I. PENDAHULUAN. Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia. dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging,

Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

BAB l PENDAHULUAN. Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Situasi krisis moneter yang berkepanjangan telah membuat kinerja sektor. perekonomian nasional yang diliputi oleh krisis moneter sejak semester dua

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

Sejak krisis ekonorni rnelanda Indonesia tahun 1997 yang darnpaknya. sarnpai saat ini rnasih dirasakan, sektor perbankan rnengalarni rnasa-masa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN

BAB l PENDAHULUAN. Perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh rnanusia. dalarn kehidupan sehari-hari, dirnulai dari kebutuhan primer hingga

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB l PENDAHULUAN. Produk kecantikan pada saat ini telah berkembang sedemikian rupa,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB I. PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk pertanian yang sangat penting,

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan agribisnis di yang baik dan benar akan mampu mengeliminasi

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Besamya jurnlah penduduk, kondisi geografis dan pendapatan. bagi usaha penjualan kendaraan roda dua khususnya sepeda motor. PT.

dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat lokal, wilayah dan nasional tetapi

Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di. sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

PERSEPSI PENGUSAHA ATAS PENGARUH KESEDIAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI TERHADAP LABA

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

11. TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein. hewani belum terpenuhi, dan status gizi masyarakat yang masih

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk

Peluang untuk pengembangan usaha agribisnis kelapa sawit di. lndonesia masih cukup terbuka luas hampir di semua subsistem baik pada

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang

VII. PENENTUAN DAN PENETAPAN STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I.PENDAHULUAN. dikembangkan, baik dalam usaha kecil maupun dalam skala besar. Hal ini terlihat

lkan tuna merupakan komoditi yang mempunyai prospek cerah di dalam perdagangan internasional. Permintaan terhadap komoditi tuna setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PDB 59,4 % dan terhadap penyerapan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia,

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia selama tiga tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

Sektor Perbankan yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi. hingga kini masih menjadi pembicaraan hangat berbagai kalangan. Di

I. PENDAHULUAN. permintaan atas penyedia makanan siap saji meningkat, disamping itu faktor

I. PENDAHULUAN berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki

- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai

PENDAHULUAN Latar Belakang

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB l PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta

STUD1 TENTANG POTENSI DAN ANALISIS EKONOMI PERIKANAN KEMBUNG (Rastrelligerspp.) Dl SUNGAlLlAT BANGKA. Oleh: Rinto C

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)

PENDAHULUAN. Latar Belakanq. Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan

Gambar 5. Sebaran Peternak Berdasarkan Skala Usaha

BAB l PENDAHULUAN. PT. BASF lndonesia (PTBI) adalah salah satu perusahaan kimia di

I.' PENDAHULUAN lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang A.1. Konsumsi Daging Ayam Ras Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia baru mencapai 3,45 kg di tahun 2000 merupakan tingkat yang rendah bila dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan Thailand 12,3 kg per kapita. Masih besarnya angka kebutuhan akan daging ayam ras tersebut masih membuka peluang berkembangnya bisnis ayam ras pedaging di lndonesia. Masih rendahnya konsurnsi daging ayam ras penduduk lndonesia dibandingkan dengan negara lainnya terlihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Konsumsi Daging Ayam Ras Tahun 1996-2000 (KgIKapital Tahun) Sumber : PINSAR Unggas Nasional, 2000 dan American Sovbean Association (ASA), 2000 diolah kembali. Angka konsumsi daging ayam ras diperkirakan akan terus meningkat apabila terjadi pertumbuhan ekonomi karena antara konsumsi dengan pendapatan masyarakat mempunyai korelasi cukup tinggi. Tingginya permintaan ayam ras dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut : (a) memiliki karakteristik yang disukai masyarakat luas termasuk penduduk pedesaan (b) elastisitas permintaan terhadap pendapatan relatif lebih tinggi dan relatif paling tinggi dibandingkan dengan produk ternak lainnya (c) dipercaya sebagai produk dengan kadar kolesterol rendah (d) harga relatif lebih rendah

