Bali, dirumuskan sebagai sebuah ikatan suci antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang utama, yang keturunan purusa. 2 Perkawinan adalah samskara atau sakramen, dan termasuk salah satu dari sekian banyak sakramen sejak proses kelahiran atau gharbadana sampai proses upacara kematian atau antyasti. 3 Perkawinan bersifat religius dan obligator atau mengikat, hal ini dihubungkan dengan adanya kewajiban bagi seseorang untuk mempunyai keturunan laki-laki (purusa atau putrika),agar anak tersebut dapat 2 Gde Djaksa, 1976, Hubungan Perkawinan Menurut Hukum Hindu dengan Perkawinan Menurut UU No. 1/1974, Skripsi pada Fakultas Hukum Ul, Jakarta, hlm Gde Pudja, 1983/1984, Pengantar Tentang Perkawinan Menurut Hukum Hindu, Mayasari, Jakarta, hlm. 17.

4 4 menyelamatkan orang tuanya dari neraka. 4 Arti perkawinan menurut umat Hindu merupakan ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dalam rangka mengatur hubungan seks yang layak guna mendapatkan keturunan anak pria dalam rangka menyelamatkan arwah orang tuanya. 5 Dalam hubunganya dengan tujuan perkawinan, maka arti perkawinan bagi umat Hindu dapat dijelaskan, bahwa perkawinan (masa berumah tangga) dipandang sebagai salah satu tingkat kehidupan manusia yang disebut dengan masa grehasta, yaitu masa yang merupakan kelanjutan masa kehidupan brahmacari (masa belajar). Setelah masa berumahtangga (grehasta), seseorang selanjutnya akan memasuki masa wanaprasta(masa mendalami kerohanian). Tingkatan kehidupan terakhir adalah bhiksukaatau juga disebut sanyasin(masa lepas dari ikatan keduniawian). Keempat tingkatan hidup itu disebut dengan Catur Asrama.Kataasrama berasal dari katasrama (bahasa Sanskerta) yang berarti latihan atau aktivitas keagamaan. 6 Catur Asrama berarti empat kegiatan (tingkatan) hidup dari seluruh proses kehidupan manusia, yaitu lahir, masa berumah tangga/kawin, masa pendalaman kerohanian, dan masa pelepasan dengan duniawi. Bagi masyarakat hukum adat di Bali yang beragama Hindu, perkawinan dipandang sebagai kewajiban. Dikatakan sebagai kewajiban karena perkawinan mempunyai arti dan kedudukan yang sangat penting dan khusus dalam kehidupan. Salah satu tujuan perkawinan menurut pandangan masyarakat Hindu di Bali sangat terkait dengan tujuan dan kewajiban seseorang untuk mempunyai anak, untuk 4 Ibid.,hlm Gde Pudja, Op.Cit. hlm Ketut Wiana, 1993,Tujuan Hidup Menurut Hindu dalam Kasta Dalam Hindu Kesalahpahaman Berab adabad, Yayasan Dharma Naradha, Denpasar, hlm. 9.

