BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

PENGEMBANGAN CLUSTER EKONOMI DI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PERSIAPAN PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak lain

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

INDUSTRI.

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perusahaan dihadapkan pada tuntutan

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi Sejarah dan Perkembangan PT Leoco Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Usaha Kecil 50 Juta 500 Juta Maksimal 300 Juta

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Perkembangan Industri

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.


Herdiansyah Eka Putra B

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya dunia usaha. Perkembangan dunia usaha

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

11 dengan adannya penyerapan tenaga kerja baik tinngakat nasional maupun daerah. Industri manufaktur dalam menjalankan kegiatan usahanya juga memerluk

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN DESEMBER 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan dunia usaha yang mengarah juga pada era

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Indeks PMI Manufaktur Capai Posisi Terbaik Dibawah Kepemimpinan Presiden Jokowi

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

BAB I PROFIL PERUSAHAAN

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi saat ini telah sampai pada pembentukan pasar tunggal dan pusat produksi tunggal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). ekonomi. Indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Husnan, 2004:1)

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah lama melakukan perdagangan internasional. Adapun manfaat

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN SELATAN BULAN AGUSTUS 2017

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang paling dirasakan adalah semakin ketatnya persaingan di sektor industri. Meningkatnya saling ketergantungan antar negara industri, kebutuhan dari negara negara berkembang, disintegrasi pembatas aliran uang, informasi dan teknologi antarbatas negara memungkinkan globalisasi dan integrasi pasar internasional. Kondisi-kondisi ini mendorong perusahanperusahan global untuk memikirkan secara serius mengenai strategi yang harus diterapkan untuk mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Peningkatan daya saing industri secara berkesinambungan membentuk landasan ekonomi yang kuat berupa stabilitas ekonomi makro, iklim usaha dan investasi yang sehat. Untuk membangun daya saing yang berkesinambungan, upaya pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki bangsa dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada di luar maupun di dalam negeri harus dilakukan secara optimal. Oleh karena esensi daya saing yang berkelanjutan tersebut terletak pada cara menggerakkan dan mengorganisasikan seluruh potensi sumber daya produktif, dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan permintaan pasar.

2 Tantangan globalisasi di sektor industri, membangun daya saing sektor industri di pasar domestik dan pasar internasional adalah salah satu langkah penting yang harus dilakukan. UNIDO (United Nation Industrial Development Organization) sebuah organisasi yang mendata perkembangan industri diseluruh dunia, menyimpulkan bahwa keunggulan daya saing dibidang manufaktur merupakan mesin pertumbuhan utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industri manufaktur Indonesia memainkan peranan penting. Tabel berikut menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur yang semakin berorientasi ekspor telah menopang ekonomi Indonesia. Ekspor industri manufaktur menyumbang sekitar 85% ekspor nonmigas dan sekitar 67% total ekspor Indonesia selama 1994-2001. Bahkan kontribusi ekspor industri ini telah melampaui ekspor sektor pertanian dan migas sejak awal dasawarsa 1990-an. Tabel 1.1 Peranan Industri Manufaktur, 1994-2001 Komoditi ekspor 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Migas 9.694 10.464 11.722 11.623 7.872 9.792 14.367 12.636 Non-migas 30.360 34.952 38.093 41.821 40.975 38.873 47.757 43.684 Total 40.053 45.418 49.815 53.444 48.848 48.665 62.124 56.321 % Industri Manufaktur terhadap 84,65 83,91 84,31 83,31 84,41 85,75 87,95 86,24 non-migas % industri Manufaktur terhadap 64,18 64,58 64,47 65,20 70,81 68,49 67,61 66,87 total ekspor Sumber: Diolah dari BPS (2001) Sayangnya, ketika krisis melanda Indonesia pada tahun 1997-1999, peranan industri manufaktur terhadap total ekspor mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dalam periode 1996 sampai 2002, jumlah perusahaan industri

3 berskala sedang dan besar menurun hampir 1.800 unit usaha atau sekitar 8 persen dari 22.997 unit usaha yang ada tahun 1996. Sementara itu, indeks produksi industri pengolahan berskala besar dan sedang juga mengalami penurunan cukup signifikan, sekitar 15 persen, dari 126,54 persen pada tahun 1997 menjadi 100,29 persen pada tahun 2002. Grafik 1.1 Neraca Perdagangan Produk Manufaktur Tahun 1991-2002 (juta US$) UNIDO Indonesia: Strategy for Manufacturing Competitiveness (November 2000) Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa Indikasi melambatnya perekonomian Indonesia di sektor industri manufaktur telah terjadi sebelum masa krisis ekonomi 97/98, Studi yang dilakukan UNIDO tentang identifikasi kondisi yang mengakibatkan daya saing industri manufaktur di Indonesia melemah, pangsa industri berteknologi rendah di Indonesia terhadap total manufaktur justru meningkat dari, terutama karena pertumbuhan pesat industri padat karya, seperti tekstil, garmen dan alas kaki, serta ekspansi industri berbasis SDA, seperti makanan, kertas, dan kayu. Di sisi lain, kontribusi industri teknologi menengah

