Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia"

Transkripsi

1 Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 63 P/HUM/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa dan mengadili perkara permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, pada tingkat pertama dan terakhir telah memutuskan sebagai berikut, dalam perkara: 1. Ir. EFFENDI UTAMA, kewarganegaraan Indonesia, berdomisili di TB Duren Sawit Blok J 3/12 A Rt./Rw. 009/010, Kelurahan Klender, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur/LAPAS Pria Kelas I Tangerang, Jl. Veteran No. 2 Tangerang ; 2. ERIC IVAN LUNARDI, kewarganegaraan Indonesia, berdomisili di Jl. Griya Dadap Estet D-3 No. 7 Rt./Rw. 04/07, Kosambi, Tangerang/ LAPAS Pria Kelas I Tangerang, Jl. Veteran No. 2 Tangerang ; 3. PHANG ELON RUSMAN, kewarganegaraan Indonesia, berdomisili di Perum Villa Melati Mas Blok G I No. 16 RT 025 RW 009, Desa Jelumpang, Kecamatan Serpong Utara,Tangerang Selatan/LAPAS Pria Kelas I Tangerang, Jl. Veteran No. 2 Tangerang ; Selanjutnya memberi kuasa kepada: Tony Akbar Hasibuan, S.H., M.H., Ardi Manto Adiputra, S.H., Mulyadi, S.H., dan Ambari, S.H., kesemuanya Advokat dan Konsultan Hukum pada T.A.M Hasibuan Law Office, beralamat di Jl. Sawo III No. 12, Manggarai Selatan, Kec. Tebet, Jakarta Selatan, 12860, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 35/SKK-TAM/XI/2015, tanggal 14 November 2015; Selanjutnya disebut sebagai Pemohon; melawan: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jalan Medan Merdeka Utara Jakarta Pusat; Selanjutnya disebut sebagai Termohon; Mahkamah Agung tersebut; Membaca surat-surat yang bersangkutan; DUDUK PERKARA Menimbang, bahwa Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 20 November 2015 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung pada Halaman 1 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 1

2 Direktori Putusan M tanggal 20 November 2015 dan diregister dengan Nomor 63 P/HUM/2015 telah mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dengan dalil-dalil yang pada pokoknya sebagai berikut: A. Kewenangan Mahkamah Agung RI Dalam Menguji Peraturan Perundang- Undangan Dibawah Undang Undang. 1. Bahwa, kewenangan Mahkamah Agung, sebagaimana ketentuan Pasal 24A Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45), serta Pasal 5 Ayat (2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republia No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, yang pada pokoknya memberikan kewenangan Mahkamah Agung mengadili atau menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang ; 2. Bahwa, kewenangan Mahkamah Agung sebagaimana angka 1 diatas, telah dispesifikasikan melalui ketentuan Pasal 20 Ayat (2) huruf b UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Yang berbunyi: Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap undang-undang, Selanjutnya Ayat (3) berbunyi putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung Dalam Penjelasan ketentuan ini mengatur hak uji Mahkamah Agung RI terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari undangundang. Hak uji dapat dilakukan terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan; 3. Bahwa, Permohonan A-quo Para Pemohon ajukan pada Mahkamah Agung telah berdasarkan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, yang pada pokoknya menyatakan peraturan pemerintah berkedudukan dibawah undang-undang dan dalam hal suatu Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung ; Halaman 2 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 2

3 Direktori Putusan M 4. Bahwa, permohonan keberatan Para Pemohon terhadap Termohon agar Mahkamah Agung dapat memutus permohonan A quo, sehingga telah sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1), (2), (3) jo Pasal 31A Ayat (1) Undang- Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1985 tentang M : Pasal 31 Ayat (1) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang undangan dibawah undang.-undang terhadap undang undang. Ayat (2) menyatakan : Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Selanjutnya pada Ayat (3) berbunyi : Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung. Pasal 31A ayat (1) : Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undangundang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh Para Pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia ; 5. Bahwa, permohonan A quo, diajukan atas berlakunya Ketentuan Pasal 34A ayat (1) huruf a,b, ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A ayat (1) dan ayat (3) huruf b dan c, serta Pasal 43A ayat (1) huruf a, b, c, ayat (2), dan ayat (3) jo Pasal 43B ayat (3) huruf b dan c Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang secara hierarkinya berada di bawah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan; 6. Bahwa, berdasarkan pada sejumlah peraturan perundang-undangan, sebagaimana telah Para Pemohon uraikan di atas (UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Agung, Perma Hak Uji Materiil), dikarenakan permohonan ini adalah permohonan keberatan atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, maka Halaman 3 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 3

