3.1.2 Jenis Kapal Ferry

dokumen-dokumen yang mirip
Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane.

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

TATA LETAK DAN DIMENSI DERMAGA

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

Gambar 4.28 Fender Seibu tipe V.

OPTIMASI FENDER PADA STRUKTUR DERMAGA ABSTRAK

BAB VII PENUTUP. Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI

PERENCANAAN DERMAGA CURAH UREA DI KOTA BONTANG, KALIMANTAN TIMUR. Putri Arifianti

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR

BAB II STUDI PUSTAKA

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

DESAIN STRUKTUR JETTY DI PELABUHAN PENAJAM PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

Oleh: Yulia Islamia

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 4 KRITERIA DESAIN

Berat sendiri balok. Total beban mati (DL) Total beban hidup (LL) Beban Ultimate. Tinjau freebody diagram berikut ini

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

PERENCANAAN TIANG PANCANG UNTUK MOORING DOLPHIN PADA DERMAGA

BAB IV PERANCANGAN JETTY. 4.1 Layout gambar rencana terhadap gambar existing

Kriteria Desain LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Bab 4

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

Soal :Stabilitas Benda Terapung

2.1.2 American Association ofstate Highway and Transportation 7

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

Perhitungan Struktur Bab IV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi

Gambar 5.83 Pemodelan beban hidup pada SAP 2000

Evaluasi Struktur Atas Dermaga DWT terhadap Berbagai Zona Gempa berdasarkan Pedoman Tata Cara Perencanaan Pelabuhan Tahun 2015

KAJIAN KEDALAMAN MINIMUM TIANG PANCANG PADA STRUKTUR DERMAGA DECK ON PILE

Beban ini diaplikasikan pada lantai trestle sebagai berikut:

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Gambar 1.1 Pulau Obi, Maluku Utara

BAB IV ANALISA STRUKTUR

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL. David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH

MODIFIKASI SILO SEMEN SORONG DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI STRUKTUR BAJA DAN BETON BERTULANG

DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA B CURAH CAIR PELINDO I DI PELABUHAN DUMAI, RIAU

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK OCBC NISP JALAN PEMUDA SEMARANG

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

III. LANDASAN TEORI. Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dapat dibedakan menjadi gaya lateral dan

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STUKTUR

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. mendistribusikan hasil bumi dan kebutuhan lainnya. dermaga, gudang kantor pandu dan lain-lain sesuai peruntukannya.

STUDI EVALUASI PENAMBAHAN KAPASITAS DERMAGA OIL JETTY PLTU PAITON DARI 8000 DWT MENJADI DWT

q Bobot rencana kapal (Gross Tonage) = ton Berdasarkan bobot rencana tersebut, dari tabel "Specifications of Vessels", diperoleh data sbb:

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL

POLA PENURUNAN STRUKTUR PELAT LANTAI GUDANG RETAIL PADA TANAH LUNAK DI KAWASAN INDUSTRI WIJAYAKUSUMA SEMARANG (150G)

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

PRAKATA. Akhirnya penulis berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya insan Teknik Sipil.

PERENCANAAN BREAKWATER DI PELABUHAN PENYEBERANGAN NANGAKEO, NUSA TENGGARA TIMUR

= tegangan horisontal akibat tanah dibelakang dinding = tegangan horisontal akibat tanah timbunan = tegangan horisontal akibat beban hidup = tegangan

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

KAPASITAS DUKUNG TIANG

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

Keseimbangan benda terapung

n ,06 mm > 25 mm sehingga tulangan dipasang 1 lapis

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

PERENCANAAN SKIDWAY UNTUK PELUNCURAN OFFSHORE STRUCTURE DI PT.PAL SURABAYA

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

Keseimbangan benda terapung

Transkripsi:

BAB III DERMAGA FERRY 3.1 KAPAL FERRY 3.1.1 Umum Kapal ferry merupakan salah satu moda transportasi laut yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan kapal ferry relatif lebih cepat dibandingkan moda transportasi laut llainnya. Oleh sebab itu kapal ferry sering dimanfaatkan sebagai moda transportasi penyeberangan sungai dan antar pulau yang menempuh jarak tidak terlalu jauh, sehingga biaya yang diperlukan dalam penggunaannya akan relatif murah. Hal tersebut menjadikan kapal ferry sebagai alternatif paling efisien untuk diterapkan sebagi moda transportasi antar pulau di Indonesia. 3.1.2 Jenis Kapal Ferry Kapal ferry dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis menurut bentuk lambung kapalnya (hull) yang akan mempengaruhi kemampuan kapal, yaitu: Kapal ferry monohull konvensional Jenis kapal ini biasa digunakan sebagai moda transportasi penyeberangan untuk orang, kendaraan dan barang. Kapal ini memiliki daya angkut cukup besar, oleh karena itu biasanya kapal ini digunakan sebagai kapal angkut kendaraan dan barang (Ro-ro). Kapal mono hull konvensional ini memiliki lambung depan atau belakang yang bisa dibuka untuk kapal penyeberangan yang memiliki kemampuan mengangkut kendaraan. Gambar kapal jenis monohull dapat dilihat pada Gambar 3.1 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 1

Gambar 3.1 Kapal Ferry Monohull Konvensional Kapal ferry vee-shaped monohull Kapal ini memiliki lambung tunggal seperti monohull konvensional, namun bentuknya lebih ramping dan runcing sehingga memiliki kecepatan dan kemampuan manuver yang lebih baik dari kapal monohull konvensional. Namun karena bentuk lambung dan badan kapal yang sedemikian rupa, kapal ini memiliki daya angkut yang jauh lebih kecil dari kapal monohull konvensional. Oleh karena itu, kapal ini digunakan sebagai kapal penumpang cepat (fast ferry ship). Gambar kapal jenis vee-shaped monohull dapat dilihat pada Gambar 3.2 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 2

Gambar 3.2 Kapal FerryVee-shaped Monohull Kapal ferry catamaran Jenis kapal ini memiliki dua lambung (double hull), sehingga dapat melaju pada kecepatan tinggi. Kapal ini biasa dipergunakan sebagai kapal penumpang super cepat (superfast ferry ship). Namun kapal ini tidak memiliki daya angkut cukup besar sehingga penggunaannya terbatas sebagai kapal penumpang dengan kapasitas terbatas pula. Gambar kapal jenis catamaran dapat dilihat pada Gambar 3.3 Gambar 3.3 Kapal Ferry Catamaran Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 3