4 (seperti karet dan plastik, semen, metal dasar dan fabrikasi metal sederhana) turun. Terhadap ekspor, kontribusi produk industri teknologi rendah juga meningkat, sementara produk padat modal, seperti bahan plastik, produk karet, pupuk, bubur kertas dan kertas, serta besi dan baja, turun. Untuk industri teknologi tinggi, Indonesia adalah yang terendah di antara negara-negara berkembang lain, yakni sekitar separuh dari Filipina dan India. Tidak seperti di negara-negara lain, pangsa industri teknologi tinggi terus merosot sejak krisis. Menurut UNIDO ada beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya daya saing industri manufaktur Indonesia, yaitu : Tingginya tingkat ketergantungan pada impor input produksi; Jenis produk ekspor sangat terbatas (kayu lapis, tekstil garmen elektronik) sasaran pasar ekspor pun sangat sempit (Amerika, Jepang, Singapura). Tidak terjadinya pendalaman teknologi. Pada umumnya industri merupakan kegiatan perakitan yang komponen impornya mencapai sekitar 90% dan mengandalkan biaya buruh yang murah. Tabel 1.2 Posisi Daya Saing Indonesia Dari 60 Negara yang Diteliti No Tahun Peringkat 1 2000 43 2 2001 46 3 2002 47 4 2003 57 Sumber : WEF (2000,2001,2002,2003)

5 Dengan adanya permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR INDONESIA 1.2 Identifikasi Masalah Banyak faktor penentu yang menjadi penentu daya saing industri manufaktur, adapun peneliti hanya menghususkan pada faktor Teknologi dan Efisiensi industri yang di prediksi berpengaruh terhadap daya saing industri manufaktur di Indonesia. Adapun yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh Teknologi terhadap Daya Saing industri manufaktur Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh Efisiensi industri terhadap Daya Saing industri manufaktur Indonesia? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Adapun tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Teknologi terhadap Daya Saing industri manufaktur Indonesia. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Efisiensi industri terhadap Daya Saing industri manufaktur Indonesia.

6 1.3.2. Sedangkan manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta memperkaya khasanah ilmu pengetahuan ekonomi sebagai kajian dalam pengembangan penelitian selanjutnya. 2. Secara Praktis : Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi tambahan bagi penulis dan bagi para pembuat kebijakan sebagai bahan referensi bagi perbaikan kondisi ekonomi Indonesia. 1.4 Kerangka Pemikiran Daya saing suatu wilayah ditentukan terutama oleh daya saing dari sektorsektor atau unit-unit kegiatan usaha, Menurut Michael Porter (1990), dan beberapa pakar lainnya, hal-hal yang harus dimiliki atau dikuasai oleh setiap perusahaan atau sektor, misalnya industri, untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya adalah terutama teknologi, kewirausahaan, dan efisiensi atau produktivitas yang tinggi, kualitas produk yang baik, promosi yang luas dan agresif, pelayanan purna jual (service after sale) yang baik, tenaga kerja dengan tingkat keterampilan/pendidikan, etos kerja, disiplin, komitmen, kreativitas dan motivasi yang tinggi, proses produksi dengan skala ekonomis, diferensiasi produk, modal dan prasarana serta sarana lainnya yang cukup, jaringan distribusi di dalam dan terutama di luar negeri yang luas serta diorganisasikan dan dikelola secara profesional. Semua faktor keunggulan kompetitif yang disebut ini dalam era globalisasi dan perdagangan bebas dunia saat ini menjadi sangat penting. Pada tingkat nasional, menurut Porter dalam Tambunan (2006), daya saing sebuah negara sangat tergantung pada kapasitas masyarakatnya (terutama