5 5 menebus dosa-dosa orang tuanya dengan menurunkan seorang putra. 7 Selanjutnya penekanan pada upaya untuk memperoleh anak dalam perkawinan dapat dalam Sloka No. 2 dari Weda Slokantara. 8 Pemaparan tentang pentingnya mempunyai anak, juga dapat diketahui dari Pasal 161 Buku IX ManawaDharmasastra. 9 Anak diumpamakan sebagai perahu yang akan menghantar seseorang, yaitu roh yang sedang menderita di neraka dan untuk menyelamatkan itu seorang anak harus mempunyai putra dan bila tidak berputra harus menggantikannya dengan anak lain atau mengangkat anak. Selain itu, dambaan akan keturunan dalam perkawinan ini erat hubungannya dengan keinginan agar keluarga tersebut tidak punah (caput, putung). Dengan mempunyai keturunan dipercayai bahwa nantinya upacara-upacara yadnya (korban suci, tulus dan ikhlas) dapat diteruskan, termasuk menyelenggarakan upacara-upacara yang diperlukan bila orang tua meninggal, serta melanjutkan hubungan-hubungan kekerabatan. Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa tujuan perkawinan dalam pandangan agama Hindu, selain membentuk keluarga yang bahagia dan kekal (makardi rahayu kayang riwekas), juga untuk mendapatkan keturunan, untuk meneruskan tanggung jawab (swadharma) orang tua dan leluhurnya. Tanggung jawab sosial spiritual yang dimaksud terdiri atas: tanggung jawab terhadap keagamaan sesuai ajaran agama Hindu (parhyangan), tanggung jawab sosial (pawongan) dan tanggung jawab terhadap lingkungan alam (palemahan). 7 Gde Pudja, Op.Cit, hlm.16 8 Tjok Istri Putra Astiti, 1981, Perkawinan Menurut Hukum dan Agama Hindu di Bali, Biro Dokumentasi & Publikasi FH & PM Unud, Denpasar, hlm Gde Pudja dan Tjokorda Rai Sudharta, 1878,Manawa Dharmasastra (Manu Dharmacastra) Dit. Jen Bimas Hindu dan Departemen Agama RI, Jakarta,hlm. 572.

6 6 Kewajiban sosial-spiritual bagi pasangan suami istri pada dasarnya untuk meneruskan kewajiban membayar (penaura) (pembayaran) hutang (rna). 10 Berdasarkan paparan mengenai hakekat dan tujuan perkawinan menurut agama Hindu dan hukum adat Bali, dapat dikatakan bahwa perkawinan tidak sekadar ikatan lahir batin, tetapi jauh lebih dalam lagi sebagai implementasi bukti bhakti secara kenyataan (sekala) dan secara gaib (niskala) seseorang terhadap Tuhanya, leluhur dan orang tuanya. Oleh karena itu, sebuah perkawinan yang ideal, pada masyarakat yang bersistemkan patrilineal,mereka sebagai pasangan suami istri (alakirabi), tidak hanya hidup dan berkehidupan dalam satu tanah pekarangan (tegak umah), tetapi perkawinan membawa konsekuensi bahwa pasangan suamiistri secara bersama dan berlanjut pada keturunannya (preti sentana) untuk melanjutkan keyakinan beragamanya (ngaturang sembah di sanggah). Menurut hukum adat Bali, memperoleh anak laki-laki sangat didambakan oleh setiap pasangan suami istri.anak laki-laki merupakan harapan kedua orang tua, seperti menjadi penerus generasi. Anak laki-laki mengganti kedudukan bapaknya dalam masyarakat apabila kelak sudah kawin (menjadi kerama banjar atau kerama desa). Anak laki-laki juga melaksanakan upacara agama (seperti: ngaben, dan lain-lain), serta selalu menyembah (astiti-bhakti) kepada leluhur yang bersemayam di tempat suci (sanggah, merajan atau pura). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa untuk menyelamatkan roh orang tua dari neraka hendaknya seorang anak melangsungkan perkawinan dan mempunyai putra (dalam hal ini yang dimaksud putra adalah anak laki-laki). Apabila tidak memperoleh putra, hendaknya ditempuh jalan lain, yaitu mengganti 10 Suhardana F.X, 1987.HukumPerdata I.Pranhalindo, Jakarta, hlm. 2

