Pantjar Simatupang LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
JUSTIFIKASI DAN METODE PENETAPAN KOMODITAS STRATEGIS

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

KULIAH UMUM MENTERI PERTANIAN PADA PROGRAM MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

MEKANISME PERLINDUNGAN KHUSUS UNTUK INDONESIA DAN K 33: SEBUAH GAGASAN

EVALUASI KEBIJAKAN HARGA GABAH TAHUN 2004

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006

EVALUASI KEBIJAKAN HARGA GABAH TAHUN 2004

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

JASO Presentasi. PROMOSPAIN SERVICES LTD., Pondok Indah Office Tower I, 3rd floor, room 304. Jakarta, Indonesia

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia

BAB I PENDAHULUAN tahun sebelum Masehi dengan menggunakan transportasi air. 1 Sedangkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN I. PENDAHULUAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

Kajian Penyusunan Posisi Runding Indonesia di Bidang Pertanian dan Non Pertanian dalam Negosiasi Doha Development Agenda World Trade Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

LAPORAN DELEGASI DPR RI ANNUAL 2011 SESSION OF THE PARLIAMENTARY CONFERENCE ON THE WORLD TRADE ORGANIZATION

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

LAPORAN PENDAHULUAN STUDI ANTISIPASI GATT

PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

LAPORAN AKHIR ANALISIS KESIAPAN INDONESIA DALAM PENERAPAN SAFEGUARD MEASURES PADA PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL

analisis FluKtuasi ekspor beberapa PRoduK PeRtanian indonesia di negara mitra utama

PASAL 11 & 12 TARIF PPh PASAL 26 ATAS BUNGA DAN ROYALTI UNTUK P3B YANG SUDAH BERLAKU EFEKTIF MAUPUN YANG BARU DIRATIFIKASI

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK BERAS DALAM NEGERI MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. Oleh: Angelliyen

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi

Bilingual Boarding School Mitra Kerja PASIAD-Turki di Sragen Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Berkelanjutan

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dewasa ini, pelaku usaha menerapkan berbagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BABI PENDAHULUAN mendasar, mudahnya perpindahan arus barangfjasa, faktor produksi dan modal

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

Ekonomi Internasional. Materi 1 Sekilas tentang Ekonomi Dunia

I. PENDAHULUAN. Globalisasi menimbulkan persaingan antarbangsa yang semakin. tajam terutama dalam bidang ekonomi serta bidang i1mu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Transkripsi:

JUSTIFIKASI MEKANISME KAWAL PENYELAMATAN KHUSUS (SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM) SEBAGAI BAGIAN DARI PERLAKUAN KHUSUS DAN BERBEDA (SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT) BAGI NEGARA-NEGARA SEDANG BERKEMBANG DALAM KESEPAKATAN PERTANIAN BADAN PERDAGANGAN DUNIA Pantjar Simatupang LATAR BELAKANG Selain menciptakan manfaat, liberalisasi perdagangan, yang merupakan sasaran akhir kesepakatan pertanian dalam naungan badan perdagangan dunia (World Trade Organization), juga menimbulkan ancaman serius terhadap perekonomian negara-negara yang melaksanakannya. Pertama, liberalisasi perdagangan mencakup penghapusan instrumen penghambat lalulintas barang antar negara, sehingga pasar domestik setiap negara terbuka, yang berarti rentanb terhadap resiko gejolak pasar dunia. Kedua, pasar dunia secara intensik mengandung resiko. Ketiga, liberalisasi perdagangan membka peluang bagi negaranegara besar untuk menyalurkan gejolak pasar domestiknya ke pasar dunia, untuk selanjutnya disalurkan ke negara-negara mitra dagangnya (beggar thy neighbour policy). Oleh karena itu, adalah esensial bagi setiap negara untuk tetap memiliki fleksibilitas dalam mengambil tindakan guna melindungi diri terhadap ancaman gejolak pasar dunia. Semua negara anggota WTO menyadari hal ini. Itulah sebabnya, kesepakatan Putaran Uruguay 1994 mengakomodasikan instrumen kawal penyelamatan ini baik dalam kesepakatan umum (GATT) maupun dalam kesepakatan pertanian (aggreement on agriculture). Seperti yang akan diuraikan lebih lanjut, provisi mengenai kawal penyelamatan yang telah ada tersebut dipandang belum memadai khususnya bagi negara-negara sedang berkembang. Disamping tidak memadai, ketentuan mengenai kawal penyelamatan yang kini ada dalam kesepakatan WTO dipandang tidak seimbang dengan ambisi kemajuan dalam kesepakatan akses pasar, dukungan domestik dan subsidi ekspor (tiga pilar negosiasi) dan tidak adil antar negara-negara anggota WTO. Disamping ketentuan mengenai kawal penyelamatan yang terbuka bagi setiap anggota, sejumlah anggota WTO menuntut adanya ketentuan mekanisme kawal penyelamatan khusus bagi negara-negara sedang berkembang. Mekanisme kawal 58

