Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Sejarah Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso (RSPI - SS) ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

Perbedaan jenis pelayanan pada:

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor pada bulan Juni 2009.

I. PENDAHULUAN. Manusia yang merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

Konseling & VCT. Dr. Alix Muljani Budi

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

1V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Strengthening Knowledge as Control Strategy on Sexual Behaviour of Employees

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

PEDOMAN PENGORGANISASIAN BIDANG PENGKAJIAN IMUNOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI KONSELOR VCT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN BEROBAT PADA PASIEN HIV DI RSUD KABUPATEN KARAWANG

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Organisasi. Tata Kerja. Rumah Sakit Pengayoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

DESKRIPSI PROYEK. : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 77 TAHUN 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Peraturan Menteri

Napza Suntik, HIV, & Harm Reduction

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992;

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MANAJEMEN KASUS HIV/AIDS. Sebagai Pelayanan Terpadu Bagi Orang dengan HIV/AIDS (Odha)

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BERKAH

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA

BAB III ELABORASI TEMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

PENANGGULANGAN HIV / AIDS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

Voluntary counseling and testing (VCT), konseling dilakukan pada saat sebelum

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, salah satunya HIV/AIDS. Laporan kementerian kesehatan, sejak

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN. Nama :Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala. Alamat :Jl.Dr. Sitanala No.99 Tangerang 15001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG

PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

Pendampingan Pembiayaan Program HIV- AIDS (Akses Layanan) dari APBD II di Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Kaltim. Tri Astuti Sugiyatmi Khairul Arbiati

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Jl. KARTINI TIMIKA, PAPUA TELP. (0901) ,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.

Transkripsi:

IV. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1 Sejarah Singkat RSPI. Sulianti Saroso. Sejarah Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso (RSPI - SS) ini dimulai dengan didirikannya Stasiun Karantina di daerah Pelabuhan Tanjung Piok pada tahun 1958 (Pindahan dari Pulau Onrust Kuiper), yang fungsi utamanya adalah menampung penderita penyakit cacar dari Jakarta dan sekitarnya, dimana diantara tahun 1964 sampai tahun 1970 merawat penderita cacar sekitar 2.358 orang. Sejak Indonesia dinyatakan bebas cacar pada tahun 1972, maka kegiatan Stasiun Karantina berkurang dan fungsinya berubah menjadi Rumah Sakit Karantina berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 148 / Men Kes /SK / IV / 78 tertanggal 28 April 1978 dan berada dibawah Direktorat Jendral P4M Departemen Kesehatan. Rumah Sakit Karantina mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan pengobatan, perawatan, karantina dan isolasi serta pengelolaan penyakit menular tertentu. Dalam perjalanannya, Rumah Sakit ini tidak hanya merawat pasien yang menderita penyakit yang masuk dalam UU wabah / UU karantina tetapi juga penyakit menular atau infeksi lainnya, dalam rangka lebih meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya untuk memutuskan rantai penularan penyakit infeksi, maka Rumah Sakit Karantina dirasakan perlu

68 dikembangkan baik dari segi sarana/prasarana, kemampuan, teknologi dan sumber dayanya dan kelembagaannya. Namun pembangunan fisik dilingkungan pelabuhan tidak dimungkinkan. Atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya diputuskan untuk memindahkan lokasi Rumah Sakit serta merubah nama dan struktur organisasi/kelembagaan serta misinya agar dapat lebih menampung kegiatan yang makin berkembang biak dari segi pelayanan, maupun penelitian dan pendidikan / pelatihan khususnya tentang penyakit-penyakit menular dan infeksi lainnya. Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso (RSPI - SS) terletak di jalan Sunter Permai Raya diatas tanah seluas 35.000 m² milik Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan berjarak 5 Km dari Rumah Sakit yang lama (Rumah Sakit Karantina) di Tanjung Priok. Mulai tanggal 1 Desember 1993, dilaksanakan proses perpindahan kegiatan pelayanan pasien dari Rumah Sakit lama (Rumah Sakit Karantina) di Tanjung Priok ke Rumah Sakit baru (RSPI - SS) di Sunter dan pada tanggal 1 Januari 1994 RS Karantina ditutup dan RSPI-SS dibuka untuk umum. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 55 / MENKES / SK / I / 1994 tanggal 20 Januari 1994 tentang Organisasi dan Tatakerja Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Rumah Sakit ini adalah unit organik Departemen Kesehatan yang bertanggung jawab langsung kepada Dirjen PPM (Pemberantasan Penyakit Menular) dan PLP (Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman). Sesuai historis dan faktor - faktor teknis RSPI - SS adalah satu-satunya Rumah Sakit yang ada dilingkungan Dit.Jen. PPM dan PLP yang misi dan tujuan jangka

69 panjangnya adalah sebagai pusat rujukan Nasional dalam penatalaksanaan penyakit menular dan penyakit infeksi lainnya. Dalam kenyataannya, karena pihak Rumah Sakit sukar dan tidak mungkin menolak pasien, maka pelayanan masyarakat diberikan tanpa memilah-milah dan semua penyakit dapat diterima disini, (meskipun proporsinya kecil) dan bila diagnosis sudah dapat ditegakkan dan ternyata memerlukan rujukan maka pasien akan dirujuk ke Rumah Sakit unggulan atau Rumah Sakit khusus yang sesuai dengan diagnosis penyakitnya seperti penyakit Kanker, Jantung, Bedah, paru dan sebagainya. Pada tanggal 21 April 1994, Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso diresmikan penggunaannya oleh Menteri Kesehatan Prof. Dr. Sujudi, yang dihadiri oleh Duta Besar Jepang di Indonesia Mr. Kimio Fujita dan Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Sudirja. Surat Keputusan No. 55 / MENKES / SK / I / 1994 dan Surat Keputusan No. 113 / MENKES / SK / II / 1996 menetapkan RSPI - SS organisasinya setingkat dengan Rumah Sakit Tingkat B Non Pendidikan yaitu 1 Direktur dan 2 Wakil Direktur dan menetapkan RSPI - SS setara dengan Rumah Sakit Umum dengan tingkat eselonisasinya sama dengan II.B. Misi Rumah Sakit yang baru ini juga berubah sesuai SK Menteri Kesehatan tersebut diatas diharapkan RSPI - SS ini mempunyai kedudukan sebaga Pusat Rujukan Nasional dalam penatalaksanaan pelayanan penyembuhan pasien penyakit infeksi dan pemulihan kesehatan, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan dan pelatihan dalam bidang penyakit infeksi dan penyakit menular secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

70 Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, RSPI -SS mempunyai fungsi melaksanakan upaya peningkatan kesehatan; upaya pencegahan; upaya penyembuhan dan penatalaksanaan pasien; upaya rehabilitasi pasien; asuhan dan pelayanan keperawatan; pengamatan penyakit infeksi dan pengamatan vektor penyakit; rujukan; pendidikan dan penelitian dan pengembangan upaya pencegahan, pemberantasan dan epidemiologi, penatalaksanaan penyakit infeksi serta tehnologi sanitasi; penyebaran serta administrasi umum dan keuangan. 4.2 Visi, Misi, Motto RSPI-SS mempunyai visi, misi, nilai-nilai dan falsafah yang dijunjung dalam melaksanakan pelayanannya kepada masyarakat, yaitu: 1. Visi Sebagai Rumah Sakit rujukan nasional dalam penetalaksanaan penyakit menular dan penyakit infeksi lainnya. 2. Misi Menyelanggarakan pelayanan berkualitas dengan tatalaksana yang rasional, baik diagnostic maupun terapeutik secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan terhadap penderita penyakit menular lainnya. Menyelenggarakan kegiatan preventif dan promotif pada kelompok masyarakat resiko tinggi termasuk pengendalian infeksi nosokomial/penatalaksanaan universal precaution, pengolahan limbah,

71 dan pencegahan/pemberantasan vector, epidemiologi rumah sakit, pengamatan terhadap resistensi obat dan pembawa penyakit. Melakukan penelitian untuk mengembangkan tatalaksana penyakit menular dan penyakit infeksi lainnya. Melaksanakan pendidikan, pelatihan serta diseminasi informasi kepada tenaga kesehatan, institusi kesehatan maupun masyarakat tentang penyakit menular dan penyakit infeksi lainnya. 3. Motto Maju Bersama Menuju Pelayanan Prima 4.3 Nilai-Nilai dan Falsafah Nilai-Nilai 1. Profesionalisme 2. Tanggung Jawab 3. Ramah 4. Disiplin 5. Keterbukaan Falsafah Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Menghormati kehidupan manusia dari sejak pembuahan hingga akhir hayat. Menjunjung tinggi keseimbangan lingkungan. Menghargai profesionalisme dan menjunjung tinggi etika profesi.

72 Menjunjung tinggi prinsip jejaring kerja ( Relationship building, responsiveness, result) 4.4 Jenis-Jenis Pelayanan dan Fasilitas di RSPI-SS RSPI-SS memberikan berbagai jenis pelayanan kesehatan kepada masyarakat beserta fasilitas penunjang lainnya. Jenis- jenis pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh RSPI-SS antara lain: 1. Pelayanan Medis yang terbagi lagi menjadi: Pelayanan Gawat Darurat (IGD/Instalasi Gawat Darurat) Pelayanan Rawat Jalan/Poliklinik Pelayanan Rawat Inap Pelayanan Perawatan Intensif (ICU) Pelayanan Bedah Sentral 2. Pelayanan Penunjang Medis antara lain: Radiologi Laboratorium Rehabilitasi Medik Farmasi Gizi CSSD (Central Supply Sterilisation Department) Sanitasi Loundry

73 3. Pengkajian Penyakit Infeksi dan Penyakit Menular Kelompok Kerja (POKJA) HIV/AIDS Komite Pengendalian Infeksi 4. Medical Check Up 5. Fasilitas Penunjang Medis Ambulans (Ambulance) Rumah Sakit Lapangan (Field Hospital) Pemulsaran Jenazah dan Ruang Duka 6. Fasilitas Umum Parkir Keamanan 24 Jam Bank ATM Warung Telekomunikasi Telepon Umum Masjid Maussyifa Kantin Siaran Televisi Hot Spot (Layanan Internet Wireless) Toko Koperasi Karyawan Auditorium (Tim Redaksi dan Promosi RSPI-SS, 2009)

74 4.5 Hasil Studi Pustaka dan Dokumentasi Kelompok Kerja Penanggulangan HIV/AIDS Kelompok kerja penanggulangan HIV/AIDS, biasa disebut pokja HIV atau pokja AIDS dibentuk sebagai salah satu upaya RSPI-SS dalam kajian penyakit infeksi dan penyakit menular. Pokja AIDS awalnya dibentuk atas pertimbangan bahwa banyaknya kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan angka yang semakin meningkat sehingga upaya penanggulangannya perlu ditingkatkan. Sesuai kebijakan dan strategi nasional dalam penanggulangan HIV/AIDS perlu dikembangkan strategi perawatan komprehensif yang berkesinambungan. Konsep mata rantai perawatan komprehensif berkesinambungan tersebut dibangun atas dasar pelayanan perawatan HIV/AIDS dalam kerja tim atau jejaring termasuk kelompok kerja di Rumah Sakit. (Surat Keputusan Dirut RSPI -SS No:HK.03.05/VII.I/09.B/2009). Menurut surat keputusan tersebut, tujuan dari pembentukan pokja HIV/AIDS adalah guna meningkatkan dan mengembangkan tatalaksana pasien HIV/AIDS secara komprehensif dan berkesinambungan sesuai dengan Pedoman Nasional Perawatan Dukungan dan Pengobatan bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Tugas Kelompok Kerja Penanggulangan HIV/AIDS Tugas Pokja AIDS RSPI-SS berdasarkan Surat Keputusan Dirut RSPI-SS No:HK.03.05/VII.I/09.B/2009 adalah: 1. Bekerja dalam tim memberikan pelayanan secara terpadu tehadap ODHA di RSPI-SS

75 2. Melaksanakan dan memantau pelaksanaan pedoman nasional yang terkait dengan layanan ODHA 3. Mengembangkan prosedur kerja tatalaksana di bidang klinik, laboratorium dan perawatan ODHA termasuk perawatan lanjutan di rumah 4. Mengembangkan dan memberikan bimbingan pada layanan konseling dan tes HIV secara sukarela di RSPI-SS, serta layanan konseling lanjutan lain yang terkait dengan perawatan dukungan dan pengobatan HIV/AIDS 5. Mengembangkan jejaring dengan institusi atau lembaga swadaya masyarakat di luar RSPI-SS dalam memberikan dukungan kepada ODHA 6. Mengembangkan prosedur kerja yang berkaitan dengan pencegahan pajanan dan tatalaksana pasca pajanan untuk mencegah terjadinya penularan infeksi HIV kepada petugas kesehatan 7. Menjaga kerahasiaan medis 8. Memberikan bimbingan pelaksanaan surveilans HIV/AIDS di rumah sakit sesuai program 9. Memberikan bimbingan pembuatan resume dan penulisan rekam medis ODHA yang dirawat 10. Membuat laporan tertulis atas kegiatannya secar berkala kepada Direktur Utama RSPI-SS 4.5.1 Konselor Konselor adalah orang-orang yang dilatih untuk membantu orang lain untuk memahami permasalahan yang mereka hadapi, mengidentifikasi dan mengembangkan alternatif pemecahan masalah, dan mampu membuat mereka

76 mengambil keputusan atas permasalahan tersebut (www.burnetindonesia.org). Konselor pada Pokja RSPI-SS merupakan bagian dari satu kelompok kerja bidang pelayanan yang di dalamnya juga terdapat seksi medis, perawatan, laboratorium, farmasi, gizi dan PMTCT, Prevention Mother To Child Transmission, 4.5.2 Odha Odha adalah singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS, dengan kata lain Odha adalah sebutan untuk para penderita HIV. Dalam proses konseling dan testing secara sukarela (KTS) atau biasa dikenal mendunia dengan sebutan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada dasarnya merupakan kegiatan awal dimana klien datang untuk melakukan konseling maupun testing secara sukarela, tanpa paksaan dari orang lain yang bersifat pribadi, rahasia, aman, dan nantinya KTS berperan penting bagi klien yang positif menderita HIV/AIDS karena KTS merupakan pintu masuk ke berbagai akses pelayanan dan dukungan HIV/AIDS (modul pelatihan VCT, Depkes RI). Orang yang positif mengidap HIV/AIDS (odha) di RSPI-SS biasa disebut pasien, namun untuk mempermudah pemahaman para pembaca maka peneliti menggunakan istilah klien untuk mewakili seseorang yang menjalani konseling dengan para konselor di RSPI-SS. Kalangan yang datang melakukan konseling dan tes kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang belum menyadari bahwa dirinya sudah mengidap HIV/AIDS namun faktor yang mendorong mereka untuk datang mengikuti konseling dan tes secara sukarela adalah kesadaran bahwa diri mereka mempunyai prilaku beresiko tertular HIV baik itu diri mereka sendiri yang melakukan faktorfaktor beresiko tersebut maupun lingkungan (pasangan yang mempunyai prilaku

77 beresiko, dll). Sedangkan pasien atau klien yang datang dan sudah mengetahui dirinya mengidap HIV/AIDS tapi ingin mengikuti rangkaian konseling lanjutan, biasanya adalah mereka yang dirujuk ke rumah sakit tertentu untuk mendapatkan pelayanan pengobatan dan konseling yang lebih memadai dan sudah diketahui riwayat penyakit AIDSnya. Untuk sasaran dan target KTS atau VCT, yang merupakan kelompok tertentu dan perlu diperhatikan oleh petugas VCT yang juga merupakan target intervensi dari layanan VCT kerena kalangan tersebut mempunyai faktor beresiko, adalah kelompok-kelompok khusus seperti: 1. Remaja, karena remaja adalah simpul penting untuk menerapkan berbagai tindakan aman untuk menurunkan penyebaran HIV dan merupakan usia pembentukan diri. Kebanyakan dari remaja haus informasi dan mudah percaya kepada informasi kawan sebaya, yang seringkali miskonsepsi, selain itu, aktivitas seksual sebagian besar dimulai pada usia remaja sehingga kalangan ini memerlukan akses informasi tentang seks dan seksualitas 2. Men Who Have Sex With Men (MSM) atau yang biasa dikenal dengan istilah homoseksual. MSM di sini termasuk laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, tetapi lebih sering berhubungan seks dengan perempuan. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki dan perempuan tanpa memandang yang mana lebih utama, dan laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki untuk mendapat uang. VCT di perlukan pada kelompok ini karena aktivitas MSM yang memang ada di masyarakat, tingginya infeksi diantara MSM dan MSM mungkin memiliki pasangan seks perempuan, yg memerlukan perlindungan dari penularan HIV.

78 3. Injecting drug users (IDUs) atau para pemakai obat suntik dan pekerja seks. Kedua kelopok ini merupakan target layanan VCT yang mempunyai tingkat kasus paling banyak di masyarakat karena banyaknya kebiasaan pemakai obat suntik yang memakai jarum suntik secara bersamaan dan bergantian, sama halnya dengan pekerja seks yang juga sering berganti-ganti pasangan sehingga tingkat infeksi kepada dua kelompok ini juga besar. 4. Sasaran target di lapas atau rutan, karena banyaknya faktor beresiko yang memungkinkan terjadi di lapas baik itu dari jarum suntik yang digunakan bersama secara bergantian, ritual kelompok seperti sumpah darah ( blood brother) atau membuat tato, aktivitas seksual secara paksa maupun suka sama suka, dan buruknya pengendalian infeksi pada pelayanan medis di lapas. 5. Sasaran target pada populasi berpindah (migran) karena masa transisi perjalanan, lintas perbatasan, dan masa perjalanan mempunyai risiko eksploitasi seksual terutama bagi migran tanpa dokumen jelas dan para pencari kerja gelap (misalnya: P ekerja Seks terselubung) Buruknya pengawasan kesehatan dan infeksi di daerah penampungan dan tidak ada akses pada pelayanan pencegahan juga merupakan salah satu alasan mengapa kelompok ini menjadi target layanan VCT.