7 7 dengan anak lain, seperti mengangkat anak, atau apabila keluarga tersebut hanya mempunyai anak wanita saja, maka dapat mengukuhkan salah seorang anak perempuannya menjadi sentana rajeg (mengubah status anak perempuan menjadi anak laki-laki). Sentana rajeg (sentana = keturunan, ahli waris; rajeg = kukuh, tegak) adalah anak wanita yang kerajegang sentana, yaitu dikukuhkan statusnya menjadi penerus keturunan atau purusa. Dalam Kitab Manawa Dharmacastrasentana rajeg disebut dengan istilah putrika yang kedudukannya sama dengan anak laki-laki, yaitu sebagai pelanjut keturunan dan ahli waris terhadap harta benda orang tuanya, serta menggantikan kedudukan anak lakilaki. 11 Sesudah melangsungkan perkawinan pasangan suami istri ini disebut alakirabi, masomahan, atau makurenan. Kuren, somah, rabi, dapat berarti suami atau istri, suami disebut juga raka dan istri biasanya dipanggil rai. Raka-rai dapat berarti suami istri. 12 Sebagai konsekuensi sistem kekeluargaan patrilineal (kapurusa) yang diikuti, selanjutnya dalam masyarakat hukum adat Bali dikenal dua bentuk perkawinan, yaitu: (1) Perkawinan biasa (dikenal dengan nganten biasa), dalam hal ini pihak wanita meninggalkan keluarganya dan masuk menjadi anggota keluarga suaminya; (2) Perkawinan nyentana atau Nyeburin, dalam hal ini pihak laki-laki yang yang meawak luh (berstatus wanita atau predana) dan meninggalkan keluarganya untuk masuk menjadi anggota keluarga istrinya yang meawak muani (berstatus sebagai laki-laki atau purusa) dan tetap bertempat tinggal dalam keluarganya pada saat 11 Gde Pudja, loc.cit. 12 Lebih jauh tentang keluarga dan perkawinan, baca, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1976/1977. Adat Istiadat Daerah Bali. (hlm ). Geertz, Hildred and Clifford Geertz

8 8 perkawinan dilangsungkan. Wanita yang dikawini secara Nyeburin berstatus sebagai sentana rajeg, yang melanjutkan keturunan keluarganya. 13 Sejalan dengan kemajuan program Keluarga Berencana (KB) yang diperkenalkan sejak awal tahun 1970-an, telah menyebabkan banyak pasangan suami istri memilih untuk melahirkan anak dalam jumlah yang terbatas, satu atau dua orang anak saja, laki-laki atau perempuan. 14 Apabila anak perempuan satusatunya, bermaksud melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang juga berasal dari keluarga yang hanya memiliki satu anak laki-laki saja, muncul permasalahan mengenai jenis perkawinan yang akan dipilih. Jika memilih perkawinan biasa, keluarga perempuannya keberatan, karena keluarga ini akan ditinggalkan oleh anak perempuan satu-satunya yang dimiliki. Kalau memilih bentuk perkawinan nyentana, keluarga laki-laki pasti juga tidak akan setuju, karena keluarga ini akan ditinggalkan oleh satu-satunya anak laki-laki yang dimiliki. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wayan P. Windia, dapat diketahui bahwa permasalahan di atas diselesaikan dengan melangsungkan perkawinan Pada Gelahang atau perkawinan negen ayah. Dalam hal ini pasangan suami istri tidak melangsungkan perkawinan biasa dan juga tidak melangsungkan perkawinan nyentana, melainkan memilih bentuk perkawinan alternatif di luar dua bentuk perkawinan yang secara tradisional dikenal dalam hukum adat Bali. 13 Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra,2006,Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi FH Unud, hlm Gerakan pemuda pada era 1980-an yang mengkampanyekan program Keluarga Berencana (KB) adalah Gerakan Pemuda Zero Population Grouth (ZPG). Program KB yang dikampanyekan yaitu: tunda usia perkawinan, tunda kelahiran anak pertama, jarangkan kelahiran anak dan stop dua anak, laki perempuan sama saja.