4 Direktori Putusan M Mahkamah Agung berwenang untuk mengujinya, untuk kemudian memberikan putusan (BUKTI PP 1); B. Kedudukan Hukum Pemohon Keberatan (Legal Standing) 7. Bahwa, Para Pemohon warga negara Indonesia, saat ini menjadi narapidana, atas peristiwa tindak pidana Narkotika dan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan telah dieksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum. Para Pemohon sampai saat ini ini masih menjalani masa pidananya pada Lembaga Pemasyarakatan Pria Kelas IA Tangerang (BUKTI PP 2); 8. Bahwa, karenanya Para Pemohon berdasarkan Pasal 31A ayat (2), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Maik Indonesia dan ketentuan Pasal 1 angka 4 PERMA No. 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil, pada pokoknya Para Pemohon pengujian peraturan perundang-undangan terhadap undang-undang adalah perorangan warga negara Indonesia yang hak-haknya dirugikan dengan berlakunya norma peraturan perundang-undangan di bawah undangundang; 9. Bahwa, Para Pemohon hak-haknya telah dirugikan baik secara konkrit dan faktual maupun potensial atas pemberlakuan Pasal 34A ayat (1) huruf a,b, ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A ayat (1) dan ayat (3) huruf b dan c, serta Pasal 43A ayat (1) huruf a, b, c, ayat (2), dan ayat (3) jo Pasal 43B ayat (3) huruf b dan c Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan; 10. Bahwa, Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon dalam Permohonan Keberatan atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undangan, dikarenakan terdapat keterkaitan sebab akibat (causal verband) dengan berlakunya Peraturan a quo sehingga hak-hak Para Pemohon Keberatan sebagai warga negara dirugikan (BUKTI PP 3); C. Pokok Permohonan Pemohon Keberatan I. RUANG LINGKUP PASAL YANG DIUJI Halaman 4 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 4

5 Direktori Putusan M Pasal 34A Pasal 34B REMISI (1) Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan: a. bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan (2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. (3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (2) Remisi untuk narapidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 34A ayat (1) diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. ASIMILASI Pasal 36A (1) Asimilasi bagi Narapidana yang dipidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 34A ayat (1) diberikan oleh menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jendral Pemasyarakatan. Pasal 43A (3) Direktur Jendral Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni : b. Kepolisian Negara Republia, Badan Narkotika, dan/atau kejaksaan Agung dalam hal narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan precursor narkotika, psikotrapika; dan c. Kepolisian Negara Republia, Kejaksaan Agung, dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi PEMBEBASAN BERSYARAT (1) Pemberian Pembebasan Bersyarat untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) juga harus memenuhi persyaratan: a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; Halaman 5 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 5

6 Direktori Putusan M b. telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan; c. telah menjalani asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani; (2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun (3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan Pasal 43B (3) Direktur Jendral Pemasyrakatan dalam memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni: b. Kepolisian Negara Republia, Badan Nasional Narkotika, dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan precursor narkotika, psikotrapika;dan c. Kepolisian Negara Republia, kejaksaan Agung, dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi II. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Bertentangan Dengan Norma Umum Yang Diatur Dalam Undang Undang Pemasyarakatan A. Pasal 34A ayat (1) huruf a, Pasal 36A ayat (1), Pasal 43A ayat (1), huruf a, PP No. 99/2012 bertentangan dengan Pasal 1 angka 2, Pasal 5, dan pasal 14 ayat (1) huruf I, j dan k Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan: 11. Bahwa, ketentuan Pasal 34A ayat (1) huruf a, Pasal 36A ayat (1), Pasal 43A ayat (1), huruf a PP No. 99/2012, merupakan pengaturan tentang Justice collaborator yang dikhususkan bagi narapidana korupsi. terorisme, narkotika, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, atau dapat diartikan aturan yang mengatur perbedaan mendapatkan hak remisi, asimilisasi dan pembebasan bersyarat antara Narapidana, yang dalam sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan hal baru yang tidak termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 12. Bahwa, pada prinsipnya hak-hak individu serta kedudukan hukum, termasuk dan tidak terbatas hak Narapidana dipersamakan kedudukannya di dalam hukum (equality before the law) yang Halaman 6 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 6

7 Direktori Putusan M secara Konstitusional didasarkan pada ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (BUKTI PP 4); Secara yuridis, konstitusi dimaksud telah didelegasikan dalam ketentuan turunannya antara lain : Dimuat dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No 12/1995, untuk melaksanakan pembinaan terhadap narapidana didasarkan pada beberapa hal, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang - Undang Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas - asas sebagai berikut : 1) Pengayoman Menurut Penjelasan pasal 5 Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang di maksud degan pengayoman adalah perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan. Selain itu juga memberikan bekal hidup kepada warga binaan pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat. 2) Persamaan perlakuan dan pelayanan Menurut penjelasan pasal 5 Undang - Undang No 12 tahun 1995 yang di maksud dengan persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan tanpa membeda - bedakan orang. 3) Pendidikan dan Pembimbingan 4) Penghormatan harkat dan martabat manusia Penghormatan harkat dan martabat manusia dimaksudkan bahwa sebagai orang yang tersesat, warga binaan pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia. 5) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan (warga binaan pemasyarakatan (Narapidana) tetap memperoleh hak-haknya). 6) Terjaminya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Halaman 7 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 7

