BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB VII PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB II TINAJUAN PUSTAKA. pengertian pendapatan adalah: Pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan lain

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor terbesar dalam hampir setiap ekonomi negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sektor Sektor Pertanian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

ABSTRAK. Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

DAMPAK PERKEMBANGAN INDUSTRI BESAR TERHADAP SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN TEMANGGUNG TUGAS AKHIR. Oleh: RIZKI OKTARINDA L2D

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBANGUNAN PERTANIAN & KEBIJAKAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

S2-Ek.Per Unlam BAGIAN 1 PENGANTAR EKONOMI. 1. Lingkup dan Metode dari Ilmu Ekonomi. 2. Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Jumlah

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara agraris, artinya petani memegang peran

Pengant eng ant Ilmu E o k nomi

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

I. PENDAHULUAN. industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disuatu negara yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dari

SKRIPSI MAKMUR HUTAGALUNG / SEP-AGR DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

Ekonomi. untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1. Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Inung Oni Setiadi Irim Rismi Hastyorini. Dibuat oleh:

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven. Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC)

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Pertanian 2.1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Pertanian Ekonomi Pertanian merupakan bagian dari ilmu ekonomi umum yang mempelajari fenomena-fenomena dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pertanian baik mikro maupun makro. Secara tradisional, peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya di pandang pasif dan bahkan hanya di anggap sebagai unsur penunjang semata. Berdasarkan pangalaman sejarah yang di jalani oleh negara-negara barat, apa yang disebut sebagai pembangunan ekonomi diidentikkan dengan transformasi struktural terhadap perekonomian secara cepat, yakni dari perekonomian yang bertumpuh pada kegiatan pertanian menjadi perekonomian industri modern dan jasa-jasa yang serba lebih kompleks. Dengan demikian, peranan utama pertanian dianggap hanya sebatas sebagai sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah demi berkembangnya sektor-sektor industri yang dinobatkan sebagai sektor unggulan dinamis dalam strategi pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Sebuah teori pembangunan yang menitikberatkan upaya pengembangan sektor industri secara cepat, dimana sektor pertanian hanya dipandang sebagai pelengkap atau penunjang dalam kedudukannya selaku sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah. Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni: 6

a. percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil; b. peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang di dasarkan pada strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan; c. diversifikasi kegiatan pembangunan pedesaan padat karya non pertanian yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian. Dengan demikian, pada skala yang lebih luas, periode 1970-an dan 1980- an menyaksikan suatu transisi mencolok atas pemikiran mengenai pembangunanpembangunan sektor pertanian dan daerah pedesaan berkembang kini diyakini sebagai intisari pembangunan nasional secara keseluruhan. Harus diingat bahwa tanpa pembangunan daerah pedesaan yang integratife (integrated rural development), pertumbuhan industri tidak akan berjalan dengan lancar; dan kalaupun bisa berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian yang bersangkutan; dan pada gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah masalahmasalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, serta pengangguran. Semua mekanisme itu diperlukan demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup secara cepat yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan (Todaro, 1998). 7

2.1.1.1 Kontribusi Ekonomi dari Sektor Pertanian Mengikuti analis klasik dari Kuznets (1964) bahwa pertanian di negaranegara sedang berkembang (NSB) merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam 4 bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional. Keempat bentuk kontribusinya adalah sebagai berikut: a. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga bahan-bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut, terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk. b. Karena kuatnya bias garis dari ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan, maka populasi dari sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang untuk konsumen. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar. c. Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal untuk diinvestasi dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor 8

nonpertanian. Sama juga, seperti didalam teori penawaran tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis, dalam proses pembangunan jangka panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan). Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi. d. Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditikomoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Ini disebut oleh Kuznets sebagai kontribusi devisa. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan tidak hanya memusatkan perhatian pada aspek ekonomi, melainkan juga aspek nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan). 9

2.1.2 Inflasi Inflasi merupakan kondisi dimana terjadinya kenaikan harga secara umum pada periode tertentu. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi (Bank Indonesia). Adakalanya tingkat inflasi meningkat dengan tiba-tiba atau wujud sebagai akibat suatu peristiwa tertentu yang berlaku di luar ekspektasi pemerintahmisalnya efek dari pengurangan nilai uang (depresiasi nilai uang) yang sangat besar atau ketidakstabilan politik. Menghadapi masalah inflasi yang bertambah cepat ini pemerintah akan menyusun langkah-langkah yang bertujuan agar kestabilan harga-harga dapat diwujudkan kembali. Uraian mengenai kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah inflasi yang bertambah cepat tingkatnya. Jika harga bawang merah terlalu rendah, pendapatan para petani terlalu rendah, dan mereka menjadi korban, sedang kalau harga terlalu tinggi, maka konsumen yang menjadi korban. Bila harga yang harus di bayar lebih rendah daripada harga optimal ini konsumen memperoleh keuntungan. Keuntungan ini biasanya disebut surplus konsumen (consunner surplus) konsumen adalah selisih antara nilai total yang diberikan konsumen kepada semua unit yang dikonsumsi dari suatu komoditi dan jumlah yang harus dibayar untuk mendapatkan (membeli) jumlah komoditi tersebut. 10

