KAJIAN SIMULASI ADAPTASI TERHADAP TINGKAT KENYAMAN- AN TERMAL AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DI KOTA PADANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada

PROYEKSI PERUBAHAN TEMPERATUR BERDASARKAN KECENDERUNGAN KONSENTRASI KARBON DIOKSIDA DI BUKIT KOTOTABANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ESTIMASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP HUJAN WILAYAH DI DAS PROGO HULU MENGGUNAKAN SKENARIO IKLIM HadCM3 DENGAN SKENARIO EMISI A2 DAN B2

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN LUARAN MODEL GCM, TRMM DAN OBSERVASI DALAM MENENTUKAN VARIABILITAS CURAH HUJAN DI ZONA PREDIKSI IKLIM JAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

ANALISIS KORELASI RADIATIVE FORCING METANA (CH 4 ) DENGAN PERUBAHAN TEMPERATUR DI KOTOTABANG TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan indeks pembangunan manusia. Peningkatan prevalensi penduduk

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

VARIABILITAS TEMPERATUR UDARA PERMUKAAN WILAYAH INDONESIA BERDASARKAN DATA SATELIT AIRS

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

Prediksi Kenaikan Muka Air Laut di Pesisir Kabupaten Tuban Akibat Perubahan Iklim

PROYEKSI PERUBAHAN IKLIM TAHUN DI WILAYAH ZONA MUSIM (ZOM) PROVINSI SUMATERA BARAT

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

STUDI TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG TAMU KOMPLEK PERUMAHAN SERDANG RESIDENCE MEDAN SKRIPSI OLEH HENDRA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

Kementerian PPN/Bappenas

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Identifikasi Potensi UHI terhadap RTH dan Kenyamanan Thermal pada Taman Walikota di Kota Kendari

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Tingkat Kenyamanan Di DKI Jakarta Berdasarkan Indeks THI (Temperature Humidity Index)

Pengaruh Bentuk Bangunan pada Lingkungan Thermal Kota Studi kasus : Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Pengaruh Orientasi Bangunan pada Temperatur Udara Kawasan Studi kasus : Kota Bandung

I. INFORMASI METEOROLOGI

PEMANFAATAN GLOBAL CIRCULATION MODEL (GCM) UNTUK PREDIKSI PRODUKSI PADI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

BAB I PENDAHULUAN. panas umumnya lebih banyak menimbulkan masalah dibanding iklim kerja dingin,

Gambar 1.1 Suhu dan kelembaban rata-rata di 30 provinsi (BPS, 2014)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB V KESIMPULAN UMUM

MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012

EVALUASI KENYAMANAN TAMAN JALUR HIJAU DI KOTA SURABAYA (STUDI KASUS : JALAN RAYA DARMO)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi,Universitas Gadjah Mada 2

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

Optimalisasi informasi perubahan iklim dalam rangka membangun kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

PENGUKURAN RADIASI MATAHARI DENGAN MEMANFAATKAN SENSOR SUHU LM35

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

aktivitas manusia. 4 Karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan lahan yang menjadi penyebab utama Bumi menjadi hangat, baik pa

EVALUASI KENYAMANAN TERMAL RUANG SEKOLAH SMA NEGERI DI KOTA PADANG

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, RUMUS INDEKS KETIDAKNYAMANAN SUATU WILAYAH. Sugiasih 1

Perancangan Apartemen dengan Alat Bantu Software Simulasi Aliran Angin

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

BAB I PENDAHULUAN. (a)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PENGABUTAN AIR TEKANAN RENDAH UNTUK PENURUNAN SUHU UDARA DI IKLIM TROPIS LEMBAB

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HIJAU GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ESTIMASI LIMPASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE BILANGAN KURVA BERDASARKAN SKENARIO IKLIM SRES IPCC DI SUB DAS WURYANTORO

Analisis Hujan Bulan Juni 2012 Iklim Mikro Bulan Juni 2012 Prakiraan Hujan Bulan Agustus, September dan Oktober 2012

KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH SUSUN DI JAKARTA BARAT

I. INFORMASI METEOROLOGI

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Penggunaan Model Simulasi Atmosfer Sebagai Alat Pembelajaran Dalam Pendidikan

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

lib.archiplan.ugm.ac.id

Kuliah Terbuka Jurusan Arsitektur, Universitas Soegrijapranata, Semarang, 9 Nopember 1996

