BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Dalam Modul Pembentukan Auditor Ahli yang berjudul Akuntabilitas

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

L A P O R A N K I N E R J A

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AKUNTABILITAS PENDIDIKAN. As ari Djohar

PROPOSAL SKRIPSI. oleh: ERNING DITTA DYAH SATYARINI

L A P O R A N K I N E R J A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DAN LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era revormasi yang sedang berlangsung dewasa ini, pelaksana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Kantor Camat Tualang Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

PEDOMAN PENYUSUNAN PK BPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. suatu cara tertentu dan bersifat repetitif untuk melaksanakan suatu atau

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB. I PENDAHULUAN. Dalam konsep New Public Management (NPM) birokrasi pemerintah sebagai pemberi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money.

AKUNTABILITAS PENDIDIKAN. As ari Djohar

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara. Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

PEMERINTAH PROVINSI BALI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH BAB I P E N D A H U L U A N

TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori 1. Akuntansi Pemerintahan

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999, tentang. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

KERANGKA ACUAN KERJA PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SIM AKIP)

KATA PENGANTAR. Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, atas limpahan. Rakhmat, Taufiq dan Hidayah-Nya semata, maka Laporan Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB II PERENCANAAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

13. Untuk pencapaian kinerja program yang terbagi dalam 2 (dua) program, terlihat nilai pencapaian kinerjanya sebagai berikut :

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 14

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN, PENDAPATAN DAN ASSET DAERAH

Perencanaan Stratejik, Pertemuan ke 4

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2016, No Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 267, Tamba

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ELVINA DESI PRATIWI B1C1

B A P P E D A ACEH JAYA February 21, 2016 BAB IV PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya pemerintahan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompk indikator-indikator masukan, keluaran, manfaat dan dampak. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengelolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo (2005 : 121) Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. 8

9 1. Defenisi Pengukuran Kinerja Menurut Bastian (2006 : 274) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Untuk mengetahui keberhasilan/kegagalan suatu organisasi maka seluruh aktivitas organisasi tersebut harus dapat diukur. Dalam pengukuran tersebut tidak semata-semata kepada masukan (input), tetapi lebih ditekankan kepada keluaran atau manfaat program tersebut. Disamping itu, menurut Sudarmayanti (2004 : 64) kinerja (performance) diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat diukur dengan dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan, sedangkan dalam PP No. 58 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 35 berbunyi Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur Menurut Syahrudin (2005 : 35) Pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

10 Dalam penerapannya, dibutuhkan suatu artikulasi yang jelas mengenai visi, misi, tujuan dan sasaran yang dapat diukur dari satu dan keseluruhan program. Ukuran tersebut dapat dikaitkan dengan hasil atau outcome dari setiap program yang dilaksanakan. Dengan demikian, pengukuran kinerja organisasi merupakan dasar yang reasonable untuk pengambilan keputusan. 2. Tujuan dan Peranan Pengukuran Kinerja adalah: Menurut Mardiasmo (2005 : 122), tujuan sistem pengukuran kinerja a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up). b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi. c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence. d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus-menerus akan mencapai keberhasilan di masa mendatang. Menurut Bastian (2001 : 330) peranan pengukuran prestasi sebagai alat manajemen untuk : a. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian prestasi. b. Memastikan tercapaianya skema prestasi yang disepakati.

11 c. Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan skema kinerja dan pelaksana. d. Memberikan penghargaan dan penghukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran prestasi yang telah disepakati. e. Menjadikan alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki prestasi organisasi. f. Mengindentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah terpenuhi. g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. i. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan. j. Mengungkapkan permasalah yang telah terjadi. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals dan objectives), menurut LAN dan BPKP (2000) elemen kunci dari sistem pengukuran kinerja terdiri dari: Perencanaan dan penetapan tujuan, Pengembangan ukuran yang relevan, Pelaporan formal atas hasil, Penggunaan informasi. Sistem pengukuran kinerja akan membantu pimpinan dalan menetukan implimentasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Pengkuran kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan sebagai mekanisme guna memberikan penghargaan/hukuman(reward/punishment), akan tetapi pengukuran kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi. Disamping itu, pengukuran kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam usaha pencapaian tujuan, karena melalui pengukuran kinerja dapat dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan dan