9 9 Bentuk perkawinan ini memang baru diperkenalkan kepada masyarakat sebagai salah satu bentuk perkawinan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat hukum adat Bali diperlukan cukup waktu, sebab sampai saat ini masih menjadi polemik diantara masyarakat adat Bali. 15 Dalam masyarakat Bali, terdapat banyak istilah yang dipergunakan untuk menyebut perkawinan Pada Gelahang, seperti perkawinan Negen Dadua, perkawinan Mepanak Bareng, dan perkawinan Magelar Warang. Istilah-istilah yang digunakan tersebut maksudnya sama, bahwa yang dimaksud perkawinan Pada Gelahang adalah perkawinan yang dilangsungkan antara seorang anak laki-laki dengan seorang perempuan, dalam mana pihak laki-laki atau pihak perempuan tidak saling meninggalkan rumahnya dan sama-sama berstatus kapurusa di rumahnya masing-masing. 16 Bentuk perkawinan pada gelahang umumnya dipilih karena baik calon suami maupun calon istri bertindak sebagai purusa, di rumahnya masing-masing. Hal ini terjadi karena keduanya merupakan anak tunggal dan atau oleh karena ada sebab tertentu, sehingga pasangan suami istri ini bertanggung jawab untuk meneruskan kewajiban (swadharma) orang tua, serta leluhur masingmasing keluarga, secara sekala (alam nyata) maupun niskala (alam tidak nyata), sesuai dengan kesepakatan pengantin beserta keluarganya. 17 Perkawinan dilangsungkan setelah berbagai persyaratan yang ditentukan sesuai hukum adat (dalam hal ini hukum adat Bali), maupun hukum negara (dalam hal ini Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), oleh calon pengantin. Apabila persyaratan yang ditentukan tidak atau belum dipenuhi, akan muncul masalah seperti: perkawinan tidak diakui oleh masyarakatnya, bahkan 15 Wayan P. Windia, dkk, Op Cit, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm. 53

10 10 berakibat pada anak keturunan dan harta benada yang diperolehnya dalam perkawinan. Salah satu persyaratan adat yang wajib dipenuhi di dalam perkawinan pada gelahang adalah pembuatan perjanjian perkawinan atau yang disebut dengan perjanjian mewarang. Sebagai konsekuensi dianutnya sistem kekerabatan patrilineal (kapurusa), membawa dampak terhadap pencatatan dan penerbitan akta perkawinan bagi pasangan suami istri masyarakat hukum adat Bali yang beragama Hindu. Dalam akta perkawinan ada penegasan pihak antara pasangan tersebut yang berstatus kapurusa. Dalam perkawinan biasa, suami berstatus sebagai kapurusa, sedangkan dalam perkawinan nyentana atau kaceburin, pihak istri yang berstatus sebagai kapurusa.seorang istri atau suami yang berstatus kapurusa atau tidak, dapat diketahui dari akta perkawinannya. Dalam akta perkawinan (terutama dalam perkawinan Nyentana, secara tegas ditulis bahwa sang istrilah yang berstatus Kapurusa. Selain terkait dengan status masing-masing suami dan istri, pilihan bentuk perkawinan (perkawinan Biasa, perkawinan Nyentana, dan perkawinan Pada Gelahang), juga membawa konsekuensi terhadap kedudukan masing-masing suami istri terhadap penguasaan harta warisan, serta tanggung jawab (swadharma) baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Sebagai bentuk perkawinan baru tentunya pro dan kontra terhadap kehadiran perkawinan Pada Gelahang menjadi sesuatu yang wajar. Terlepas dari pro-kontra kehadiran perkawinan Pada Gelahang di masyarakat, tesis ini mengungkap sisi lain

11 11 keberadaan perkawinan ini, utamanya terkait dengan pembuatan perjanjian perkawinan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dalam penelititian tesis ini permasalahanya dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan perkawinan Pada Gelahang di Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar? b. Mengapa klausula yang mengatur mengenai anak di dalam perjanjian perkawinan Pada Gelahang dapat mengikat secara hukum? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menemukan jawaban atas dua permasalahan yang dikemukakan di atas. Apabila dirinci, tujuan khusus penelitian ini adalah: a. untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan perkawinan Pada Gelahang di Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar. b. untuk mengetahui dan menganalisis konsekuensi yuridis mengenai klausula yang mengatur tentang anak di dalam perjanjian perkawinan Pada Gelahang. D. Keaslian penelitian Keaslian penelitian dilakukan penelusuran penelitian pada referensi dan hasil penelitian. Hasil penelusuran diketahui memang ada penelitian yang berkaitan dengan