Transkripsi:

KAJIAN SIMULASI ADAPTASI TERHADAP TINGKAT KENYAMAN- AN TERMAL AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DI KOTA PADANG STUDY OF ADAPTATION SIMULATION ON TERMAL COMFORT- ABLENESS LEVEL CAUSED BY GLOBAL CLIMATE CHANGE ON PADANG Sugeng Nugroho Stasiun Pemantau Atmosfer Global (GAW) Bukit Kototabang BMKG Jln. Raya Bukittinggi-Medan Km 17, Palupuh, Kab. Agam, Prov. Sumatera Barat Telp.: 0752-7446089, Fax.: 0752-7446449 e-mail: sugeng_ho@yahoo.com ABSTRACT Climate change will affect the thermal comfortableness level in the urban area therefore adaptation is needed to reduce its impact. Thermal comfortableness level was determined base on climate scenario data emission A2 and B2 on the period of 1961-2100. Adaptation simulation is conducted by modifying mean radiant temperature, increasing wind speed and cloth coeffi cient value on the thermal comfortableness level calculation. Result showed that generally, thermal comfortableness level in Padang on the period of 1961-2100 was in the uncomfort level category. Adaptation simulation which had the most infl uence on the thermal comfortableness level was by modifying mean radiant temperature and increasing wind speed on the original data. Keywords: Climate change, Thermal comfortableness level, Simulation adaptation ABSTRAK Perubahan iklim akan memengaruhi tingkat kenyamanan termal di daerah perkotaan sehingga perlu dilakukan adaptasi untuk mengurangi dampaknya. Tingkat kenyamanan termal dihitung berdasarkan data iklim skenario emisi A2 dan B2 periode 1961-2100. Sementara simulasi adaptasi dilakukan dengan modifi kasi faktor kecepatan angin dan nilai koefi sien pakaian pada perhitungan tingkat kenyamanan termalnya. Hasil penelitian menunjukkan secara umum tingkat kenyamanan termal di Kota Padang pada periode 1961-2100 berada pada kategori tidak nyaman. Simulasi adaptasi yang paling berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan termal adalah dengan menambah kecepatan angin pada data aslinya. Kata Kunci: Perubahan iklim, Tingkat kenyamanan termal, Simulasi adaptasi. PENDAHULUAN Tingkat kenyamanan termal di suatu daerah perkotaan sangat berpengaruh terhadap kegiatan dan aktivitas manusia, salah satunya terkait dengan suhu tubuh manusia. Di daerah perkotaan yang beriklim tropis dan lembab, faktor klimatis terutama temperatur dan kelembaban udaranya yang relatif tinggi merupakan penyebab utama situasi tidak nyaman secara termal bagi tubuh manusia, selain faktor jenis pakaian yang dikenakan, tingkat aktivitas, dimensi tubuh, dan laju keringat yang dikeluarkan. 1 Salah satu standar indeks yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kenyamanan termal adalah physiological equivalent temperature (PET). PET merupakan model yang digunakan untuk menyatakan tingkat kenyamanan Kajian Simulasi Adaptasi... Sugeng Nugroho 549

