BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

DAFTAR TERDAKWA/TERPIDANA PERKARA KORUPSI DARI POLITISI ATAU KADER PARPOL YANG DIVONIS PENGADILAN PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum, bukan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

moratorium (penangguhan) pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi. Kata kunci: Remisi, Korupsi

BAB III PENUTUP. a. Kesimpulan. Berdasarkan Pembahasan maka dapat penulis simpulkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Pemerintah dalam menegakan hukum dan memberantas korupsi

BAB III PENUTUP. disimpulkan dalam penelitian ini bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan

elr 24 Sotnuqri f,ole NPM EIALAMA}.{ PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Tanda Tangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

III. METODE PENELITIAN. memperoleh data empiris melalui penelitian (Didi Atmadilaga,1997: 125).

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB III PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. secara terperinci menyatakan sebagai berikut :

1 dari 8 26/09/ :15

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN JL. VETERAN NO. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PENGETATAN PEMBERIAN REMISI BAGI TERPIDANA KORUPSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Tata Cara. Pembebasan Bersyarat. Asimilasi. Cuti. Pelaksanaan. Perubahan.

PEMBERIAN REMISI TERHADAP TERPIDANA KORUPSI DALAM PERWUJUDAN PERSAMAAN KEDUDUKAN DALAM HUKUM OLEH FACHRUDDIN RAZI, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.Menurut Pasal 1 Ayat 1

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat), hal tersebut ditegaskan

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB II IMPLEMENTASI PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan

KAJIAN YURIDIS PEMBEBASAN BERSYARAT DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB TEBO

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

JURNAL. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum. Oleh : NOVAN RAKHMAD P NIM.

Institute for Criminal Justice Reform

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin atas ketertiban dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media seolah-olah merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya korupsi yang telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah hingga kaum elite. Oleh karenanya korupsi harus lebih diperhatikan dan dibuat persyaratan yang mampu membuat seseorang berfikir ulang sebelum melakukan tindak pidana tersebut. Pengaturan yang khusus juga perlu dilakukan terhadap aspekaspek pemidanaan yang salah satunya menyangkut pemberian remisi yang oleh sistem hukum Indonesia diakui sebagai salah satu hak narapidana. Di Indonesia sistem pemasyarakatan didefinisikan sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam 1

pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. 1 Remisi merupakan suatu hak bagi setiap narapidana sehingga dari sistem yang berlaku tidak ada yang menghambatnya. Pemberian remisi bagi narapidana adalah bentuk dan perwujudan dari pemajuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Remisi juga merupakan suatu pengurangan hukuman yang diberikan kepada narapidana yang berkelakuan baik selama menjalani pidana. Remisi atau pengurangan hukuman selama narapidana menjalani hukuman pidana, juga berubah dari waktu ke waktu. Dalam sistem pemasyarakatan, Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, atau Klien Pemasyarakatan memiliki hak untuk mendapat remisi yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yang berbunyi "mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi). Namun demikian ketentuan tentang prosedur dan syarat-syarat pemberian remisi tidak diatur sejelas mungkin dalam undang-undang tersebut. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.. 2 Remisi adalah Pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam pasal 1 1 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan No. 12 Tahun 1995, LN No. 77 Tahun 1995, TLN No. 3614, ps. 1 angka (2). 2 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan, UU No. 12 Tahun 1995, LN No. 77 Tahun 1995, T LN No. 3614, ps. 1 angka (7). 2

angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Ketentuan pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 menyatakan Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan remisi apabila memenuhi persyaratan yakni berkelakuan baik, dan telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana. Berkaitan dengan kejahatan tentang pemerintah mengambil kebijakan berupa pengetatan dalam pemberian remisi. Hal tersebut diwujudkan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut terdapat penambahan pasal 34A angka (1) tentang syarat mendapatkan remisi, yaitu: 1. Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika, dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi 3

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan: a. bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan c. telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar: 1. kesetiaan Kapada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau 2. tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme. 2. Narapidana yang dipidana karena telah melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. 4

3. Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian disisipkan Pasal 34 ayat (3), dimana terdapat tambahan syarat bagi tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, sebagai berikut : a. berkelakuan baik; dan b. telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana. Latar belakang dari diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan ialah karena tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa, karena itu perlu memperbaiki syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat terhadap Narapidana yang sedang menjalani hukuman atas perbuatan yang dilakukannya. 5

Pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat bagi pelaku tindak pidana terorisme, narkotika dan precursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya pelu diperketat mengenai syarat dan tata caranya karena untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kemudian mengenai syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 tentang Perubahan atas peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan dianggap belum mencerminkan rasa keamanan, ketertiban umum, dan rasa rasa keadilan yang dirasakan oleh masyarakat sehingga perlu diubah. Salah satu yang telah menerima remisi adalah Amir Hamzah bin Asbi, yang terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersamasama sesuai dengan pasal 2 Jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP. 6