12 pengukuran kinerja dapat memberikan penilaian yang objektif dalam pengambilan keputusan organisasi maupun manajemen. 3. Aspek yang Diukur pada Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja menurut Bastian (2001 :331 332) biasanya dilakukan untuk aspek-aspek berikut ini: Aspek finansial, Kepuasan pelanggan, Operasi dan Pasar Internal, Kepuasan pegawai, Kepuasan komunitas dan shareholder/stakeholder, Waktu. a. Aspek finansial Aspek finansial meliputi anggaran atau cash flow. Aspek finansial ini sangat penting diperhatikan dalam pengukuran kinerja sehingga dianalogikan sebagai aliran darah dalam tubuh manusia. b. Kepuasan pelanggan Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan sangat krusial dalam penentuan strategi perusahaan. Untuk itu, manajemen perlu memperoleh informasi yang relevan tentang tingkat kepuasan pelanggan. c. Operasi dan Pasar Integral Informasi operasi dan meknisme pasar internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan organisasi dirancang untuk pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Disamping itu, organisasi dan pasar internal menentukan tingkat efisiansi dan efektivitas operasi organisasi.

13 d. Kepuasan pegawai Dalam organisasi yang banyak melakukan invoasi, peran strategis pegawai sangat menentukan kelangsungan organisasi. e. Kepuasan komunitas dan Shareholder/ Stakeholder Pengukuran kinerja perlu idrancang untuk mengakomodasikan kepuasan para stakeholder. f. Waktu Informasi untuk pengukuran kinerja haruslah informasi yang terbaru, sehingga manfaat hasil pengukuran kinerja dapat dimaksimalkan. Pengukuran kinerja atas aspek-aspek diatas bertujuan untuk memperoleh hasil kinerja yang nyata dan untuk perbaikan kinerja di masa mendatang. 4. Siklus Pengukuran Kinerja Menurut Bastian (2006 : 281) Terdapat 5 (lima) tahap untuk melakukan pengukuran kinerja yaitu Penskemaan Strategik, Penciptaan Indikator, Pengembangan Sistem Pengukuran Data, Penyempurnaan Ukuran Kinerja dan Pengintegrasian dengan Proses Manajemen. Berikut uraian masing-masing tahap ( Gambar 2.1) sebagai berikut:

14 a. Perencaan Strategik Siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses perencanaan strategik, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan, dan sasaran, kebijakan, program operasional dan kegiatan/aktivitas. b. Penetapan Indikator Kinerja Setelah perumusan strategik, instansi pemerintah perlu menyusun dan menetapkan ukuran/indikator kinerja. Ada beberapa aktivitas yang dilaksanakan dalam proses ini. Untuk beberapa jenis program, tahapan ini mungkin mudah dan sederhana untuk didefenisi. Indikator kinerja dapat berupa indikator input, process, output, outcomes, benefit atau impacts. Indikator/ukuran yang mudah adalah untuk aktivitas yang dapat dihitung. Misalnya: jumlah klaim yang diproses c. Mengembangkan Sistem Pengukuran Kinerja Ada tiga kegiatan dalam tahap ini. Pertama, harus yakin bahwa mempunyai data atau pencarian data yang diperlukan terus dilanjutkan sesuai dengan siklus pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja harus mengumpulkan data. Terakhir, menggunakan data pengukuran kinerja yang dihimpun, dan hal ini harus dipresentasikan dengan cara yang dapat dimengerti. d. Penyempurnaan Ukuran Pada tahapan ini, pemikiran atas indikator hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi lebih penting dibandingkan pemikiran atas indikator masukan (inputs) dan keluaran(outputs).

15 e. Pengintegrasian Dengan Proses Manajemen Pada saat ukuran kinerja tersedia, tantangan selanjutnya adalah mengintegrasi pengukuran kinerja dengan proses manajemen. Penskemaan Strategi Integrasikan dengan Proses Manjemen Menciptakan Indikator Penyempurnaan Ukuran Mengembangkan Sistem Pengukuran Data Gambar 2.1 Siklus Pengukuran Kinerja Sumber : Indra Bastian, 2006. Akuntasi Sektor Publik : Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, Hal 281. Siklus pengukuran kinerja ini harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tahapan yang ada untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang maksimal dan berkualitas.