penyelamatan khusus tersebut hendaklah dipandang sebagai bagian dari hak negara-negara sedang berkembang atas perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment) sebagaimana diamanatkan oleh kesepakatan Doha. Dalam bagian berikut diuraikan argumen yang dapat dijadikan untuk menjustifikasi provisi mekanisme kawal penyelamatan khusus bagi negara-negara sedang berkembang dalam kesepakatan bidang pertanian WTO. Penjelasan singkat ini terutama dimaksudkan sebagai bekal bagi para delegasi Indonesia dalam perundingan WTO khususnya di bidang perjanjian mengenai pertanian. PETANI DAN PERTANIAN NEGARA SEDANG BERKEMBANG RENTAN TERHADAP GEJOLAK PASAR DUNIA Kerentanan (valnerability) ditentukan oleh besarnya resiko dan kemampuan menghadapi resiko. Besarnya resiko ditentukan oleh faktor eskternal yang besarannya tidak dapat dipengaruhi (eksogen). Kemampuan menghadapi resiko ditentukan oleh karakteristik petani dan pertanian sendiri (internal). Faktor resiko pasar dunia apa sajakah yang dapat membahayakan hidup dan kehidupan petani?. Identifikasi faktor resiko ini merupakan langkah awal untuk menentukan instrumen kawal penyelamatan yang paling sesuai, untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam menentukan arsitekltur kerangka dan modalitas provisi kesepakatan atau posisi terhadap draft usulan negara lain dalam forum perundingan WTO. Tiga faktor resiko utama yang perlu dicermati. Pertama, resiko dan ketidakpastian harga. Resiko harga adalah fluktuasi harga yang terjadi beraturan baik secara siklus musiman dalam periode satu tahun (intra annual seasonality) maupun secara siklus jangka panjang (inter annual cycle) dalam periode beberapa tahun. Fluktuasi harga beraturan ini merupakan konsekuensi dari ciri khas pola panen pertanian yang umumnya bersifat musiman. Walaupun reguler dan umumnya dapat diduga waktu kejadiannya, besaran fluktuasi harga tidak dapat diduga secara sempurna. Fluktuasi harga yang cukup besar dan tidak dapat diantisipasi merupakan ancaman serius terhadap petani dan pertanian domestik. Di samping terjadi secara reguler, harga produk pertanian kerapkali bergejolak tanpa dapat diantisipasi sebelumnya. Gejolak pasar stokastik ini antara lain terjadi karena insiden anomali iklim, bencana alam, gejolak sosial, ekonomi atau politik, dan perubahan kebijakan negara yang dominan. Ketidak pastian (tidak dapat 59

diantisipasi) harga relatif lebih berbahaya daripada resiko (dapat diantisipasi) fluktuasi harga. Resiko dan ketidakpastian harga bersifat temporer dan terjadi dalam periode yang pendek. Kalaupun mampu dihadapi, resiko dan ketidakpastian harga jangka pendek menimbulkan ongkos adaptasi cukup besar sehingga harus sejak dini diminimalkan. Kedua, resiko harga secara sekuler atau terjadi secara berkelanjutan dalam periode yang cukup lama. Penurunan harga secara sekuler terjadi pada kebanyakan produk pertanian karena proses penyesuaian produksi pertanian amat lambat. Sebagaimana diketahui, penurunan harga terjadi karena kelebihan pasok atau kelebihan produksi. Koreksi harga hanya akan terjadi jika produksi berkurang. Masalahnya adalah pengurangan produksi usaha pertanian tidak dapat dilakukan segera, sehingga kelebihan pasok berlangsung cukup lama, dan penurunan harga produksi pertanian pun berlangsung lama pula. Penurunan harga berkelanjutan dalam waktu yang cukup lama merupakan faktor resiko yang jauh lebih berbahaya daripada fluktuasi harga jangka pendek. Penurunan harga berkelanjutan dapat menimbulkan kebangkrutan massal usaha pertanian di negara-negara sedang berkembang yang umumnya berskala kecil. Sekali bangkrut, usaha pertanian membutuhkan modal besar dan waktu yang cukup lama agar dapat pulih kembali. Ironisnya, sebagian pihak berpendapat bahwa fenomena penurunan harga berkelanjutan justru dipandang sebagai manfaat positif liberalisasi dunia yang harus disyukuri. Penurunan harga berarti meningkatkan daya beli yang berarti pula meningkatkan kesejahteraan penduduk dunia. Khususnya untuk produk pangan, penurunan harga dipandang sebagai mekanisme untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan insiden rawan pangan. Argumen ini jelas harus ditolak, karena sebagian besar penduduk miskin di negara-negara sedang berkembang menggantungkan hiodupnya pada usaha pertanian atau yang berkaitan dengan usaha pertanian. Ketiga, resiko banjir impor (import surge). Liberalisasi perdagangan dapat menyebabkan volume impor melonjak tajam. Di satu sisi, masuknya barang impor berarti mengurangi segmen pasar bagi penduduk domestik. Potensi pasar bagi produk pertanian dan domestik akan berkurang drastis bila terjadi banjir impor. Produksi pertanian domestik akan menurun tajam terdesak oleh pasokan barang impor. 60