8 Direktori Putusan M Dengan demikian dibentuknya syarat dan kriteria untuk memberikan hak hak bagi Narapidana, sejalan dengan Asas Persamaan dimuka hukum Pasal 27 UUD serta Sistem Pemasyarakatan yang di-ejawantahkan sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU No 12/1995 yang berbunyi : Ayat (1) : Narapidana berhak : a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran; d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. menyampaikan keluhan; f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. mendapatkan pembebasan bersyarat; l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku Sebagai syarat dan kriteria pelaksanaan hak hak dimasud selanjutnya ditentukan pada Ayat (2) yang berbunyi : Ketentuan mengenai syarat syarat dan tata cara pelaksanaan hak hak narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pendelegasian Peraturan Pemerintah No 99/2012 jelas merupakan perintah, sehingga sudah menjadi substansi murni sebagai pelaksanaan atas UU No 12/1995. (BUKTI PP-5); Namun demikian, pelaksanaan hak hak dimaksud, berhenti pada UU No 12/1995, karena justru dibentuknya syarat dan kriteria, sebagaimana ketentuan Pasal 34A ayat (1) huruf a, Pasal 36A ayat (1), Pasal 43A ayat (1) huruf a PP No 99/2012 secara mutlak telah membedakan pemberian hak Narapidana, bahkan jika ditafsirkan Halaman 8 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 8

9 Direktori Putusan M secara tekstual, maka dapat diartikan sebagai bentuk menghilangkan hak hak NARAPIDANA TERTENTU; 13. Bahwa, pada prinsipnya pengaturan Pasal 34A ayat (1) huruf (a), Pasal 36A ayat (1), dan Pasal 43 A ayat (1) huruf a PP No 99/2012 tentang Justice Colaborator (JC) tidak memiliki landasan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Apalagi Justice Colaborator dijadikan syarat Mutlak pemberian remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat, sementara Format kerja sama (JC) antara penegak hukum dengan Narapidana dimaksud, tidak memiliki kejelasan penafsiran yang didasarkan pada Undang-undang atau dengan kata lain bentuk kerja sama JC tidak Jelas, sehingga dapat menimbulkan perbedaan pesepsi aparat penegak hukum yang pada akhirnya merampas serta menghilangkan hak hak dasar Narapidana; 14. Bahwa, sebagaimana aturan yang mendelegasikan suatu Paraturan Pemerintah, pada prinsipnya merupakan bentuk validasi Norma, tatkala aturan dibawah Undang-undang membentuk suatu norma diluar dari Norma aturan yang mendelegasikannya dikutip dari Hans Kelsen dalam bukunya Teori Hukum Murni, Maka Para Pemohon meyakini norma-norma aturan dibawah Undang-undang dimaksud tidak memiliki keabsahan dan/atau tidak tervalidasi secara linear; Karenanya PP No. 99/2012 dalam muatan Normanya tentang pembedaan syarat dan tata cara pemberian hak remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat, sebagaimana ketentuannya Pasal 34A ayat (1) huruf a, b, ayat (2), dan ayat (3), Pasal 43A ayat (1), ayat (2), ayat (3) bertentangan dengan norma UU No 12/1995; Maka sudah pada tempatnya Para Pemohon Mohon Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Agung untuk menyatakan Pasal 34A ayat (1) Huruf A, Pasal 36a Ayat (1) dan Pasal 43a ayat (1) Huruf A Peraturan Pemerintah No 99/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1995 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat; B. Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 sebagaimana Pasal 34A Ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) dengan Pasal 34, Pasal 36 ayat (1) dengan Pasal 36A ayat (1) serta Pasal 43A Ayat (1) Huruf a,b dan c, Halaman 9 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 9

10 Direktori Putusan M Ayat (2), Ayat (3) dengan Pasal 43, telah inkonsiten baik isi maupun muatannya; Bunyi Pasal 34A Ayat (1) : (1) Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan: a. bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; selanjutnya Pasal 36A berbunyi : (1) Asimilasi bagi Narapidana yang dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1) diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Selanjutnya Pasal 43A ayat (1) berbunyi : (1) Pemberian Pembebasan Bersyarat untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) juga harus memenuhi persyaratan: a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; b. telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan; Halaman 10 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 10

11 Direktori Putusan M c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua dari sisa masa pidana yang wajib dijalani; dan Artinya : Pemberian remisi, Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana yang terkena langsung dengan Pasal 34A Ayat (1) tersebut, harus memenuhi syarat disamping membayar lunas denda atau uang pengganti, harus pula bersedia bekerja-sama untuk membantu membongkar tindak-pidana yang dilakukan (Justice collaborator); 15. Bahwa, ketentuan Pasal 34A Ayat (1), Pasal 36A ayat (1) serta Pasal 43A ayat (1) PP No.99/2012, Quodnon jikalau benar merupakan syarat bagi pengetatan Remisi, Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana justru pasal pasal dimaksud bertentangan dengan Pasal sebelumnya yakni Pasal 34, Pasal 36 dan Pasal 43, sehingga dapat diartikan aturan aturan pengetatan telah inkonsitensi, karena dalam ketentuan sebelumnya diatur secara jelas, bahwa Remisi, Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat adalah hak Narapidana; Maka Pasal Demi Pasal Peraturan Pemerintah No 99/2012 Terjadi Inkonsistesi, Sebab Dalam Satu Aturan Yang Sama Justru Terdapat Perbedaan Hak Narapidana Atas Pemberian Remisi, Asimilasi Dan Pembebasan Bersyarat Disatu Sisi Mengakomodir Hak Dimaksud Secara General, Namun Disisi Lain Dibatasi Dengan Jenis Tindak Pidananya, Sehingga Tidak Dapat Dinafikkan Telah Terjadi Kesenjangan Yang Nyata Antara Ketentuan Pp No. 9/2012; C. Ketentuan Pasal 34b Ayat (2), Pasal 36a Ayat (3) Huruf A Dan Pasal 43b Ayat (3) Huruf B Dan C Pp No 99/2012 Telah Bertentangan Dengan Ketentuan Pasal 2, Pasal 7 Ayat (1) Pasal 10 Ayat (3) Dan Pasal 14 Ayat (1) Uu No 12/1995 Tentang Pemasyarakatan Dan Bertentangan Dengan Teori Administrasi Pemerintahan Dan Hukum Administrasi Negara: Pasal 34B ayat (2) berbunyi : (2) Remisi untuk Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A ayat (1) diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait Pasal 36A ayat (3) huruf b dan c berbunyi : Halaman 11 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 11

