Evaluasi Sistem Instalasi Listrik Di Universitas Ichsan Gorontalo

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI

atau pengaman pada pelanggan.

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK

Perencanaan Kebutuhan Distribusi Sekunder Perumahan RSS Manulai II

BAB II GARDU TRAFO DISTRIBUSI

ANALISA RUGI-RUGI PADA GARDU 20/0.4 KV

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI. Nama kelompok 1 : Ridho ilham Romi eprisal Yuri ramado Rawindra

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

ANALISIS RUGI RUGI ENERGI LISTRIK PADA JARINGAN DISTRIBUSI

BAB II LANDASAN TEORI

DASAR TEORI. Kata kunci: Kabel Single core, Kabel Three core, Rugi Daya, Transmisi. I. PENDAHULUAN

Gambar 2.1 Alat Penghemat Daya Listrik

ANALISA PERHITUNGAN SUSUT TEKNIS DENGAN PENDEKATAN KURVA BEBAN PADA JARINGAN DISTRIBUSI PT. PLN (PERSERO) RAYON MEDAN KOTA

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen

Muh Nasir Malik, Analisis Loses Jaringan Distribusi Primer Penyulang Adhyaksa Makassar

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum

ANALISIS TEORITIS PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI MENURUT JATUH TEGANGAN DI PENYULANG BAGONG PADA GARDU INDUK NGAGEL

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN PEMASANGAN GARDU SISIP P117

TM - 2 LISTRIK. Pengertian Listrik

PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978

ANALISIS KINERJA SISTEM KELISTRIKAN UNIVERSITAS LANCANG KUNING

BAB III CAPACITOR BANK. Daya Semu (S, VA, Volt Ampere) Daya Aktif (P, W, Watt) Daya Reaktif (Q, VAR, Volt Ampere Reactive)

BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Rudi Salman Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Universitas Negeri Medan

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN TRANSFORMATOR KERING BHT02 RSG GA SIWABESSY TERHADAP ARUS NETRAL DAN RUGI-RUGI

LAPORAN AKHIR PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat.

BAB IV ANALISA RENCANA SISTEM DISTRIBUSI DAN SISTEM PEMBUMIAN

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Ajar Ke 1 Mata Kuliah Analisa Sistem Tenaga Listrik. Diagram Satu Garis

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DAYA, TEGANGAN, DAN ARUS PADA LAMPU TL DAN LAMPU PIJAR

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS

GROUNDING SISTEM DALAM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 20 KV

ANALISA PEMASANGAN KOMPENSATOR REAKTOR SHUNT DALAM PERBAIKAN TEGANGAN SALURAN UDARA TEGANGAN EKSTRA TINGGI (SUTET)-500kV ANTARA TASIKMALAYA DEPOK

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Persiapan Pembangunan Gardu Distribusi Tipe Portal

AKIBAT KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN TERHADAP ARUS NETRAL DAN LOSSES PADA TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

Jurnal Media Elektro, Vol. 1, No. 3, April 2013 ISSN

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh.

MAKALAH OBSERVASI DISTRIBUSI LISTRIK di Perumahan Pogung Baru. Oleh :

BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL). b. Letak titik sumber (pembangkit) dengan titik beban tidak selalu berdekatan.

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

ET 355 Transmisi Daya dan Gardu Induk: S-1, 2 SKS, semester 5

Dari Gambar 1 tersebut diperoleh bahwa perbandingan daya aktif (kw) dengan daya nyata (kva) dapat didefinisikan sebagai faktor daya (pf) atau cos r.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen

1.KONSEP SEGITIGA DAYA

Kajian Tentang Efektivitas Penggunaan Alat Penghemat Listrik

PERBAIKAN REGULASI TEGANGAN

5 Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Perbaikan Tegangan untuk Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sistem tenaga listrik terdiri dari beberapa sub sistem, yaitu pembangkitan,

Abstrak. Kata kunci: kualitas daya, kapasitor bank, ETAP 1. Pendahuluan. 2. Kualitas Daya Listrik

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Fisika

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 1/April 2014

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Transmisi, dan Distribusi. Tenaga listrik disalurkan ke masyarakat melalui jaringan

TEORI LISTRIK TERAPAN

PEMASANGAN KAPASITOR BANK UNTUK PERBAIKAN FAKTOR DAYA PADA PANEL UTAMA LISTRIK GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

