DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/DPD RI/IV/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

1 SUMBER :

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII. SIMPULAN DAN SARAN

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

PIDATO MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ATAS KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2019

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364

Jakarta, 10 Maret 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR mempunyai fungsi: legislasi; anggaran; dan pengawasan.

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA Catatan atas Laporan Keuangan Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

Laporan Perekonomian Indonesia

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, REPUBLIK INDONESIA

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

Transkripsi:

KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 JAKARTA 2013

KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012-2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undangundang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; b. bahwa Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara; c. bahwa pertimbangan atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara disampaikan secara tertulis oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selambat-lambatnya empat belas hari sebelum diambil persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden; d. bahwa Pemerintah telah menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal sebagai kerangka awal penyusunan rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan nota keuangan; e. bahwa pertimbangan atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal serta dana transfer daerah dalam rancangan undangundang anggaran pendapatan dan belanja negara disampaikan oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sejalan dengan pembahasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan Pemerintah; f. bahwa berdasarkan bahan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui Komite IV sesuai dengan lingkup tugasnya telah membahas dan merumuskan Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran 533

Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014; g. bahwa berdasarkan ketentuan dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014; Mengingat : 1. Pasal 22C, Pasal 22D ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 3. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib; 4. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/ DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2007 2009; Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-15 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang IV Tahun Sidang 2011 2012 Tanggal 8 Juli 2013 MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN PERTIMBANGAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014. PERTAMA : Pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah. KEDUA : Isi dan perincian pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada diktum PERTAMA dimuat dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. PIMPINAN Ketua, Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2013 Wakil Ketua, H. Irman Gusman, S.E., M.B.A. Wakil Ketua, G.K.R. Hemas Dr. Laode Ida 534

KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012-2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 I. PENDAHULUAN 1. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, telah ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005 2025) sebagai kerangka pencapaian sasaran pembangunan hingga akhir tahun 2025. Sasaran umum tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berkedaulan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan damai. 2. Sasaran pembangunan jangka panjang tersebut dituangkan ke dalam rencana pembangunan lima tahunan yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Berkaitan dengan RPJPN dan RPJMN, setiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, mempunyai sasaran pembangunan daerah yang dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Lembaga legislatif, baik DPR RI, DPD RI, maupun DPRD memiliki peran sentral dalam penetapan sasaran kebijakan pembangunan jangka panjang tersebut. 3. RPJMN 2010 2014 telah menetapkan sasaran-sasaran indikatif berupa sasaran pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan angka kemiskinan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Tahun 2014 merupakan tahun terakhir RPJMN 2010 2014 yang memberi kesempatan bagi usaha pencapaian sasaran pembangunan selama 5 tahun dalam RPJMN 2010 2014. 4. Seluruh asumsi yang mendasari penyusunan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2014 harus ditetapkan secara terukur dan realistis, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta dalam memacu percepatan pembangunan daerah sesuai dengan sasaran RPJMN 2010 2014. 5. Gejolak ekonomi global masih mewarnai perekonomian nasional. Oleh karena itu, penyusunan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2014 harus dapat memberi landasan kekuatan untuk mengatasi dampak negatif dari gejolak ekonomi global tersebut. 6. Salah satu harapan pembangunan otonomi daerah dan desentralisasi adalah pelayanan publik yang maju untuk memperkuat kemampuan daerah dan masyarakat menghadapi 535