16 B. Indikator Kinerja 1. Pengertian dan Elemen Indikator Kinerja Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasran atau tujuan yang telah ditetapkan,dengan memperhitungkan elemen indikator kinerja. Elemen yang terdapat dalam indikator kinerja menurut Bastian (2006 : 267) berupa: Indikator Masukan (Input), Indikator Proses (Process), Indikator Keluaran(Output), Indikator Hasil (Outcome), Indikator Manfaat (Benefit), Indikator Dampak (Impact). a. Indikator Masukan (Input) Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana dan sumber daya manusia, informasi, kebijakan/peraturan perundang-undangan dan sebagainya. Dengan meninjau distribusi sumber daya, seuatu lembaga menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategis yang telah diterapkan. b. Indikator Proses (Process) Rambu yang dominan dalam proses adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan organisasi. Efisiensi berarti besarnya hasil yang diperoleh pemanfaatan sejumlah input. Sedangkan ekonomis yang dimaksud adalah bahwa pelaksanaan kegiatan tersebut secara lebih murah dibandingkan dengan standar biaya atau waktu yang ditentukan untuk itu.

17 c. Indikator Keluaran (Output) Indikator keluaran adalah segala seuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non-fisik. Dengan membandingkan keluaran instansi dapat menganalisis apakah suatu kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Tetapi indikator kinerja harus dibandingkan dengan sasaran kegiatan yang terdefenisi dengan baik dan teratur. Jadi, indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan kegiatan instansi. d. Indikator Hasil (Outcome) Indikator hasil adalah segala sesuatu hasil yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome, organisasi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. e. Indikator Manfaat (Benefit) Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator kinerja ini menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. Manfaat tersebut baru tampak setelah beberapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka menengah dan jangka panjang. Indikator manfaat menunjukkan hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaiakan dan berfungsi dengan optimal (tepat okasi dan waktu).

18 f. Indikator Dampak (Impact) Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan. Indikator ini sulit diukur karena memerlukan waktu lebih dari satu periode untuk mengetahui dampaknya. Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Dalam hubungan ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses identifikasi, pengembangan, seleksi dan konsultasi tentang indikator kinerja atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan program-program instansi. 2. Peranan Indikator Kinerja Menurut Mardiasmo (2005 : 128), peranan indikator kinerja bagi pemerintah antara lain: a. Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi. b. Untuk mengevaluasi target akhir (final outcome) yang dihasilkan. c. Sebagai masukan untuk menentukan skema insentif manjerial. d. Memungkinkan bagi pemakai jasa layanan pemerintah untuk melakukan pilihan. e. Untuk menunjukkan standar kinerja. f. Untuk menunjukkan efektifitas. g. Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektifitas biaya yang paling baik untuk mencapai target sasaran. h. Untuk menunjukkan wilayah, bagian atau proses yang masih potensial untuk dilakukan penghematan biaya. Indikator kinerja ini berperan dalam menyediakan informasi sebagai pertimbangan untuk pembuatan keputusan. Indikator kinerja pada akhirnya akan

19 digunakan sebagai control sekaligus sebagai informasi dalam rangka mengukur tingkat akuntabilitas publik. 3. Manfaat Indikator Kinerja Manfaat dari tuntutan skema indikator kenerja menurut Bastian (2006 : 269) sebagai berikut: a. Kejelasan tujuan organisasi. b. Mengembangkan persetujuan pengukuran aktifitas. c. Keuntungan proses produksi harus dipahami lebih jelas. d. Tersedianya perbandingan kinerja dari organisasi yang berbeda. e. Tersedianya fasilitas setting of target untuk penilaian organisasi dan individual manager sebagai bagian dari pertanggung jawaban organisasi kepada pemilik saham. Penetapan indikator kinerja pada akhirnya akan digunakan dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan. Indikator kinerja akan membantu dalam menunjukkan, memberikan indikasi atau memfokuskan perhatian pada bidang yang relevan dilakukan tindakan perbaikan. 4. Syarat-syarat Indikator Kinerja Sebelum menyusun dan menetapkan indikator kinerja, menurut Bastian (2006 : 267) terlebih dahulu perlu diketahui syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja, yaitu: a. Spesifik yang jelas, sehingga tidak ada kemungkinan kesalahan interpresentasi. b. Dapat diukur secara objektif yang diukur secara kuantitatif maupun kulaitatif, yaitu dua atau lebih mengukur kinerja yang berkesimpulan sama. c. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek objektif yang relevan.