STUDI PERKIRAAN SUSUT TEKNIS DAN ALTERNATIF PERBAIKAN PADA PENYULANG KAYOMAN GARDU INDUK SUKOREJO

PENGARUH PENAMBAHAN JARINGAN TERHADAP DROP TEGANGAN PADA SUTM 20 KV FEEDER KERSIK TUO RAYON KERSIK TUO KABUPATEN KERINCI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PROTEKSI RELAY

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA FASE PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 13 BUS

BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR

ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM SALURAN KABEL UDARA TEGANGAN MENENGAH (SKUTM) DAN SALURAN KABEL TANAH TEGANGAN MENENGAH (SKTM)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

A. SALURAN TRANSMISI. Kategori saluran transmisi berdasarkan pemasangan

Analisa Perancangan Gardu Induk Sistem Outdoor 150 kv di Tallasa, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN DISTRIBUSI TENGANGAN MENENGAH 20 KV

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Kata Kunci : Transformator Distribusi, Ketidakseimbangan Beban, Arus Netral, Rugi-rugi, Efisiensi

Penentuan Kapasitas CB Dengan Analisa Hubung Singkat Pada Jaringan 70 kv Sistem Minahasa

BAB II TRANSFORMATOR. magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.

BAB II LANDASAN TEORI

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

Transkripsi:

Evaluasi Sistem Instalasi Listrik Di Universitas Ichsan Gorontalo 1) Syahrir Abdussamad; 2)Mas Ali 1 Teknik Elektro Universitas Negeri Gorontalo 2 Teknik Elektro Universitas Ichsan Gorontalo ABSTRAK Pusat beban umumnya merupakan pelanggan tegangan rendah 220/380 Volt. Dalam pembagian daya harus dilakukan dengan analisa dan perhitungan yang matang sehingga dapat memperkecil arus yang mengalir pada netral khususnya pada pelanggan tegangan rendah 220/380 V. Dari hasil evaluasi instalasi listrik tegangan rendah pada kampus Universitas Ichsan Gorontalo terdapat pembagian daya di Gedung A pada fasa R sebesar 22715,7, fasa S sebssar 10735,2, fasa T sebesar 13446,9. Sedangkan pembagian daya di Gedung B pada fasa R sebesar 30414, fasa S sebssar 13908,9, fasa T sebesar 9395,1. Kata Kunci : Evaluasi, Sistem, Instalasi Listrik ABSTRACT Load center is generally a low voltage customers 220/380 Volt. In the division of the power should be done with the analysis and calculation in order to minimize the current flowing in the neutral, especially at low voltage customers 220/380 V. From the evaluation of low voltage electrical installations on the campus of the Gorontalo Ichsan of University are sharing power in Building A on the phase R is 22715.7, phase S at 10735.2, phase T at 13446.9. While the division of the power in Building B on the phase R is 30414, phase S at 13908.9, and phase T at 9395.1. Keywords: Evaluation, System, Electrical Installation A. Pendahuluan Gorontalo adalah daerah yang berkembang dengan pesat, baik dari segi pemekaran daerah, pusat perbelanjaan, tempat produksi dan gedung-gedung perkantoran. Permintaan konsumen terhadap kebutuhan energi listrik yang semakin meningkat merupakan tuntutan bagi PLN untuk melayani konsumen secara optimal. Kualitas energi listrik yang diterima konsumen sangat dipengaruhi oleh keandalan sistem pendistribusiannya. Keandalan menggambarkan suatu ukuran tingkat ketersediaan/pelayanan penyediaan tenaga listrik dari sistem ke pemakai/pelanggan. Dalam pendistribusian energi listrik, Susut tegangan antara terminal konsumen dan sembarang titik dari instalasi tidak boleh melebihi 5 % dari tegangan pengenal. Untuk itu PLN sebagai perusahaan yang menyediakan energi listrik harus menjaga kualitas energi listrik yang dialirkan kebeban atau ke pelanggan agar peralatan listrik dapat bekerja dengan baik. Kondisi yang terjadi di Kampus Universitas Ichsan Gorontalo saat ini pembagian daya yang tidak sesuai kebutuhan. Penggunaan titik cabang yang terlalu banyak terhubung dengan beban dapat mengakibatkan menurunya tegangan, sehingga tegangan yang digunakan pada peralatan sudah tidak layak untuk digunakan karna dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan elektronika dalam jangka pendek. B. Teori Dasar Pekerjaan pemasangan instalasi listrik di dalam atau di luar bangunan

