PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

BAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

GREEN TRANSPORTATION

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB III LANDASAN TEORI

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. pencemaran udara, serta pemodelan dari volume lalu lintas dan kecepatan lalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

BAB III METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu sistem transportasi yang baik dan bermanfaat.

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau

Kata kunci: Bangkitan Pergerakan, Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB I PENDAHULUAN. bergerak bersamaan. Persimpangan pun menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. mengemukakan secara teknis tentang metoda-metoda yang digunakan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

STUDI BIAYA EMISI CO AKIBAT ADANYA RENCANA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MASSAL CEPAT (TREM) DI SURABAYA

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Emisi Gas. Baku Mutu. Kategori L3. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Model Persamaan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Di Jalan Dr. Djunjunan Kota Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

PENGARUH KEBERADAAN PARKIR DAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP BIAYA KEMACETAN DAN POLUSI UDARA DI JALAN KOLONEL SUGIONO MALANG

Transkripsi:

1

2

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN Tata cara ini merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan tahap demi tahap oleh tim lapangan dalam rangka pemantauan dan pengamatan terhadap kriteria kualitas udara perkotaan dari sumber bergerak di jalan raya. Penyusunan tata cara ini bertujuan agar diperoleh keseragaman, kesepahaman dan kesamaan persepsi antar tim lapangan dan antar anggota tim. Skala penilaian pada kriteria kualitas udara perkotaan dari sumber bergerak di jalan raya mempunyai 5 kategori, meliputi - Skala penilaian Sangat Jelek dengan range nilai 30 45 - Skala penilaian Jelek dengan range nilai 46 60 - Skala penilaian Sedang dengan range nilai 61 70 - Skala penilaian Baik dengan range nilai 71 85 - Skala penilaian Sangat Baik dengan range nilai 86 100 Jika kriteria mempunyai sifat kualitatif maka untuk menentukan nilai ditentukan dari nilai tengah range nilai pada skala penilaian tertentu. Dan jika kriteria mempunyai sifat kuantitatif (terukur) maka untuk menentukan nilai ditentukan dengan cara perbandingan interpolasi. Sebagai contoh: Suatu Kota dalam kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara dengan indikator penilaian diseminasi hasil pengamatan memperoleh skala penilaian sedang dengan range nilai 61-70, maka nilai untuk indikator tersebut adalah nilai tengah dari range nilai sedang yaitu 65. Berikut ini dijelaskan pedoman pelaksanaan kriteria kualitas udara perkotaan dari sumber bergerak di jalan raya. I. Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara 1. Apakah pemerintah daerah melakukan pemantauan kualitas udara yang bersumber dari transportasi Catatan: kriteria ini bukan kriteria penilaian, hanya bersifat informasi untuk penilaian selanjutnya. Jika Pemerintah daerah melakukan pemantauan kualitas udara yang bersumber dari transportasi maka kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara mendapatkan penilaian. Tetapi jika Pemerintah daerah tidak melakukan pemantauan kualitas udara yang bersumber dari transportasi maka tidak memperoleh penilaian dari kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara dan penilaian berlanjut pada kriteria berikutnya. 3