dibandingkan dengan harga daging lainnya (e) perkernbangan usaha di tingkat off farm (proses hilir) yang sangat efektif dalarn rnendukung sistem distribusinya seperti MC Donald's, Kentucky Fried Chicken, California Fried Chicken. dan lain-lain. A.2. Perkernbangan Produksi Daging Ayam Ras Dalam kurun waktu 1995-2000 perkernbangan produksi daging ayarn ras di Indonesia mengalami fluktuasi. Tahun 1995-1998 produksi daging ayam ras rnengalami penurunan akibat krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Namun mulai tahun 1999 produksi daging ayam ras rnenunjukkan perkembangan yang cukup tinggi dengan rata-rata pertumbuhan tiap tahunnya adalah sebesar 23,67 %. Peningkatan produksi daging ayarn ras ini seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan produk daging ayarn ras. Tahun 2001 berdasarkan angka sernentara, produksi daging ayam ras mencapai 516,29 ribu ton, sedangkan tahun 2002 berdasarkan perkiraan yang didapat dari trend data pokok tahun sebelumnya diproyeksikan akan mencapai 554 ribu ton. Perkembangan produksi daging ayam ras tahun 1995-2001 dan proyeksi tahun 2002 disajikan dalarn Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Produksi Daging Ayam Ras Tahun 1995-2002 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2001. Produksi Daging Ayam Ras (ribu ton) 551,80 605,OO 51 5,30 285,OO 337,30 51 5,OO 516,29 554,OO

Bila digarnbarkan dengan grafik rnaka perkernbangan produksi daging ayarn ras tahun 1995-2001 dan proyeksi tahun 2002 akan terlihat seperti pada Garnbar 1 di bawah ini. 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Surnber : Direktorat Jenderal Peternakan, 20'01. Garnbar I. Produksi Daging Ayarn Ras Tahun 1995-2002. Dari sisi suplai dalarn rangka rnernenuhi perrnintaan yang terus bertarnbah, perkernbangan populasi dan produksi ayarn ras pedaging sangat pesat karena faktor-faktor (a) secara biologis rnerniliki rnasa perneliharaan yang singkat, dapat dipanen urnur 5-6 rninggu (b) dukungan yang kuat dari dalarn ketersediaan bibit oleh industri modern khususnya dari luar negeri (c) teknologi rnudah diadopsi dan rninat rnasyarakat dalarn budidaya sangat tinggi (d) dukungan pernerintah dengan harapan rnenjadi instrurnen pernberdayaan rnasyarakat melalui melalui pola kernitraan PIR perunggasan. A.3. Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Ayam Ras Pedaging Perkernbangan industri ayarn ras pedaging di dalarn negeri sejak awal orde baru sering rnengalarni gejolak pasang surut. Gejolak industri ayarn ras disebabkan oleh adanya benturan kepentingan berbagai pihak dan krisis rnoneter. Benturan antar pihak terjadi karena di satu sisi ada keinginan