Disisi lain, banjir impor akan meningkatkan ketergantungan terhadap pasar dunia. Jika terjadi secara permanen, ketergantungan impor yang tinggi akan menyebabkan petani dan pertanian dalam negeri semakin rawan terhadap gejolak pasar dunia. Khusus untuk produk pangan, ketergantungan impor yang tinggi akan membahayakan keamanan pangan nasional. Petani dan pertanian di negara-negara sedang berkembang menjadi amat rentan setelah liberalisasi perdagangan. Di sisi lain, kemampuan mitigasi resiko petani dan pertanian tersebut amat lemah. Sistem mitigasi resiko petani dan pertanian di negara-negara sedang berkembang pada umumnya amat rapuh (fragile) karena skala usahatani amat kecil, pasar berjangka belum berkembang, asuransi pertanian tidak ada dan kredit pertanian masih amat radiomenter. MEKANISME KAWAL PENYELAMATAN KHUSUS MERUPAKAN PRAKONDISI ESENSIAL LIBERALISAI PERDAGANGAN Liberalisasi perdagangan berarti menimbulkan empat implikasi penting yang perlu dicermati. Pertama, liberalisasi perdagangan menyebabkan pasar domestik menjadi terbuka terhadap ancaman resiko pasar dunia (re-eksposing). Gejolak pasar dunia dapat mengalir sempurna ke pasar domestik setiap negara. Perekonomian setiap negara WTO semakin rentan terhadap gejolak perekonomian dunia. Kedua, walaupun berdampak positif terhadap stabilitas harga, liberalisasi perdagangan akan menurunkan harga produk pertanian yang sebelumnya diproteksi amat tinggi di negara-negara maju. Liberalisai perdagangan meningkatkan faktor resiko penurunan harga pasar dunia. Ketiga, liberalisasi perdagangan menyebabkan setiap negara menjadi terbuka terhadap pengaruh kebijakan negara asing yang memiliki peran dominan di pasar dunia. Pada umumnya pelaku dominan di pasar dunia adalah negara-negara maju. Dengan demikian, liberalisasi perdagangan akan menyebabkan negaranegara sedang berkambang terbuka terhadap pengaruh kebijakan negara-negara maju. Negara-negara sedang berkembang dapat dijadikan sebagai tempat penyaluran gejolak pasar domestik negara-negara maju (beggar thy neighbour policy), atau bahkan menanggung resiko didikte oleh negara lain (black mail policy). Keempat, tindakan melakukan liberalisasi perdagangan otomatis melepaskan diskresi kebijakan penyelamatan terhadap ancaman resiko pasar dunia. Instrumen yang paling efektif untuk mengisolir pasar domestik dari ancaman resiko pasar dunia 61