2.1.3 Aplikasi Teori Permintaan dan Penawaran Dalam teori ekonomi mikro surplus konsumen menunjukkan terjadinya kelebihan kepuasan yang dinikmati konsumen. Kelebihan kepuasan ini muncul dari adanya perbedaan antaran kepuasan yang diperoleh seseorang dalam mengkonsumsi sejumlah komoditi dengan pembayaran yang harus dikeluarkannya untuk memperolah komoditi tersebut (Sugiarto dkk, 2000). Terjadinya peningkatan harga bawang merah akan membawa keuntungan atau surplus bagi produsen (petani). Untuk mencari besarnya surplus produsen harus menggunakan garis penawaran (supply). Teori surplus produsen adalah ukuran keuntungan yang diperoleh produsen karena mereka beroperasi pada satu pasar komoditi. Keuntungan akan di peroleh produsen karena harga yang terbentuk di pasar lebih harga yang ditawarkan pada tingkat penjualan tertentu. Surplus produsen ditinjau dari kondisi dimana jumlah yang ditawarkan pada tingkat penjualan tertentu. Surplus produsen ditinjau dari kondisi dimana jumlah yang ditawarkan masih sedikit, mereka bersedia menawarkan sejumlah barang dengan harga yang lebih rendah dari pada harga keseimbangan pasar. Kondisi ini akan berakhir ketika keseimbangan muncul (Sugiarto dkk, 2000). 11

Besar surplus konsumen dan surplus produsen dapat dilihat pada gambar 2.1 P S A Daerah Surplus Konsumen P O E Harga Pasar B Daerah Surplus Produsen D 0 Q Gambar 2.1 Surplus konsumen dan surplus produsen Q (Kuantitas) Gambar 2.1 menunjukan bahwa harga yang terjadi di pasar adalah P o. Harga ini di tentukan oleh bekerjanya permintaan dan penawaran di pasar yang di gambarkan secara grafik oleh titik potong antara garis BS dan Garis AD. Harga P o inilah yang dibayarkan oleh semua konsumen. Selisih antara harga yang harus dibayar merupakan sumber surplus bagi konsumen. Besarnya surplus ini dihitung dari perbedaan harga ini di kalikan dengan kuantitas pembeliannya. Apabila dijumlahkan untuk semua konsumen akan di peroleh keseluruhan surplus konsumen yang luasnya dilukiskan oleh daerah AEP o. Apabila harga yang berlaku di pasar adalah lebih tinggi dari harga kesediaan minimal tersebut, produsen memperoleh surplus karena pada tingkat harga yang lebih rendah pun sudah mencerminkan kedudukan terbaik (optimal) bagi produsen. Besarnya surplus produsen sama dengan besarnya perbedaan harga tersebut dikalikan dengan kuantitas yang berhasil dijualnya pada harga P o. Bila bersama surplus produsen 12

dijumlahkan besarnya secara grafik dicerminkan oleh daerah BEP o. Besarnya konsumen dan produsen ini sangat penting diketahui untuk mengetahui dari berbagai kebijaksanaan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat. 2.1.3.1 Pembatasan Jumlah Produk/ Areal Produksi (Crop Restriction) Jika harga hasil pertanian terlalu rendah maka untuk melindungi para petani ada kalanya jumlah areal dikurangi. Untuk tiap petani ditentukan suatu kuota. Dengan demikian penawaran hasilnya turun, dan harga produk naik. Dengan jalan ini konsumen menjadi korban, karena ia harus membayar lebih tinggi, dan mendapat barang yang kurang. Untuk mengetahui apakah keadaanya lebih baik atau lebih buruk, bergantung pada elastisitas permintaan. Jika di katakana permintaan bersifat inelastis dapat dilihat pada gambar 2.2 P S S B II E A E R D I 0 Q S S Gambar 2.2 Grafik Permintaan Inelastis Dari gambar 2.2 dapat diketahui bahwa permintaan adalah inelastis dan hasil di turunkan dari OS ke OS, maka harga naik dari SE ke S E atau dari OA ke OB. Jumlah hasil penjualan (revenue) yang diterima petani produsen mula- 13