20 d. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan masukan, proses keluaran, hasil, manfaat serta dampak. e. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan. f. Efektif, data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. Syarat-syarat dalam membuat indikator kinerja yang baik harus dapat dipenuhi untuk memperoleh indikator kinerja yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. 5. Langkah-langkah Menyusun Indikator Kinerja Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun dan menetapkan indikator kinerja yang dalam kaitannya dengan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Langkah-langkah tersebut menurut LAN dan BPKP (2000) adalah sebagai berikut: a. Susun dan tetapkan rencana strategis lebih dahulu. Rencana strategis meliputi vis, misi, tujuan, sasaran, dan cara mencapai tujuan/sasaran b. Identifikasi data/informasi yang dapat dijadikan atau dikembangkan menjadi indikator kinerja. Dalam hal ini, data/informasi yang akan dibahas akan banyak menolong untuk menyusun dan menetapkan indikator kinerja yang tepat dan relevan. c. Pilih dan tetapkan indikator kinerja yang paling relevan dan berpengaruh besar tehadap pelaksanaan kebijaksanaan/program/kegiatan. Memahami operasi dengan menganalisis kegiatan dan program yang akan dilaksanakan adalah diperlukan dalam penyusunan indikator kinerja.

21 6. Contoh Indikator Kinerja Salah satu contoh indikator kinerja seperti tercantum pada tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 : Contoh Indikator di Departemen Kesehatan: PROGRAM Peningkatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas PROYEK/KEGIATAN Perbaikan/Penggantian peralatan medis yang rusak di Puskesmas 1. Input dana 2. Process INDIKATOR KINERJA Ketaatan pada aturan hukum dalam proses pengadaan peralatan medis Rata-rata waktu yang diperlukan untuk pembelian dan penerimaan peralatan medis di Puskesmas 3. Output Jumlah peralatan medis 4. Outcome Baiknya kualitas pemeriksaan 5. Benefit Peningkatan kesembuhan pasien 6. Impact Penurunan jumlah orang sakit Sumber :Indra Bastian, 2006. Akuntasi Sektor Publik : Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, Hal 271. 7. Evaluasi Kinerja Menurut Bastian (2001: 344), Evaluasi kinerja tidak akan memberikan hasil yang optimal apabila dilakukan dengan cara atau metode yang tidak tepat. Bastian (2001 : 344) meyatakan, cara-cara evaluasi kinerja

22 menurut Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntansi Kinerja adalah dengan membandingkan antara: a. Tingkat kinerja yang diidentifikasi sebagai tujuan dengan tingkat kinerja yang nyata. b. Proses yang dilakukan dengan organisasi lain yang terbaik dibidangnya (benchmarking). c. Realisasi dan target yang dibebankan dari instansi yang lebih tinggi. d. Realisasi periode yang dilaporkan tahun ini dengan realisasi periode yang sama tahun lalu. e. Rencana evaluasi lima tahun dengan akumulasi realisasi sampai dengan tahun ini. Evaluasi kinerja sangat penting artinya untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang akurat. C. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, ada kewajiban setiap instansi pemerintah untuk menyusun dan melaporkan Penskemaan Strategik tentang program-program utama yang akan dicapai selama satu sampai dengan lima tahun, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi dan jajarannya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tersebut dimaksudkan untuk enforcement agar masing-masing instansi mempunyai visi, misi dan strategi untuk mencapai program-program yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi. LAKIP tersebut sama sekali tidak menyinggung mengenai peranan laporan keuangan instansi yang seharusnya menjadi dasar penyusunan LAKIP, padahal seluruh kegiatan penyelenggaraan pemerintah