12 12 perkawinan Pada Gelahang atau dengan istilah lain perkawinan Negen Dadua. Penelitian yang dilakukan oleh Putu Ayu Sriasih Wesna dengan judul Pelaksanaan Pewarisan Dalam Perkawinan Negen Dadua Berdasarkan Hukum Adat Bali 18 Adapun rumusan permasalahan yang dirumuskan oleh peneliti tersebut adalah: 1. Bagaimana akibat hukum terhadap kekerabatan pada pasangan yang melangsungkan perkawinan negen dadua? 2. Bagaimanakah pembagian waris dalam perkawinan negen dadua? Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengangkat pokok pemasalahan yaitu mengapa klausa yang mengatur mengenai anak dalam perjanjian perkawinan pada perkawinan Pada Gelahang mengikat secara hukum. Dengan demikian sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian yang berkaitan dengan klausula yang mengatur tentang anak dalam perjanjian Pada Gelahang belum pernah dilakukan dan dalam kesempatan ini peneliti meneliti masalah tersebut. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang berupa temuan tentang bentuk perjanjian perkawinan Pada Gelahang dan kepastian hukum dari isi perjanjian perkawinan Pada Gelahang yang mengatur mengenai anak, diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis, seperti diuraikan di bawah ini. 18 Putu Ayu Sriasih Wesna, 2012, Pelaksanaan Pewarisan Dalam Perkawinan Negen Dadua Berdasarkan Hukum Adat Bali, Tesis pada Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, hlm. 41

13 13 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum, khususnya bidang ilmu perjanjian yaitu mengenai pembuatan perjanjian perkawinan Pada Gelahang yang sesuai dengan hukum. 2. Manfaat Praktis a. Bagi warga masyarakat, khususnya umat Hindu di Bali, adanya kejelasan mengenai pembuatan perjanjian perkawinan Pada Gelahang yang sesuai dengan hukum, sehingga dapat mencegah terjadinya masalah di kemudian hari. b. Bagi institusi pemerintah yang berwenang dalam pembuatan perjanjian (Notaris). Temuan penelitian berupa kejelasan landasan yuridis bentuk perjanjian perkawinan Pada Gelahang yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Bali memiliki bentuk-bentuk kebudayaan yang cukup beraneka ragam, kebiasaan masyarakat daerah tertentu yang unik, yang kesemuanya itu memiliki daya tarik tersendiri

Lebih terperinci

Kewajiban pada Perkawinan Pada Gelahang dalam Perspektif Hukum Adat Bali

Kewajiban pada Perkawinan Pada Gelahang dalam Perspektif Hukum Adat Bali Kewajiban pada Perkawinan Pada Gelahang dalam Perspektif Hukum Adat Bali Putu Dyatmikawati Universitas Dwijendra Bali Email: s1hukum.undwi@yahoo.com Abstract Pada Gelahang marriage is relatively a new

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

PERKAWINAN PADA GELAHANG DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT DI PROVINSI BALI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERKAWINAN PADA GELAHANG DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT DI PROVINSI BALI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DIH, Jurnal Ilmu Hukum Agustus 2011, Vol. 7, No. 14, Hal. 107-123 PERKAWINAN PADA GELAHANG DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT DI PROVINSI BALI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Putu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Perkawinan Pada Gelahang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Perkawinan Pada Gelahang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Perkawinan Pada Gelahang 2.1.1. Pengertian Perkawinan Pada Gelahang Dalam Undang-Undang Perkawinan diatur tentang dasar perkawinan, syarat-syarat perkawinan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan

Lebih terperinci

JURNAL PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN PADA PERKAWINAN PADA GELAHANG MENURUT HUKUM ADAT BALI (STUDI DI KABUPATEN TABANAN) ARTIKEL ILMIAH

JURNAL PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN PADA PERKAWINAN PADA GELAHANG MENURUT HUKUM ADAT BALI (STUDI DI KABUPATEN TABANAN) ARTIKEL ILMIAH JURNAL PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN PADA PERKAWINAN PADA GELAHANG MENURUT HUKUM ADAT BALI (STUDI DI KABUPATEN TABANAN) ARTIKEL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, remaja, dewasa, dan tua. Masa dewasa inilah manusia menetapkan keputusan besar dalam hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat ternyata tidak lepas untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