mula sebesar OSEA kemudian menjadi OS E B. Disini kelihatan bahwa bidang I lebih kecil dari pada bidang II diterima sebagai tambahan oleh petani, sehingga para petani menerima hasil penjualan lebih besar, dan pembatas jumlah produksi menguntungkan mereka (Kadariah, 1994). Jika dikatakan permintaan bersifat elastis dapat dilihat dari Gambar 2.3 P S S B A II E R E E I 0 S S D Q Gambar 2.3 Permintaan elastis Dari Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa permintaan adalah elastis hasil akan turun dari OS ke OS. Maka harga naik dari SE ke S E atau dari OA ke OB. Jumlah yang diterima para petani produsen mula-mula sebesar OSEA, kemudian menjadi OS E B. Bidang I yang hilang lebih besar dari pada bidang II yang di tambahkan, sehingga petani menerima hasil penjualan (revenue) yang lebih kecil (selisih besar bidang I- bidang II). Jika selisih ini lebih besar daripada, turunnya biaya produksi (karena turunnya produksi), maka net revenue (profit) petani turun, sehingga pembatas jumlah produksi ini merugikan petani. Jadi kebijakanaan areal (produksi) ini harus dilihat elastisitas permintaan (Kadariah, 1994). 14

2.1.3.2 Penentuan Harga Dasar Dan Pembelian Kelebihan Hasil Oleh Pemerintah Pemerintah dapat menjamin kepada petani suatu tingkat harga yang lebih tinggi dari pada harga ekulibrium dengan menentukan suatu harga dasar, tingkat harganya disebut harga dasar. Pada tingkat yang lebih tinggi ini tidak seluruh hasil produksi terlebih oleh konsumen. Sisanya dibeli oleh pemerintah dengan hargaharga dasar untuk ditimbun; jika tidak demikian, maka harga akan turun kembali ke tingkat semula (Kadariah, 1994). Berikut itu akan dijelaskan dalam gambar 2.4. penentuan harga dasar dan pembelian kelebihan hasil oleh pemerintah. P D S S B E E Harga Dasar A E D 0 Q S S Gambar 2.4 Penentuan Harga Dasar dan Pmbelian Kelebihan Hasil oleh Pemerintah Dari gambar 2.4, dapat dilihat bahwa jumlah yang ditawarkan adalah OS; harga ekuilibrium adalah SE = OA. Jika tidak ada kebijaksanaan pemerintah, penerimaan total petani adalah OSEA. Sekarang pemerintah menentukan harga 15

dasar setinggi OB. Jika yang dibeli konsumen turun sampai OS; sisanya sebesar S S dibeli dengan harga dasar (Kadariah, 1994). 2.1.4 Kesejahteraan Petani Terminologi kesejahteraan pada hakekatnya sangat luas, bukan hanya ditunjukkan dari indikator ekonomi yang dalam hal ini diwakili dengan pendapatan, namun juga mengandung pemenuhan kebutuhan individu dari indikator non ekonomi atau indikator sosial lainnya, seperti tingkat pendidikan, kecukupan kebutuhan perumahan, kualitas pelayanan kesehatan, keamanan dan sebagainya. Bahkan mengacu pada UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, definisi keluarga sejahtera adalah Kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik material dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dari UU tersebut definisi kesejahteraan sangat luas menyangkut aspek persepsi individu atau keluarga terhadap kondisi pemenuhan kebutuhan pokoknya. Oleh karenanya definisi kesejahteraan seringkali direduksi menjadi indikator ekonomi dan indikator non ekonomi, yaitu sebatas terpenuhinya kebutuhan fisik dasar minimal seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Namun mengingat masih sangat luasnya indikator-indikator non ekonomi yang merupakan indikator pendukung kesejahteraan maka indikator kesejahteraan petani seringkali di-proxy melalui indikator ekonomi, khususnya oleh variabel pendapatan. Peningkatan kesejahteraan identik dengan peningkatan pendapatan untuk 16