7 pengusaha) untuk berinovasi dan melakukan pembaharuan terus menerus, dan untuk ini diperlukan teknologi dan SDM. Oleh karena itu, berbeda dengan keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif sifatnya sangat dinamis, teknologi berubah terus, demikian juga kualitas SDM berkembang terus. Selanjutnya, berdasarkan dasar pemikiran dari Doz dan Prohalad (1987) yang dikutip dari Tambunan (2006) bahwa keunggulan kompetitif yang ada atau yang potensial dari suatu daerah, yang menentukan kemampuan industri di daerah tersebut, tergantung pada: (1) daya saing faktor-faktornya, yakni kekuatan relatif faktor-faktor produksinya, yang mencakup sumber daya fisik, SDM dan teknologinya. dan (2) daya saing atau kekuatan relatif perusahaan-perusahaan di daerah tersebut. Sedangkan menurut Sharples dan Milham (1990), mengemukakan bahwa ukuran dari daya saing suatu industri dapat dilihat dari value added dan market share, dimana net export share sebagai variabel yang diambil menunjukan kemampuan industri memasuki pasar internasional dan mendapatkan market share dan variabel value added menunjukan kemampuan bersaing industri dalam memperoleh keuntungan. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing adalah teknologi. Setiap jenis teknologi yang dipakai oleh perusahaan merupakan faktor terpenting dalam persaingan. Menurut Porter (1996) bahwa : Teknologi penting bagi persaingan jika berpengaruh secara signifikan terhadap keunggulan bersaing perusahaan atau tehadap struktur industri. Karena teknologi terwujud dalam setiap aktivitas nilai dan berperan dalam mewujudkan

8 keterkaitan diantara berbagai aktivitas, maka teknologi dapat berpengaruh besar terhadap biaya dan differensiasi. Selain mempengaruhi biaya atau differensiasi, teknologi dapat mempengaruhi keunggulan bersaing dengan cara mengubah atau mempengaruhi semua factor penentu biaya atau keunikan lainnya. Perkembangan teknologi dapat meningkatkan atau menurunkan skala ekonomi, membuka kemungkinan bagi berbagai antar hubungan yang sebelumnya tidak mungkin terjadi, menciptakan peluang untuk mencapai keunggulan dalam penentuan waktu, dan mempengaruhi hampir semua faktor penentu biaya atau keunikan lainnya Terdapat 8 faktor kunci yang menentukan tingkat daya saing Indonesia yang rendah Hidayat (2004) antara lain Kebijakan ekonomi protektif yang menyebabkan kurang inovatif dan harga mahal Peran dan prestasi lembaga-lembaga ekonomi nasional yang di bawah standar Perkembangan dan difusi teknologi yang berjalan lamban Lemahnya penegakan hukum sehingga mudah terjadi KKN Sifat dan struktur pasar kerja yang tidak fleksibel dan tidak dinamis Kompetensi SDM rendah terutama dalam teknologi informasi dan komunikasi Rasio modal per tenaga kerja relatif rendah Tingkat dan pertumbuhan produktivitas rendah (makro, mikro, partial dan total)

9 Kekuatan Pertawaran Pemasok Pendatang Baru Pesaing Industri Ancaman Pendatang Baru Pemasok Persaingan di antara perusahaan yang ada Kekuatan Pertawaran Pembeli Pembeli Ancaman atau Produk Pengganti Produk pengganti Gambar 1.1 Lima kekuaatan Bersaing yang menentukan Kemampulabaan Industri Sumber : Porter Lima kekuatan bersaing dalam industri yaitu sebagai berikut : - masuknya pesaing baru - ancaman dari produk pengganti (subtitusi) - kekuatan pertawaran (tawar-menawar) pembeli - kekuatan peratawaran pemasok - persaingan di antara pesaing-pesaing yang ada Kelima kekuatan tersebut menentukan kemampulabaan industri karena mempengaruhi harga, biaya, dan memerlukan investasi perusahaan di dalam suatu industri elemen-elemen laba investasi (return on investment).

10 Tulus Tambunan (2001) mengatakan bahwa keunggulan suatu negara atau industri dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimilikinya yang diperkuat proteksi atau bantuan dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Adapun faktor-faktor keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan untuk dapat bersaing di pasar dunia adalah : Penguasaan teknologi Sumber daya manusia dengan kualitas tinggi, dan memiliki etos kerja kreativitas dan motivasi yang tinggi Tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi dalam proses produksi Kualitas serta mutu yang baik dari barang yang dihasilkan Promosi yang luas dan agresif System manajemen dan struktur organisasi yang baik Pelayanan teknis maupun non teknis yang baik Adanya skala ekonomis dalam proses produksi Modal serta prasarana lainnya yang cukup Tingkat entrepreneurship yang tinggi Disamping itu, Tulus Tambunan (2001) menambahkan Tingkat persaingan atau daya saing ekspor dipengaruhi oleh perbedaan harga, kualitas, penampilan produk, warna, bentuk, pelayanan dan sebagainya.

11 Dari uraian di atas penulis dapat dilihat kerangka pikir di bawah ini : Teknologi Efisiensi industri Daya Saing Gambar 1.2 1.5 Hipotesis Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Teknologi berpengaruh positif terhadap daya saing industri manufaktur Indonesia. 2. Efisiensi industri berpengaruh positif terhadap daya saing industri manufaktur Indonesia.