12 Direktori Putusan M (3) Direktur Jendral Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni : b. Kepolisian Negara Republia, Badan Narkotika Nasional dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana Narkotika dan prekusur narkotika, psikotropika ; dan c. Kepolisian Negara Republia, Kejaksaan Agung, dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana Korupsi Pasal 43A ayat (3) huruf b dan c berbunyi : (3) Direktur Jendral Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni : b. Kepolisian Negara Republia, Badan Narkotika Nasional dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana Narkotika dan prekusur narkotika, psikotropika ; dan c. Kepolisian Negara Republia, Kejaksaan Agung, dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana Korupsi. 16. Bahwa secara materiil, UU Pemasyarakatan memberikan wewenang kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk memenuhi hak-hak narapidana sebagaimana tertuang dalam pasal 7 ayat (1) dan pasal 10 ayat (3) UU Pemasyarakatan, yaitu diantaranya asimilasi, remisi dan pembebasan bersyarat. Maka menurut teori administrasi pemerintahan dan hukum administrasi negara wewenang tersebut tidak dapat diatribusikan kepada instansi yang secara vertikal tidak berada dibawahnya. Maka norma Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A, ayat (3) huruf b dan c, Pasal 43A, ayat (3) huruf b, c PP 99/2012 yang mewajibkan Pemerintah dalam hal ini Menteri dan jajaran vertikal di bawahnya untuk meminta rekomendasi kepada Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI, BNN, dan KPK RI ketika memberikan hak Remisi, asimilasi dan Pembebasan Bersyarat bertentangan dengan Teori Administrasi Pemerintahan Halaman 12 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 12

13 Direktori Putusan M dan Hukum Administrasi Negara tentang prinsip atribusi, distribusi dan delegasi kewenangan. Ketika seseorang sudah divonis dan dilakukan pembinaan di lembaga pemasyarakatan maka Pemerintah dalam hal ini Kemenkumham dan jajaran di bawahnya berwenang penuh tanpa perlu mengatribusikan pelaksaan pemberian hak warga binaan tersebut kepada institusi penegak hukum lainnya yang ruang kewenangannya berbeda tupoksinya satu sama lain. Oleh sebab itu, norma Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A ayat (3) huruf b dan c, Pasal 43A, ayat (3) huruf b, c PP 99/2012 bertentangan dengan UU Pemasyarakatan karena pembinaan warga pemasyarakatan merupkan kewenangan penuh Kemenkumham Bukan lagi kewenangan Institusi lain Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI, BNN, dan KPK RI; Adapun bentuk pertentangannya, sebagai berikut : 17. Bahwa, tujuan diberikannya remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat kepada Narapidana agar Narapidana diterima dengan baik di Lingkungannya, sehingga tatkala Narapidana bebas menjalani masa hukumannya dapat kembali diterima masyarakat dengan baik, untuk mencapai tujuan dimaksud dibutuhkan system pemasyarakatan yang terintegrasi dengan baik, sebagaimana ketentuan Pasal 2 UU No 12/1995 yang berbunyi; Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab ; 18. Bahwa, selanjutnya hak mendapatkan Remisi, Asimilasi dan Pemebesan Bersyarat telah ditentukan secara tegas pada Ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf UU No 12 /1995, yang pada pokoknya Remisi, Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat diberikan kepada Narapidana, apabila telah memenuhi persyaratan yaitu : telah berkelakuan baik, dapat mengikuti program pembinaan, dengan baik, dan terpenuhinya syarat yang lainnya, Jelas Remisi, Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat merupakan proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan diluar lembaga (eksturnal), yakni proses pembauran Narapidana dengan Halaman 13 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 13