tantangan perubahan. Tujuan ini masih harus dikembangan dalam berbagai kebijakan pengelolaan pembangunan, termasuk kebijakan fiskal yang tepat dan adil dengan mengubah dan membangun format RAPBN yang baru yang memasukan kebijakan fiskal untuk daerah. II. PERTIMBANGAN TERHADAP ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO A. Asumsi Dasar Ekonomi Makro 1. Dengan pertimbangan bahwa perekonomian nasional merupakan agregasi atau totalitas dari perekonomian daerah provinsi dan kabupaten/kota, dan menyadari adanya keterkaitan antar sektor dan antar daerah, serta memperhatikan perkiraan perkembangan ekonomi global, DPD RI mengusulkan kerangka ekonomi makro dalam penyusunan RAPBN Tahun 2014 sebagai berikut: a. pertumbuhan ekonomi 6,40%-6,60%; b. inflasi kisaran 6,00%-6,50%; c. nilai tukar Rp9.650,00-Rp9.850,00 per US$; d. tingkat suku bunga SPN 5,5%-6,5%; e. rata-rata harga minyak US$105-US$110 per barel; f. lifting minyak 860 ribu- 900 ribu barel per hari; g. lifting gas tetap 1.250-1.340 mboepd; h. tingkat kemiskinan 9,0%-10,0%; i. tingkat pengangguran terbuka 5,6%-5,9%; dan j. indeks gini 0,40. 2. Penyusunan kerangka ekonomi makro RAPBN TA 2014 selain memberikan pemihakan yang jelas dan tegas kepada daerah-daerah yang relatif tertinggal dan rentan terhadap gejolak perekonomian nasional dan global, juga harus ada upaya penajaman kebijakan dan program pembangunan untuk menjaga momentum percepatan pertumbuhan ekonomi. B. Pertumbuhan Ekonomi 1. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan mencapai 3,9%-4,1% pada tahun 2014. Pada tahun yang sama tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,6%. Hal itu sejalan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang diusulkan untuk RAPBN Tahun 2014, yakni sekitar 6,4%-6,6%. Ini lebih realistis dari target RPJMN. 2. DPD RI berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi nasional dalam tahun 2014 yang diperkirakan sekitar 6,4%-6,6% cukup realistis. Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat, peningkatan investasi, serta peningkatan ekspor. Sektor yang diperkirakan akan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; serta sektor transportasi dan komunikasi. 3. Penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2014 tersebut juga perlu didukung dengan peningkatan daya saing perekonomian daerah melalui peningkatan belanja modal untuk infrastruktur di daerah, peningkatan daya saing produk unggulan masingmasing daerah, dan peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. C. Inflasi 1. Pada dasarnya inflasi pada tingkat yang wajar antara 3%-5% akan mendorong hasrat berinvestasi, tetapi inflasi yang tinggi akan mengurangi daya beli masyarakat di daerah dan berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan. 2. Inflasi pada tahun 2014 diperkirakan akan berada pada kisaran 6,00%-6,50%. Proyeksi tersebut didasarkan pada dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM dan perkiraan masih tingginya harga bahan pangan dan energi di pasar internasional pada tahun mendatang. Untuk itu, Pemerintah perlu terus menjaga stabilitas harga dan mengurangi potensi kenaikan inflasi sebagai akibat kenaikan harga pangan, lambatnya pasokan bahan bakar minyak di beberapa daerah, kenaikan biaya transportasi antardaerah dan kenaikan tarif layanan publik lainnya. D. Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$1) 1. Dengan memperhitungkan perkembangan pasar uang nasional dan global, nilai tukar rupiah pada tahun 2014 berada pada kisaran Rp9.650,00-Rp9.850,00 per US$. Dalam upaya menjaga keseimbangan pasar valuta asing, Bank Indonesia harus terus mengambil langkah-langkah untuk menjaga kecukupan likuiditas pasar yang didukung dengan penguatan operasi moneter melalui pengembangan instrumen moneter valuta asing. 2. Nilai tukar rupiah diharapkan memberikan insentif yang cukup bagi para pelaku dalam kegiatan ekspor dan memberikan daya tarik investasi di dalam negeri. Di sisi lain, pengendalian nilai tukar rupiah dilakukan dengan memperhitungkan jaminan kebutuhan impor bahan baku dan barang modal bagi para pelaku usaha di dalam negeri. 536