termal berdasarkan keseimbangan energi tubuh manusia. PET dinyatakan dalam satuan derajat celcius ( C) sehingga hasilnya akan lebih mudah dimengerti dibandingkan dengan hasil dari indeks kenyaman termal lainnya. 2 Pertumbuhan jumlah penduduk dan laju urbanisasi yang tidak terkendali, serta pembangunan secara fisik yang berlebihan di daerah perkotaan akan menyebabkan semakin tingginya temperatur udara di daerah perkotaan (urban heat island), yang selanjutnya tentu akan berpengaruh pada tingkat kenyamanan termal di daerah perkotaan tersebut. 3 Perubahan iklim merupakan fenomena yang terjadi secara global, namun dampak dari perubahan iklim tersebut tidak dirasakan sama untuk semua tempat. Tempat-tempat yang diduga akan paling merasakan dampak perubahan iklim tersebut adalah daerah perkotaan, dengan perubahan unsur iklim yang pasti adalah meningkatnya temperatur udara. Pada tahun 1990 2100, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memproyeksikan temperatur permukaan bumi akan meningkat antara 1,4 5,8 C. 4 Untuk mengetahui perubahan iklim yang terjadi di masa yang akan datang, IPCC membuat beberapa skenario emisi (special report on emissions scenario, SRES) yang digunakan untuk mengetahui proyeksi iklim ke depan dengan mempertimbangkan kondisi iklim saat ini. Skenario emisi A2 menggambarkan konsep dunia yang lebih heterogen, perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungan berorientasi regional dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, namun pendapatan perkapitanya rendah dan perkembangan teknologi yang lambat. Sedangkan pada skenario emisi B2, perkembangan ekonomi, sosial, dan lingkungan lebih pada skala lokal, dengan laju peningkatan ekonomi ada pada tahap menengah, dan lebih bersahabat kepada lingkungan. 5 Adaptasi adalah suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan untuk merespons perubahanperubahan lingkungan yang terjadi. Untuk melihat kemungkinan adaptasi terhadap tingkat kenyamanan termal akibat perubahan iklim yang terjadi, maka dilakukan simulasi adaptasi dengan melakukan modifikasi baik pada faktor iklim maupun faktor termofisiologi. 1,6 Perubahan iklim merupakan suatu keniscayaan yang dampaknya terhadap tingkat kenyamanan termal tidak dapat dihindari. Untuk itu dalam makalah ini akan dikaji kemungkinankemungkinan simulasi adaptasi yang dapat dilakukan untuk menghadapi dampak perubahan tersebut. METODOLOGI Data yang digunakan adalah data model iklim harian hasil analisis Canadian Centre for Climate Modelling and Analysis (CCCma) couple general circulation model generasi kedua (CGCM2), dengan menggunakan skenario emisi A2 dan B2. pada periode tahun 1961 2100. 7 Selain itu juga digunakan data iklim harian hasil pengamatan di Stasiun Meteorologi Tabing (0 53 LS dan 100 22 BT) periode tahun 1982 2008. Data hasil pengamatan di Stasiun Meteorologi Tabing diasumsikan dapat mewakili kondisi iklim Kota Padang secara umum. Data iklim pada model CCCma CGCM2 merupakan data grid dengan resolusi 3,75 O x 3,75 O. Pada model tersebut grid yang terdekat dengan Tabing adalah Grid 1 (1.86 O LS, 97.5 O BT), Grid 2 (1.86 O LS, 101.25 O BT), Grid 3 (1.86 O LU, 97.5 O BT), Grid 4 (1.86 O LU, 101.25 O BT), seperti yang terlihat pada Gambar 1. Data iklim Tabing ditentukan dengan melakukan downscaling terhadap data iklim hasil model CCCma CGCM2 yang berupa data grid tersebut dengan menggunakan metode regresi, 8 yaitu melakukan hubungan regresi antara data hasil observasi (titik Tabing) dengan data model (titik Grid 1 4) pada periode yang sama. Persamaan regresi yang dihasilkan kemudian digunakan untuk memproyeksikan data model CCCma CGCM2 di titik Tabing pada periode tahun 1961 2100. Tingkat kenyamanan termal dinyatakan dengan menggunakan indeks PET, seperti yang terlihat pada Tabel 1. PET dihitung dengan menggunakan program RayMan, 9 yang dikembangkan untuk menentukan indeks kenyamanan termal pada kondisi lingkungan sederhana maupun kompleks berdasarkan faktor iklim (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan radiasi matahari) dan faktor termofisiologi (pakaian dan aktivitas ). 10,11 550 Widyariset, Vol. 14 No.3, Desember 2011

Hasil perhitungan PET dibagi menjadi tiga kelompok: yaitu hasil perhitungan PET dengan menggunakan data iklim hasil model dan data yang telah dimodifikasi untuk simulasi adaptasi pada periode 1961 1990, 2021 2050, dan 2071 2100, baik pada skenario emisi A2 maupun B2. Kemudian dihitung frekuensi kejadian nilai PET dan tingkat persepsi termalnya dengan kategori seperti yang tercantum pada Tabel 1. Simulasi adaptasi dilakukan dengan cara memodifikasi data temperatur radiant rata-rata (temperatur karena pengaruh radiasi matahari) dengan temperatur udara rata-rata (simbol: Ta = Tr), menambah dan mengurangi kecepatan angin sebesar 1 m/det (simbol: w+1 dan w-1) dan Gambar 1. Posisi Tabing terhadap titik-titik grid pada model CCCma CGCM2. Tabel 1. Persepsi Termal dan Tekanan Fisiologi yang Dirasakan Oleh Manusia Pada Indeks PET yang Berbeda. 2 PET ( C) Persepsi termal Tingkat tekanan fisiologi 4 8 13 18 23 29 35 41 Sangat dingin Dingin Sejuk Agak sejuk Nyaman Agak hangat Hangat Panas Sangat panas Dingin yang ekstrem Dingin yang kuat Dingin yang sedang Agak dingin Tidak ada tekanan thermal Agak panas Panas yang sedang Panas yang kuat Panas yang ekstrem Kajian Simulasi Adaptasi... Sugeng Nugroho 551