harus memenuhi ketentuan peraturan ini, sehingga instalasi tersebut aman untuk digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaannya, mudah dilayani dan mudah dipelihara. Perancang, pemasang dan pemeriksa instalasi listrik wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan bagi tenaga kerjanya sesuai dengan peraturan perundang undangan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku, (PUIL 2000). Mutu energi listrik yang sampai ke tempat pelanggan ditetapkan dalam berbagai ketentuan. Namun dalam operasinya, pada waktu-waktu tertentu bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan ini mungkin dipicu oleh kejadian alam, ataupun dipicu oleh kejadian di jaringan itu sendiri, (Sudaryatno Sudirham). 1. Sistem distribusi tenaga listrik Sistem jaringan tenaga listrik adalah penyaluran energi listrik dari pembangkit tenaga listrik (power station) hingga sampai kepada konsumen (pemakai) pada tingkat tegangan yang diperlukan. Sistem tenaga listrik ini terdiri dari unit pembangkit, unit transmisi dan unit distribusi. Sistem pendistribusian tenaga listrik dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistem pendistribusian langsung dan sistem pendistribusian tak langsung. 2. Sistem pendistribusian langsung Sistem pendistribusian langsung merupakan sistem penyaluran tenaga listrik yang dilakukan secara langsung dari Pusat Pembangkit Tenaga Listrik, dan tidak melalui jaringan transmisi terlebih dahulu. Sistem pendistribusian langsung ini digunakan jika Pusat Pembangkit Tenaga Listrik berada tidak jauh dari pusat-pusat beban, biasanya terletak daerah pelayanan beban atau dipinggiran kota. 3. Sistem pendistribusian tak langsung Sistem pendistribusian tak langsung merupakan sistem penyaluran tenaga listrik yang dilakukan jika pusat pembangkit tenaga listrik jauh dari pusatpusat beban, sehingga untuk penyaluran tenaga listrik memerlukan jaringan transmisi sebagai jaringan perantara sebelum dihubungkan dengan jaringan distribusi yang langsung menyalurkan tenaga listrik ke konsumen. 4. Struktur Jaringan Distribusi Sistem distribusi tenaga listrik terdiri dari beberapa bagian, yaitu : 1) Gardu induk atau pusat pembangkit tenaga listrik Pada bagian ini jika sistem pendistribusian tenaga listrik dilakukan secara langsung, maka bagian pertama dari sistem distribusi tenaga listrik adalah pusat Pembangkit tenaga listrik. Biasanya pusat pembangkit tenaga listrik terletak di pingiran kota dan pada umumnya berupa pusat pembangkit tenaga diesel (PLTD). Untuk menyalurkan tenaga listrik ke pusat-pusat beban (konsumen) dilakukan dengan jaringan distribusi primer dan jaringan distribusi sekunder. Jika sistem pendistribusian tenaga listrik dilakukan secara tak langsung, maka bagian pertama dari sistem pendistribusian tenaga listrik adalah gardu Induk yang berfungsi menurunkan tegangan dari jaringan transmisi dan menyalurkan tenaga listrik melalui jaringan distribusi primer. 2) Jaringan Distribusi Primer Jaringan distribusi primer merupakan awal penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit tenaga listrik ke konsumen untuk sistem pendistribusian langsung. Sedangkan untuk sistem pendistribusian tak langsung merupakan tahap berikutnya dari jaringan transmisi dalam upaya menyalurkan tenaga listrik ke konsumen. Jaringan distribusi primer atau jaringan distribusi tegangan tinggi 29