rnengarahkan usaha ayarn ras sebagai industri besar-besaran sehingga efisiensi dapat tercapai sesuai dengan karakteristik kornoditas yang rnernerlukan skala besar tetapi disisi lain diharapkan usaha ayarn ras pedaging diprioritaskan untuk rnasyarakat kecil yang dikelola pengusaha atau peternak kecil. Melalui Kepres No. 50 tahun 1981 pernerintah berpihak pada peternak kecil dengan pernbatasan produksi rnaksirnal 650 ekor per periode. Upaya ini tidak efektif karena dengan rnudah dapat disiasati oleh perusahaan besar dengan cara rnernbagi skala usaha atas narna pihak lain tetapi pada hakekatnya tidak beralih kepernilikannya. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pernerintah dalarn rangka rnengernbangkan industri ayarn ras pedaging di dalarn negeri, salah satu diantaranya adalah Keputusan Menteri Pertanian No. 47211996 rnengenai Petunjuk pelaksanaan pembinaan usaha peternakan ayarn ras, dirnana didalamnya diatur rnengenai tatacara pelaksanaan program kemitraan oleh perusahaan. Bagi perusahaan peternakan dan perusahaan di bidang peternakan yang rnelakukan usaha budidaya ayarn ras wajib rnelaksanakan kernitraan dengan peternakan rakyat ayarn ras. Pada intinya pernerintah rnernberikan kesernpatan yang lebih besar kepada pihak investor untuk rnenanarnkan rnodalnya di industri ayarn ras pedaging tanpa rnengurangi rnisi pernberdayaan rnasyarakat. Oleh karena itu sebagian besar industri ayam ras pedaging saat ini didesain sebagai bentuk usaha kernitraan, dirnana investor sebagai perusahaan inti bergerak di off farm hulu (bibit dan pakan) dan off farm proses hilir (pernotongan, pengolahan, dan pernasaran) serta rnenyediakan sarana produksi. Sedangkan peternak rakyat mengelola kegiatan budidaya dengan sarana produksi (pakan ternak, DOC dan obatobatan) yang dipasok oleh perusahaan inti.

A.4. Perkembangan Kemitraan di PT. X PT. X adalah perusahaan peternakan ayarn yang terintegrasi, bergerak rnulai daru hulu (bibit dan pakan) sarnpai ke hilir (pernotongan ayarn, pengolahan, dan pernasaran) telah rnenerapkan dan rnelaksanakan pola kernitraan dalarn budidaya ayarn ras pedaging sejak tahun 1998. Pola kernitraan dilakukan dengan rnenjalin kerjasarna dengan peternak rakyat yang berfungsi sebagai plasma sedangkan PT. X sebagai perusahaan inti. Pada awalnya pola kernitraan ini dilakukan oleh PT. X dengan rnaksud untuk rnernbantu peternak rakyat yang kandang ayarnnya sedang kosong akibat krisis ekonorni. PT. X rnernbantu peternak rakyat dengan rnernberikan kredit sapronak (DOC, pakan dan obat-obatan) dengan rnernanfaatkan kandang dan peralatan rnilik peternak rakyat. Jurnlah peternak plasma sejak tahun 1998 rnengalarni peningkatan yang pesat yaitu 10 orang (1998), 60 orang (1999), 123 orang (2000) dan 541 orang pada tahun 2001. Perkernbangan jurnlah peternak plasma digambarkan seperti tertera pada Garnbar 2 dibawah ini. Sumber : PT. X 1998 1999 2000 2001 Garnbar 2. Perkernbangan Jurnlah Peternak Plasma Tahun 1998-2001.

Sedangkan perkembangan jumlah populasi ayam kemitraan per siklus produksi sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 terlihat seperti pada Gambar 3 berikut ini. 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 IEiPopulasi ayam 1500000 1000000 500000 0 Sumber : PT. X Gambar 3. Perkembangan Jumlah Populasi Ayam Kemitraan per Siklus Produksi Tahun 1998-2001 Namun demikian kebangkitan industri ayam ras pedaging dirasakan masih belum banyak menyentuh peternak plasma yang jumlahnya lebih besar. Peternak plasma umumnya bertahan dengan sistem kemitraan melalui kerjasama sewa kandang dan pengelolaan (pemeliharaan). Sedangkan peternak rakyat mandiri masih rnenghadapi kendala klasik berupa terbatasnya modal, skill (penguasaan teknis), akses pasar dan kemampuan memprediksi pasar yang sangat fluktuatif setiap saat. 8, ldentifikasi Masalah Dalam program kemitraan sasaran yang dituju adalah terjalinnya kerjasama bisnis yang saling rnenguntungkan dan saling memperkuat serta saling percaya antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar. Sedangkan fungsi kemitraan diantaranya adalah (a) mengkondisikan para pelaku ekonomi