Gambar 2. Distribusi nilai PET periode 1961 1990 dan 2071 2100 pada skenario emisi perubahan iklim A2 dan B2 di Kota Padang. merubah koefisien pakaian menjadi 0.6 dan 1.0 (simbol: clo = 0.6 dan clo = 1.0). 1,6 Untuk melihat pengaruh simulasi adaptasi yang dilakukan maka data hasil simulasi adaptasi dibandingkan dengan tingkat kenyamanan termal yang dihitung dengan menggunakan data aslinya (data tanpa modifikasi). HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi nilai PET di Kota Padang periode 1961 1990 dan 2071 2100 pada skenario emisi perubahan iklim A2 dan B2 ditunjukkan pada Gambar 2. Pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa keempat kurva merupakan perbandingan distribusi nilai PET periode 1961 1990 dengan periode 2071 2100 pada skenario emisi perubahan iklim A2 dan B2. Dibandingkan periode 1961 1990, distribusi nilai PET periode 2071 2100 mengalami pergeseran, baik pada skenario emisi A2 maupun B2, dengan nilai pergeseran nilai tengah PET pada skenario emisi A2 sebesar 3,2 C lebih jauh dibandingkan nilai tengah PET pada skenario emisi B2 yang sebesar 2,0 C. Pergeseran nilai PET ini tentu saja juga diikuti oleh pergeseran tingkat persepsi kenyamanan termalnya, dari tingkat nyaman ke tingkat agak hangat dan hangat. Dari Gambar 2 juga dapat diartikan bahwa skenario perubahan iklim yang dikelompokkan dalam skenario emisi perubahan iklim A2, seperti laju pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang tidak terkontrol dan tingkat kemiskinan yang tinggi, akan menyebabkan meningkatkan nilai PET. Distribusi tingkat kenyamanan termal periode 1961 1990, 2021 2050, dan 2071 2100 pada skenario emisi perubahan iklim A2 dan B2 di Kota Padang berada pada rentangan tingkat kenyamanan termal kategori nyaman, agak hangat dan hangat ditunjukkan pada Gambar 3. Kondisi yang ada menunjukan bahwa persentase frekuensi kejadian dengan tingkat kenyamanan termal ka tegori nyaman di Kota Padang, periode 1961 1990 kurang dari 10%, kurang dari 5% pada periode 2021 2050, dan 0% pada periode 2071 2100. Sebagian besar frekuensi kejadian tingkat kenyamanan termal Kota Padang berada pada kategori agak hangat, dengan kisaran persentase sebesar 90% pada periode 1961 1990 dan 2021 2050. Sementara pada periode 2071 2100, sebesar 55% pada skenario emisi A2 dan 85% pada skenario emisi B2. Sedangkan tingkat kenyamanan termal kategori hangat, frekuensi kejadian terbanyak terjadi pada periode 2071 2100 552 Widyariset, Vol. 14 No.3, Desember 2011

sebesar 45% dan 15%, masing-masing pada skenario emisi A2 dan B2. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara umum tingkat kenyamanan termal di Kota Padang berada pada kategori tidak nyaman. Kondisi seperti ini secara tidak langsung dipe ngaruhi oleh letak geografi dan kondisi fisiografi Kota Padang yang telah membentuk kota tersebut mempunyai iklim yang relatif hangat. Pengaruh beberapa hasil simulasi adaptasi yang dilakukan terhadap tingkat kenyamanan termal kategori nyaman periode 1961 1990, 2021 2050, dan 2071 2100 pada skenario emisi perubahan iklim A2 dan B2 di Kota Padang ditunjukkan pada Gambar 4. Pengaruh positif dari Gambar 3. Distribusi tingkat kenyamanan termal periode 1961 1990, 2021 2050, dan 2071 2100 pada skenario perubahan iklim A2 dan B2 di Kota Padang. Gambar 4. Pengaruh beberapa simulasi adaptasi yang dilakukan terhadap tingkat kenyamanan termal kategori nyaman periode 1961 1990, 2021 2050, dan 2071 2100 pada skenario emisi perubahan iklim A2 dan B2 di Kota Padang. Kajian Simulasi Adaptasi... Sugeng Nugroho 553