Kapal ferry cruise/liner Kapal jenis ini merupakan kapal penumpang yang biasa digunakan untuk keperluan wisata ataupun perjalanan jarak jauh. Kapal ini memiliki ukuran dan daya angkut yang cukup besar. Gambar kapal jenis cruise/liner dapat dilihat pada Gambar 3.4 Gambar 3.4 Kapal Ferry Cruise/Liner 3.2 DERMAGA Dermaga berfungsi sebagai tempat membongkar muatan (unloading), memuat perbekalan (loading), mengisi perbekalan (servicing) dan berlabuh (berthing). Pemilihan tipe dermaga didasarkan atas kebutuhan yang dilayani, ukuran kapal, arah gelombang dan angin, kondisi topografi, tanah dasar laut dan tujuan secara ekonomi. 3.2.1 Pemilihan Jenis Struktur Dermaga Ada beberapa pilihan dalam struktur dermaga yang akan digunakan, diantaranya: 1. Deck on pile Struktur deck on pile menggunakan tiang pancang sebagai pondasi bagi lantai dermaga. Seluruh beban di lantai dermaga (termasuk gaya akibat berthing dan mooring) diterima sistem lantai dermaga dan tiang pancang tersebut. Di bawah lantai dermaga, kemiringan Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 4

tanah dibuat sesuai dengan kemiringan alaminya serta dilapisi dengan perkuatan (revetment) untuk mencegah tergerusnya tanah akibat gerakan air yang disebabkan leh manuver kapal. Untuk menahan gaya lateral yang cukup besar akibat gaya berthing dan mooring kapal perlu dilakukan pemasangan tiap pancang miring. Pada tahap akhir pekerjaan dermaga dilakukan pembuatan lantai dermaga. Gambar 3.5 Struktur Dermaga Deck on Pile 2. Caisson Merupakan salah satu jenis dermaga gravity structure, yakni menggunakan prinsip bahwa dalam menahan gaya vertikal dan horizontal digunakan beban sendiri dari struktur tersebut. Caisson ini terbuat dari beton berongga yang diisi material seperti pasir guna menambah berat strukturnya. Untuk menggunakan sistem ini harus diperhatikan bahwa tanah dasarnya harus memiliki karakteristik yang baik. Gambar 3.6 Struktur Dermaga Caisson Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 5

3. Sheet pile Struktur sheet pile adalah jenis struktur yang tidak menggunakan kemiringan alami tanah. Pada jenis struktur ini, deretan sheet pile dipancangkan pada garis muka air rencana sampai kedalaman rencana kemudian baru dilakukan pengerukan (dredging) sesuai dengan kedalaman rencana pada sisi laut/kolam. Gaya-gaya yang terjadi akibat perbedaan elevasi antara dermaga dengan dasar kolam ditahan oleh struktur sheet pile. Tiang pancang masih diperlukan untuk menahan gaya lateral dari kapal yang sedang sandar atau untuk membantu sheet pile menahan tekanan lateral tanah. Struktur sheet pile dapat direncanakan dengan menggunakan penjangkaran maupun tanpa penjangkaran. Gambar 3.7 Struktur Dermaga Sheet Pile 4. Dermaga terapung (ponton) Dermaga ini merupakan dermaga yang menggunakan gaya apung (Archimedes) dalam menahan beban vertikal yang diterima struktur utamanya. Sistem dermaga terapung ini merupakan sistem dermaga yang biasa digunakan pada dermaga untuk kapal ferry, dimana sangat dibutuhkan tinggi freeboard dari dermaga tetap, sehingga dapat digunakan pada kondisi pasang maupun surut. Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 6

Gambar 3.8 Struktur Dermaga Ponton Karena dermaga di Nusa Penida diperuntukkan bagi keperluan penyeberangan ferry, yang dibutuhkan untuk dapat melayani kegiatan loading, unloading dan transfer penumpang dari kapal ke darat dalam kondisi pasang maupun surut dengan nyaman, maka struktur dermaga yang dipilih adalah dermaga ponton. 3.2.2 Dermaga Ponton Menurut Floating Ports: Design and Construction Practices, secara umum, dermaga ponton terdiri dari lima bagian utama. 1. Floating pier Floating pier adalah sistem struktur terapung yang berfungsi untuk mengakomodir mooring vessel dan peralatan penanganan barang (cargo handling equipment), juga tempat lalu lintas barang dan penumpang pada dermaga serta tempat meletakkan fasilitas lain yang berhubungan. Empat macam bentuk dasar struktur dermaga terapung terdapat pada Gambar 3.9 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 7

Gambar 3.9 Bentuk Dasar Struktur Dermaga Terapung 2. Access bridge Access Bridge adalah jembatan penghubung antara fasilitas darat dengan fasilitas perantara dengan kapal yang bisa digunakan pada berbagai level permukaan air dalam operasional dermaga. Untuk efisiensi dari operasional dermaga maka dalam perencanaan jembatan perantara (access bridge) harus memberikan solusi bagi efektifitas lalu lintas barang atau orang dari fasilitas darat ke ponton sistem sebagai penghubung kekapal. Maka dalam perencanaannya access bridge haruslah memilki jarak sependek mungkin dari fasilitas darat. Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 8

Gambar 3.10 Macam Mekanisme Access Bridge Jenis-jenis access bridge antara lain sebagai berikut: a. Articulated Bridges Jenis ini biasanya digunakan pada pinggir sungai atau pantai yang memiliki kestabilan yang baik, dimana tidak terjadi erosi atau keruntuhan pada tanah daratannya. Articulated bridges biasanya digunakan untuk daerah yang memilki perbedaan elevasi permukaan air pada lokasi yang tidak begitu besar, atau biasanya kurang dari 10 m. Panjang articulated Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 9

bridges ini tergantung pada perbedaan tinggi permukaan air dilokasi struktur dermaga yang akan memberikan kemiringan sesuai dengan batas kenyamanan penggunanya dalam hal ini penumpang ataupun kendaraan. b. Floating Bridges Jenis ini sama seperti articulated bridges yang biasanya digunakan untuk daerah yang mamilki variasi elevasi permukaan air yang tidak terlalu besar atau tidak melebihi 10 m. namun biasanya floating bridges digunakan pada daerah yang memilki daya dukung tanah yang kurang baik. c. Mobile Wedges Jenis ini digunakan bila akses ke struktur dermaganya dapat bergerak secara horizontal. Ini bisa digunakan bila tanah di lokasi struktur memiliki kestabilan yang cukup baik. Untuk mobile wedge biasanya dibuat jalur khusus yang mengatur gerakannya tersebut. d. Vertical Lift Bridges Vertical lift bridges digunakan untuk suatu akses ke kapal yang membutuhkan kestabilan dari access bridges yang digunakan. Sistem ini menghindari gerakan yang terjadi ketika sistem struktur tersebut digunakan. Oleh sebab itu biasanya sistem access bridges digunakan untuk muatan kendaraan. Untuk dermaga rencana di Nusa Penida ini, sistem access bridges dermaga rencana menggunakan sistem articulated bridges dengan beberapa pertimbangan: Struktur dermaga ini hanya direncanakan untuk kapal ferry penumpang sehingga tidak membutuhkan struktur access bridge yang mempu menahan gaya yang cukup besar. Perbedaan variasi elevasi permukaan air pada lokasi studi tidak terlalu besar (sekitar 2.150 m) Sistem tersebut merupakan sistem yang dinilai paling ekonomis karena biaya konstruksinya lebih murah untuk kondisi seperti pada lokasi studi. Sistem struktur tersebut mudah dalam perawatannya (maintenance). 3. Sistem Mooring Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 10