yaitu pengusaha, menengah, dan kecil untuk saling berrnitra usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling rnernbutuhkan dan saling mernperkuat (b) membantu membina dan mengembangkan pengusaha menengah dan kecil, agar makin kuat mandiri dan berpeluang mernbesarkan usahanya. Untuk mencapai tujuan tertentu dalam kerja sama bisnis dengan pola kernitraan ini, antara pihak yang berrnitra harus mempunyai kepentingan dan posisi yang sejajar. Namun dalam pelaksanaannya tidak jarang pola kemitraan ini mengalami kegagalan antara lain disebabkan karena perusahaan besar sebagai inti dengan segala kelebihannya ingin untung sendiri tanpa memperdulikan nasib peternak kecil, tidak adanya transparansi dalarn kerjasarna kemitraan, dan kurangnya pernbinaan serta pengawasan yang diberikan perusahaan inti kepada peternak rnitranya. Sebagai contoh dari evaluasi pola PIR perunggasan dan Keppres nornor 50 tahun 1981 dinilai telah gaga1 rnelindungi peternak rakyat (Saragih, 1998). Selanjutnya PIR perunggasan ini dalam kenyataannya belum dapat berjalan sebagairnana mestinya dan ada kecenderungan pola kerjasama yang ada rnengarahkan pada peternak plasma sebagai buruh di lahan usahanya sendiri. Hal ini terlihat dari kondisi peternak plasma dimana tingkat ketergatungan kepada perusahaan inti sangat tinggi dalam ha1 DOC, pakan ternak dan input produksi, akibatnya peternak rakyat berada pada posisi yang lemah terutarna dalarn posisi tawar terhadap harga DOC, pakan ternak serta harga ayarn yang dihasilkan (Sirnatupang dkk, 1993). Beberapa kelernahan dan keterbatasan yang melekat pada pengusaha kecil (peternak plasma) diantaranya adalah terbatasnya modal, skill (penguasaan teknis), akses pasar dan lernahnya kernarnpuan rnemprediksi pasar yang sangat fluktuatif setiap saat. Dengan rnelekatnya berbagai kelernahan tersebut membuat posisi dan daya tawar peternak plasma sangat ditentukan oleh peran dorninan perusahaan inti. Tidak jarang pula karena tuntutan politis dari suatu 7

kebijakan model kerjasama kemitraan tertentu dapat mernberatkan peternak plasma, sementara peternak kecil tidak memiliki keberanian dan kemampuan untuk menghindar. Dalam berbagai kasus pada umumnya program kemitraan rnenernpatkan pihak peternak plasma pada posisi yang lemah dan cenderung lebih sering rnengalarni kerugian (Suharno, 1997). Dengan posisi yang lemah ini, daya tawar peternak plasma lebih banyak ditentukan oleh perusahaan inti terrnasuk dalarn pembagian laba dalam pola kemitraan ayam ras pedaging sehingga terjadinya distribusi laba yang kurang seimbang antara perusahaan inti inti dan peternak plasma sangat dimungkinkan. C. Pembatasan Masalah Dalarn penelitian ini dibatasi masalah kurang seimbangnya distribusi laba yang diterirna peternak plasma akibat posisi tawar menawar yang lemah dari peternak plasma dalam budidaya ayam ras pedaging dengan pola kemitraan. D. Perurnusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dalam pola kemitraan ayarn ras pedaging dimungkinkan terjadinya distribusi laba yang kurang seimbang antara perusahaan inti dengan peternak plasma. Berkaitan dengan pola kemitraan yang dilakukan oleh PT. X sebagai perusahaan inti dengan peternak plasma dalam rnengembangkan bisnis ayam ras pedaging, maka dalam penelitian ini yang akan dibahas : 1. Bagaimana distribusi laba antara perusahaan inti dengan peternak plasma dalam pola kemitraan ayam ras pedaging. 2. Apakah distribusi laba yang diterirna oleh peternak plasma telah sesuai dengan kontribusi input yang diberikan dalam proses produksi.