Kasus ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap dengan Putusan Nomor: 704/K/Pid.Sus/2010. Amir Hamzah Bin Asbi dijatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan ditagih dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Dalam kasus tersebut, Amir Hamzah Bin Asbi memperoleh remisi dalam rangka Hari Raya Idul Fitri selama 1 bulan. Pemberian remisi tersebut telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-244.PK.01.01.02 TAHUN 2013. Sehingga perlu dikaji apakah pemberian remisi tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Caara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Oleh karena itu penulis mengambil pembahasan mengenai ANALISA YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS: KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PAS- 244.PK.01.01.02 TAHUN 2013) agar kita dapat mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai remisi narapidana tindak pidana korupsi. 7

B. Rumusan Permasalahan Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah latar belakang diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan? 2. Apakah pemberian remisi khusus atas nama narapidana Amir Hamzah Bin Asbi (Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-244.PK.01.01.02 Tahun 2013) sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dan memahami apakah latar belakang diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi Peraturan 8

Pemerintah Nomor 99 Tahun2012 Tentang Perubahan Kedua Dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 2. Mangetahui dan memahami pemberian remisi khusus atas nama narapidana Amir Hamzah Bin Asbi (Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-244.PK.01.01.02 Tahun 2013) sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. D. Definisi Operasional Supaya memudahkan memahami pembahasan ini, dibutuhkan suatu batasan yang jelas mengenai istilah-istilah tertentu yang digunakan dalam penulisan. Hal ini untuk mencegah terdapatnya pengertian yang berbeda mengenai satu istilah. Definisi operasional akan mengungkapkan beberapa pembatasan yang akan dipergunakan, sehingga dalam penulisan ini ditetapkan definisi operasional sebagai berikut: 1. Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara. (Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). 9

2. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. (Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan). 3. Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan). E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penulisan skripsi ini agar tujuan lebih terarah dan dapat di pertanggungjawabkan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research). Penelitian hukum normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturanperaturan yang tertulis dan bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaan. Penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikatakan sebagai lawan dari penelitian empiris (penelitian lapangan). 10

Penelitian hukum normatif yang dilakukan pada penulisan skripsi dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan penghentian remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi ditinjau dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupaun Peraturan Menteri. 2. Sumber dan bahan penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian yaitu data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan (Library research). Bahan hukum Library Research, mengacu pada 3 bahan hukum: 1. Bahan Hukum Primer, yaitu Perundang-undangan yang mengatur mengenai Remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi yaitu: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b. Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi c. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi d. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan e. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Haak Warga Binaan Pemasyarakatan. 11

f. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Haak Warga Binaan Pemasyarakatan. g. Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Haak Warga Binaan Pemasyarakatan. h. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 21 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku. Studi kepustakaan yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan yang lain yang berhubunga dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. F. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif yang berpedoman pada teori-teori hukum pidana khususnya tentang remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi. Analisis secara deduktif artinya semaksimal mungkin penulis berupaya memaparkan 12

data-data yang sebenarnya berdasarkan yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia tentang remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi yang dijadikan pedoman mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian. G. Sistematika Penulisan Penulisan dan penyusunan skripsi ini terbagi dalam lima bab yang saling berkaitan. Adapun sistematikanya dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisikan pendahuluan yang didalamnya diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan penulisan dan manfaat, tinjauan pustaka yang mengemukakan berbagai definisi dan pengertian-pengertian dari beberapa istilah yang terdapat dalam judul untuk member batasan dalam pemahaman mengenai istilah-istilah tersebut dan terakhir diuraikan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA KORUPSI Bab ini berisikan kajian umum tentang korupsi, remisi berdasarkan aturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Dua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat 13

dan Tata Cara Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Haak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga dalam bab ini akan dibahas lebih rinci mengenai tindak pinada korupsi serta tipe-tipe tindak pinada korupsi BAB III LATAR BELAKANG PERUBAHAN SYARAT PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI Bab ini berisikan penjelasan tentang dasar kebijakan untuk mengubah syarat pemberian remisi pada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. BAB IV ANALISA PEMBERIAN REMISI ATAS NAMA NARAPIDANA AMIR HAMZAH (KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PAS-244.PK.01.01.02 TAHUN 2013) Bab ini berisikan analisis pemberian remisi atas nama Amir Hamzah (Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 14

Republik Indonesia Nomor: PAS-244.PK.01.01.02 Tahun 2013 BAB V PENUTUP Berisikan kesimpulan dari skripsi ini dan saran-saran untuk topik yang diangkat dalam skirpsi ini 15