Sistem mooring berfungsi untuk menjaga sistem struktur dermaga tersebut tetap pada tempatnya, dimana struktur dermaga tersebut direncanakan dapat memberikan kenyamanan bagi penggunanya dan efisiensi dalam operasionalnya. Secara umum terdapat 4 jenis sistem mooring yang biasa dipakai pada sistem struktur dermaga terapung (floating dock). Perencanaan sistem mooring ini sangat bergantung pada kondisi lingkungan lokasi struktur. Sistem mooring ini harus mampu menahan gaya-gaya yang ditimbulkan oleh kondisi lingkungan terhadap struktur dan juga gaya yang ditimbulkan oleh impact dari kapal yang direncanakan akan bersandar pada dermaga. Sistem mooring biasanya terdiri dari sistem mooring daratan (onshore moorings) dan dan sistem mooring laut (offshore moorings). Onshore mooring merupakan sistem mooring yang mengikatkan sistem dermaga tersebut langsung kedaratan dan offshore mooring menahan gerakan horizontal dari ponton dermaga (floating pier) dengan mengikatkannya pada dasar laut. Sistem onshore dan offshore mooring dapat juga digantikan oleh mooring dolphin untuk menjaga ponton dermaga tersebut. Setiap sistem mooring tersebut dapat digunakan pada setiap jenis sistem floating pier. Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 11

Gambar 3.11 Macam Sistem Mooring 4. Sistem fender Sistem fender berfungsi mencegah kerusakan pada kapal dan dek ponton ketika terjadi benturan saat kapal bersandar dengan cara menyerap energi benturan tersebut. Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 12

5. Mooring accessories Mooring accessories berfungsi menjaga kapal tetap pada tempatnya ketika proses bongkar muat barang dan naik turunnya penumpang dari kapal. 3.2.3 Teori Ponton Suatu benda terapung, bergerak bebas tidak dibatasi, memiliki enam jenis pergerakan akibat pengaruh gelombang laut. Keenam gerakan tersebut adalah: a. surging, yaitu gerakan maju mundur b. swaying, yaitu gerakan arah melintang c. heaving, yaitu gerakan naik turun d. rolling, yaitu gerakan rotasi terhadap sumbu longitudinal e. pitching, yaitu gerakan rotasi terhadap sumbu transversal f. yawing, yaitu rotasi terhadap sumbu vertikal Ilustrasi keenam jenis pergerakan struktur terapung bebas tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.12 Gambar 3.12 Pergerakan Struktur Terapung Bebas Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perencanaan dermaga ponton seperti terlihat pada Gambar 3.13 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 13

Access bridge Ponton Dermaga Gambar 3.13 Sketsa Dermaga Ponton Struktur ponton pada Gambar 3.13 tidak terapung bebas. Ponton diikatkan pada tiang yang dipancang ke dasar perairan. Tiang-tiang tersebut berfungsi menjaga kestabilan ponton dan menahan pergerakan ponton berupa surging, swaying, rolling, pitching dan yawing, sehingga pergerakan ponton terbatas naik turun saja (heaving). Suatu benda, baik terapung maupun terendam di bawah air akan mengalami gaya apung ke atas (buoyancy). Hukum Archimedes menyatakan bahwa besar gaya apung sama dengan massa air yang dipindahkan. Hukum Archimedes dapat ditulis sebagai berikut Buoyancy = ρ gv 3.1 f dimana: ρ f = massa jenis fluida g = percepatan gravitasi V = volume struktur yang terendam Besar draft ponton dapat dihitung dengan menerapkan prinsip bahwa total gaya berat akibat ponton sama dengan buoyancy, sehingga dapat dinyatakan sebagai W = buoyancy ρ gv = ρ gv 3.2 f f terendam Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 14

3.3 PARAMETER DESAIN DERMAGA PONTON Parameter desain perencanaan struktur dermaga didasarkan pada data kapal terbesar yang berlabuh di dermaga tersebut serta hasil analisis data lingkungan. Pada perencanaan dermaga ponton, data-data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik kapal yang dilayani dermaga rencana Dalam tugas akhir ini dermaga tersebut direncanakan untuk melayani kapal ferry jenis Ro- Ro (Roll on/roll off), yang dapat mengangkut kendaraan dan penumpang. Referensi yang digunakan untuk spesifikasi kapal dengan kapasitas tersebut seperti terdapat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Data Karakteristik Kapal Uraian Unit Nilai Gross registered tonnage (grt) ton 1000 Overall length (L OA ) m 64.0 Length between perpendicular (L BP ) m 60.0 Beam (B) m 12.10 Draft (D) m 2.60 Freeboard (F) m 2.30 Sumber: Fentek Marine Fendering Systems Catalogue 2. Hasil analisis data lingkungan a. Tinggi gelombang rencana Dari hasil analisis hindcasting dan transformasi gelombang, didapat nilai tinggi gelombang rencana seperti terlihat pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Tinggi dan Periode Gelombang Rencana Arah H (m) T (sec) Utara 0.463 3.654 Timur Laut 0.535 4.364 Timur 0.741 6.674 Tenggara 0.605 5.253 Barat Laut 0.623 5.403 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 15

b. Kecepatan angin maksimum Dari analisis frekuensi untuk angin maksimum, didapat kecepatan angin maksimum sebesar 14,92 m/s. Oleh karena itu, untuk analisis digunakan kecepatan angin maksimum sebesar 15 m/s. c. Kecepatan arus maksimum Dari hasil pengukuran di lapangan, didapat kecepatan arus maksimum = 0,49 m/s d. Perbedaan pasang surut Dari hasil analisis pasang surut, didapat perbedaan pasang surut = 2,15 m. 3.4 ANALISIS GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA DERMAGA 3.4.1 Gaya Berthing Gaya berthing adalah gaya yang ditimbulkan akibat benturan antara kapal saat merapat dengan dermaga. Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis berthing adalah: Dimensi kapal rencana Analisa akan dilakukan dengan data kapal sebagai berikut : - Bobot kapal = 1000 ton - Panjang kapal (L OA ) = 64.0 m - Lebar kapal (B) = 12.10 m - Draft kapal (D) = 2.30 m Kondisi lingkungan - Kecepatan maksimum kapal saat merapat = 0.30 m/det - Kecepatan angin maksimum = 15.00 m/det - Kecepatan arus maksimum = 0.49 m/det Energi kinetik pada saat berthing dihitung dengan menggunakan persamaan: M. V = CC 3.3 2 2 D E CM. CE. CS. dimana: E C M = energi kinetik yang terjadi = koefisien massa hidrodinamik Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 16