(JDTT) memiliki tegangan sistem sebesar 20 kv. Untuk wilayah kota tegangan diatas 20 kv tidak diperkenankan, mengingat pada tegangan 30 kv akan terjadi gejala-gejala korona yang dapat mengganggu frekuensi radio, TV, telekomunikasi, dan telepon. Sifat pelayanan sistem distribusi sangat luas dan komplek, karena konsumen yang harus dilayani mempunyai lokasi dan karaktristik yang berbeda. Sistem distribusi harus dapat melayani konsumen yang terkonsentrasi di kota, pinggiran kota dan konsumen di daerah terpencil. Sedangkan dari karaktristiknya ada konsumen perumahan dan konsumen dunia industri. Sistem konstruksi saluran distribusi terdiri dari saluran udara dan saluran bawah tanah. Pemilihan konstruksi tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: alasan teknis yaitu berupa persyaratan teknis, alasan ekonomis, alasan estetika dan alasan pelayanan yaitu kontinuitas pelayanan sesuai jenis konsumen. 3) Gardu Pembagi/Gardu Distribusi Berfungsi merubah tegangan listrik dari jaringan distribusi primer menjadi tegangan terpakai yang digunakan untuk konsumen dan disebut sebagai jaringan distribusi skunder. Kapasitas transformator yang digunakan pada gardu pembagi ini tergantung pada jumlah beban yang akan dilayani dan luas daerah pelayanan beban. Bisa berupa transformator satu fasa dan bisa juga berupa transformator tiga fasa. 4) Jaringan distribusi sekunder Jaringan distribusi sekunder atau jaringan distribusi tegangan rendah (JDTR) merupakan jaringan tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan konsumen. Oleh karena itu besarnya tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini 130/230 V dan 130/400 V untuk sistem lama, atau 230/400 V untuk sistem baru. Tegangan 130 V dan 230 V merupakan tegangan antara fasa dengan netral, sedangkan tegangan 400 V merupakan tegangan fasa dengan fasa. Gambar 2.4 Jaringan distribusi sekunder 220 V 5. Transformator distribusi Gambar 2.5 Trafo distribusi Gambar 2.3 Gardu distribusi jenis tiang Tujuan dari penggunaan transformator distribusi adalah untuk mengurangi tegangan utama dari sistem distribusi listrik untuk tegangan pemanfaatan penggunaan konsumen.transformator distribusi yang umum digunakan adalah transformator steep-down 20kV/400V. Tegangan fasa ke fasa sistem jaringan 30

tegangan rendah adalah 380 V. Karena terjadi drop tegangan, maka pada tegangan rendahnya dibuat diatas 380V agar tegangan pada ujung penerima tidak lebih kecil dari 380V. Sebuah transformator distribusi perangkat statis yang dibangun dengan dua atau lebih gulungan digunakan untuk mentransfer daya listrik arus bolak-balik oleh induksi elektromagnetik dari satu sirkuit ke yang lain pada frekuensi yang sama tetapi dengan nilai-nilai yang berbeda tegangan dan arusnya. Transformator distribusi yang terpasang pada tiang dapat dikategorikan menjadi : 1. Conventional transformers 2. Completely self-protecting (CSP) transformers 3. Completely self-protecting for secondary banking (CSP) transformers Conventional transformers tidak memiliki peralatan proteksi terintegrasi terhadap petir, gangguan dan beban lebih sebagai bagian dari trafo. Oleh karena itu dibutuhkan fuse cutout untuk menghubungkan conventional transformers dengan jaringan distribusi primer. Lightning arrester juga perlu ditambahkan untuk trafo jenis ini. Completely self-protecting (CSP) yaitu transformator yang memiliki peralatan proteksi terintegrasi terhadap petir, baban lebih, dan hubung singkat. Lightning arrester terpasang langsung pada tangki trafo sebagai proteksi terhadap petir. Untuk proteksi terhadap beban lebih, digunakan fuse yang dipasang di dalam tangki. Fuse ini disebut weak link. Proteksi trafo terhadap gangguan internal menggunakan hubungan proteksi internal yang dipasang antara beliran primer dengan bushing primer. Completely self-protecting for secondary banking (CSPB) transformers mirip dengan CSP transformers, tetapi pada trafo jenis ini terdapat sebuah circuit breaker pada sisi sekunder, circuit breaker ini akan membuka sebelum weak link melebur. Untuk kampus Universitas Ichsan Gorontalo menggunakan dua buah trafo yang memiliki kapasitas yang berbeda, pada Gedung lama (Gedung A) menggunakan trafo distribusi dengan kapasitas daya 160k. Sedangkan untuk Gedung baru (Gedung B) menggunakan trafo distribusi yang berkapasitas 100k. a. Daya Daya listrik didefinisikan sebagai laju hantaran energi listrik dalam sirkuit listrik. Satuan SI daya listrik adalah watt yang menyatakan banyaknya tenaga listrik yang mengalir per satuan waktu (joule/detik). Rumus-rumus dasar elektrikal (daya) daya Listrik dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu sebagai berikut: Daya Nyata (P) Daya Semu (S) Daya Reaktif (Q) Berikut penjelasan singkat dan rumusrumus daya listrik : 1. Daya Nyata (P) Daya nyata merupakan daya listrik yang digunakan untuk keperluan menggerakkan mesin-mesin listrik atau peralatan lainnya. Line to netral/1 fasa P = V x I x Cos θ.(2.1) Line to line/3 fasa P = 3 x V x I x Cos θ. (2.2) Ket : P = Daya Nyata (Watt) V = Tegangan (Volt) I = Arus yang mengalir pada penghantar (Amper) Cos θ = Faktor Daya 2. Daya Semu (S) Daya semu merupakan daya listrik yang melalui suatu penghantar transmisi atau distribusi. Daya ini merupakan hasil perkalian antara tegangan dan arus yang melalui penghantar. 31