E. Tingkat Suku Bunga SPN-3 Bulan 1. Berdasarkan perkembangan beberapa indikator ekonomi yang mencermati kondisi faktor-faktor yang akan berpengaruh pada tahun 2014, tingkat suku bunga SPN tahun 2014 diperkirakan sebesar 5,5%-6,5%. Hal itu dianggap cukup kompetitif dan Pemerintah perlu fokus pada penurunan suku bunga perbankan. Upaya ini hanya dapat dilakukan dengan mendorong efisiensi perbankan untuk mengurangi biaya intermediasi. 2. Penyaluran kredit perbankan lebih rendah dibandingkan mobilisasi dana masyarakat. Kondisi ini tidak kondusif bagi pengembangan UMKMK dan percepatan pembangunan daerah. Untuk itu, Pemerintah perlu mendorong pemerataan penyaluran kredit perbankan antardaerah, terutama untuk mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK) serta percepatan pembangunan daerah. Selain itu, hal yang terpenting adalah perlu pengembangan kelembagaan ekonomi berbasis komunitas. F. Harga Minyak 1. Harga minyak dalam tahun 2014 diperkirakan pada kisaran US$105-US$110 per barel. Proyeksi tersebut didasarkan pada perkembangan harga di pasar minyak internasional pada dua tahun terakhir. 2. Penetapan harga minyak tahun 2014 cukup realistis, tetapi Pemerintah harus tetap menyiapkan suatu pengaman untuk mengurangi dampak fluktuasi harga minyak di pasar internasional, termasuk penetapan subsidi. Pemerintah perlu memperhatikan kebutuhan pasokan BBM di wilayah yang terpencil agar tidak terjadi kelangkaan BBM di daerah tersebut. G. Lifting Minyak 1. DPD RI memperkirakan lifting minyak dalam tahun 2014 pada kisaran 860 ribu-900 ribu barel per hari. Untuk itu perlu pengoptimalan perolehan dari sumur minyak yang sudah ada serta percepatan produksi di sumur-sumur minyak yang baru. 2. Dalam pengelolaan penerimaan migas, Pemerintah perlu melakukan reformasi dan perubahan secara mendasar. Pemerintah harus secara tegas melakukan renegosiasi kontrak karya perusahaan migas yang tidak adil dan merugikan kepentingan bangsa. 3. Untuk menjamin ketahanan energi dalam jangka panjang, Pemerintah perlu merumuskan strategi dan kebijakan ketahanan energi dan melaksanakannya secara konsisten sebagai dasar pengembangan sumber energi alternatif dan terbarukan. H. Tingkat Kemiskinan 1. Dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8% pada tahun 2014, angka kemiskinan diperkirakan 9,0%-10,0%. Target ini kemungkinan tidak akan tercapai tanpa upaya yang sinergi dalam mengatasi akar masalah kemiskinan. Faktor utama penyebabnya adalah perkembangan tenaga kerja tidak terampil di sektor perdesaan tidak bisa berpindah ke sektor nonpertanian. Akibatnya, penguasaan lahan per petani menjadi semakin sempit. Hal itu berarti bahwa dengan tingkat teknologi tetap, produktivitas per petani menurun dan jumlah orang miskin meningkat. 2. Terkait dengan kemiskinan, perlu reformulasi ukuran kemiskinan, bukan hanya dilihat dari basic needs saja, melainkan secara keseluruhan termasuk dari aspek sosial seperti kesehatan dan pendidikan, termasuk askes dalam mendapatkan pelayanan umum. 3. Berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pengurangan kemiskinan yang dilakukan oleh kementerian/lembaga sering kali tidak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak efektif dalam mengatasi kemiskinan struktural di daerah. Upaya pengurangan kemiskinan di beberapa daerah perlu pemahaman terhadap akar masalah kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. I. Tingkat Pengangguran Terbuka 1. Target penurunan tingkat pengangguran terbuka dalam RAPBN TA 2014 sebesar 5,6%-5,9%. Komposisi penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor ekonomi masih tetap didominasi sektor pertanian walaupun cenderung terus mengalami penurunan. 2. Target penurunan pengangguran tahun 2014 akan sulit tercapai karena adanya kemungkinan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Langkah yang harus dilakukan Pemerintah adalah mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa Bali untuk menciptakan kesempatan kerja baru melaui perbaikan infrastruktur dan peningkatan pelayanan perizinan untuk meningkatkan investasi. 3. Tingkat pengangguran di beberapa provinsi masih tergolong tinggi. Upaya khusus dari Pemerintah diperlukan untuk memperluas kesempatan kerja melalui fasilitasi pengembangan kegiatan usaha lokal yang disertai kebijakan relokasi tenaga kerja dan modal antardaerah. 4. Kebijakan yang terkait dengan upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan memerlukan efisiensi birokrasi yang lebih baik sehingga dana yang dialokasikan untuk keperluan tersebut lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaannya. 537