simulasi adaptasi yang dilakukan terlihat terjadi pada simulasi adaptasi Ta = Tr, w+1 dan clo = 0.6, sedangkan pengaruh negatif terjadi pada simulasi adaptasi w-1 dan clo = 1.0 untuk ketiga periode tahun, pada skenario emisi perubahan iklim A2 maupun B2. Hasil simulasi adaptasi Ta = Tr(A2) dan w+1(a2) dapat meningkatkan persentase frekuen si kejadian tingkat kenyamanan termal kategori nyaman menjadi sebesar 65 82% pada periode 1961 1990, sebesar 36 48% pada periode 2021 2050, dan sebesar 2 5% pada periode 2071 2100. Simulasi adaptasi clo = 0.6(A2) hanya dapat meningkatkan persentase frekuensi kejadian tingkat kenyamanan termal kategori nyaman menjadi sebesar 11% pada periode 1961 1990 dan sebesar 5% pada periode 2021 2050. Simulasi adaptasi ini tidak mampu menciptakan tingkat kenyamanan termal kategori nyaman pada periode 2071 2100. Simulasi adaptasi Ta = Tr(B2) dan w+1(b2) dapat meningkatkan persentase frekuensi kejadian tingkat kenyamanan termal kategori nyaman menjadi sebesar 72-82% pada periode 1961 1990, sebesar 46 72% pada periode 2021 2050 dan sebesar 10 16% pada periode 2071 2100. Simulasi adaptasi clo = 0.6(B2) dapat meningkatkan persentase frekuensi kejadian tingkat kenyamanan termal kategori nyaman menjadi sebesar 14% pada periode 1961 1990, sebesar 6% pada periode 2021 2050, dan sebesar 1% pada periode 2071 2100. Simulasi adaptasi w-1(a2), clo = 1.0(A2), w-1(b2) dan clo = 1.0(B2) memberikan pengaruh yang negatif dengan besaran sekitar 5% sehingga akan mengurangi persentase frekuensi kejadian tingkat kenyamanan termal kategori nyaman sebesar 5% jika dibandingkan dengan data aslinya. Pengaruh beberapa hasil simulasi adaptasi yang dilakukan terhadap tingkat kenyamanan termal kategori agak hangat periode 1961 1990, 2021 2050, dan 2071 2100 pada skenario emisi perubahan iklim A2 dan B2 di Kota Padang ditunjukkan pada Gambar 5. Pada Gambar 5, terlihat bahwa hampir semua simulasi adaptasi yang dilakukan memberikan pengaruh yang negatif, dengan dua simulasi adaptasi yang paling besar pengaruhnya yaitu simulasi adaptasi Ta = Tr dan w+1. Simulasi adaptasi Ta = Tr(A2) dan w+1(a2) dapat mengurangi frekuensi tingkat kenyamanan termal kategori agak hangat sebesar 62 80% Gambar 5. Pengaruh beberapa simulasi adaptasi yang dilakukan terhadap tingkat kenyamanan termal kategori agak hangat periode 1961 1990, 2021 2050, dan 2071 2100 pada skenario emisi perubahan iklim A2 dan B2 di Kota Padang. 554 Widyariset, Vol. 14 No.3, Desember 2011