23 bermuara pada keuangan/pendanaan. Oleh kaerena itu, tata cara penyusunan LAKIP tidak terstruktur dan apabila monitoring pelaporan tidak konsisten, maka nasibnya akan sama dengan kewajiban pelaporan Waskat pada sepuluh tahun yang lalu, yang pada saat ini sudah tidak ada instansi yang melaporkannya. Laporan tersebut menggambarkan kinerja instansi pemerintah sebagai media pertanggungjawaban dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan berperan sebagai alat kendali dan penilai kualitas kinerja serta alat pendorong terwujudnya good governance dalam perspektif yang lebih luas. Dalam Peraturan Walikota Yogyakarta No. 169 Tahun 2005 (RI, 2005 : 3) tentang Petunjuk Teknis Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP): SAKIP adalah suatu proses pennyelenggaraan pertanggungjawaban SKPD yang saling berkaitan satu sama lain yang pada pokoknya terdiri kegiatan penyusunan Rencana Stratejik SKPD, penyusunan Rencana Kinerja Kegiatan (RKT), pemantauan dan pengamatan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi, pengukuran pencapaian kinerja dan evaluasi kinerja serta pelaporan kinerja secaramenyeluruh dan terpadu untuk mendorong terciptanya akuntabilitas Instansi Pemerintah sebagai salah satu syarat terciptanya kepemerintahan yang baik dan terpercaya. Menurut Situmorang (2001 : 1) LAKIP mempunyai fungsi ganda yaitu mewujudkan akuntabilitas kepada publik sesuai PP Nomor 108 Tahun 2000 dan mewujudkan akuntabilitas secara vertikal kepada pemerintah pusat sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999, PP Nomor 56 Tahun 2001 dan Inpres Nomor 7 Tahun 1999. Instansi pemerintah berkewajiban menerapkan sistem akuntabilitas kinerja dan menyampaikan pelaporannya adalah instansi dari Pemerintah Pusat,

24 Pemerintah Daerah Kabpaten/Kota. Adapun penanggung jawab penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah pejabat yang secara fungsional bertanggung jawab melayani fungsi administrasi di instansi masing-masing. Selanjutnya pemimpin instansi bersama tim kerja harus mempertanggung-jawabkan dan menjelaskan keberhasilan/kegagalan tingkat kinerja yang dicapai. 1. Tujuan Sistem AKIP Berdasarkan Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah bahwa Tujuan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk tercitanya pemerintah yang baik dan terpercaya. Berdasarkan Teknik Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja di Lingkungan Departemen Agama (2007 : 2) tujuan penyusunan dan penyampaian LAKIP adalah: a. Untuk mewujudkan akuntabilitas instansi pemerintah kepada pihak pemberi mandat/amanat; b. Pertanggungjawaban dari unit yang lebih rendah kepada unit kerja yang lebih tinggi atau pertanggungjawaban dari bawahan kepada atasan; c. Perbaikan dalam perencanaan, khususnya perencanaan jangka menengah dan pendek. 2. Fungsi LAKIP Berdasarkan Teknik Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja di Lingkungan Departemen Agama (2007 : 2), fungsi LAKIP adalah:

25 a. Suatu media hubungan kerja organisasi yang berfungsi informasi dan data yang telah diolah; b. Wujud tertulis pertanggungjawaban suatu organisasi instansi kepada pemberi wewenang dan mandat, sehingga LAKIP berfungsi juga sebagai raport dari pimpinan unit organisasi; c. LAKIP berisi tentang kinerja instansi dan akuntabilitasnya, yaitu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan visi, misi, tujuan, sasaran organisasi dan merupakan media akuntabilitas setiap instansi; d. Sebagai media informasi tentang sejauh mana penentuan prinsipprinsip good governance termasuk penerapan fungsi-fungsi manajemen secara benar di instansi yang bersangkutan. 3. Manfaat LAKIP Berdasarkan Teknik Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja di Lingkungan Departemen Agama (2007 : 2), LAKIP yang disampaikan oleh instansi pemerintah bermanfaat untuk: a. Meningkatkan akuntabilitas, kredibilitas instansi dimata instansi yang lebih tinggi dan akhirnya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi; b. Merupakan umpan balik untuk peningkatan kinerja instansi pemerintah; c. Dapat mengetahui dan menilai keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab instansi; d. Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara baik, sesuai ketentuan, peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat; e. Menjadikan instansi yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungan.