Line to netral/ 1 fasa S = V x I (2.3) Line to line/ 3 fasa S = 3 x V x I...(2.4) Ket : S = Daya semu () V = Tegangan (Volt) I = Arus yang mengalir pada penghantar (Amper) 3. Daya Reaktif (Q) Daya reaktif merupakan selisih antara daya semu yang masuk pada penghantar dengan daya aktif pada penghantar itu sendiri, dimana daya ini terpakai untuk daya mekanik dan panas. Daya reaktif ini adalah hasil kali antara besarnya arus dan tegangan yang dipengaruhi oleh faktor daya. Line to netral/1 fasa Q = V x I x Sinθ (2.5) Line to line/ 3 fasa Q = 3 x V x I x Sin θ..(2.6) Ket : Q = Daya reaktif (r) V = Tegangan (Volt) I = Arus (Amper) Sin θ = Faktor Daya Dari penjelasan ketiga macam daya diatas tersebut, dikenal juga dengan Segitiga Daya. Dimana Pengertian umum dari Segitiga Daya adalah suatu hubungan antara daya nyata, daya semu, dan daya reaktif, yang dapat dilihat hubungannya pada gambar bentuk segitiga dibawah ini : Gambar 2.8 Segi tiga daya dimana : P = S x Cos θ..(2.7) S = (P + Q )..(2.8) Q = S x Sin θ..(2.9) b. Tegangan Tegangan listrik (kadang disebut sebagai Voltase) adalah perbedaan potensi listrik antara dua titik dalam rangkaian listrik, dinyatakan dalam satuan volt. Besaran ini mengukur energi potensial sebuah medan listrik untuk menyebabkan aliran listrik dalam sebuah konduktor listrik. Tergantung pada perbedaan potensi listrik satu tegangan listrik dapat dikatakan sebagai ekstra rendah, rendah, tinggi atau ekstra tinggi. V=I.R (2.1 0) c. Arus Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu. Muatan listrik bisa mengalir melalui kabel atau penghantar listrik lainnya. Satuan arus listrik dinyatakan dalam ampere (A). I = Q/T.(2.11) d. Impedansi Resistansi tergatung pada jumlah elektron bebas per satuan volume atau material. Resistansi suatu bahan tergantung pada hambatan jenis suatu bahan,persamaan yang mendeskripsikannya adalah sebagai berikut R = ρ. (2.12) Dimana : ρ = resistivitas penghantar (ohm/m) R = Resistansi (Ohm) L = panjang (meter) A = Luas penampang (m 2 ) Induktansi adalah komponen listrik yang nilainya berbanding terbalik terhadap 32