M D V C E C S C C = displacement kapal (ton) = kecepatan kapal merapat (m/det) = koefisien eksentrisitas = koefisien softness = koefisien konfigurasi penambatan Besar koefisien parameter untuk perhitungan adalah: 1. Displacement dari kapal (M D ) M D = 2/3.(L BP.d.B.ρ) 3.4 2. Koefisien massa hidrodinamik (C M ) 2D C M = 1+ B dimana: D = draft kapal (m) B = lebar kapal (m) 3. Koefisien eksentrisitas (C E ) K + R 2 2 C E = 2 K + 2 cos γ 2 R 3.5 dimana: K = radius ration dari kapal (m) = ( 0,19C B + 0,11)LOA R = jarak antara pusat massa dengan titik bentur kapal γ = sudut yang dibentuk antara titik bentur kapal dengan vektor kecepatan dan kapal Besar γ dan R dapat dihitung secara geometrik dari gambar berikut Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 17

l v R δ γ α Titik Benturan Gambar 3.14 Kondisi Berthing Kapal 4. Koefisien softness (C S ) C S = 1 3.6 5. Koefisien konfigurasi penambatan (C C ) C C = 1 untuk dermaga dengan pondasi tiang 0,8 < C C < 1 untuk dermaga dengan dinding penahan Berdasarkan katalog Fentek Marine Fendering Systems, energi kinetik untuk berbagai kondisi berthing dapat dilihat pada Gambar 3.15 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 18

Gambar 3.15 Energi Kinetik untuk Berbagai Kondisi Berthing Perhitungan energi berthing untuk sudut 0 0 dan 10 0 dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 19

Tabel 3.3 Perhitungan Energi Berthing dengan Sudut Berthing 0 0 Data kapal Nilai Unit 1 Gross registered tonnage (grt) 1000 ton 2 Displacement (M D ) 1030 ton 3 Overall length (L OA ) 64.00 m 4 Length between perpendicular (L BP ) 60.00 m 5 Beam (B) 12.10 m 6 Draft (D) 2.60 m 7 Freeboard (F) 2.30 m Perhitungan 1 Radius of Gyration (K) 12.66 2 Impact to Centre of Mass (R) 16.17 3 Berthing Angle ( o ) 0 4 Velocity Vector Angle (γ ) 68.03 5 Block Coefficient (C B ) 0.532 6 Added Mass Coefficient (C M ) 1.43 7 Eccentricity Coefficient (C E ) 0.467 8 Berth Configuration Coefficient (C C ) 1 9 Softness Coefficient (C S ) 1 10 Berthing Energy (E) 40 kn.m 4.08 ton.m 11 E desain (2E) 80 kn.m 8.15 ton.m Tabel 3.4 Perhitungan Energi Berthing dengan Sudut Berthing 10 0 Data kapal Nilai Unit 1 Gross registered tonnage (grt) 1000 ton 2 Displacement (M D ) 1030 ton 3 Overall length (L OA ) 64.00 m 4 Length between perpendicular (L BP ) 60.00 m 5 Beam (B) 12.10 m 6 Draft (D) 2.60 m 7 Freeboard (F) 2.30 m Perhitungan 1 Radius of Gyration (K) 12.66 2 Impact to Centre of Mass (R) 16.17 3 Berthing Angle ( o ) 10 4 Velocity Vector Angle (γ ) 58.03 5 Block Coefficient (C B ) 0.532 6 Added Mass Coefficient (C M ) 1.43 7 Eccentricity Coefficient (C E ) 0.554 8 Berth Configuration Coefficient (C C ) 1 9 Softness Coefficient (C S ) 1 10 Berthing Energy (E) 47.4 kn.m 4.84 ton.m 11 E desain (2E) 94.9 kn.m 9.67 ton.m Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 20

Fender Pemilihan jenis fender Dari hasil di atas, energi berthing yang menentukan dan digunakan untuk desain adalah energi berthing maksimum sebesar 94.90 kn-m. Energi yang diserap oleh sistem fender (E F ) adalah setengah dari energi berthing dan setengah lagi diserap oleh kapal dan air. E F = 0,5E Gaya reaksi pada fender akibat tumbukan kapal untuk beberapa jenis fender Bridgestone Super-Arch dapat dilihat pada Tabel 3.5 Tabel 3.5 Gaya Reaksi Fender akibat Tumbukan Nomor Tipe R/E Energi Berthing Maksimum (kn-m) Energi yang Diserap Fender (kn-m) Gaya Reaksi Fender (kn) a = 0 0 a = 10 0 a = 0 0 a = 10 0 a = 0 0 a = 10 0 FV002-3-1 15.91 80.00 94.90 40.00 47.45 636.40 754.93 FV002-3-2 15.00 80.00 94.90 40.00 47.45 600.00 711.75 FV002-3-3 15.33 80.00 94.90 40.00 47.45 613.20 727.41 FV002-3-4 15.00 80.00 94.90 40.00 47.45 600.00 711.75 Dari hasil perhitungan diatas, dipilih gaya-gaya yang cukup besar yang mungkin terjadi untuk dijadikan acuan perencanaan pembebanan pada dermaga, yaitu pada penggunaan fender Bridgestone Super-Arch tipe FV002-3-1, dimana gaya berthing akibat reaksi fender maksimum adalah 754.93 kn. Jarak antar fender Jarak maksimum antar fender dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 21 ( r ) 2 2 r 2 h 3.7 dimana: 2l r h = jarak antar fender (m) = radius lengkung dari bow (m) = tinggi dari fender pada saat energi kinetik dari kapal diserap (m) Radius lengkung dari bow kapal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 21

Untuk α b = 100 : log (r bow ) = -0,113 + 0,44 log (W d ). 3.8 Cara lain untuk menghitung jarak maksimum antar fender juga dapat dengan rumus: 2l = 0,15.L OA 3.9 Dalam arah horizontal, jarak antar fender harus ditentukan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari kontak langsung antara kapal dan dinding dermaga. Berdasarkan hal tersebut, penempatan antar fender dilakukan dengan memperhatikan dimensi kapal dari berbagai ukuran sehingga dermaga dapat didarati oleh kapal dari berbagai jenis/ukuran. Untuk perencanaan, kapal yang merapat di pelabuhan mempunyai bobot 1000 ton. Hasil perhitungan jarak antar fender dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Dari tabel tersebut dapat dilihat untuk ukuran kapal yang akan merapat memerlukan jarak maksimum antar fender sebesar 9.60 m, namun untuk perencanaan yang lebih baik maka diambil jarak antar fender sebesar 8.00 m. Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Jarak Antar Fender Maksimum Ukuran kapal (ton) B (m) r bow (m) h fender (m) 2l (m) 0.15 L OA (m) Jarak antar fender (m) 1000 64 16.11 0.50 7.96 9.60 8.00 3.4.2 Gaya Mooring Gaya mooring dari kapal pada prinsipnya merupakan gaya-gaya horizontal dan vertikal yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem mooring didesain untuk dapat mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus. Keseluruhan gaya angin dan arus yang terjadi dapat dimodelkan sebagai gaya-gaya dalam arah transversal dan longitudinal yang dikombinasikan dengan gaya momen terhadap sumbu vertikal yang bekerja di tengah kapal. Gaya Mooring Akibat Angin Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Besar gaya akibat angin dihitung dengan persamaan sebagai berkut: Angin dengan arah sejajar as kapal F = 0,5. Q. g. A 3.10 w w T Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 22