14 Direktori Putusan M masyarakat, sehingga dapat kembali menjalani kehidupan bermasyarakat yang baik; 19. Bahwa, disamping itu berdasarkan ketentuan Pasal 5 huruf b, dimana pembinaan pemasyarakatan yang dilaksanakan atas dasar persamaan perlakukan pelayanan, serta sejalan dengan ketentuan Pasal 27 UU 1945 yang pada pokoknya setiap orang memiliki persamaan kedudukan didalam hukum, sehingga Asimilasi mutlak diberikan pada setiap Narapidana dengan tidak membedakan perbuatan pidana, oleh karena prinsip asimilasi adalah prinsip perubahan, penyesuaian dan persiapan bagi setiap Narapidana untuk dapat dihadapkan kembali ke masyarakat; 20. Bahwa, dalam penjelasan Pasal 34B ayat (2) yang dimaksud dengan Penegak hukum adalah KPK, POLRI, Kejaksaan, dan BNN.ketentuan Merupakan bentuk pelampauan kewenangan, karena terdapat frasa bersedia bekerjasama dengan penegak hukum ; 21. Bahwa, Para Pemohon mengutip pendapat Mardjono yang telah membagi sistem pidana dalam tiga tahap, yaitu : (a) tahap sebelum sidang pengadilan atau tahap pra-adjudikasi (pre-adjudication) kewenangan penyidik Kepolisian, KPK, dan penyidik PNS lainnya, (b) tahap sidang pengadilan atau tahap adjudikasi (adjudication) kewenangan Jaksa dan Hakim, dan (c) tahap setelah pengadilan atau tahap purna adjudikasi (post adjudication), merupakan kewenangan Lembaga Pemasyarakatan dibawah Mentri Hukum dan HAM 22. Bahwa, dalam pelaksanaan hak hak Narapidana, secara utuh Undang undang telah membentuk normanya, sebagaimana yang termuat dalam ketentuan Pasal 5 UU No. 12/1995 yang berbunyi: sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas: a. Pengayoman, b. persamaan perlakuan dan pelayanan, c. pendidikan, d. pembimbingan, e. penghormatan harkat dan martabat manusia, f. kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan Halaman 14 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 14

15 Direktori Putusan M g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang tertentu Selanjutnya Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi : Pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan Selanjutnya pasal 10 ayat (3) UU Pemasyarakatan berbunyi Kepala Lapas bertanggung jawab atas penerimaan Terpidana dan pembebasan Narapidana di Lapas 23. Bahwa, Norma peraturan dibawah Undang-undang yang diuraikan diatas, secara linear telah mendistribusikan kewenangan pemberian hak narapidana kepada institusi di luar Kementrian Hukum dan HAM, yang pada dasarnya secara delegasi telah ditentukan dalam Pasal 5, Pasal 7 ayat (1) UU No 12/1995, bahkan Norma Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A, ayat (3) huruf b dan c, Pasal 43A, ayat (3) huruf b, c PP No 99/2012 dimaksud, telah mengenyampingkan ketentuan Pasal 10 ayat (3) UU No 12/1995 yang berbunyi Kepala Lapas bertanggung jawab atas penerimaan Terpidana dan pembebasan Narapidana di Lapas ; 24. Bahwa, dengan demikian secara administrasi pemerintahan dan Hukum Administrasi Negara, telah menegasikan, bahwa atribusi dan delegasi kewenangan hanya dapat dilakukan dalam satu bangunan yang sama atas dasar kewenangan yang dimiliki. Artinya Menteri dalam hal ini dapat mengatribusikan dan atau mendelegasikan kewenangan pemberian hak narapidana kepada instansi di bawahnya secara vertikal. (Sejalan dengan pendapat hukum oleh Masnur Marzuki S.H., L.L.M). Menteri yang oleh UU dumaksud diberikan kewenangan membuat dan menegakkan norma tidak diperbolehkan memberikan atribusi atau mendelegasikan suatu kewenangan kepada intansi lain secara horizontal apalagi atribusi dan delegasi kewenangan tersebut dicantelkan pada instansi penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung RI, KPK dan BNN. Lebih jauh, meletakkan posisi narapidana tertentu seperti korupsi, narkotika, atau terorisme sebagai kejahatan yang luar biasa dan hanya berdasarkan tafsir sepihak pembuat norma PP 9 menjadi tidak masuk akal dan tidak proporsional. Oleh sebab itu, mempostulatkan pengetatan Halaman 15 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 15

16 Direktori Putusan M persyaratan untuk memperoleh hak sebagaimana diatur PP 99 Tahun 2012 hanya karena tafsir bahwa kesemuanya adalah kejahatan luarbiasa sehingga narapidananya juga ditafsirkan menjadi narapidana yang luarbiasa adalah merupakan tindakan inkonstitusional tanpa ratio legis dan tanpa ratio konstitusional yang memadai. Sehingga oleh karenanya setiap norma yang terkandung dalam PP 99 sepanjang mengatur pengatatan diperolehnya hak dimaksud seperti demikian, secara jelas dan tegas patut disimpulkan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Undang- Undang (BUKTI PP- 6) ; Berdasarkan Uraian Diatas, Pengaturan Syarat Untuk Mendapatkan Remisi, Asimilasi Dan Pembebasan Bersyarat Yang Memberikan Kewenangan Kepada Institusi Diluar Dari Institusi Pemasyarakatan, Secara Tegas Merupakan Norma Baru Yang Tidak Mencirikan Suatu Syarat Atas Perintah Atau Sebagai Pendelegasian Dari Norma Umum Yang Termuat Dalam Uu No 12/1995, Sehingga Tepat Dan Beralasan Hukum, Para Pemohon Menyimpulkan Norma Norma Pasal 34b Ayat (2), Pasal 36a Ayat (3) Huruf A Dan Pasal 43 B Ayat (3) Hurud B Dan C Pp No 99/2012 Berdiri Sendiri Dan Bertentangan Dengan Norma Pasal 5 Ayat (3), Pasal 7 Ayat (1) Serta Pasal 10 Ayat (3) Uu No. 12/1995. Dengan Demikian Berdasarkan Pada Ketentuan Pasal 7 UU No 11 Tahun 2012 Tentang Ppp, Peraturan Pemerintah Yang Berada Dibawah Undang-Undang Tidak Boleh Melampaui Batas Norma Yang Diatur Dalam Undang-Undang. D. KESIMPULAN Bahwa berdasarkan uraian-uraian yang telah Para Pemohon kemukakan dalam permohonan keberatan hak uji materiil ini, maka sampailah Para Pemohon pada kesimpulan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bahwa berdasarkan Pasal 24A UUD 1945, Pasal 31 ayat (1) Undang- Undang Mahkamah Agung, Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa, memutuskan dan mengadili perkara ini, pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final; Halaman 16 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 16