ialah pembatasan kuantitatif atau hambatan non tarif lainnya. Ketentuan WTO yang melarang semua hambatan non-tarif otomatis menghilangkan kemampuan negara anggota untuk menetralisir intrusi resiko pasar dunia ke pasar domestik. Kelima, sebagai implikasi dari keempat hal diatas, liberalisasi perdagangan akan menyebabkan negara-negara sedang berkembang kehilangan kedaulatan dalam mengelola perekonomian dan politik negaranya. Sebaliknya, karena memiliki kekuatan menentukan di pasar dunia, negara-negara maju akan memperoleh kekuatan hegemoni ekonomi politik. Dengan ancaman resiko yang demikian besar, setiap negara yang melakukan liberalisasi perdagangan mutlak harus tetap memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan penyelamatan terhadap dampak fatal yang mungkin terjadi. Adanya jaminan fleksibilitas dalam mengambil tindakan penyelamatan merupakan pra sayarat agar suatu negara bersedia melakukan liberalisasi perdagangan. Dengan perkataan lain, provisi mengenai mekanisme kawal penyelamatan merupakan agenda esensial dalam perundingan WTO. Negara-negara sedang berkembang tidak boleh berkompromi dalam hal mekanisme kawal penyelamatan khusus ini, dan mestinya negara-negara maju pun dapat mengakomodir tuntutan yang amat wajar ini guna memperlancar dan meraih hasil perundingan yang lebih ambisius PROVISI PERLINDUNGAN KESELAMATAN YANG TERSEDIA DI DALAM KESEPAKATAN PUTARAN URUGUAY YANG MEMADAI Dalam kesepakatan pertanian Putaran Uruguay (Article 5) dan Article XIX GATT (Agreement on Safeguards) memang tersedia mekanisme perlindungan keselamatan khusus (special safeguard = SSG) yang dapat digunakan setiap negara anggota untuk melakukan kebijakan penyelamatan bila implementasi komitmen WTO menimbulkan dampak berbahaya (injury) seperti lonjak impor (import surge) dan atau anjlok harga (sharp price fall). Pada kondisi demikian, negara yang memenuhi syarat dapat menetapkan tarif impor tambahan, menunda atau memperlambat proses tarifikasi. Fasilitas perlindungan ini memang tersedia untuk semua anggota WTO. Namun demikian, mekanisme SSG amat sukar dimanfaatkan negara-negara sedang berkembang karena setidaknya tiga alasan : 62

a. Proses administratif pemanfaatan SSG cukup rumit, membutuhkan dana, kapasitas institusi dan kemampuan legal yang cukup tinggi (Matthews, 2003 ; Khan, et.al. 2003). b. Karena prosesnya panjang, kerusakan (injury) sudah terjadi lama sebelum instrumen perlindungan efektif (Konandreas, 2000). c. SSG bersifat terbatas, hanya berlaku untuk produk yang sedang mengalami proses tarifikasi dalam rangka memenuhi ketentuan WTO. d. SSG bersifat khusus resiko, yakni menanggulangi banjir impor (import surge) dan anjlok harga. e. SSG berlaku sementara (selama proses penyesuaian tarifikasi). Dengan persyaratan demikian, tidak semua negara sedang berkembang dapat memanfaatkan mekanisme SSG. Kalaupun dapat, hanya sejumlah produk tertentu saja yang dapat dilindungi dengan fasilitas SSG. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, SSG hanya tersedia untuk 38 negara anggota, 22 negara diantaranya merupakan negara sedang berkembang. Ironisnya jumlah produk yang dapat dilindungi dengan fasilitas SSG lebih banyak untuk negara-negara maju daripada negara-negara sedang berkembang. Dari total 6.072 produk layak lindung SSG, hanya 1.930 (31,8 %) terbuka untuk negara-negara sedang berkembang, sementara negara-negara maju 4.142 (68,2 %). Baik dari segi eligibilitas dan cakupan produk maupun dari segi kemampuan institusional dan legal, fasilitas SSG dalam kesepakatan pertanian tidak berimbang, bias, lebih menguntungkan negara-negara maju. Dengan berbagai keterbatasan dan dan ketidakadilan itulah perlu ada kesepakatan baru yang memungkinkan semua negara-negara sedang berkembang dapat dengan cepat, mudah dan murah melakukan tindakan atau kebijakan penyelamatan terhadap ancaman perusakan oleh anjlok harga atau banjir impor akibat implementasi kesepakatan pertanian. Proposal special products adalah opsi yang tepat untuk itu. 63

Tabel 2. Daftar Negara Dan Jumlah Produk Yang Dapat Memperoleh Perlindungan SSG Australia (10) Barbados (37) Bostwana (161) Bulgaria (21) Canada (150) Colombia (56) Costa Rica (87) El Savador (84) EC 15 (539) Guatemala (107) Hungary (117) Iceland (462) Indonesia (13) Israel (41) Mexico (293) Marocco (274) Namibia (166) New Zealand (4) Nicaragua (21) Norway (581) Panama (6) Czech Republic Japan (121) Phillipines (118) (236) Ecuador (7) Korea (111) Malaysia (72) Poland (144) Romania (175) Catatan : Angka didalam kurung adalah jumlah produk. Slovak Republic (114) South Africa (166) Swaziland (166) Switzerland (961) Thailand (52) Tunisia (32) United States (189) Uruguay (2) Venezuela (76) 64