Angin dengan arah tegak lurus as kapal F 1,1. Q. g. A w1 = w L 3.11 dengan Q = w 2 0,063. Vw dimana: F w F w1 = gaya akibat angin dengan arah sejajar as kapal (N) = gaya akibat angin dengan arah tegak lurus as kapal (N) Q w = tekanan angin (N/m 2 ) V w = kecepatan angin (m/s) A T = luas muka kapal di atas permukaan air (m 2 ) A L = luas sisi kapal di atas permukaan air (m 2 ) Gaya Mooring akibat Arus Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang terendam air juga akan menebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada alat penambat dan dermaga. Besar gaya akibat arus dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Arus dengan arah sejajar as kapal 3 D F c = 0,77xQc xbxd 1 + g 3.12 d Arus dengan arah tegak lurus as kapal 3 D F c = 0,22xQc xlbp xd 1 + g 3.13 d dengan Q C = 104xVc dimana: 2 F c F c1 = gaya akibat arus dengan arah sejajar as kapal (N) = gaya akibat arus dengan arah tegak lurus as kapal (N) Q c = tekanan arus (N/m 2 ) V c D = kecepatan arus (m/s) = draft kapal (m) Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 23

d = kedalaman laut pada air surut (m) Hubungan antara gaya-gaya yang bekerja pada kapal tersebut dapat digambarkan pada gambar F x = F w + F C F y = F wl + F Cl Fy Fx Gambar 3. 16 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Kapal Gaya arus bekerja pada sisi badan kapal yang berada di bawah air (draft) sedangkan gaya angin bekerja pada sisi badan kapal yang berada di atas air. Perhitungan besarnya gaya akibat arus dan angin yang telah diproyeksikan menurut arah longitudinal (x) dan transversal (y) dapat disimak pada tabel berikut ini. Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 24

Tabel 3.7 Gaya Mooring Akibat Angin dan Arus Data kapal Nilai Unit 1 Gross registered tonnage (grt) 1000 ton 2 Displacement (M D ) 1030 ton 3 Overall length (L OA ) 64.0 m 4 Length between perpendicular (L BP ) 60.0 m 5 Beam (B) 12.10 m 6 Draft (D) 2.60 m 7 Freeboard (F) 2.30 m Perhitungan Gaya Angin dan Arus Nilai Unit 1 Tekanan Angin (Q w ) 14.175 kg/m 2 2 Gaya Longitudinal Angin (F LW ) 2.944 ton 3 Gaya Lateral Angin (F TW ) 6.477 ton 4 Tekanan Arus (Q c ) 12.543 ton 5 Gaya Longitudinal Arus (F LC ) 0.028 ton 6 Gaya Lateral Arus (F TC ) 0.625 ton 7 2.916 ton F X 28.593 kn 8 7.429 ton F Y 72.852 kn 9 228.573 ton-m M XY 2241.611 kn-m Gaya Mooring pada Tali Gaya pada tali merupakan gaya reaksi akibat adanya gaya mooring yang bekerja pada tali-tali penahan kapal. Sistem gaya yang bekerja disederhanakan dengan mengasumsi bahwa gaya longitudinal yang bekerja akan ditahan oleh spring lines dan untuk gaya transversal oleh breasting lines. Rumus perhitungan gaya spring lines dan breasting lines adalah: a. Gaya satu tali pada breasting lines F breasting = Fx 2.cosβ b 3.14 b. Gaya satu tali pada spring lines F spring = F y 2.cosβ s 3.15 di mana: F x = gaya mooring longitudinal (ton) F y = gaya mooring transversal (ton) Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 25

β b = sudut breasting tali ( ) β s = sudut spring tali ( ) Gambar 3.17 Kondisi Mooring Kapal Tali atau pengikat kapal untuk tiap-tiap gaya yang bekerja diasumsikan mempunyai karakteristik yang sama dan analisanya harus memperhitungkan pengaruh sudut-sudut yang dibentuk oleh masing-masing tali. Seperti yang telah dijelaskan, jenis tali yang digunakan untuk menahan gaya tambat adalah sebagai berikut: Spring lines : untuk menahan gaya-gaya longitudinal tambat (Fx). Breasting lines : untuk menahan gaya-gaya transversal tambat (Fy). Hasil perhitungan gaya-gaya pada masing-masing tali dapat diberikan pada tabel berikut. Tabel 3.8 Gaya Mooring pada Tali Gaya Tambat Tali Nilai Unit 1 Gaya Longitudinal (F X ) 28.593 kn 2 Gaya Lateral (F Y ) 72.852 kn 3 Sudut Spring 20 0 4 Sudut Breasting 60 0 5 Gaya Spring Lines (F Spring) 106.503 kn 6 Gaya Breasting Lines (F Breasting) 28.593 kn 3.4.3 Analisis Pondasi Tiang Dermaga Jenis pondasi yang digunakan adalah tiang pancang, dengan pertimbangan bahwa pemancangan lebih mudah untuk dilakukan pada lokasi studi dimana lapisan tanah yang keras juga dalam. Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 26

Pondasi tiang pancang digunakan untuk mentransfer beban pondasi kelapisan tanah yang lebih dalam, dimana dapat dicapai daya dukung yang lebih baik, daya dukung terdiri dari daya dukung tahanan ujung (Q end ) dan daya dukung tahanan selimut (Q f ). Tahan tiang ujung dimana sebagian besar daya dukung diperoleh dari tanah ujung tiangnya. Pada kondisi ini, tanah lapisan atas merupakan tanah lunak dan tiang dipancang hingga mencapai lapisan tanah keras. Tiang gesekan (friction piles) dimana daya dukung tanah tiang didominasikan oleh tahanan selimut, akibatnya tiang tidak tercapai lapisan tanah keras dikarenakan lapisan tanah kerasnya cukup dalam. Sistem tiang diasumsikan sebagai pile group yang dibebani gaya-gaya pada arah X (gaya gempa arah memanjang), arah y (gaya berthing-mooring, beban gempa arah melintang dan gaya angin) dan arah Z (beban sendiri strukur pile) 3.4.3.1 Kapasitas Aksial Tiang Pancang Perhitungan Daya Dukung Tekan Rumus-rumus yang digunakan dalam menentukan daya dukung tiang pancang adalah sebagai berikut : Berdasarkan data sondir P u = Abx ( qcb + qca) 2 + ( CsxDfxfs) 3.17 P all (-) Pu = 3.18 SF Dimana : P u = Daya dukung ultimate (ton) A b = Luas Penampang (m 2 ) C s = Keliling penampang Q cb = Nilai q c rata-rata pada zona 4D dibawah ujung tiang (t/m 2 ) q ca = Nilai q c rata-rata pada zona 4D diatas ujung tiang (t/m 2 ) D f s = Diameter tiang (m) = Rata-rata lokal friction sepanjang tiang Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 27