17 Direktori Putusan M 2. Bahwa Para Pemohon merupakan Narapidana yang berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUD 1945 dan Pasal 14 ayat (1) UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, memiliki hak hak baik secara konstitusional maupun secara positif Normatif harus dilaksanakan serta diberikan, akan tetapi Para Pemohon telah dirugikan secara potensial dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 34A ayat (1) huruf a,b, ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A ayat (1) dan ayat (3) huruf b dan c, serta Pasal 43A ayat (1) huruf a, b, c, ayat (2), dan ayat (3) jo Pasal 43B ayat (3) huruf b dan c Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, sehingga hak hak Para Pemohon tidak dapat dipenuhi, Maka Para Pemohon berdasarkan ketentuan Pasal 31A ayat (1), dan ayat (2) Undang-Undang Mahkamah Agung mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan hak uji materiil ini; 3. Bahwa berdasarkan alasan-alasan hukum yang telah Para Pemohon sampaikan pada huruf C dalam judul Pokok Permohonan Keberatan, Pasal 34A ayat (1) huruf a,b, ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A ayat (1) dan ayat (3) huruf b dan c, serta Pasal 43A ayat (1) huruf a, b, c, ayat (2), dan ayat (3) jo Pasal 43B ayat (3) huruf b dan c Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan bertentangan dengan konstitusi Pasal 27 ayat (1) Undang Undang Dasar dan secara hirarki bertentangan dengan ketentuan Pasal 2, Pasal 5, Pasal 7 Ayat (1) Pasal 10 Ayat (3) Dan Pasal 14 Ayat (1) UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan; Dengan demikian cukuplah alasan bagi Mahkamah Agung untuk menyatakan Peraturan Pemerintah dimaksud tidak sah dan batal demi hukum, memerintahkan Termohon untuk mencabutnya dan menghukum Termohon untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini ; Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka selanjutnya Pemohon mohon kepada Ketua Mahkamah Agung berkenan memeriksa permohonan keberatan dan memutuskan sebagai berikut: 1. Menerima dan mengabulkan permohonan ini untuk seluruhnya ; 2. Menyatakan Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan keberatan atas berlakunya Peraturan Halaman 17 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 17

18 Direktori Putusan M Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan; 3. Menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atau tidak sah Pasal 34A ayat (1) huruf a,b, ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A ayat (1) dan ayat (3) huruf b dan c, serta Pasal 43A ayat (1) huruf a, b, c, ayat (2), dan ayat (3) jo Pasal 43B ayat (3) huruf b dan c Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan karena bertentangan dengan Undang- Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; 4. Memerintahkan Presiden Republia untuk segera mencabut Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan; 5. Memerintahkan putusan ini untuk dimuat dalam Lembar Negara. 6. Membebankan biaya perkara kepada Presiden Republia. Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti berupa: 1. Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (Bukti P-1); 2. Fotokopi Petikan Putusan Pidana Pemohon (Bukti P-2); 3. Fotokopi Peraturan Pemerintah RI Nomor 99 Tahun 2012 (Bukti P-3); 4. Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (Bukti P-4); 5. Fotokopi Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 (Bukti P-5); 6. Fotokopi tulisan ilmiah tentang Mendudukkan Semangat Pembatasan Hak Warga Pemasyarakatan dalam Koridor Negara Hukum dan Prinsip Konstitusionalisme oleh Masnur Marzuki (Bukti P-6); Menimbang, bahwa permohonan keberatan hak uji materiil tersebut telah disampaikan kepada Termohon pada tanggal 23 November 2015 berdasarkan Surat Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 63/PER-PSG/XI/63 P/HUM/2015, tanggal 23 November 2015; Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah mengajukan jawaban namun tenggang pengajuan jawaban telah terlewati, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas; Halaman 18 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 18

19 Direktori Putusan M Menimbang, bahwa yang menjadi obyek permohonan keberatan hak uji materiil Pemohon adalah Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, vide bukti nomor P-3; Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang substansi permohonan yang diajukan Pemohon, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal, yaitu apakah Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil, sehingga pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan a quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; Menimbang, bahwa objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan merupakan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk mengujinya; Menimbang, bahwa Pemohon adalah 1. Ir. EFFENDI UTAMA., 2. ERIC IVAN LUNARDI., 3. PHANG ELON RUSMAN, masing-masing dalam kapasitasnya sebagai Narapidana, oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama pribadi; Menimbang, bahwa dalam permohonannya, Pemohon telah mendalilkan bahwa Pemohon mempunyai kepentingan dengan alasan sebagai berikut: Bahwa, Para Pemohon hak-haknya telah dirugikan baik secara konkrit dan faktual maupun potensial atas pemberlakuan Pasal 34A ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A ayat (1) dan ayat (3) huruf b dan c, serta Pasal 43A ayat (1) huruf a, b, c, ayat (2), dan ayat (3) jo Pasal 43B ayat (3) huruf b dan c Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, sehingga Pemohon mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil kepada Mahkamah Agung agar Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Halaman 19 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 19