J. Tingkat Kesenjangan 1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan. Untuk itu, Pemerintah perlu melakukan kebijakan yang terukur, nyata, dan sistematis untuk mengurangi kesenjangan pendapatan sehingga tingkat kesenjangan dapat diturunkan menjadi 0,40 dengan prioritas daerah-daerah dengan tingkat kesenjangan tinggi. 2. Langkah yang harus dilakukan oleh Pemerintah, selain mendorong percepatan pembangunan daerah-daerah yang relatif tertinggal adalah mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi yang lebih inklusif dan padat karya dengan melibatkan sebesar mungkin penduduk miskin. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi dapat berdampak pada pengurangan kesenjangan antardaerah dan antarkelompok masyarakat. 3. Untuk mengatasi kesenjangan yang semakin besar, diperlukan kebijakan fiskal yang terarah, terutama perhatian yang lebih besar pada peningkatan kinerja daerah yang tertinggal. II. PERTIMBANGAN TERHADAP PENDAPATAN NEGARA TAHUN 2014 1. Perkembangan realisasi pendapatan negara tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan sumber utama pendapatan negara berasal dari penerimaan dalam negeri, baik dari penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak. 2. Pemerintah harus bekerja keras untuk mempertahankan dan meningkatkan penerimaan perpajakan sehingga tax ratio secara bertahap akan meningkat sekurang-kurangnya 15% dari PDB. 3. Dalam hal penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Pemerintah perlu (a) mengoptimalkan penerimaan deviden dan pajak dari BUMN, serta pengoptimalan penerimaan dari minyak dan gas; (b) mendorong investasi perusahaan minyak dan gas atas dasar kerja sama yang solid dan saling menguntungkan dengan pemerintah daerah; (c) memperbaiki distribusi minyak dan gas antardaerah; dan (d) mendorong kontrak karya pertambangan yang lebih menguntungkan bagi peningkatan PNBP. 4. Rencana kenaikan tarif dasar listrik akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa dan membawa dampak menurunnya daya beli rakyat, terutama rakyat miskin. Pemerintah perlu melakukan perbaikan layanan penyediaan listrik dan mempertimbangkan penerapan tarif dengan tingkat efisiensi yang tinggi dengan kondisi profit. III. PERTIMBANGAN TERHADAP BELANJA NEGARA TAHUN 2014 1. Persentase belanja Pemerintah Pusat cenderung lebih besar daripada dana transfer ke daerah dan tidak sejalan dengan distribusi kewenangan antara pusat dan daerah yang berarti bahwa distribusi belanja negara belum sejalan dengan semangat otonomi daerah. Dengan demikian, peningkatan persentase dana alokasi umum terhadap total APBN menjadi sangat tepat. 2. Berkaitan dengan alokasi belanja Pemerintah Pusat, kenaikan belanja pelayanan umum harus diimbangi dengan reformasi birokrasi menyeluruh dan berdampak langsung bagi peningkatan pelayanan publik yang lebih optimal. 3. Alokasi subsidi energi dianggap tidak adil karena sebagian besar subsidi, baik subsidi BBM maupun subsidi listrik dinikmati oleh kelompok penduduk berpendapatan menengah ke atas, kebijakan Pemerintah mengurangi subsidi sudah tepat dan dananya dialihkan secara bertahap untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di daerah. 4. Peran Pemerintah dalam mendukung pembangunan pertanian, kelautan, dan perikanan selama ini masih belum optimal dalam memajukan pertanian, kelautan, dan perikanan. Pemerintah perlu lebih fokus mendukung penyediaan subsidi yang tepat sasaran dan langkah-langkah afirmatif untuk melindungi dan sekaligus mengembangkan pertanian, perikanan, dan kelautan; 5. Dalam upaya mempercepat pembangunan daerah dan mendorong pemerataan pembangunan antardaerah, format RAPBN perlu diubah sehingga mencerminkan pola alokasi dana menurut kementerian/lembaga dan pola alokasi dana menurut wilayah. 6. Kebijakan fiskal harus tetap mempertahankan prioritas belanja modal untuk pembangunan infrastruktur di berbagai daerah dan mempertahankan prioritas belanja untuk peningkatan pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. IV. PERTIMBANGAN TERHADAP KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL TAHUN 2014 1. Kebijakan desentralisasi fiskal yang dilaksanakan melalui anggaran transfer ke daerah merupakan salah satu instrumen fiskal yang harus dikelola secara optimal untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat, peningkatan produktivitas dan penguatan daya saing daerah, dan percepatan pembangunan daerah serta untuk mendorong pemerataan pembangunan di seluruh wilayah. 2. Rasio dana transfer daerah terhadap APBN cenderung tidak tetap, bahkan menurun, yang 538

seharusnya lebih besar dari kenaikan belanja kementerian/lembaga. Hal itu sejalan dengan semangat otonomi daerah. Mengingat dampak terbesar dari perlambatan pertumbuhan ekonomi dan menurunnya kegiatan ekonomi adalah rakyat yang tinggal di daerah. DPD RI menganggap penting untuk mengalihkan penambahan belanja kementerian/lembaga menjadi penambahan dana transfer ke daerah. 3. Berkaitan dengan dana transfer ke daerah, berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah dalam pengelolaan dana transfer ke daerah masih belum optimal dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan dana transfer ke daerah adalah (1) terlambatnya penerbitan petunjuk teknis; (2) kurang tertatanya manajemen pengelolaan DAK; (3) terlambatnya penerbitan pedoman dan petunjuk teknis; dan (4) kurang efektifnya penggunaan DAK sebagai akumulasi permasalahan sebelumnya. 4. Penataan pengelolaan dana transfer ke daerah perlu diperbaiki sehingga mempunyai dampak nyata dan terukur bagi pengurangan kesenjangan fiskal; peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah; peningkatan daya saing daerah; perluasan kesempatan kerja; pengurangan kemiskinan; peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan daerah; dan peningkatan penerapan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. V. PERTIMBANGAN TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN INVESTASI 1. Investasi langsung dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, termasuk ke daerah, secara umum sangat rendah. Hal itu disebabkan lingkungan bisnis yang tidak kondusif. Faktor utama penyebabnya adalah: a. birokrasi Pemerintah yang tidak efisien; b. penyediaan infrastruktur yang tidak memadai; c. kebijakan yang berubah-ubah; d. akses pembiayaan; e. tenaga kerja yang tidak cukup terdidik; f. etika kerja yang rendah; g. Pemerintahan yang berubah-ubah; dan h. tingkat pajak dan retribusi yang tidak tepat. 2. Hambatan khusus bagi investor dalam negeri adalah lemahnya koordinasi antara pusat dan daerah serta rumitnya proses persetujuan dan pelaksanaan investasi di daerah, termasuk di antaranya (a) lambatnya prosedur dan proses untuk memulai usaha, terutama menyangkut lambatnya pemberian izin usaha, tingginya biaya perizinan, dan lemahnya dukungan permodalan; (b) rumitnya urusan di bidang ketenagakerjaan, terutama menyangkut kontrak kerja, upah minimum, jam kerja, dan jaminan pemutusan hubungan kerja; dan (c) tidak jelasnya prosedur dan proses di bidang perpajakan, termasuk jumlah jenis pajak dan proses pembayaran pajak. 3. Investasi swasta masih terpusat di Jawa--terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten--dan beberapa provinsi, Hal itu disebabkan oleh ketimpangan dalam penyediaan infrastruktur publik sebagai pendukung utama investasi swasta. DPD RI berpendapat bahwa Pemerintah perlu mengembangkan prioritas wilayah sebagai lokasi investasi swasta dengan membangun infrastruktur dan memberikan berbagai insentif fiskal bagi investasi di wilayah luar Jawa. 4. Masalah khusus bagi pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi tidak hanya memerlukan stimulan dana bergulir, tetapi juga memerlukan peningkatan kapasitas, penguasaan teknologi produksi dan pengolahan, serta perluasan jaringan pemasaran. 5. Umumnya industri tertentu membutuhkan pasokan tenaga listrik dan air bersih yang cukup besar. Kenyataannya banyak daerah tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, PT PLN dan PDAM diharapkan dapat mendukung penyediaan listrik dan air bersih di seluruh wilayah. VI. PENUTUP 1. Selama kurun waktu tahun 2010-2013, pertumbuhan ekonomi daerah amat bervariasi. Pertumbuhan ekonomi rata-rata selama 2010-2013 dari daerah-daerah kaya sumber daya alam amat rendah, jauh di bawah rata-rata nasional, seperti Riau (3,32%), Kalimantan Timur (2,44%), Nusa Tenggara Barat (1,75%), dan Papua (1,41%). Sementara itu, angka inflasinya dalam kurun waktu 2010-2013 jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonominya. Kenyataan itu harus menjadi perhatian dalam upaya penetapan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal yang ditetapkan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran serta kesenjangan antardaerah yang diakibatkan inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang rendah di daerah kaya sumber daya alam. Penyempurnaan kebijakan fiskal untuk tahun 2014 menjadi sangat penting untuk mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan antardaerah. 2. Kebijakan desentralisasi fiskal yang dilaksanakan melalui anggaran transfer ke daerah merupakan salah satu instrumen fiskal yang harus dikelola secara optimal untuk 539

mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat, peningkatan produktivitas, penguatan daya saing daerah, dan percepatan pembangunan daerah serta untuk mendorong pemerataan pembangunan di seluruh wilayah. 3. Rasio dana transfer daerah terhadap APBN cenderung tidak tetap, bahkan menurun, yang seharusnya lebih besar dari kenaikan belanja kementerian/lembaga. Hal itu tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah sehingga perlu upaya untuk mengalihkan penambahan belanja kementerian/lembaga menjadi penambahan dana transfer ke daerah. 4. Investasi langsung dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, termasuk ke daerah, sangat rendah secara umum disebabkan oleh lingkungan bisnis yang tidak kondusif. Penyebab permasalahannya terutama terletak pada birokrasi Pemerintah yang tidak efisien. Hal ini hampir sama dengan investor dalam negeri yakni lemahnya koordinasi antara pusat dan daerah serta rumitnya proses persetujuan dan pelaksanaan investasi di daerah. 5. Kesenjangan pembangunan antardaerah dan ketertinggalan daerah tertentu yang terjadi sampai saat ini harus secara bertahap diatasi dan dikurangi dengan berbagai langkah yang terencana, sistematis, konsisten, dan berkesinambungan. 6. Pertimbangan DPD RI terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam RAPBN TA 2014 perlu menjadi perhatian Pemerintah dalam menyusun RAPBN TA 2014 sehingga memberikan stimulus bagi percepatan pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan daya saing daerah dan sekaligus daya saing nasional. 7. Usulan DPD RI terhadap tambahan format APBN yang selama ini sudah disepakati menjadi tantangan baru bagi Pemerintah. Format tambahan APBN adalah penampilan anggaran berdasarkan wilayah provinsi dan dengan target yang direncanakan dicapai untuk setiap tahunnya. 8. Perlu evaluasi dalam bentuk kajian sejauh mana implementasi Pertimbangan DPD RI terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam RAPBN TA 2013. Jakarta, 8 Juli 2013 PIMPINAN Ketua, Wakil Ketua, H. Irman Gusman, S.E., M.B.A. Wakil Ketua, G.K.R. Hemas Dr. Laode Ida 540