D f = Kedalaman pemancangan (m) SF = Faktor keamanan (t/m 2 ) Berdasarkan Data SPT P ult P ult P all (-) 20xAbx( Na + Nb) ( Cs x Df x NC) = + 3.19 2 2 30xAbx( Na + Nb) ( Cs x Df x NC) = + 3.20 2 5 Pult = 3.21 SF Dengan : P ult D = Daya dukung ultimate (ton) = Diameter tiang A b = Luas Penampang (m 2 ) C s = Keliling penampang desain bridge system N a = Nilai rata-rata SPT sepajang 4D si bawah ujung tiang (t/m 2 ) N b = Nilai rata-rata SPT sepanjang 8D si bawah ujung tiang (t/m 2 ) D f = Kedalaman pemancangan (m) N c = Nilai rata-rata SPT pada kedalaman lapisan lempung (t/m 2 ) N s = Nilai rata-rata SPT pada kedalaman lapisan pasir (t/m 2 ) SF = Faktor keamanan (t/m 2 ) Perhitungan Daya Dukung Tarik Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Berdasarkan Data Sondir P ult = (C s x D f x t f ) 3.22 P al (+) Pult = 3.23 SF Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 28

Berdasarkan Data SPT (Meyerhof) P ult P ult (a x Cs x Df x Nc) = 2 (Lengkung kohesif) 3.24 (a x Cs x Df x Nc) = 5 (Pasir/non kohesif) 3.25 P all (+) Pult = SF 3.26 Untuk Tugas Akhir ini, perhitungan daya dukung tarik dan daya dukung tekan dilakukan berdasarkan data SPT. Tabel hasil perhitungan daya dukung tanah berdasarkan data SPT seperti yang terdapat pada Tabel 3.8 Berdasarkan data struktur lapisan tanah dan perhitungan daya dukung, kedalaman pemancangan direkomendasikan hingga mencapai lapisan tanah keras SPT N>60, yaitu kedalaman 18 m dari sea bed atau elevasi 28 m LLWL. Diameter pondasi tiang yang digunakan pada adalah diameter 0.7 m. Daya dukung yang diijinkan untuk tiang pancang dengan diameter 0.7 m adalah 2127.02 kn untuk tekan dan 345.069 kn untuk tarik. Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 29

Tabel 3.9 Perhitungan Daya Dukung Pondasi Berdasarkan Data SPT (Meyerhof) No Depth Diameter of pile Pipa Ab (m 2 ) Cs Nb Na Ns Nc Soil Pu Pu P(-) all P(+) all P(-) all (m) Type Tekan Tarik SF=2 SF=2 SF=3 SF=3 P(+) all 1 4 (m) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) 0.45 0.159 1.414 15 18 24.5 Clay 121.756 69.272 60.878 34.636 20.293 23.091 0.5 0.196 1.571 15.2 18.2 24.5 Clay 142.55 76.969 71.275 38.485 23.758 25.656 0.6 0.283. 1.885 15.4 18.5 24.5 Clay 188.213 92.363 94.106 46.181 31.369 30.788 0.7 0.385 2.199 15.4 18.2 24.5 Clay 237.449 107.757 118.725 53.878 39.575 35.919 2 6 0.45 0.159 1.414 18 17.2 35 Clay 204.423 98.96 102.212 49.48 34.071 32.987 0.5 0.196 1.571 18.5 17.5 35 Clay 235.03 109.956 117.515 54.978 39.172 36.652 0.6 0.283 1.885 18.5 17.6 35 Clay 299.991 131.947 149.995 65.973 49.998 43.982 0.7 0.385 2.199 18.2 17.4 35 Clay 367.912 153.938 183.956 76.969 61.319 51.313 3 8 0.45 0.159 1.414 17.2 16 34 Sand 156.11 38.453 78.055 19.227 26.018 12.818 0.5 0.196 1.571 17.5 16.4 34 Sand 185.295 42.726 92.648 21.363 30.883 14.242 0.6 0.283. 1.885 17.6 16.7 34 Sand 248.013 51.271 25.635 25.635 41.336 17.09 0.7 0.385 2.199 17.4 16.8 34 Sand 317.057 59.816 29.908 29.908 52.843 19.939 4 10 0.45 0.159 1.414 16 15.2 33 Sand 167.737 37.322 83.869 18.661 27.956 12.441 0.5 0.196 1.571 16.4 15.4 33 Sand 197.331 41.466 98.666 20.705 32.809 10.823 0.6 0.283 1.885 16.7 15.5 33 Sand 260.972 49.763 130.486 24.861 43.495 16.588 0.7 0.385 2.199 16.8 15.6 33 Sand 332.176 58.057 166.088 29.028 55.363 19.352 5 12 0.45 0.159 1.414 15.2 24 48 Sand 256.378 54.287 128.189 27.143 42.73 18.096 0.5 0.196 1.571 15.4 24.4 48 Sand 298.176 60.319 149.088 30.159 49.696 20.106 0.6 0.283. 1.885 15.5 24.8 48 Sand 388.065 72.382 194.033 36.191 64.678 24.127 0.7 0.385 2.199 15.6 24.9 48 Sand 487.131 84.446 243.566 42.223 81.189 27.149 6 14 0.45 0.159 1.414 24 34.2 58 Sand 344.682 58.811 172.341 29.405 57.447 19.604 0.5 0.196 1.571 24.4 34.4 58 Sand 401.888 65.345 200.944 32.673 66.981 21.782 0.6 0.283 1.885 24.8 34.6 58 Sand 526.374 78.414 263.187 39.207 87.729 26.138 0.7 0.385 2.199 24.9 34.8 58 Sand 664.243 91.483 332.121 45.742 110.707 30.494 7 16 0.45 0.159 1.414 34.2 54 56 Sand 463.752 63.335 231.876 31.667 77.292 21.112 0.5 0.196 1.571 34.4 56 56 Sand 547.737 70.372 273.868 35.186 91.289 23.457 0.6 0.283 1.885 34.6 57 56 Sand 726.737 34.446 363.137 42.223 121.046 13.149 0.7 0.385 2.199 34.7 59 56 Sand 934.981 98.52 467.491 49.26 155.33 32.84 8 18 0.45 0.159 1.414 55 60 60 Sand 576.712 67.858 289.856 33.929 96.619 22.619 0.5 0.196 1.571 55 60 60 Sand 677.995 75.398 33.997 37.699 112.999 25.133 0.6 0.283 1.885 56 60 60 Sand 899.124 90.478 44.562 45.239 149.854 30.159 0.7 0.385 2.199 58 60 60 Sand 1156.185 105.558 578.092 52.779 192.897 35.186 9 20 0.45 0.159 1.414 65 68 60 Sand 656.583 67.858 328.292 33.929 109.431 22.619 0.5 0.196 1.571 65 68 60 Sand 768.708 75.398 384.354 37.699 128.118 25.133 0.6 0.283 1.885 65 69 60 Sand 1020.703 90.478 510.352 45.239 170.117 30.159 0.7 0.385 2.199 65 69 60 Sand 1301.326 105.558 650.663 52.779 216.888 35.186 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 30