perubahan arus.nilai induktansi merupakan fungsi dari konstruksi fisik.jumlah lilitan,permeabilitas bahan,dan geometris menentukan induktansi suatu komponen. E = L ". " (2.13) dimana E L = Tegangan pada induktor ( Volt ) L = Induktansi (Henry) di/dt = Kecepatan perubahan arus (A/s) Kapasitansi dihasikan dari dua buah konduktor sejajar yang dipisahkan oleh isolator. Ketika dua buah konduktor pada potensial yang berbeda medan listrik mengkonsentasikan muatan pada permukaan konduktor yang terdekat. Apabila dielektrik dimana molekulnya mudah terpolarisasi ditempatkan diantara konduktor tersebut menyebabkan jarak diantara kedua konduktor tersebut seolaholah lebih dekat dibandingkan jarak fisiknya, hal ini disebabkan atom yang terpolarisasi atau molekul didalam dielektrik mentransfer medan listrik melewati dielektrik. Kapasitansi satu kapasitor berbanding lurus terhadap konstanta dielektrik, luas penampang konduktor dan berbanding terbalik terhadap jarak diantara kedua konduktor. Impedansi adalah total hambatan arus yang mengalir, dimana hanya elemen resistif yang mendisipasikan daya. Z = R + J(X X ).(2.14) Z = Impedansi ( Ohm) R = Resistansi (Ohm) X L = Reaktansi induktif (ohm) X C = Reaktansi Kapasitif (ohm) e. Penghantar/kabel listrik Penghantar merupakan salah satu media yang sangat penting dalam suatu perencanaan, baik perencanaan sistem tenaga listrik berdaya kecil maupun daya yang besar. Penghantar ini mempunyai fungsi menyalurkan energi listrik dari satu titik ke titik yang lain, misalnya dari satu titik sumber ke titik beban. Penghantar/kabel listrik terdiri dari isolator dan konduktor. Isolator adalah bahan pembungkus kabel yang biasanya terbuat dari karet atau plastik, sedangkan konduktor terbuat dari serabut tembaga atau tembaga pejal. Kemampuan hantar arus sebuah kabel listrik ditentukan oleh KHA (kemampuan hantar arus) yang dimilikinya dalam satuan Ampere. Kemampuan hantar arus ditentukan oleh luas penampang konduktor yang berada dalam kabel listrik. Sedangkan tegangan listrik dinyatakan dalam Volt, besar daya yang diterima dinyatakan dalam satuan, yang merupakan perkalian dari : Ampere x Volt = Pada tegangan 220 Volt dan KHA 10 Ampere, sebuah kabel listrik dapat menyalurkan daya sebesar 220V x 10A = 2200. 3 Hasil Perhitungan 3.1 Total daya terukur Berdasarkan rumus pada 2.1 untuk menghitung daya nyata pada satu fasa adalah sebagai berikut : P = V.I.Cos θ total daya nyata Gedung A P R = V. I Cos θ = 203 x 111,9 x 0,84 = 19081,2 Watt P S = V. I Cos θ = 213 x 50,4 x 0,84 = 9017,6 Watt P T = V. I Cos θ = 201 x 66,9 x 0,84 = 11801,2 Watt Berdasarkan rumus pada 2.3 untuk menghitung daya semu pada satu fasa adalah sebagai berikut : S = V. I total daya nyata Gedung A S R = V. I = 203 x 111,9 = 22715,7 33

S S = V. I = 213 x 50,4 = 10735,2 S T = V. I = 201 x 66,9 = 13446,9 Berdasarkan rumus pada 2.8 untuk menghitung daya nyata pada satu fasa adalah ssebagai berikut : Q R = S P total daya reaktif Gedung A Q R = S P = 22715,7 19081,2 = 12325,2 Var Q S = S P = 10735,2 9017,6 = 5824,72 Var Q T = S P = 13446,9 11801,2 = 6445,99 Var = 7891,9 Watt Berdasarkan rumus pada 2.3 untuk menghitung daya semu pada satu fasa adalah sebagai berikut : S = V. I total daya nyata Gedung B S R = V. I = 222 x 137,3 = 30414 S S = V. I = 213 x 65,3 = 13908,9 S T = V. I = 219 x 42,9 = 9395,1 Berdasarkan rumus pada 2.8 untuk menghitung daya nyata pada satu fasa adalah ssebagai berikut : Q = S P total daya reaktif Gedung B Q R = S P = 30414 25603,7 = 16415,3 Var Q S = S P = 13908,9 11683,5 = 7546,7 Var Q T = S P Berdasarkan rumus pada 2.1 untuk menghitung daya nyata pada satu fasa adalah sebagai berikut : P = V.I.Cos θ total daya nyata Gedung B P R = V. I Cos θ = 222 x 137,3 x 0,84 = 25603,7 Watt P S = V. It Cos θ = 213 x 65,3 x 0,84 = 11683,5 Watt P T = V. I Cos θ = 219 x 42,9 x 0,84 = 9395,1 7891,9 = 5097,6 Var 3.2 Tegangan pada sistem instalasi a. Tegangan pada gedung A V R = Gedung A yaitu : 203 Volt (Line to 34

V S = Gedung A yaitu : 213 Volt (Line to V T = Gedung A yaitu : 217 Volt (Line to b. Tegangan pada gedung B V R = Gedung B yaitu : 222 Volt (Line to V S = Gedung B yaitu : 213 Volt (Line to V T = Gedung B yaitu : 219 Volt (Line to Standarisasi tegangan berdasarkan PUIL Susut tegangan antara terminal konsumen dan sembarang titik dari instalasi tidak boleh melebihi ±5 % dari tegangan pengenal pada terminal konsumen, sehingga tegangan yang layak pada masing-masing fasa ± 5% adalah : 209 volt sampai 231 Volt. C. Arus Pada Sistem Instalasi a. Arus pada penghantar utama pada Gedung A 1. Arus pada fasa R Gedung A yaitu : 111,9 Amper (diameter penghantar yang digunakan 50 mm berbahan allumunium). 2. Arus pada fasa S Gedung A yaitu : 50,4 Amper (diameter penghantar yang digunakan 50 mm berbahan allumunium). 3. Arus pada fasa T Gedung A yaitu : 66,9 Amper (diameter penghantar yang digunakan 50 mm berbahan allumunium). b. Arus pada penghantar utama pada Gedung B 1. Arus pada fasa R Gedung A yaitu : 137,3 Amper (diameter penghantar yang digunakan 70 mm berbahan allumunium). 2. Arus pada fasa S Gedung A yaitu : 65,3 Amper (diameter penghantar yang digunakan 70 mm berbahan allumunium). 3. Arus pada fasa T Gedung A yaitu : 42,9 Amper (diameter penghantar yang digunakan 70 mm berbahan allumunium). c. Standarisasi kemampuan hantar arus pada penghantar berdasarkan PUIL, 2000 pada tabel 7.3-4 KHA terus menerus yang diperbolehkan untuk kabel instalasi berisolasi dan berselubung PVC, serta kabel fleksibel dengan tegangan pengenal 230/400 (300) Volt dan 300/500 (400) Volt pada suhu keliling 30 o C, dengan suhu penghantar maksimum 70 o C. Sehingga penghantar yang layak dilewati oleh arus adalah : 1). Untuk penghantar tembaga NYM 2,5 mm = 26 Ampere dan 2).Untuk penghantar tembaga NYM 4 mm = 34 Ampere d. Standarisasi kemampuan hantar arus pada penghantar berdasarkan PUIL, 2000 pada Tabel 7.3-12a KHA terus menerus kabel pilin udara berpenghantar aluminium atau tembaga, berisolasi XLPE atau PVC dengan tegangan pengenal 0,6/ kv (1,2 kv), untuk saluran tegangan rendah dan saluran pelayanan, pada suhu keliling maksimum 30 C. Sehingga penghantar yang layak dilewati oleh arus adalah : 1). Untuk penghantar allumunium jenis NFA2X 50 mm = 154 Amper 2). Untuk penghantar allumunium jenis NFA2X 70 mm = 196 Amper D. Pembahasan 1. Total daya terukur dan ketidak seimbangan daya pada Gedung Tabel 1. Total Daya pada Gedung A Hasil perhitungan Nilai daya ideal daya per fasa Fasa R = 22715,7 per fasa Fasa R = 15632.6 35

Fasa S = 10735,2 Fasa T = 13446,9 Fasa S = 15632.6 Fasa T = 15632.6 Dari hasil pengukuran dan perhitungan terdapat pembagian daya yang tidak seimbang pada Gedung A seperti : 1. Pada fasa R seharusnya daya yang terpasang 15632.6 namun daya yang terukur 22715,7 sehingga pembagian daya pada fasa R melebihi 145 % dari daya 2. Pada fasa R seharusnya daya yang terpasang 15632.6 namun daya yang terukur 10735,2 sehingga pembagian daya pada fasa S melebihi 68,7 % dari daya 3. Pada fasa R seharusnya daya yang terpasang 15632.6 namun daya yang terukur 13446,9 sehingga pembagian daya pada fasa T melebihi 86 % dari daya Tabel 2.Total Daya pada Gedung B Hasil perhitungan daya per fasa Nilai daya ideal per fasa Fasa R = 30414 Fasa R = 17906 Fasa S = 13908,9 Fasa S = 17906 Fasa T = 9395,1 Fasa T = 17906 Dari hasil pengukuran dan perhitungan terdapat pembagian daya yang tidak seimbang pada Gedung B seperti : 1. Pada fasa R seharusnya daya yang terpasang 17906 namun daya yang terukur 30414 sehingga pembagian daya pada fasa R melebihi 170 % dari daya 2. Pada fasa S seharusnya daya yang terpasang 17906 namun daya yang terukur 13908,9 sehingga pembagian daya pada fasa S melebihi 77,6 % dari daya 3. Pada fasa T seharusnya daya yang terpasang 17906 namun daya yang terukur 9395,1 sehingga pembagian daya pada fasa T melebihi 52 % dari daya 2. Drop Tegangan Pada Sitem Instalasi Tabel 3. Tegangan pada Gedung A Hasil Pengukuran Berdasarkan PUIL 2000 V R = 203 Volt 209-231 Volt Vs = 213 Volt 209-231 Volt. V T = 201 Volt 209-231 Volt 1. Drop tegangan pada fasa R melebihi 5 % dari tegangan yang fasa R tidak sesuai PUIL karena besar drop tegangan sebesar 7 % 2. Drop tegangan pada fasa S tidak melebihi 5 % dari tegangan yang fasa S masih standar sesuai PUIL. 3. Drop tegangan pada fasa T melebihi 5 % dari tegangan yang fasa T tidak sesuai PUIL karena besar drop tegangan sebesar 8 % Tabel 4. Tegangan pada Gedung B Hasil Pengukuran Berdasarkan PUIL 2000 V R = 222 Volt 209-231 Volt Vs = 213 Volt 209-231 Volt V T = 219 Volt 209-231 Volt 1. Drop tegangan pada fasa R tidak melebihi 5% dari tegangan yang fasa R masih sesuai PUIL. 2. Drop tegangan pada fasa S tidak melebihi 5% dari tegangan yang fasa S sesuai PUIL. 36