Jika Pemerintah Daerah melakukan pemantauan kualitas udara, maka penilaian kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara meliputi : 2. Alokasi Anggaran untuk pemantauan kualitas udara Penilaian dilakukan dengan melihat alokasi anggaran untuk setiap tahun. Alokasi anggaran setiap tahun dihitung berdasarkan persentase alokasi anggaran untuk pemantauan kualitas udara terhadap APBD Dinas Lingkungan Hidup Kota setempat. - Alokasi Anggaran 0-0.5 % : Sangat Jelek - Alokasi Anggaran 0.6-1 % : Jelek - Alokasi Anggaran 1.1-1.5 % : Sedang - Alokasi Anggaran 1.6-2 % : Baik - Alokasi Anggaran > 2 % : Sangat Baik 3. Kegiatan pemantauan kualitas udara a. Jumlah titik pengamatan Penilaian ini dilakukan berdasarkan persentase jumlah titik pengamatan terhadap jumlah penduduk setiap tahun pada kondisi ideal. Semakin banyak titik pengamatan maka semakin baik penilaian indikator ini. - Jumlah titik pengamatan 0 : Sangat Jelek - Jumlah titik pengamatan 1-5 : Jelek - Jumlah titik pengamatan 5-10 : Sedang - Jumlah titik pengamatan 10-15 : Baik - Jumlah titik pengamatan >15 : Sangat Baik b. Lokasi pengamatan Penilaian ini dilakukan berdasarkan jumlah total lokasi pengamatan baik di pinggir jalan maupun lokasi lainnya. - Pernah ada, tetapi tidak melanjutkan program : Sangat Jelek - Tidak pernah ada program pengamatan pemantauan kualitas udara : Jelek - Dilakukan pengamatan tetapi tidak di jalan, melainkan di lokasi lain seperti dekat pabrik : Sedang - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak 1-5 lokasi : Baik - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak > 5 lokasi : Sangat Baik c. Road site monitoring 4

Penilaian ini dilakukan berdasarkan jumlah lokasi pengamatan yang dilakukan hanya di pinggir jalan. Lokasi pengamatan selain di pinggir jalan tidak dihitung sebagai road site monitoring. - Pernah ada, tetapi tidak melanjutkan program : Sangat Jelek - Tidak pernah ada program pengamatan pemantauan kualitas udara : Jelek - Jika mempunyai satu titik lokasi pengamatan di jalan : Sedang - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak 2-3 lokasi : Baik - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak > 3 lokasi : Sangat Baik d. Frekuensi pengukuran Penilaian dilakukan berdasarkan frekuensi kegiatan pengukuran pencemaran udara setiap tahunnya. - Jika frekuensi pengukuran < 6 setiap tahun : Sangat Jelek - Jika frekuensi pengukuran 6-12 setiap tahun : Jelek - Jika frekuensi pengukuran 12-18 setiap tahun : Sedang - Jika frekuensi pengukuran 18-24 setiap tahun : Baik - Jika frekuensi pengukuran >24 setiap tahun : Sangat Baik e. Jumlah parameter kualitas udara akibat emisi kendaraan yang dipantau Penilaian berdasarkan dengan semakin banyak parameter yang dipantau maka semakin besar penilaian. Catatan: parameter kualitas udara harus sesuai dengan parameter yang tercantum dalam peraturan perundangan. - Jika jumlah parameter 0 : Sangat Jelek - Jika jumlah parameter 1 : Jelek - Jika jumlah parameter 1-3 : Sedang - Jika jumlah parameter 3-4 : Baik - Jika jumlah parameter 4-5 : Sangat Baik f. Pengarsipan data Pengarsipan data ini berupa arsip data parameter kualitas udara hasil pengamatan. Penilaian dilakukan berdasarkan persentase data yang hilang. Catatan: Apabila terdapat beberapa titik pengamatan maka persentase data yang hilang dirata-ratakan. - Jika hilang >80% : Sangat Jelek - Jika hilang 60% : Jelek - Jika hilang 40% : Sedang - Jika hilang 20% : Baik - Jika lengkap : Sangat Baik 5