Kapan Boleh Menikah? Koran TOKOH No. 514/Tahun X, November Usia Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali

Kapan Boleh Menikah? Koran TOKOH No. 514/Tahun X, November Usia Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali Kapan Boleh Menikah? Koran TOKOH No. 514/Tahun X, 16 22 November 2008. Kapan Boleh Menikah? Usia Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali DEWASA atau belumnya seseorang niscaya sudah ditentukan batasnya. Sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menemani mereka menjalani kehidupan hingga akhir hayatnya. Perkawinan adalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menemani mereka menjalani kehidupan hingga akhir hayatnya. Perkawinan adalah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang akan tumbuh dan berkembang, lalu seiring perjalanan hidupnya maka mereka akan membentuk keluarga kecilnya sendiri dengan pasangan yang mereka

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ketentuan hukum yang berlaku nasional dalam hukum perkawinan, yaitu Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S2 Program Studi Magister Kenotariatan. Oleh : I GEDE ANOM WIDHI RAWISTA

TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S2 Program Studi Magister Kenotariatan. Oleh : I GEDE ANOM WIDHI RAWISTA KEDUDUKAN ISTRI SEBAGAI SENTANA RAJEG DAN SUAMI SEBAGAI PREDANA ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN NYEBURIN (Studi Kasus di Kabupaten Badung, Provinsi Bali) TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap manusia dengan berbagai konsekuensi hukumnya. Karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap manusia dengan berbagai konsekuensi hukumnya. Karena itu, BAB I PENDAHULUAN Pernikahan merupakan suatu peristiwa hukum yang sangat penting terhadap manusia dengan berbagai konsekuensi hukumnya. Karena itu, hukum mengatur masalah perkawinan secara detail termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

BAGIAN HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

BAGIAN HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA PERKAWINAN NYEBURIN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI HUKUM ADAT BALI (Studi Kasus Di Banjar Dakdakan, Desa Pakraman Kelaci Kelod, Kabupaten Tabanan) oleh I WAYAN PUTRO ADNYANA I WAYAN WINDIA I KETUT SUDANTRA

Lebih terperinci

STATUS LAKI - LAKI DAN PEWARISAN DALAM PERKAWINAN NYENTANA. Oleh :

STATUS LAKI - LAKI DAN PEWARISAN DALAM PERKAWINAN NYENTANA. Oleh : Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015 73 STATUS LAKI - LAKI DAN PEWARISAN DALAM PERKAWINAN NYENTANA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H., M.H. Tokoh Masyarakat Desa Pakraman Lumbung Gede Tabanan Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan dan manusia disekitarnya

Lebih terperinci

Adopsi Menurut Kekerabatan Patrilineal

Adopsi Menurut Kekerabatan Patrilineal Adopsi Menurut Kekerabatan Patrilineal Anggota Kelompok Angga Wiratama 155010100111039(6) Novika Irmawati 155010101111058(15) Nabila Azzahra 155010101111039(13) Andro Devanda Putra 135010107111105(2) Paramitha

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani kehidupan sebagai suami-isteri hanya dapat dilakukan dalam sebuah ikatan perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, arah

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS A. Kaus Nono dalam Perkawinan Meto Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia karena dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan kelangsungan generasinya. Pengertian Perkawinan

Lebih terperinci

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok manusia lainnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi menjadikan batas-batas antar negara semakin dekat. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara warga negara semakin

Lebih terperinci

PENEGAKAN TATA ATURAN PERKAWINAN DALAM MEMASUKI MASA GRIHASTA ASRAMA (PERSPEKTIF HUKUM AGAMA HINDU) Oleh I Made Kastama*

PENEGAKAN TATA ATURAN PERKAWINAN DALAM MEMASUKI MASA GRIHASTA ASRAMA (PERSPEKTIF HUKUM AGAMA HINDU) Oleh I Made Kastama* PENEGAKAN TATA ATURAN PERKAWINAN DALAM MEMASUKI MASA GRIHASTA ASRAMA (PERSPEKTIF HUKUM AGAMA HINDU) Oleh I Made Kastama* ISSN:1907-0144 Abstrak Dulu orang pasrah pada hukuman masyarakat. Hukuman diterima

Lebih terperinci

I 2015 PERKAWINAN NYENTANA SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MEWUJUDKAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM PERSPEKTIF PKN

I 2015 PERKAWINAN NYENTANA SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MEWUJUDKAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM PERSPEKTIF PKN \BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem kekeluargaan yang berlaku di suatu daerah, dipengaruhi oleh adat istiadat atau keberadaan desa (tempat), kala (waktu), dan patra (kondisi) setempat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN PERKAWINAN HINDU. Oleh : Ir. I Made Rudita, S.Sn.,M.Fil.H Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Bali

HAK ASASI MANUSIA DAN PERKAWINAN HINDU. Oleh : Ir. I Made Rudita, S.Sn.,M.Fil.H Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Bali Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015 57 HAK ASASI MANUSIA DAN PERKAWINAN HINDU Oleh : Ir. I Made Rudita, S.Sn.,M.Fil.H Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Bali Abstract For the Hindus marital problems

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan dan sebagai syarat terbentuknya suatu keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan dan sebagai syarat terbentuknya suatu keluarga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia mempunyai keinginan untuk mempunyai generasi atau keturunan dan hidup berpasangan. Dalam hal ini tentunya hal yang tepat untuk mewujudkannya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum maupun selama perkawinan berlangsung.perkawinan adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. sebelum maupun selama perkawinan berlangsung.perkawinan adalah masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Manusia hidup memiliki hak melanggengkan keturunannya melalui cara perkawinan. Perkawinan

Lebih terperinci

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE 30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM WARIS ADAT BALI

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM WARIS ADAT BALI HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM SISTEM WARIS ADAT BALI (STUDI DI LINGKUNGAN GRIYA ABIANTUBUH, KELURAHAN CAKRA SELATAN BARU, KECAMATAN CAKRA, KOTA MATARAM-NTB) OLEH : IDA

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika

1. PENDAHULUAN. berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasta merupakan suatu sistem pembagian atau pengelompokan masyarakat berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang tersebut bekerja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengaruh Pengaruh merupakan sesuatu atau hal yang dapat memberikan dampak-dampak

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengaruh Pengaruh merupakan sesuatu atau hal yang dapat memberikan dampak-dampak 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Pengaruh Pengaruh merupakan sesuatu atau hal yang dapat memberikan dampak-dampak yang dapat menimbulkan hal yang baik (positif) atau kemajuan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKAWINAN ADAT BALI Status dan Kedudukan Anak Sentana Rajeg Menurut Hukum Adat dan Hukum Hindu

DINAMIKA PERKAWINAN ADAT BALI Status dan Kedudukan Anak Sentana Rajeg Menurut Hukum Adat dan Hukum Hindu DINAMIKA PERKAWINAN ADAT BALI Status dan Kedudukan Anak Sentana Rajeg Menurut Hukum Adat dan Hukum Hindu Oleh: Kadek Hemamalini dan Untung Suhardi Jurusan Penerangan Agama Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya dalam pergaulan hidup bermasyarakat, dari sifat tersebut manusia dikenal sebagai mahluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, karena perkawinan merupakan keinginan dari seorang laki-laki dan perempuan untuk memulai hidup bersama

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH SISTEM PATRILINEAL TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM MASYARAKAT BALI DI DESA TRIMULYO

ABSTRAK PENGARUH SISTEM PATRILINEAL TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM MASYARAKAT BALI DI DESA TRIMULYO ABSTRAK PENGARUH SISTEM PATRILINEAL TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM MASYARAKAT BALI DI DESA TRIMULYO (Ketut Linda Wati Dewi, Hermi Yanzi, Yunisca Nurmalisa) Tujuan penelitian ini adalah menguji dan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan perpindahan lokasi kerja dari satu tempat ke tempat lain (Sears dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu pekerjaan dengan tingkat tekanan yang tinggi adalah auditor internal. Pekerjaan ini memiliki beban kerja yang berat, batas waktu pekerjaan yang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku Abdurrachman, Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia, Cendana Press, Jakarta, 1984.

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku Abdurrachman, Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia, Cendana Press, Jakarta, 1984. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdurrachman, Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia, Cendana Press, Jakarta, 1984. Adia, G.K Wiratmadja, Wanita Hindu Dalam Suatu Proyeksi, Ganexa Exact Bandung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN 2.1 Perkawinan 2.1.1 Pengertian perkawinan. Perkawinan merupakan suatu peristiwa sakral dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, karena setiap insan manusia yang ada dimuka bumi ini telah ditentukan pasangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP KEDUDUKAN PEREMPUAN DARI PERKAWINAN NYEROD BEDA KASTA MENURUT HUKUM KEKERABATAN ADAT BALI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP KEDUDUKAN PEREMPUAN DARI PERKAWINAN NYEROD BEDA KASTA MENURUT HUKUM KEKERABATAN ADAT BALI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP KEDUDUKAN PEREMPUAN DARI PERKAWINAN NYEROD BEDA KASTA MENURUT HUKUM KEKERABATAN ADAT BALI Alit Bayu Chrisna Widetya, Rachmi Sulistyarini, S.H, M.H., Ratih Dheviana Puru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 ANALISIS YURIDIS HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA 1 Oleh : Ardika Lontoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna

Lebih terperinci

SISTEM KEKERABATAN KEPURUSA DI BALI. Oleh : I Made Asmarajaya, S.H., M.H Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar

SISTEM KEKERABATAN KEPURUSA DI BALI. Oleh : I Made Asmarajaya, S.H., M.H Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar 113 SISTEM KEKERABATAN KEPURUSA DI BALI Oleh : I Made Asmarajaya, S.H., M.H Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Indonesian country identic with the diversity religion, race or subrase,

Lebih terperinci

KELUARGA HINDU. Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

KELUARGA HINDU. Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KELUARGA HINDU Istilah keluarga berasal dari bahasa sansekerta kula dan varga kula berarti abdi, hamba. Varga berarti jalinan, ikatan. Istilah kula dan warga ini dirangkaikan sehingga menjagi kulavarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem kekerabatan berdasarkan prinsip purusa (patrilineal). Sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN NYEBURIN MENURUT HUKUM ADAT BALI

AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN NYEBURIN MENURUT HUKUM ADAT BALI SKRIPSI AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN NYEBURIN MENURUT HUKUM ADAT BALI THE LEGAL CONSEQUENCES OF NYEBURIN MARRIAGE ACCORDING ON BALINESE ADAT LAW Putu Agus Hendra Sudiartawan NIM. 100710101191 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat untuk menetap, tetapi lebih

Lebih terperinci

Oleh : TIM DOSEN SPAI

Oleh : TIM DOSEN SPAI Oleh : TIM DOSEN SPAI Syarat Pernikahan Adanya persetujuan kedua calon mempelai Adanya izin dari orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun Antara kedua calon tidak ada hubungan darah Calon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

HAK WARIS ANAK PEREMPUAN TERHADAP HARTA PENINGGALAN (STUDI KASUS PUTUSAN MA RI NO. 4766/Pdt/1998) 1 Oleh: Edo Hendrako 2

HAK WARIS ANAK PEREMPUAN TERHADAP HARTA PENINGGALAN (STUDI KASUS PUTUSAN MA RI NO. 4766/Pdt/1998) 1 Oleh: Edo Hendrako 2 HAK WARIS ANAK PEREMPUAN TERHADAP HARTA PENINGGALAN (STUDI KASUS PUTUSAN MA RI NO. 4766/Pdt/1998) 1 Oleh: Edo Hendrako 2 ABSTRAK Hukum waris di Indonesia masih bersifat majemuk, hal itu terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan sistem hukum civil law yang sangat menjunjung tinggi kepastian hukum. Namun dalam perkembangannya Sistem hukum di Indonesia dipengaruhi

Lebih terperinci