memperbaiki/meningkatkan kebutuhan konsumsi. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan dapat ditempuh melalui upaya untuk meningkatkan pendapatan dan atau meningkatkan kebutuhan konsumsi rumahtangga. Secara garis besar indikator kesejahteraan petani terkait dengan dua aspek penting kebijakan, yaitu kebijakan untuk meningkatkan sebesar besarnya pendapatan rumahtangga petani, dan kebijakan untuk sedapat mungkin menekan biaya/pengeluaran rumahtangga petani. Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT adalah suatu program bantuan yang dicanangkan pemerintah untuh rakyat miskin yang berwujud uang tunai yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang berada dibawah rata-rata garis kemiskinan sebagai kompensasi kenaikan BBM. Pemerintah mencanangkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat miskin yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat setelah kenaikan BBM ini, yang diantaranya memuat target penurunan angka kemiskinan dan diharapkan bisa memangkas jarak ketimpangan pendapatan. Masyarakat Kecamatan Silahisabungan mayoritas berprofesi sebagai petani, dengan naiknya harga BBM sehingga biaya dalam mengolah dan merawat lahan pertanian mereka juga ikut meningkat karena naiknya harga pupuk dan bahan bakar untuk traktor/jetor mereka yang mau tidak mau harus mereka beli. Sehinggga pemerintah menetapkan kebijakan untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat. 17

2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Makmur Hutagalung (2007) yang berjudul Dampak Peningkatan Harga Beras Terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani Pada Beberapa Strata Luas Lahan (Studi Kasus: Desa Kota Rantang, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang) menghasilkan bahwa peningkatan harga beras memberikan dampak terhadap harga gabah di Desa Kota Rantang, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang sehingga pendapatan bersih petani juga meningkat. Selain itu, peningkatan harga beras memberikan dampak terhadap tingkat kesejahteraan petani secara keseluruhan. Mastauli Siregar (2001) yang berjudul Analisis Kesejahteraan Petani Kemenyan Sebagai Komoditi Unggulan Di Kabupaten Tapanuli Utara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa salah satu desa di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu desa Rahut Bosi sudah tergolong sejahtera karena telah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dan pendidikan. Kedua penelitian baik yang dilakukan oleh Makmur Hutagalung maupun Mastauli Siregar memfokuskan perhatian pada dampak kesejahteraan petani sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat petani setempat sesuai dengan pekerjaan utama yang ada di daerah mereka. Tetty (2006) melekukan penelitian tentang efisiensi faktor-faktor produksi dalam usahatani bawang merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi lahan, bibit, pupuk buatan, pestisida dan tenaga kerja pada usaha tani bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan faktor produksi lahan, pestisida dan pupuk buatan belum masih efisien dan penggunaannya perlu ditambah untuk memperoleh tingkat 18

efisiensi yang lebih tinggi, (2) faktor produksi bibit dan tenaga kerja penggunaannya telah melampaui batas efisiensi, sehingga perlu dikurangi untuk memperoleh tingkat efesiensi yang lebih tinggi, dan (3) pergerakan usahatani di daerah penelitian berada pada skala usahatani menguntungkan dengan jumlah koefisien regresi sebesar 1,093. 2.3 Kerangka Konseptual Usahatani adalah kombinasi dari faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Agar usahatani bawang merah dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan beberapa input produksi yang dapat menunjang kegiatan usahatani tersebut yang terdiri dari lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Ada beberapa masalah yang dihadapi petani bawang merah dalam penyediaan input produksi, salah satunya adalah distribusi input produksi yang kurang lancar akibat sarana transportasi ke sentra produksi bawang merah yang kurang memadai. Produksi bawang merah akan meningkat apabila penggunaan input produksi sudah optimal sehingga produktivitas bawang merah juga akan meningkat. Namun yang menjadi masalah secara umum, petani kita hanya mempunyai skala usaha dan modal yang kecil. Akibatnya produksi dan produktivitas belum optimal. Harga yang sangat fluktuatif menyebabkan penerimaan petani rendah. Konsekuensinya adalah pendapatan bersih dari usahatani bawang merah tidak dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap total pendapatan keluarga. 19

Untuk mengetahui sebuah usahatani merupakan pendapatan utama dalam keluarga, maka harus diketahui seberapa besar kontribusi/tambahan pendapatan usahatani dan juga bersifat kontinuitas dalam memberikan pendapatan keluarga. Berdasarkan besar pendapatan bersih yang diterima oleh petani bawang merah pada akhir musim tanam, dapat dijadikan tolak ukur bagi petani bawang merah sejahtera atau tidak sejahtera secara ekonomi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema kerangka pemikiran berikut ini: Petani Faktor Produksi: Usahatani Bawang Produksi 1. Lahan 2. Bibit 3. Pupuk 4. Pestisida 5. Tenaga kerja Harga Jual Penerimaan Biaya produksi Pendapatan Usahatani Sejahtera Kurang Sejahtera Tidak Sejahtera Skema 1: Kerangka Pemikiran Analisis Usahatani Bawang Merah 20

2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, yang kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji secara empiris. Berdasarkan permasalahan, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah di daerah penelitian adalah luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. 2. Dampak kenaikan harga bawang merah berpengaruh terhadap kesejahteraan petani bawang merah di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi. 21