20 Direktori Putusan M Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang menjadi obyek permohonan a quo dinyatakan bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; Menimbang, bahwa: Kewenangan MA: - Pasal 24 A ayat (1) UUD 1945, dan Pasal 31 A ayat (1) UU 3 Tahun 2009 tentang MA, dan Pasal 20 ayat (2) huruf b UU 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa: "Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undangundang". - Pasal 7 ayat (1) d UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, secara hierarkis menyebutkan "Peraturan Pemerintah" merupakan jenis peraturan yang berada di bawah undangundang, sehingga Mahkamah Agung berwenang menguji; Legal standing: Bahwa para Pemohon (Ir. Effendi Utama., Eric Ivan Lunardi, dan Phang Elon Rusman) adalah orang perseorangan warga negara Indonesia, masing-masing adalah para Narapidana dalam kasus korupsi dan narkotika, yang sedang menjalani masa hukuman (bukti P-2), yang memiliki kepentingan yang sama, yaitu merasa dirugikan atas pemberlakuan ketentuan di dalam objek HUM karena seharusnya hak Narapidana untuk memperoleh remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat tidak diperlukan syarat-syarat dan/atau persetujuan dari instansi lain, sehingga para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo sebagaimana Pasal 31 A ayat (2) huruf c UU No 3 Tahun 2009; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas terbukti Pemohon mempunyai kepentingan dan oleh karenanya memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan a quo karena haknya dirugikan atas berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang menjadi obyek permohonan keberatan hak uji materiil, oleh karena itu secara yuridis Pemohon mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, sehingga Halaman 20 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 20

21 Direktori Putusan M memenuhi syarat formal yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 dan Pasal 31 A ayat (2) Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009; Menimbang, bahwa karena permohonan terhadap obyek hak uji materiil diajukan oleh Pemohon yang mempunyai legal standing maka permohonan a quo secara formal dapat diterima; Menimbang, bahwa selanjutnya Mahkamah Agung mempertimbangkan substansi obyek permohonan keberatan hak uji materiil apakah Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; Menimbang, bahwa dalam permohonannya Pemohon telah mendalilkan hal-hal sebagai berikut: - Bahwa Pemohon merupakan Narapidana yang berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUD 1945 dan Pasal 14 ayat (1) UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, memiliki hak hak baik secara konstitusional maupun secara positif Normatif harus dilaksanakan serta diberikan, akan tetapi Para Pemohon telah dirugikan secara potensial dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 34A ayat (1) huruf a,b, ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 34B ayat (2), Pasal 36A ayat (1) dan ayat (3) huruf b dan c, serta Pasal 43A ayat (1) huruf a, b, c, ayat (2), dan ayat (3) jo Pasal 43B ayat (3) huruf b dan c Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, sehingga hak hak Para Pemohon tidak dapat dipenuhi; Menimbang, bahwa dari alasan keberatan Para Pemohon yang dihubungkan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh Para Pemohon, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan keberatan Para Pemohon tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa substansi pengaturan di dalam objek HUM tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, karena ketentuan teknis mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hakhak Narapidana (narkotika dan korupsi) merupakan kewenangan sepenuhnya Halaman 21 dari 23 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2015 Kepaniteraan M berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N h Agung Republi Telp : (ext.318) Halaman 21

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang I. PEMOHON Mardhani Zuhri Kuasa Hukum Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan

Lebih terperinci

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.810, 2016 KEMENKUMHAM. Remisi. Asimilasi. Cuti Mengunjungi Keluarga. Pembebasan Bersyarat. Cuti Menjelang Bebas. Cuti Bersyarat. Pemberian. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XV/2017 Remisi bagi Narapidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XV/2017 Remisi bagi Narapidana Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XV/2017 Remisi bagi Narapidana Korupsi I. PEMOHON Suryadharma Ali, Otto Cornelis Kaligis, Irman Gusman, Barnabas Suebu, dan Waryono Karno Kuasa Hukum Afrian Bonjol,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan I. PEMOHON Barisan Advokat Bersatu (BARADATU) yang didirikan berdasarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas I. PEMOHON Ir. Samady Singarimbun RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, SH., M., dkk. II.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba No.404, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Narapidana. Pembinaan. Izin Keluar. Syarat. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial I. PEMOHON Dr. H. Taufiqurrohman Syahuri, S.H Kuasa Hukum Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. dkk berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Nomor : 018/PUU-III/2005 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PLENO PEMBACAAN PUTUSAN PERKARA NO. 018/PUU-III/2005 MENGENAI PENGUJIAN UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali I. PEMOHON 1. Su ud Rusli, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. H. Boyamin, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 93/PUU-XIV/2016 Kepengurusan Partai Politik Yang Berselisih Harus Didaftarkan dan Ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Meskipun Kepengurusan Tersebut Telah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Perkumpulan Hisbut Tahrir Indonesia, organisasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 81/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 81/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 81/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah I. PEMOHON Drs. Setya Novanto,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu,