3.4.3.2 Kapasitas Lateral Tiang Pancang Tiang yang direncanakan untuk digunakan dalam perencanaan dermaga ini adalah tiang pancang pipa beton pre-stress (pra tegang) dengan data-data sebagai berikut: E = 2.1 x 10 6 kg/cm 2 Diameter Tebal L d = 700 mm = 25 mm = kedalaman titik jepit =1/β (cm) kh x 50 β = 4 EI kh = 0.15 N kg/cm 2 I = 2πR 3 t = 1.35 x 10 6 cm 4 N = nilai SPT dibawah permukaan tanah lunak Perhitungan kedalaman titik jepit tiang: Diameter luar (D) Diameter tiang (d) = 70 cm = 65 cm Momen inersia tiang = 54.541 cm 4 Modulus Elastisitas = 2.1 x 10 6 kg/cm 2 Nilai SPT tanah = 7 Koefisien subgrade react (kh) = 0.15 kg/cm 2 Maka kh x 50 β = 4 = 0.0091 EI Sehingga didapat kedalaman titik jepit tersebut dari seabed = 1/0.0091 = 109.818 cm 1.098 m Berdasarkan Teknik Pondasi, daya dukung lateral yang dapat ditahan tiang dihitung dengan rumus berikut: Ha = 3 4EIxβ. δ a 1+ βh 3.27 dimana: Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 31

H a = daya dukung yang diijinkan (kn) δ a = besar lendutan yang terjadi akibat gaya lateral (dalam hal ini, gaya berthing dan mooring) (cm) Untuk menghitung besar lendutan yang terjadi, tiang dimodelkan sebagai sebuah silinder dengan perletakan jepit yang diberi gaya di bagian ujung bebasnya. δ a F B F M L M J L jepit seabed Gambar 3.18 Lendutan akibat Gaya Berthing dan Mooring pada Tiang Dengan F B = gaya berthing, F M = gaya mooring lateral dan L = jarak titik tangkap gaya ke titik jepit, maka dapat dihitung momen di titik jepit sebagai berikut: ΣM J = 0 M J = (F B +F M ) x (L+1,098) = (94,90 72,852) x (10,748) = 236,972 kn-m Besar lendutan pada tiang adalah δ a = M J dx 3.28 EI maka didapat besar lendutan Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 32

δ a = 236,972 dx EI = 0.0836 m = 8.36 cm Sehingga besar daya dukung tiang adalah: H a = 3 4EIxβ. δ a = 650,755 kn 1+ βh Diambil nilai safety factor SF = 1,5 untuk desain, sehingga Ha 1.5 F B 650,755 kn 142,35 kn - Daya dukung lateral tiang OK 3.5 DESAIN DERMAGA PONTON 3.5.1 Bentuk Umum Dermaga Ponton Menurut Floating Ports: Design and Construction Practices, bentuk desain dermaga ponton terdiri dari berbagai bentuk, seperti terlihat pada Gambar 3.18. Prinsip pemilihan bentuk dermaga yang digunakan yaitu: Bentuk yang dapat memberi kenyamanan bagi penumpang yang menggunakan Struktur tersebut mudah perawatannya (maintenance) Struktur tersebut murah dalam pembangunannya Gambar 3.19 Tipe Umum Desain Dermaga Ponton Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 33

3.5.2 Dimensi Dermaga Ponton Elevasi Ponton Kebutuhan tinggi elevasi ponton biasanya dipengaruhi oleh kondisi muka air rencana dan pasang surut daerah setempat, ditambah angka kebebasan untuk antisipasi limpasan (overtopping) pada saat keadaan gelombang. Namun untuk dermaga ponton, pasang surut tidak mempengaruhi perencanan elevasi dek ponton. Kebutuhan tinggi dek ponton lebih tergantung freeboard kapal rencana ditambah tinggi toleransi yang diakibatkan perubahan draft ponton ketika menerima beban yang disesuaikan dengan kondisi muka air rencana, yang besarnya diambil 0,2 m. Maka, elevasi ponton adalah 2,3 m + 0,2 m = 2,5 meter. Panjang Ponton Panjang dek ponton yang digunakan dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria kenyamanan penumpang dalam melakukan aktivitasnya di atas dek ponton tersebut. Panjang kendaraan terbesar yang keluar-masuk kapal, overlapping ramp kapal dan toleransi panjang ponton untuk mengakomodasi pasang surut sangat mempengaruhi dimensi panjang ponton. Dalam perencanaan, dengan memperhitungkan faktor-faktor tersebut, diambil panjang ponton = 12,5 meter Lebar Ponton Lebar ponton banyak ditentukan oleh kegunaan dari dermaga yang ditinjau dari jenis dan volume barang yang mungkin ditangani dermaga tersebut. Penentuan lebar ponton direncanakan dengan memperhatikan lebar kendaraan terbesar yang keluar-masuk kapal, lebar jalur untuk lalu-lintas penumpang dan lebar ramp kapal. Dalam perencanaan, dengan memperhitungkan faktor-faktor tersebut, diambil lebar ponton = 9,0 meter. Elevasi Dermaga Elevasi dermaga ditentukan dengan memperhatikan beda elevasi antara muka air pasang dan muka air surut, tinggi freeboard kapal, elevasi muka air di kolam pelabuhan dan tinggi storm surge. Dengan asumsi tinggi storm surge = 0,1 m, elevasi dermaga dapat ditentukan sebagai berikut: Elevasi = 2,15 + 2,3 + (0,741/2) + 0,1 = 4.9205 m 5 meter Kedalaman Kolam Pelabuhan Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 34

Pada umumnya kedalaman dasar laut di depan dermaga ditetapkan berdasarkan draft maksimum kapal yang bertambat ditambah clearance di bawah lunas kapal. Menurut Standard Criteria Design for Port in Indonesia kedalaman kolam pelabuhan adalah 1,05 1,15 kali dari nilai maksimum draft kapal. Kedalaman kolam pelabuhan terhadap muka air terendah (LLWL) diatur dengan persamaan dari Diktat Perencanaan dan Perancangan Prasarana Pelabuhan, ditentukan dengan persamaan: h desain = [1,15 x draft maksimum] + C dimana : h = kedalaman kolam pelabuhan C = clearance, sebagai pengaman antara keel dan dasar perairan Sehingga dapat dihitung kedalaman kolam pelabuhan sebagai berikut: h desain = [1,15 x 2,6] + 1,5 = 4,49 m 5 meter Maka kedalaman kolam pelabuhan yang direncanakan = 5 meter. 3.5.3 Pembebanan Vertikal Selain memikul beban horizontal, dermaga juga memikul beban vertikal. Beban vertikal ini timbul dari akibat beban sendiri, bangunan, kendaraan, barang dan lain-lain. Ada dua jenis kategori beban, yaitu beban mati dan beban hidup. Seperti halnya gaya berthing, gaya vertikal penting dalam desain struktur dermaga. Dalam studi Tugas Akhir ini, total gaya vertikal yang bekerja dihitung sebagai berikut: Gaya vertikal total = 1.2 DL + 1.6 LL 3.29 dimana: DL LL = Dead Load/beban mati (misalnya beban beton dan baja lantai) = Live load/beban hidup (misalnya beban manusia) Gaya vertikal yang bekerja pada ponton akan ditopang ponton itu sendiri dengan memanfaatkan gaya apung yang terjadi pada ponton. Gaya vertikal yang bekerja pada sistem ponton sangat sedikit mempengaruhi sistem struktur keseluruhan pada dermaga rencana, jadi dapat diabaikan. Gaya vertikal ini akan digunakan sebagai acuan desain dimensi ponton rencana sehingga faktor kenyamanan penggunaan dermaga dapat tercapai. Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 35

Gaya luar yang bekerja pada struktur ponton adalah beban penumpang, barang dan kendaraan yang keluar-masuk kapal. Maka dalam perencanaan ponton harus dapat menahan beban penumpang maksimum dengan tinggi freeboard deck ponton tidak mengalami perubahan signifikan. Gaya dalam yang bekerja pada struktur ponton sebagai beban mati adalah beban ponton itu sendiri berikut fasilitas pendukung operasional dermaga dan aksesoris yang terdapat di atas ponton. Perkiraan gaya vertikal yang bekerja pada ponton Massa ponton rencana = massa 6 beam + massa 4 plat lantai = (6 x 450 kg/m x 12,5 m) + ( 4 x 7850 kg/m 3 x 28,125 m 2 x 0,1 m) = 33,750 ton + 88,3125 ton = 122,0625 ton Asumsi massa fasilitas yang terdapat di atas ponton adalah 100 ton DL = (122,0625+100) ton x 9,81 m/s 2 = 2178,433 kn Asumsi beban aktivitas penumpang dan kendaraan di atas ponton adalah 300 ton LL = 300 ton x 9.81 m/s 2 = 2943 kn Maka gaya vertikal yang bekerja pada ponton adalah: Gaya vertikal total = 1,2 DL + 1.6 LL = 7322,91975 kn 3.5.4 Dimensi Ponton Dimensi ponton harus dapat menjamin bahwa dek yang direncanakan tetap berada di atas permukaan air, maka dapat dihitung stabilitas apung ponton sebagai berikut: W ( ρ air laut g V tercelup ) 0 ( ρ air laut g V tercelup ) (1.2 DL + 1.6 LL) dimana V tercelup = L.P.(t-2,5) Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 36

Maka: (1,025 x 9.81 x 12.5 x 9 x (t-2,5)) = 7322,91975 kn 1131,215625 x (t-2,5) = 7322,91975 kn t = 3,973 m 4 meter Dimensi ponton dapat dilihat pada Gambar 3.20 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 37

TAMPAK SAMPING z Tiang Tiang +2.15 m 0.0 m 2,5 m x PONTON 4 m L=12,5 m TAMPAK DEPAN z +2.15 m 0.0 m 2,5 m x PONTON 4 m B=9 m L=9.0 m PONTON PONTON P=12.5 m Gambar 3.20 Dimensi Ponton Rencana Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 38

3.5.5 Dimensi Access Bridge Dalam perencanaan dermaga, access bridge dirancang agar dapat dilalui 2 jalur kendaraan, dan jalur laluan penumpang di satu sisi jembatan. Mengacu pada rekomendasi Japan International Cooperation Agency, yang dapat dilihat pada Tabel 3.9, lebar jembatan = 9,0 meter. Panjang access bridge sendiri ditentukan oleh elevasi dermaga dan sudut kemiringan jembatan. Dari rekomendasi Japan International Cooperation Agency, untuk kemudahan lalu lintas kendaraan dan kenyamanan, sudut kemiringan untuk access bridge ditentukan sebesar 1:10. Dari perhitungan sebelumnya, didapat elevasi dermaga dari LLWL 5 meter, maka berdasarkan rekomendasi sudut kemiringan, panjang access bridge = 2,7 x 10 m = 27,0 meter. Tabel 3.10 Rekomendasi Lebar Access Bridge Dimensi access bridge dapat dilihat pada Gambar 3.21 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 39

+5.00 m +2.15 m 0.00 m ACCESS BRIDGE PONTON 1.0 m 27.0 m Gambar 3.21 Dimensi Access Bridge Rencana DERMAGA Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 40

3.5.6 Layout Dermaga Pada Tugas Akhir ini terdapat 2 alternatif perencanaan layout dermaga yang dapat dijadikan bahan pertimbangan seleksi desain seperti yang terdapat pada Gambar 3.22 dan Gambar 3.23 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 41

Gambar 3.22 Alternatif 1 Layout Nusa Penida Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 42

Gambar 3.23 Alternatif 2 Layout Nusa Penida Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 43

3.5.7 Layout Terminal Secara umum, bangunan terminal penumpang harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Bangunan terminal mudah dicapai dengan transportasi darat 2. Calon penumpang mendapatkan servis yang memuaskan di terminal Untuk merealisasikan kebutuhan ini, perancangan terminal harus mempertimbangkan kapasitas kapal ferry, frekuensi perjalanan ferry, rasio konsentrasi (perbandingan jumlah maksimum penumpang per hari terhadap jumlah penumpang dalam satu kapal) dan jumlah penumpang ferry. Terminal termasuk fasilitas penunjang dan pendukung, yaitu fasilitas pelabuhan yang bersifat mendukung atau melengkapi fasilitas pokok dan fungsional demi kelancaran operasional pelabuhan dan meningkatkan kualitas pelayanan umum. Menurut Japan International Cooperation Agency, fasilitas yang harus dimiliki dalam gedung terminal antara lain: 1. Kantor administrasi 2. Kantor perusahaan pelayaran 3. Agen perjalanan/travel 4. Kantor penjualan tiket 5. Public hall 6. Ruang tunggu penumpang 7. Kios dan kantin 8. Ruang ibadah (mushola) 9. Toilet Fasilitas penunjang lainnya antara lain prasarana jalan/akses darat, listrik, air bersih dan area parkir. Layout terminal untuk dermaga ferry Nusa Penida dapat dilihat pada Gambar 3.24 Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 44

Gambar 3.24 Layout Gedung Terminal Nusa Penida Perencanaan Pembangunan Dermaga Penyeberangan Ferry di Nusa Penida Bab III - 45