g. Diseminasi hasil pengamatan Penilaian ini dilakukan jika adanya diseminasi hasil pengamatan ke publik. Catatan : Apabila tidak terdapat kegiatan diseminasi hasil pengamatan ke publik maka tidak dapat penilaian dari variabel ini. - Belum/tidak terdata : Sangat Jelek - Belum/tidak dipublikasikan : Jelek - Dipublikasikan tetapi belum/tidak dimanfaatkan : Sedang - Dimanfaatkan sebagai pengetahuan publik saja (public awarness) : Baik - Digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan : Sangat Baik 4. Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara akibat lalu lintas a. Jenis kegitan dalam mengurangi tingkat pencemaran udara akibat lalu lintas, meliputi: - Manajemen lalu lintas, Laboratorium Rekayasa Lalu Lintas, ITB, 1996 mendefinisikan manajemen lalu lintas adalah istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan suatu proses pengaturan sistem lalu lintas dan sistem prasarana jalan dengan menggunakan beberapa metoda ataupun teknik rekayasa tertentu, tanpa menggandakan pembangunan jalan baru, dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan ataupun sasaran sasaran tertentu yang berhubungan dengan masalah lalu lintas. Penjelasan di atas diembel-embeli dengan perkataan tanpa membangun jalan baru maksudnya adalah pengaturan yang dilakukan tanpa melibatkan usaha-usaha yang sifatnya pengadaan ataupun pembangunan prasarana secara besar-besaran, tapi lebih pada pengaturan lalu lintas dengan sistem prasarana yang yang ada. Jadi sifatnya lebih mengarahkan pada optimalisasi prasarana jalan yang ada. Selanjutnya, dapat dikatakan disini bahwa manajemen lalu lintas dapat dilakukan dengan skala kecil ataupun besar. Yang dimaksudkan dengan skala kecil adalah jika lingkup kajiannya terbatas pada beberapa ruas jalan tertentu saja ataupun terbatas pada beberapa prasarana transport tertentu saja. Sedangkan skala besar meliputi suatu wilayah yang cukup luas, misalnya suatu jaringan jalan tertentu, dimana didalamnya sudah termasuk seluruh fasilitas/prasarana transport lainnya yang relevan (misalnya, terminal, areal parkir dan lain-lain). Jika ditinjau dari skala waktu penanganan, maka dapat dikatakan bahwa orientasi penanganan manajemen lalu lintas adalah jangka pendek, yaitu dalam skala waktu di bawah lima tahun. Dalam skala waktu yang pendek ini perubahan sistem prasarana transportasi tidak terjadi, sedangkan pola ataupun orientasi pergerakan secara dinamis akan selalu berkembang. Jadi, orientasi penanganan manajemen lalu lintas adalah berusaha mengantisipasi ataupun mengakomodasi perubahan orientasi ataupun pola pergerakan jangka pendek secara temporer selama perubahan prasarana 6

belum dilakukan. Selain itu, manajemen lalu lintas juga dapat dilakukan untuk mengatisipasi adanya perubahan pola ataupun orientasi pergerakan sebagai konsekuensi dari suatu perubahan sistem prasarana, misalnya pembangunan jalan baru. Meskipun kebijakan yang dapat diusulkan bagi suatu pelaksanaan manajemen lalu lintas sangatlah bervariasi, tergantung pada sasaran, situasi dan kondisi setempat, tetapi kita dapat mengelompokkan kebijakankebijakan tersebut dalam 4 (empat) kebijakan dasar, yaitu: a. Kebijakan yang berkaitan volume lalu lintas dan pengaturan rute Mengatur sirkulasi lalu lintas pada suatu jaringan jalan tertentu. Meminimumkan waktu tempuh total dalam suatau jaringan jalan tertentu. Mengurangi volume kendaraan yang bersifat through traffic. Mengurangi ataupun meniadakan kendaraan-kendaraan berat pada suatu ruas jalan ataupun jaringan jalan tertentu. Mereview ataupun meningkatkan kondisi operasional traffic pada jaringan jalan dimana manajemen lalu lintas dilaksanakan, misalnya dengan : kanalisasi, pemarkaan, perambuan dll. b. Kebijakan yang berkaitan dengan perilaku pengemudi Memperbaiki/meningkatkan disiplin pengendara. Memperkecil/mengurangi bervariasi kecepatan (karena terlalu berfluktuasi), terutama terhadap kecepatan tinggi, baik pada suatu ruas jalan tertentu ataupun pada suatu jaringan jalan. Mengurangi kecepatan rata-rata (mean speed), pada suatu titik tertentu, atau pada suatu ruas jalan tertentu ataupun pada suatu jaringan jalan. Menciptakan suatu lingkungan berlalu lintas yang lebih teratur dan tertib (yaitu, meningkatkan kepedulian pengendara terhadap pengendara lainnya ataupun terhadap pejalan kaki). c. Kebijakan yang berkaitan dengan traffic safety Mengurangi banyaknya titik konflik pada persimpangan jalan. Mengurangi perbedaan kecepatan relatif antara beberapa jenis kendaraan, misalnya perbedaan kecepatan antara kendaraan pribadi (sedan) dengan kendaraan umum (bis). Mengurangi titik konflik antar kendaraan yang terjadi di luar persimpangan (misalnya terbentuk karena adanya weaving area ). Meningkatkan keterkaitan fungsional antara rute pejalan kaki dengan sistem jaringan jalan bagi pengendara (misalnya, akses ke sekolah, toko ataupun fasilitas umum lainnya). d. Kebijakan non-traffic Tingkatkan /perbaiki kondisi lansekap jalan. Sediakan fasilitas pejalan kaki ataupun fasilitas pengendara sepeda, baik yang berpotongan dengan ruas jalan ataupun yang sejajar. 7

- Pengembangan angkutan umum Pengembangan angkutan umum ini sesuai dengan tahapann kegiatan mulai dari studi pengembangan angkutan umum, perencanaan DED dan implementasi pengembangan angkutan umum. Penilaian ini berdasarkan jumlah kegiatan manajemen lalu lintas dalam 5 tahun terakhir. Jenis kegiatan ini diantaranya busway, busline, monorail, subway, trem (ilustrasi gambar dapat di lihat di halaman terakhir) - Kendaraan tanpa bermotor (unmotorize) Penilaian ini berdasarkan pengembangan kendaran tanpa bermotor (unmotorize) baik mulai dari studi sampai implementasi. - Fasilitas Pedestrian (pejalan kaki) Penilaian ini berdasarkan adanya pengembangan fasilitas pejalan kaki baik mulai dari studi sampai pembangunan fisik sarana pejalan kaki. (ilustrasi gambar dapat dilihat pada lampiran) - Bahan bakar ramah lingkungan Bahan bakar ramah lingkungan, seperti bahan bakar gas (BBG), bio disel. Penilaian ini berdasarkan persentase penggunaan bahan bakar ramah lingkungan terhadap total konsumsi bahan bakar di kota pengamatan. - Tidak ada kegiatan dalam 10 tahun terakhir : Sangat Jelek - Tidak ada kegiatan dalam 5 tahun terakhir : Jelek - Adanya kegiatan pada tahap perencanaan atau masih berupa studi/kajian : Sedang - Kegiatan skala kecil : Baik - Kegiatan skala besar : Sangat Baik b. Jumlah rencana program/kegiatan Penilaian ini berdasarkan jumlah rencana kegiatan yang akan dikembangkan dalam 5 tahun ke depan yang berkaitan dengan pemantauan kualitas udara akibat transportasi. II. Karakteristik Kota - Tidak ada kegiatan : Sangat Jelek - Ada 1-2 kegiatan : Jelek - Ada 3-5 kegiatan : Sedang - Ada 6-8 kegiatan : Baik - Ada > 8 kegiatan : Sangat Baik 1. Ukuran (Pencemaran Udara) Pengukuran pencemaran udara ini dilakukan hanya yang disebabkan oleh lalu lintas. Indikator/variabel yang diukur adalah: CO (Carbon monoksida), NO2 (Nitrogen dioksida), HC (Hydrocarbon), PM10 (Particulate < 10 μm). Lokasi pengukuran dilakukan pada jalan arteri dan kolektor (lokasi pengukuran pencemaran udara sama dengan pemantauan jalan pada penilaian Adipura). 8

Catatan : Baku mutu pencemaran udara harus sesuai dengan standar seperti yang diatur pada PP No. 41/1999. Skala penilaian kriteria ini hanya 2 yaitu yaitu: penilaian Jelek jika > baku mutu dan penilaian baik jika < baku mutu. 2. Kinerja Lalu Lintas Perkotaan Lokasi pemantauan disesuaikan dengan lokasi Adipura, yaitu pada sampel jalan arteri dan jalan kolektor (masing-masing 3 ruas). Kinerja lalu lintas perkotaan yang diukur meliputi: a. Kecepatan operasi Ruas jalan yang akan diamati kecepatan operasinya merupakan ruas jalan arteri dan kolektor (lokasi pengukuran kecepatan operasi sama dengan lokasi pengukuran pencemaran udara). Data kecepatan operasi diperolah dari dinas instasi terkait (data sekunder dari Dinas Perhubungan) dan harus di tinjau ulang (cross cek) ke lapangan dengan metoda pelaksanaan pengukuran kecepatan yang sesuai dengan metoda yang ada. Metoda pengukuran kecepatan yang umum dilakukan adalah spot speed. Terdapat dua jenis pengukuran untuk mendapatkan data kecepatan sesaat yaitu: 1. Pengukuran tak langsung. Dikatakan pengukuran tak langsung karena sebenarnya kecepatan dapat diperkirakan dari waktu tempuh hasil pengamatan. Salah satu pengukuran tak langsung adalah metoda dua pengamat. Metoda dua pengamat (manual), yaitu dengan cara menghitung waktu yang ditempuh oleh suatu kendaraan melewati dua titik yang mempunyai jarak sekitar 20 200 m. Pada titik pertama, Ketika kendaraan berjalan, pengamat ke-1 menurunkan tangan dan pengamat ke-2 menjalankan stopwatch serta menghentikan stopwatch ketika kendaraan melewati titik kedua. Untuk mendapatkan kecepatan dihitung dengan membagi jarak dengan waktu tempuh kendaraan. Ilustrasi pengukuran dua pengamat dapat dilihat pada Gambar 1. Titik 1 Titik 2 20 200 m Gambar 1. Ilustrasi Pengukuran Kecepatan Dengan Metoda 2 Pengamat 2. Pengukuran langsung, yaitu pengukuran kecepatan dilakukan secara langsung di lapangan. Salah satu jenis pengukuran kecepatan secara langsung adalah radar speed gun meter. Alat ini memungkinkan untuk dipegang dengan tangan, dipasang pada kendaraan atau diletakan pada tripod. Alat ini menghantarkan gelombang mikro 9

frekuensi tinggi ke arah kendaraan bergerak yang dituju. Gelombang tersebut dipantulkan kembali oleh kendaraan ke alat tersebut. Perubahan frekuensi antara gelombang hantar dan gelombang pancar adalah sebanding dengan kecepatan kendaraan relatif terhadap radar meter. Ilustrasi pengukuran dengan radar speed gun meter dapat dilihat pada Gambar 2. kendaraan 30º Titik radar speed gun meter Gambar 2. Ilustrasi Pengukuran Kecepatan Dengan Radar Speed Gun Meter Catatan : - Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus dilakukan pada saat jam sibuk di ruas jalan yang diamati. - Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan range skala penilaian maka untuk memperoleh skala penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan interpolasi. Catatan : - Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus dilakukan pada saat jam sibuk di ruas jalan yang diamati. - Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan range skala penilaian maka untuk memperoleh skala penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan interpolasi. - Jika kecepatan rata-rata <10 km/jam : Sangat Jelek - Jika kecepatan rata-rata 10-20 km/jam : Jelek - Jika kecepatan rata-rata 21-30 km/jam : Sedang - Jika kecepatan rata-rata 31-45 km/jam : Baik - Jika kecepatan rata-rata 45-60 km/jam : Sangat Baik b. Kepadatan Lalu Lintas (Rasio Volume Lalu lintas terhadap Kapasitas jalan/ VCR) Ruas jalan yang akan diamati kepadatan lalu lintas merupakan ruas jalan arteri dan kolektor (lokasi pengukuran kecepatan operasi sama dengan lokasi pengukuran pencemaran udara). Data kepadatan lalu lintas diperolah dari dinas instasi terkait (data sekunder dari Dinas Perhubungan) dan harus di tinjau ulang (cross cek) ke lapangan dengan metoda pelaksanaan pengukuran kepadatan lalu lintas yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. 10

Catatan : - Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus dilakukan pada saat jam sibuk di ruas jalan yang diamati. - Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan range skala penilaian maka untuk memperoleh skala penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan interpolasi. - Jika VCR > 1 : Sangat Jelek - Jika VCR 0.81-1 : Jelek - Jika VCR 0.61 0.80 : Sedang - Jika VCR 0.41 0.60 : Baik - Jika VCR < 0.40 : Sangat Baik c. Rata-rata jarak perjalanan harian Indikator ini berdasarkan pergerakan asal-tujuan di wilayah perkotaan. Penilaian kriteria ini dari rata-rata jarak perjalanan harian, semakin pendek rata-rata jarak perjalanan harian maka penilaian semakin baik. Data ini dapat diperoleh dengan melakukan survey wawancara asal tujuan. Apabila memungkinkan dapat diperoleh dari data sekunder. d. Penggunaan angkutan umum. Penilaian penggunaan angkutan umum ini berdasarkan dari persentase penggunaan angkutan umum terhadap total penggunaan kendaraan. Data sekunder ini dapat diperoleh dari dinas terkait di daerah (Dinas Perhubungan). Jika data sekunder yang dimaksud tidak tersedia, penggunaan angkutan umum dapat dihitung berdasarkan proporsi angkutan umum terhadap total kendaraan (atau lalu lintas) pada ruas jalan yang ditinjau. 11

Monorail Subway Busway Fasilitas Pejalan Kaki 12

Formulir Hasil Evaluasi Daerah No Kegiatan Hasil Keterangan 1 Pemantauan Road Side (μg/m3) a. SO2 (sulfur dioksida) (μg/m3) b. CO (Carbon monoksida) (μg/m3) c. NO2 (Nitrogen dioksida) (μg/m3) d. O3 (Oksidan) (μg/m3) Tdk perlu diukur e. HC (Hydrocarbon) (μg/m3) f. PM10 (particulate < 10 μm) (μg/m3) g. TSP (ash) (μg/m3) Tdk perlu diukur h. Pb (lead) (μg/m3) Tdk perlu diukur 2 Pemantauan Ambient a. SO2 (sulfur dioksida) (μg/m3) b. CO (Carbon monoksida) (μg/m3) c. NO2 (Nitrogen dioksida) (μg/m3) d. O3 (Oksidan) (μg/m3) e. HC (Hydrocarbon) (μg/m3) Tdk perlu diukur f. PM10 (particulate < 10 μm) (μg/m3) g. TSP (ash) (μg/m3) Tdk perlu diukur h. Pb (lead) (μg/m3) Tdk perlu diukur 3 Penghitungan Kerapatan Km/jam 4 Penghitungan Kecepatan VCR 5 Spot Chek Bensin Lulus: Tidak Lulus: 6 Spot Chek Solar Lulus: Tidak Lulus: 7 Non Teknis Isikan di kriteria 13

Formulir Hasil Evaluasi Daerah No Kegiatan Data Jam 1 Data Jam 2 Data Jam 3 Data Jam 4 Hasil Akhir Keterangan 1 Pemantauan Road Side (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Manual sampling a. SO2 (sulfur dioksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " b. CO (Carbon monoksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " c. NO2 (Nitrogen dioksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " d. O3 (Oksidan) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur e. HC (Hydrocarbon) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " f. PM10 (particulate < 10 μm) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " g. TSP (ash) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur h. Pb (lead) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur 2 Pemantauan Ambient a. SO2 (sulfur dioksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " b. CO (Carbon monoksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " c. NO2 (Nitrogen dioksida) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " d. O3 (Oksidan) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " e. HC (Hydrocarbon) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur f. PM10 (particulate < 10 μm) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) " g. TSP (ash) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur h. Pb (lead) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) Tdk perlu diukur 14

15

Kapasitas Ruas Jalan No. 1 2 Nama Ruas Jalan Kapasitas Dasar (smp/jam) Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Kapasitas (smp/jam) 3 Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Pada Jalan Kolektor No. Nama Ruas Jalan Perioda Volume Kapasitas VCR Pagi 1 Siang Sore Pagi 2 Siang Sore Pagi Siang Sore 3 Pagi Siang Sore 16

17

18