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE I. PEMOHON Muhammad Habibi, S.H., M.H., Kuasa Hukum Denny

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan I. PEMOHON Rama Ade Prasetya. II. OBJEK PERMOHONAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAKAMAH KONSTITUSI SEBAGAIMANA DIUBAH

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pemohon 1. Iwan Budi Santoso S.H. 2. Muhamad Zainal Arifin S.H. 3. Ardion

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XV/2017 Hak Konstitusional Guru Dalam Menjalankan Tugas dan Kewajiban Menegakkan Disiplin dan Tata Tertib Sekolah (Kriminalisasi Guru) I. PEMOHON 1. Dasrul (selanjutnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 77/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyidikan, Penuntutan dan Penyitaan Harta Kekayaan dari Tindak Pidana Pencucian Uang I. PEMOHON Dr. M. Akil Mochtar, S.H., M.H.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka I. PEMOHON Setya Novanto Kuasa Hukum: DR. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M, Yudha Pandu, S.H.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK I. PEMOHON Ir. Eddie Widiono Sowondho,M.Sc., selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: Dr.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum I. PEMOHON Drs. Rahmad Sukendar, SH. Kuasa Hukum Didi Karya Darmawan, SE.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan I. PEMOHON 1. Elisa Manurung, SH 2. Paingot Sinambela, SH, MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 1

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Achmad Saifudin Firdaus, SH., (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Bayu Segara, SH., (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Terdakwa dan/atau Mantan Narapidana Untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Drs. H. Rusli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK I. PEMOHON Ir. Eddie Widiono Sowondho,M.Sc., selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: Dr. Maqdir Ismail,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Drs. Setya Novanto. Kuasa Pemohon: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH., Syaefullah Hamid,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H. SALINAN PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 67/PUU-X/2012 Tentang Surat Pernyataan Mengundurkan Diri Bakal Calon Kepala Daerah yang berasal dari Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak I. PEMOHON Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 4 K/TUN/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara tata usaha negara pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada I. PEMOHON Dani Muhammad Nursalam bin Abdul Hakim Side Kuasa Hukum: Effendi Saman,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase I. PEMOHON Zainal Abidinsyah Siregar. Kuasa Hukum: RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase Ade Kurniawan, SH., Heru Widodo, SH., MH., dkk, advokat/ penasehat hukum

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Terdakwa dan/atau Mantan Narapidana Untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Drs. H. Rusli Habibie,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

Lebih terperinci

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan, 49 BAB III WEWENANG MAHKAMAH KOSTITUSI (MK) DAN PROSES UJIMATERI SERTA DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMPERBOLEHKAN PENINJAUAN KEMBALI DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI. A. Kronologi pengajuan uji materi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (Partai PPI), diwakili oleh Daniel Hutapea sebagai Ketua Umum

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 54/PUU-XII/2014 Penetapan Tersangka dan Kewenangan Pegawai Internal BPK Sebagai Ahli Dalam Persidangan Atas Hasil Audit Laporan Internal Badan Pemeriksa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong I. PEMOHON Henky Setiabudhi Kuasa Hukum Wahyudhi Harsowiyoto, SH dan Mario Tanasale, SH., para

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUU-XIV/2016 Pengenaan Pidana Bagi PNS Yang Sengaja Memalsu Buku-Buku atau Daftar-Daftar Untuk Pemeriksaan Administrasi I. PEMOHON dr. Sterren Silas Samberi. II.

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P E N E T A P A N NOMOR : 89/G/2012/PTUN-JKT DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta ; ---------------------------------

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII; RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XVI/2018 Ketentuan Pemanggilan Paksa oleh DPR, Frasa merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR dan Pemanggilan Anggota DPR Yang Didasarkan Pada Persetujuan Tertulis

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik I. PEMOHON H. Djan Faridz Kuasa Hukum R.A. Made Damayanti Zoelva, S.H., Abdullah, S.H., Erni Rasyid,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua/Papua Barat Yang Dipilih Oleh Masyarakat Adat Orang Asli Papua Dan Ditetapkan Melalui Mekanisme

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi I. PEMOHON Robby Abbas. Kuasa Hukum: Heru Widodo, SH., M.Hum., Petrus

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 98/PUU-XV/2017 Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 98/PUU-XV/2017 Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Aparatur Sipil Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 98/PUU-XV/2017 Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Dwi Maryoso, S.H. dan Feryando Agung Santoso, S.H., M.H II. OBJEK PERMOHONAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha I. PEMOHON Organisasi Advokat Indonesia (OAI) yang diwakili oleh Virza Roy

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak I. PEMOHON Tajudin bin Tatang Rusmana. Kuasa Hukum: Abdul Hamim Jauzie, S.H., Ahmad Muhibullah, SH, dkk, para advokat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah I. PEMOHON 1. Ir. Heru Cahyono (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wijaya Kusuma Prawira

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan I. PEMOHON Organisasi Masyarakat Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), diwakili

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Afriady Putra S.,SH., S.Sos. Kuasa Hukum: Virza

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci