BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi Pada tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa dan diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN) akan menjadi 250 juta jiwa pada tahun 2013 (republika.co.id, 2013). Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang akan berimbas pada meningkatnya kebutuhan protein hewani membuat prospek bisnis penggemukan sapi potong di Indonesia menjadi sangat menjanjikan. Selain itu, dengan adanya pengurangan kuota impor sapi dari Australia, mendorong peternakan lokal menjadi semakin banyak dilirik. Prospek lain yang mendorong adalah menguatnya isu kesadaran akan lingkungan hidup mendorong pemakaian pupuk dan perlakuan organik bagi tanaman meningkat (sapi penghasil utama pupuk organik dari hewan). Disamping itu tren harga sapi dari tahun ke tahun tidak pernah menurun (Ngadiyono, 2012). Daging sapi mempunyai gizi tinggi, rasa enak dan bermanfaat bagus tubuh manusia hanya diperoleh dari daging yang baik dan sehat. Menurut Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (2011), daging sapi memiliki zat atau senyawa kimiawi yang terdapat dalam pangan yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Setiap bahan pangan mempunyai kandungan zat gizi yang berbeda-beda baik jumlah maupun 1
jenisnya. Bahkan sesama bahan panganpun ada yang berbeda jumlahnya, misalnya untuk daging sapi mempunyai kandungan protein paling tinggi dibanding dengan daging hewan lainnya. Setiap 100 gram daging sapi mengandung kalori 207 kkcl, protein 18,8 gram, lemak 14,0 gram, kalsium 11 mg, fosfor 170 mg dan besi 2,8 mg. Manfaat daging sapi bagi tubuh manusia Setiap 100 gram daging sapi mengandung protein 18,8 gram. Protein dari daging sapi ini disebut protein hewani yang mempunyai struktur asam amino yang mirip dengan manusia, tidak dapat dibuat oleh tubuh (essensial), susunan asam aminonya relatif lebih lengkap dan seimbang. Daya cerna protein hewani lebih baik dibanding dengan protein nabati (dari tumbuh-tumbuhan). Pada tubuh makluk hidup seperti manusia, protein merupakan penyusun bagian besar organ tubuh, seperti: otot, kulit, rambut, jantung, paru-paru, otak, dan lain-lain. Adapun fungsi protein yang penting bagi bagi tubuh manusia, antara lain untuk: 1) pertumbuhan; 2) memperbaiki sel-sel yang rusak, 3) sebagai bahan pembentuk plasma kelenjar, hormone dan enzin; 4) sebagian sebagai cadangan energi, jika karbohidrat sebagai sumber energi utama tidak mencukupi; dan 5) menjaga keseimbangan asam basa darah (cybex.pertanian.go.id, 2011). Anak-anak yang sering memakan bahan pangan yang mengandung protein hewani akan terlihat tumbuh cepat, mempunyai daya tahan tubuh kuat, dan cerdas dibanding dengan anak yang jarang makan makanan berprotein tinggi. Tumbuh cepat ditandai dengan badannya berisi, segar dan lebih gemuk serta tinggi. 2
Sedangkan mempunyai daya tahan tubuh kuat biasanya ditandai dengan jarang sakit-sakitan dan aktif atau banyak beraktifitas/lincah. Kemudian cerdas ditandai dengan pandai di sekolah dan cepat tanggap terhadap pertanyaan. Data Susenas yang dirilis Badan Pusat Statistik tahun 2011 memperlihatkan konsumsi daging sapi dan jeroan dari masyarakat Indonesia sebesar 2,75 kg per kapita per tahun. Data tersebut sudah memperhitungkan konsumsi daging dalam bentuk olahan seperti sosis, daging kaleng dan dendeng. Angka ini masih jauh dari rata-rata konsumsi standar yang ditetapkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), yaitu sebesar 33 kg per kapita per tahun, sehingga saat ini banyak anak Indonesia yang menderita anemia (Santosa et al., 2012). Konsumsi daging masyarakat Indonesia menunjukkan kenaikan seiring peningkatan kemakmuran rakyat. Kenaikan tingkat konsumsi daging masyarakat diperkirakan sebesar 0,1 kg per kapita per tahun. Dengan kenaikan jumlah penduduk mencapai 1,49% per tahun, bisa diperkirakan tingginya kebutuhan daging untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Indonesia. Dari Tabel 1.1 dapat dilihat proyeksi kebutuhan daging di Indonesia hingga tahun 2020. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Ditjen Peternakan, pada tahun 2008, kebutuhan daging nasional sebesar 411.120 ton. Sementara Indonesia baru bisa memenuhi sebesar 291.892 ton, sehingga pemerintah harus mengimpor 119.228 ton. Pada tahun 2009, kebutuhan daging nasional sebesar 425.519 ton, baru bisa dipenuhi sebesar 306.915 ton, sehingga masih impor 119.004 ton. Begitu pula 3
tahun 2010, kebutuhan daging nasional sebesar 441.003 ton, baru bisa dipenuhi sebesar 397.959 ton, sehingga masih impor 43.044 ton. Tahun Tabel 1.1 Proyeksi Kebutuhan Daging Proyeksi - Penduduk 206 juta orang - Konsumsi 1,72 kg/kapita/tahun 2000 - Produksi daging 350,7 ribu ton/tahun - Pemotongan sapi 1,75 juta ekor/tahun - Penduduk 242,4 juta orang - Konsumsi 2,72 kg/kapita/tahun 2010 - Produksi daging 654,4 ribu ton/tahun - Pemotongan sapi 3,3 juta ekor/tahun (naik 88,6%) - Penduduk 281 juta orang - Konsumsi 3,72 kg/kapita/tahun 2020 - Produksi daging 1,04 juta ton/tahun - Pemotongan sapi 5,2 juta ekor/tahun (naik 197%) Sumber: Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) Sementara itu, pada tahun 2012, jumlah sapi yang dapat dipotong diperkirakan mencapai 2,3 juta ekor dari populasi sapi sebanyak 14,8 juta ekor. Pemotongan setiap bulan sekitar 185.000 200.000 ekor sapi. Rata-rata per ekor sapi dewasa menghasilkan 163,7 kg daging sapi, sehingga total produksi nasional sebesar 376.510 ton daging. Dengan prediksi kebutuhan daging sapi tahun 2012 sebanyak 448.800 ton, maka masih ada kekurangan 72.290 ton daging atau setara dengan 441.600 ekor sapi. Usaha ini diharapkan dapat mensuplai kebutuhan daging sapi lokal, regional dan nasional. Atas dasar kenyataan tersebut, maka sangat terbuka peluang bagi usaha penggemukan sapi. Bisnis penggemukan sapi potong dinilai dapat terintegrasi dengan bisnis lain dimana bahan baku pakan dapat diperoleh 4
dengan mudah. Sementara itu, limbah kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan pupuk organik yang saat ini permintaanya semakin meningkat. Dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar, jenis usaha ini dapat menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu, dengan adanya usaha ini diharapkan juga dapat memberikan edukasi bagi masyarakat sekitar dalam menumbuhkan jiwa wirausaha dengan memanfaatkan sumberdaya lokal. Dalam jangka panjang, usaha ini dapat dikembangkan melalui sistem pemberdayaan masyarakat sekitar dengan model inti-plasma atau model pola bagi hasil lainya (Santosa et al. 2012). Kegiatan usaha penggemukan sapi dimulai dari membeli sapi bakalan jantan berumur 2-2,5 tahun untuk digemukkan selama 3-4 bulan, kemudian dijual kembali. Berbeda dengan usaha pembibitan, dimana kegiatannya dimulai dengan memelihara sapi induk hingga dewasa dan menghasilkan pedet atau bibit-bibit baru sapi bakalan untuk digemukkan. Jenis-jenis sapi yang biasa digemukan dapat dilihat pada Gambar 1.1 sampai 1. 3. Dengan demikian, perputaran modal pada usaha penggemukan akan jauh lebih cepat dibanding usaha pembibitan. Bayangkan, hanya dalam waktu 3-4 bulan, peternak sudah bisa menjual sapinya kembali dan mendapatkan keuntungan. Terutama, jika dijual pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, keuntungannya bisa lebih besar lagi. Lokasi untuk mendirikan bisnis penggemukan sapi juga memegang peranan yang cukup penting bagi tingkat keberhasilan atau kegagalan produk yang ditawarkan kepada konsumen. Keputusan pemilihan lokasi dapat 5
berdasarkan kedekatan dengan konsumen atau dengan bahan baku. Keputusan ini juga dapat berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh lokasi tersebut, seperti, kemudahan pencapaian, dapat dilalui dengan kendaraan umum dan keamanan. Bisnis penggemukan sapi ini selama dilaksanakan di luar wilayah perkotaan tidak akan memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan. Justru dari limbah penggemukan sapi ini, akan diperoleh kotoran sapi yang akan bisa menjadi pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan lahan di sekitar lokasi, ini akan mengakibatkan bisa diperolehnya peningkatan hasil pertanian. Gambar 1.1 Sapi Peranakan Ongole (sumber: http://www.antarasumsel.com) Gambar 1.2 Sapi Limousine (sumber: http://kaltim.tribunnews.com) 6
Gambar 1.3 Sapi Simental (sumber http://disnak.sumbarprov.go.id) Melihat data dan fakta tesebut, usaha peternakan maupun penggemukan sapi pada saat ini masih tetap menguntungkan. Permintaan pasar terus memperlihatkan peningkatan, termasuk peluang ekspor ke Malaysia. Di negara tersebut, permintaan sapi potong cenderung meningkat seiring bergesernya tradisi memotong kambing menjadi tradisi memotong sapi pada saat perhelatan keluarga atau perayaan lainnya. 1.2 Lingkungan Internal Penggemukan Sapi Penggemukan sapi merupakan usaha paruh akhir sebelum sapi dijual. Sebetulnya usaha ini dapat dilakukan sejak sapi masih anak hingga dewasa. Namun, adapula yang hanya mengusahakan beberapa bulan untuk digemukkan sebelum dijual, seperti bisnis yang akan dijalankan. Sapi-sapi yang bobotnya kurang (kurus) setelah dilakukan proses penggemukan akan meningkatkan harga saat dijual. Sehingga bisa dikatakan bahwa proses penggemukan sapi ini memberikan nilai ekonomis yang lebih baik (Yulianto dan Saprinto, 2011). 7
Bisnis penggemukan sapi memiliki prospek yang bagus di masa datang. Dengan pertumbuhan penduduk dan perekonomian di Indonesia yang berdampak langsung pada peningkatan pendapatan per kapita penduduk telah menyebabkan meningkatnya permintaan dan konsumsi daging, termasuk daging sapi. Hal ini tampak jelas dari pertumbuhan jumlah sapi yang dipotong maupun daging sapi yang dikonsumsi secara nasional beberapa tahun terakhir. Sementara pada sisi lain pertumbuhan populasi sapi secara nasional tidak mampu mengimbangi pertumbuhan jumlah pemotongan. Sehingga berakibat adanya kelebihan permintaan dibandingkan penyediaan. Kondisi inilah yang menarik untuk melakukan bisnis penggemukan sapi. Bisnis ini memiliki prospek jangka panjang yang baik. Keunggulan dari bisnis ini antara lain: 1) Kandungan gizi tinggi Daging sapi memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dan baik untuk kesehatan tubuh manusia jika dikonsumsi dengan porsi yang sesuai. Daging sapi memiliki kandungan protein 18%; lemak 3%; karbohidrat 1,2%; kadar abu 0,7%; kadar air 75,5; dan vitamin A 6000 IU/g. 2) Mudah dipasarkan Permintaan daging sapi masih terus memperlihatkan adanya tren meningkat. Penjualan yang lazim dilakukan adalah dengan menjual daging dalam bentuk recahan-recahan (potongan) kakas. Satuan berat potongan karkas dapat berukuran satuan berat 1 kg, 2 kg, dan seterusnya. 8
3) Budi daya praktis dan mudah Usaha penggemukan sapi lebih praktis dari peternakan sapi karena membutuhkan waktu pemeliharaan yang lebih pendek. Sapi yang akan digemukkan juga sudah cukup dewasa sehingga pengelolaan dan perawatannya relatif lebih mudah daripada sapi yang masih kecil (pedet). Kemudahan dan kepraktisan tersebut diantaranya adalah: a) Pemberian pakan hanya digunakan untuk menggemukkan daging saja. Sementara, pemberian pakan untuk pedet digunakan pada peternakan sapi selain untuk pertumbuhan, juga untuk perkembangan. b) Penggemukan sapi hanya menggunakan sapi jantan saja. Pemilihan sapi jantan dilandasi beberapa alasan berikut ini: memiliki pertumbuhan lebih cepat daripada sapi betina, memilik daging yang lebih banyak, penggemukan sapi jantan tidak mempengaruhi proses reproduksi sapi, dan sapi betina produktif dilarang untuk dipotong kecuali telah beranak tujuh kali, infertile, atau dalam keadaan sakit. c) Waktu pemeliharaan yang cukup pendek memberikan risiko lebih kecil, baik dari risiko penyakit, kematian, perubahan harga bahan pakan, atau faktor lainnya. 4) Hemat tempat Sapi cukup ditempatkan pada petakan-petakan yang telah disiapkan untuk diisi oleh satu ekor sapi per petakan. Kebutuhan maksimum petakan yang diperlukan untuk satu ekor sapi adalah 2,5 m x 1,5 m. 9