pada periode 1961 1990, 30 40% pada periode 2021 2050, dan sebesar 32 38% pada periode 2071 2100, Simulasi adaptasi Ta = Tr(B2) dan w+1(b2) dapat mengurangi frekuensi tingkat kenyamanan termal kategori agak hangat sebesar 60 80% pada periode 1961 1990, sekitar 40% pada periode 2021 2050, dan sebesar 17 22% pada periode 2071 2100. Sedangkan simulasi adaptasi yang lainnya hanya mampu mengurangi frekuensi tingkat kenyamanan termal kategori agak hangat ini kurang dari 10%. Pengaruh beberapa hasil simulasi adaptasi yang dilakukan terhadap tingkat kenyamanan termal kategori hangat periode 1961 1990, 2021 2050, dan 2071 2100 pada skenario emisi perubahan iklim A2 dan B2 di Kota Padang ditunjukkan pada Gambar 6. Hasil simulasi adaptasi pada tingkat kenyamanan termal kategori hangat ini terlihat bahwa pengaruh dari simulasi adaptasi w-1(a2) dan w-1(b2) lebih besar dibandingkan pada tingkat kenyamanan termal kategori nyaman dan agak hangat. Karena bernilai positif berarti simulasi adaptasi w-1(a2) dan w-1(b2) berpengaruh meningkatkan frekuensi terjadinya tingkat kenyamanan termal kategori hangat sebesar 45% pada periode 1961 1990, sebesar 50% pada periode 2021 2050, dan sebesar 30% pada periode 2071 2100. Untuk skenario emisi A2 dan sebesar 12% pada periode 1961 1990, sebesar 20% pada periode 2021 2050, dan sebesar 27% pada periode 2071 2100 untuk skenario emisi B2. Simulasi adaptasi Ta = Tr(A2) dan w+1(a2) mampu menurunkan frekuensi kejadian tingkat kenyamanan termal kategori hangat ini sebesar 32% dan 42% pada periode 2071 2100. Sedangkan simulasi adaptasi Ta = Tr(B2) dan w+1(b2) hanya dapat menurunkan frekuensi kejadian tingkat kenyamanan termal kategori hangat ini sebesar 5% dan 15% pada periode yang sama. Hasil simulasi adaptasi Ta = Tr(A2), Ta = Tr(B2), w+1(a2) dan w+1(b2) menunjukkan bahwa simulasi-simulasi adaptasi tersebut memberikan pengaruh yang besar dalam meningkatkan frekuensi terjadinya tingkat kenyamanan termal kategori nyaman dan mengurangi frekuensi terjadinya tingkat kenyamanan termal kategori tidak nyaman dibandingkan dengan simulasisimulasi adaptasi lainnya. Simulasi adaptasi Ta = Tr berarti mengurangi panas yang disebabkan radiasi matahari, baik gelombang pendek maupun gelombang panjang. Hal tersebut dapat dilakukan adalah dengan pembuatan naungan baik secara alami maupun buatan. Sedangkan simulasi Gambar 6. Pengaruh beberapa simulasi adaptasi yang dilakukan terhadap tingkat kenyamanan termal kategori hangat periode 1961 1990, 2021 2050, dan 2071 2100 pada skenario perubahan iklim SRES A2 dan B2 di Kota Padang. Kajian Simulasi Adaptasi... Sugeng Nugroho 555