3. Berapa besarnya perbandingan penerirnaan laba antara perusahaan inti dengan peternak plasma dalam pola kemitraan ayam ras pedaging. 4. Berapa besarnya perbandingan penerimaan laba antara perusahaan inti dengan peternak plasma yang sesuai dengan kontribusi input. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari kajian distribusi laba antara perusahaan inti dengan peternak plasma dalarn pola kernitraan ayarn ras pedaging adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui kontribusi biaya input dari peternak plasma dan perusahaan inti dalarn proses produksi ayarn ras pedaging dengan pola kernitraan. 2. Mengetahui besarnya laba yang diterirna oleh peternak plasma dan perusahaan inti dari budidaya ayam ras pedaging dengan pola kernitraan. 3. Mengetahui besarnya perbandingan penerirnaan laba yang diperoleh peternak plasma dengan perusahaan inti dalarn budidaya ayarn ras pedaging dengan pola kemitraan. 4. Mengetahui apakah distribusi laba dalarn pola kernitraan ayarn ras pedaging telah sesuai dengan kontribusi input yang diberikan masing-masing pihak. 5. Menentukan besarnya perbandingan penerimaan laba antara perusahaan inti dengan peternak plasma yang sesuai dengan kontribusi input. F. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah rnemberikan informasi kepada manajemen PT. X dan rnasyarakat pada urnurnnya tentang : 1. Distribusi laba antara perusahaan inti dengan peternak plasma dalarn bisnis ayarn pedaging dengan pola kemitraan yang selama ini telah dilakukan. 9

2. Besarnya perbandingan penerimaan laba antara perusahaan inti dan peternak plasma dalam budidaya ayam ras pedaging yang sesuai dengan kontribusi input. G. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada kajian bisnis kajian distribusi laba antara perusahaan inti dengan peternak plasma dalam pola kemitraan ayam ras pedaging ayam di PT. X. H. Definisi Operasional Beberapa istilah yang sering dipakai dalam proposal penelitian ini, masingmasing secara operasional didefinisikan sebagai berikut : 1. Laba : adalah laba atau keuntungan yang diperoleh dalam bisnis ayam ras pedaging dengan pola kemitraan, dihitung dengan cara mengurangi jumlah penerimaan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan. 2. Perusahaan inti : adalah perusahaan peternakan yang mengadakan kemitraan dengan peternakan rakyat yang dalam studi kasus ini adalah PT. X. 3. Peternak plasma : adalah peternakan rakyat yang mengikuti program kemitraan dengan PT. X dalam budidaya ayam ras pedaging dengan pola kemitraan. 4. Pola kemitraan : adalah pola kerjasama antara PT. X sebagai perusahaan inti dengan peternak plasma dalam mengusahakan budidaya ayam ras pedaging. 5. Perjanjian Inti Plasma (PIP) : adalah suatu perjanjian yang dibuat dan disepakati antara perusahaan inti dengan peternak plasma sebelum melakukan kerjasama budidaya ayam ras pedaging yang berisi kesepakatan 10

kedua belah pihak yang didalamnya diatur hak dan kewajiban masingmasing pihak. 6. Nota Kesepakatan Kemitraan (NKK) : adalah suatu nota kesepakatan yang dibuat dan disepakati antara perusahaan inti dengan peternak plasma sebelum melakukan kerjasama budidaya ayam ras pedaging yang berisi kesepakatan tentang jumlah ayam yang dipelihara, standart performa yang harus dicapai, biaya input produksi, harga beli oleh inti dan pembagian laba jika harga jual pasar lebih tinggi dari harga kesepakatan. 7. Input produksi : adalah bahan baku dan jasa-jasa yang digunakan dalam proses produksi (budi daya) ayam ras pedaging meliputi pakan ternak, bibit ayam (DOC), obat-obatanlvaksin, bahan penunjang, tenaga kerja, listrik & air, sewa kandang, ongkos angkut dan biaya panen.