5) Perputaran modal lebih cepat Bisnis penggemukan sapi ini menggunakan sapi yang telah dewasa sehingga waktu untuk proses penggemukan bisa dipersingkat menjadi tiga bulan. Dengan singkatnya waktu untuk proses penggemukan, perputaran modal relatif lebih cepat. Bisnis penggemukan sapi potong selain merupakan salah satu peluang usaha yang prospektif yang dapat dikembangkan, juga dapat menawarkan usaha dengan konsep bisnis yang ramah lingkungan, yang tercermin pada saat pembuatan kandang dan penanggulangan kotoran sapi. Dengan konsep ramah lingkungan tersebut, ditawarkan kualitas produk yang lebih baik kepada konsumen dan memberikan nilai lebih pada masyarakat di sekitar kandang sapi. Usaha penggemukan sapi potong juga relevan dengan upaya pelestarian sumberdaya lahan. Kotoran sapi yang diperoleh selama masa penggemukan, selain volumenya yang cukup besar juga memiliki berbagai kandungan senyawa dan mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai pupuk kandang untuk memperbaiki tekstur dan kesuburan tanah. Selain itu kotoran sapi juga dapat digunakan menjadi biogas sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Dalam tinjauan ekonomi makro, pengembangan usaha penggemukan sapi juga merupakan salah satu upaya penghematan devisa. Pengembangan usaha penggemukan sapi merupakan salah satu upaya substitusi impor. Dengan demikian usaha penggemukan sapi sangat layak dalam tinjauan mikro, dan sangat terpuji dalam pandangan makro. 10
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan analisis eksternal dan internal, usaha penggemukan sapi potong merupakan salah satu peluang usaha yang prospektif yang dapat dikembangkan di daerah Parung. Hal ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia dari tahun ke tahun, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan rata-rata kualitas hidup masyarakat serta semakin tingginya kesadaran dari masyarakat untuk mengkonsumsi pangan dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang ada yaitu masih terjadinya kekurangan pasokan daging sapi di Indonesia yang menyebabkan pemerintah melakukan impor daging sapi baik dalam bentuk ternak hidup, maupun daging beku. Oleh karena itu dibutuhkan suatu perencanaan dan pengelolaan bisnis penggemukan sapi yang diharapkan nantinya akan dapat memudahkan proses untuk mewujudkan bisnis yang nyata, menciptakan lapangan kerja baru dan memberikan edukasi bagi masyarakat sekitar dalam menumbuhkan jiwa wirausaha dengan memanfaatkan sumberdaya lokal. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk mengetahui tingkat kelayakan investasi dalam bisnis penggemukan sapi. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk merancang rencana bisnis dan menyediakan informasi tentang peluang investasi di bidang usaha penggemukan sapi yang sangat potensial untuk dikembangkan mengingat kebutuhan akan daging yang terus meningkat, dan 11
menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha penggemukan sapi di daerah Parung. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian rencana bisnis ini bermanfaat untuk pemilik bisnis yang diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengembangkan usaha penggemukan sapi. Selain itu rencana bisnis penggemukan sapi potong juga bermanfaat untuk: 1) Menumbuhkan dan mengembangkan jiwa wirausaha masyarakat. 2) Membuka lapangan pekerjaan. 3) Menggali sumber pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan warga sekitar. 1.6 Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari lima bab. Bab I menjelaskan latar belakang penelitian yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan internal dari bisnis penggemukan sapi. Bab II menjelaskan tentang landasan teori yang menjelaskan teori yang mendasari penelitian ini. Bab III merupakan metode penelitian yang menjelaskan tentang level data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV merupakan strategi dan rencana bisnis. Terakhir merupakan Bab V yang menjelaskan tentang pengelolaan rencana aksi strategi yang dibahas secara rinci yang terdiri dari kegiatan, penanggung jawab, ukuran kinerja, dan waktu. 12