3. Drop tegangan pada fasa T tidak melebihi 5% dari tegangan yang fasa T sesuai PUIL. 3. Arus terukur masing masing fasa pada Gedung Table 5. Arus pada penghantar 50 mm 2 Gedung A Arus terukur per KHA (PUIL) fasa I R = 111,9 Ampere 154 Ampere I S = 50,4 Ampere 154 Ampere I T = 66,9 Ampere 154 Ampere 1. Untuk KHA pada penghantar pada fasa R gedung A masih memenuhi standar sebesar 72,6 % dari KHA yang ditetapkan PUIL. 2. Untuk KHA pada penghantar pada fasa S gedung A masih memenuhi standar sebesar 32.7 % dari KHA yang ditetapkan PUIL. 3. Untuk KHA pada penghantar pada fasa T gedung A masih memenuhi standar sebesar 43,4 % dari KHA yang ditetapkan PUIL. Tabel 6 Arus pada penghantar 70 mm 2 Gedung B Arus terukur per KHA (PUIL) fasa I R = 137 Ampere 196 Ampere I S = 65,3 Ampere 196 Ampere I T = 42,9 Ampere 196 Ampere 1. Untuk KHA pada penghantar pada fasa R Gedung B masih memenuhi standar yaitu sebesar 69 % dari KHA yang ditetapkan PUIL. 2. Untuk KHA pada penghantar pada fasa S Gedung B masih memenuhi standar yaitu sebesar 33,3 % dari KHA yang ditetapkan PUIL. 3. Untuk KHA pada penghantar pada fasa T Gedung B masih memenuhi standar yaitu sebesar 21,8 % dari KHA yang ditetapkan PUIL. E. Kesimpulan 1. Terdapat pembagian daya yang tidak seimbang pada sistem instalasi listrik di Universitas Ichsan Gorontalo. 2. Terdapat drop tegangan melebihi 5 % pada sitem instalasi listrik di Universitas Ichsan Gorontalo 3. Penghantar yang digunakan pada sistem instalasi masih sesuai kemampuan hantar arus atau masih standar PUIL 2000. Untuk meminimalisir arus yang mengalir pada netral diharapkan agar pihak kampus merancang kembali instalasi yang baru dengan gambar yang ada. DAFTAR PUSTAKA [1]. Badan Standardisasi Nasional, Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000), Panitia revisi PUIL, Jakarta [2]. Hasbullah, 2012. DASAR INSTALASI LISTRIK, Electrical Engineering Dept.: FPTK UPI [3]. IEEE std, 1993, Recommended Practice for Electric Power Distribution for Industrial Plant,. [4]. P.Van.Harten dan E.Setiawan.1981 Instalasi Listrik Arus Kuat 1. Dicetak oleh, Binacipta Bandung. [5]. P.Van.Harten dan E.Setiawan.1985 Instalasi Listrik Arus Kuat 2. Dicetak oleh, Binacipta Bandung. [6]. William D. dan Stevenson Jr., 1983. Elements of Power System Analysis 4 th Edition, McGraw- Hill. [7]. Modul 2012, Sistem Distribusi Listrik, Universitas Ichsan Gorontalo [8]. A.Taufiq Hidayatullah, 2010, 3 jam menguasai dan mahir menggunakan autocad, penerbit Buana Pustaka. 37