adaptasi w+1 yang dapat diartikan menambah kecepatan angin yang dapat dilakukan dengan penataan bangunan sehingga tidak mengurangi laju kecepatan angin. Simulasi adaptasi clo = 0,6(A2) dan clo = 0,6(B2) merupakan simulasi adaptasi dengan menggunakan faktor pakaian dengan nilai koefisien 0,6 (pakaian kerja harian) yang dapat meningkatkan kenyamanan jika dibandingkan dengan simulasi adaptasi clo = 1,0(A2) dan clo = 1,0(B2). Walaupun pengaruh nya tidak begitu besar, akan tetapi simulasi adaptasi ini dapat memberikan alternatif cara beradaptasi terhadap tingkat kenyamanan termal. Sebuah simulasi adaptasi tidak selamanya dapat meningkatkan tingkat kenyamanan termal, hal ini tergantung dari besaran simulasi adaptasi yang digunakan. Jika diperhatikan hasil simulasi pada Gambar 4 hingga 6, pada umumnya simulasi adaptasi yang dilakukan akan mengalami penurunan seiring dengan periode waktunya. Hasil simulasi adaptasi terbesar terjadi pada periode 1961 1990 dan paling kecil pada periode 2071 2100. Hal ini menunjukkan kemampuan besaran simulasi adaptasi untuk menurunkan suhu sehingga dapat meningkatkan tingkat kenyamanan termalnya pada periode 1961 1990 lebih besar dibandingkan periode 2071 2100 (dalam perubahan iklim temperatur udara periode 2071 2100 lebih besar daripada periode 1961 1990) sehingga perlu adanya modifikasi-modifikasi simulasi adaptasi lainnya (misal: penambahan kecepatan angin menjadi 2 m/det). Pengaruh suatu simulasi adaptasi juga tergantung dari kategori tingkat kenyamanan termalnya, sebagai contoh simulasi adaptasi Ta = Tr dan w+1 sangat baik pengaruhnya pada tingkat kenyamanan termal kategori nyaman tetapi kurang baik pada tingkat kenyamanan termal kategori hangat. KESIMPULAN Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan bergesernya nilai PET menjadi lebih tinggi dan menurunkan tingkat kenyamanan termal di Kota Padang. Secara umum tingkat kenyaman termal di Kota Padang pada periode 1961-2100 berada pada kategori tidak nyaman. Simulasi adaptasi Ta = Tr(A2), Ta = Tr(B2), w+1(a2) dan w+1(b2) memberikan pengaruh yang besar dalam meningkatkan frekuensi terjadinya tingkat kenyamanan termal kategori nyaman dan mengurangi frekuensi terjadinya tingkat kenyamanan termal kategori tidak nyaman dibandingkan dengan simulasisimulasi adaptasi lainnya. Besarnya pengaruh suatu simulasi adaptasi yang diterapkan tergantung pada periode waktu dan kategori tingkat kenyamanan termalnya. Suatu simulasi adaptasi akan lebih besar hasilnya pada periode 1961 1990 dibandingkan periode 2071 2100 dan akan lebih besar pengaruhnya pada tingkat kenyaman termal kategori nyaman dibandingkan pada kategori hangat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Bapak Prof. Masno Ginting, M.Sc yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini hingga selesai. DAFTAR PUSTAKA 1 Sangkertadi. 1998. Simulasi Kenyamanan Termal Untuk Lingkungan Beriklim Tropis Lembab. Dimensi Arsitektur Vol. 26:35 40. 2 Matzarakis A, Mayer H dan Iziomon MG. 1999. Application of a Universal Thermal Index: Physiological Equivalent Temperature. Int J Biometeorol 43:76 84. 3 Emmanuel, Rohinton. 2009. Sustainable Urbanity and Urban Climate Change: Amelioration of UHI s as a Quality-of-Life Agenda for Tropical Mega-Cities Climate Change and Urban Bioclimate: Adaptation Possibilities. The Seventh International Conference on Urban Climate. Yokohama 29 Juni 3 Juli. 4 Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). 2001. Climate Change 2001 : The Scientific Basis: Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press, Cambridge and New York, pp 881. 5 Nakicenovic, N., D. Davidson, A. Grubler, T. Kram. E.L. La Rovere, B. Metz, T. Morita, W. Pepper, H. Pitcher, A. Sankovski, P. Shukla, R. Swarrt, R. Waston, Z. Dadi. 2000. IPCC Special Report on Emission Scenario. Cambridge University Press, Cambridge. 6 Matzarakis, A dan Endler C. 2009. Climate Change and Urban Bioclimate: Adaptation Possibilities. The seventh International Conference on Urban Climate. Yokohama 29 Juni 3 Juli 556 Widyariset, Vol. 14 No.3, Desember 2011

7 http://www.ipcc-data.org/sres/cgcm2_download.html, diakses tanggal 14 April 2010. 8 Wilby, Robert L dan Dawson, Christian W. 2004. Using SDSM Version 3.1 A Decision Support Tool for the Assessment of Regional Climate Change Impacts. Canadian Climate Impacts Scenarios (CCIS) Project and Environment Agency of England and Wales 9 http://www.mif.uni-freiburg.de/rayman, diakses tanggal 23 Maret 2010. 10 Matzarakis A, Rutz F dan Mayer H. 2007. Modelling Radiation Fluxes in Simple and Complex Environments Application of the RayMan model. Int J Biometeorol 52:323 334. 11 Matzarakis, Andreas. 2009. Additional Features of the RayMan Model. The seventh International Conference on Urban Climate. Yokohama 29 Juni 3 Juli. Kajian Simulasi Adaptasi... Sugeng Nugroho 557

558 Widyariset, Vol. 14 No.3, Desember 2011