26 4. Sasaran Sistem AKIP Berdasarkan Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang menjadi Sasaran Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah adalah: a. Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisen, efektif dan responsive terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungan; b. Terwujudnya transparansi instansi pemerintah; c. Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional; d. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. 5. Ruang Lingkup Sistem AKIP Berdasarkan Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang menjadi ruang lingkup Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah: a. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dilaksanakan atas semua kegiatan utama istansi pemerintah yang memberikan kontribusi bagi pencapaian visi dan misi pemerintah. Kegiatan yang menjadi perhatian utama mencakup: 1) Tugas pokok dan fungsi dan instansi pemerintah; 2) Program kerja yang menjadi isu nasional; 3) Aktifitas yang dominan dan vital bagi pencapaian visi dan misi instansi pemerintah. b. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang meliputi ruang lingkup tersebut di atas dilakukan oleh setiap instansi pemerintah sebagai bahan pertanggungjawabannya kepada Presiden. Penentuan ruang lingkup Sistem AKIP akan membuat proses dari pengukuran kinerja semakin terfokus sehingga dapat menghasilkan LAKIP yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan.

27 6. Prinsip-prinsip LAKIP Menurut Bastian (2001 : 350),penyusunan LAKIP harus mengikuti prinsip-prinsip yang lazim, yaitu laporan harus disusun secara jujur, objektif dan transparan. Disamping itu perlu diperhatikan prinsip-prinsip lain: a. Prinsip mempertanggungjawabkan (adanya responsibility center), sehingga lingkupnya jelas. Hal-hal yang dikendalikan (controllable) oleh pihak yang melaporkan harus dapat dimengerti pembaca laporan, b. Prinsip pengecualian, yang dilaporkan adalah hal-hal yang penting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang bersangkutan. Misalnya, halhal yang menonjol baik keberhasilan maupun kegagalan, perbedaan antara realisasi dengan target/standar/skema/budget, penyimpangan dari skema karena alasan tertentu dan sebagainya. c. Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar daripada biaya penyusunannya. Penetapan prinsip-prinsip dalam penyusunan LAKIP bertujuan agar laporan yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan dan berguna bagi para pemakai LAKIP. 7. Isi LAKIP Isi LAKIP adalah uraian pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi serta penjabaran yang menjadi perhatian utama instansi pemerintah. Selain itu, menurut Bastian (2001 : 350) perlu dimasukkan juga beberapa aspek pendukung meliputi uraian pertanggungjawaban mengenai: a. Aspek keuangan b. Aspek sumber daya c. Aspek sarana dan prasarana d. Metode kerja, pengendalian manajemen dan kebijaksanaan lain yang mendukung pelaksanaan tugas utama instansi.

28 Agar LAKIP dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan keunikan masing-masing instansi pemerintah. Penyeragaman ini paling tidak dapat mengurangi perbedaan cara penyajian yang cendrung menjauhkan pemenuhan persyaratan minimal akan informasi yang seharusnya dimuat dalam LAKIP. Penyeragaman juga dimaksudkan untuk pelaporan yang bersifat rutin, sehingga perbandingan atau evaluasi dapat dilakukan secara memadai. LAKIP dapat dimasukkan pada kategori laporan rutin, karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali. Menurut Bastian (2001 : 351) agar pengungkapan akuntabilitas aspekaspek pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut tidak tumpang tindih dengan pengungkapan akuntabilitas kinerja, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Uraian pertanggungjawaban keuangan dititikberatkan pada perolehan dan penggunaan dana, baik dana yang berasal dari alokasi APBN (rutin maupun pembangunan) maupun dana yang berasal dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). b. Uraian pertanggungjawaban sumber daya manusia, dititikberatkan pada penggunaan dan pembinaan dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja yang berorientasikan pada hasil atau manfaat dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. c. Uraian mengenai pertanggungjawaban pengunaan sarana dan prasarana dititikberatkan pada pengelolaan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengembangannya. d. Uraian tentang metode kerja, pengendalian manajemen dan kebijaksanaan lainnya, difokuskan pada manfaat atau dampak dari suatu kebijaksanaan yang merupakan cerminan pertanggungjawaban kebijaksanaan (Policy Accountability).

29 8. Bentuk LaporanKinerja Bentuk dari Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang tercantum dalam PP No.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 17 ayat 1 dan 2 yaitu: Ayat (1) Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Ayat (2) Bentuk dan isi Laporan Kinerja disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana kerja dari anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait, ilustrasi format Laporan Kinerja disajikan pada Lampiran III. Format Laporan Keuangan pada Lampiran III PP No.8 Tahun 2006 ini tercantum dalam Lampiran A. Dalam Penjelasan atas PP No.8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 17 ayat 1: a. Tatacara tentang penyusunan kegiatan dan Indikator Kinerja dimaksud didasarkan pada ketentuan peraturan pemerintah tentang rencana kerja pemerintah dan peraturan pemerintah tentang penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga. b. Informasi tentang Realisasi Kinerja disajikan secara bersanding dengan Kinerja yang direncanakan dan dianggarkan sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Pemerintah Pusat/Daerah untuk tahun anggaran yang bersangkutan.

30 D. Pengukuran Kinerja Berdasarkan LAKIP 1. Penyusunan LAKIP Menurut Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (1999 : 5) Pelaksanaan penyusunan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dilakukan dengan : a. mempersiapkan dan menyusun perencanaan strategik; b. merumuskan visi, misi, faktor-faktor kunci keberhasilan, tujuan, sasaran dan strategi instansi Pemerintah; c. merumuskan indikator kinerja instansi Pemerintah dengan berpedoman pada kegiatan yang dominan, menjadi isu nasional dan vital bagi pencapaian visi dan misi instansi Pemerintah; d. memantau dan mengamati pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan seksama; e. mengukur pencapaian kinerja dengan : 1) perbandingan kinerja aktual dengan rencana atau target; 2) perbandingan kinerja aktual dengan tahun-tahun sebelumnya; 3) perbandingan kinerja aktual dengan kinerja di negara-negara lain, atau dengan standar internasional. f. melakukan evaluasi kinerja dengan : 1) menganalisis hasil pengukuran kinerja ; 2) menginterprestasikan data yang diperoleh; 3) membuat pembobotan (rating) keberhasilan pencapaian program; 4) membandingkan pencapaian program dengan visi dan misi instansi pemerintah. PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 20 Ayat (5) menyatakan: Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setidak-tidaknya mencakup perkembangan keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.

31 2. Penilaian Kinerja Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 Penjelasan atas Pasal 5 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, Penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur Renstra didasarkan pada indikator : a. Dampak: bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai berdasarkan manfaat yang dihasilkan. b. Manfaat: bagaimana tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat, maupun Pemerintah. c. Hasil: bagaimana tingkat pencapaian kinerja yang diharapkan terwujud berdasarkan keluaran (output) kebijakan atau program yang sudah dilaksanakan. d. Keluaran: bagaimana bentuk produk yang dihasilkan langsung oleh kebijakan atau program yang sudah dilaksanakan. e. Masukan: bagaimana tingkat atau besaran sumber-sumber yang digunakan sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi dan sebagainya. Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan undang-undang atau peraturan daerah tentang Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai Kinerja Instansi Pemerintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh Pengguna Anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan. Pengungkapan informasi tentang Kinerja ini adalah relevan dengan perubahan paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara jelas keluaran (outputs) dari setiap kegiatan dan hasil (outcomes) dari setiap program. Untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas Kinerja instansi pemerintah yang terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sistem penganggaran, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan. Ketentuan yang dicakup dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tersebut sekaligus

32 dimaksudkan untuk menggantikan ketentuan yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sehingga dapat dihasilkan suatu Laporan Keuangan dan Kinerja yang terpadu. E. Contoh LAKIP Contoh LAKIP, Bastian (2001 : 352) Propinsi Daerah Ibukota Jakarta Tahun 1999 2000.