BAB I PENDAHULUAN. legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. 1 Namun, dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

Munawar Fikri, beberapa waktu lalu apabila dilihat dari segi objek. pengawasannya melahirkan 3 sub bab pembahasan terkait sampai sejauh mana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. UUD tentang pengujian UU terhadap UUD atau judicial review, telah melalui

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB IV ANALISIS Mekanisme PAW Anggota DPR/DPRD Menurut UU RI No 27 Tahun 2009 dalam Persepektif Fiqh Siyasah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB IV ANALISIS YURIDIS 12 TAHUN 2008 TERKAIT KEWENANGAN DPRD DALAM PEMBAHASAN PERDA

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. sunah sebutan atau spesifikasi apa yang disebut dengan Ahlul Halli Wal. Bahwa banyaknya sebutan kelompok Ahlul Halli Wal Aqdi dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Hubungan antara MPR dan Presiden

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kekuasaan yang berfungsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tugas Lembaga PKN. Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y.

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN. Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum.

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB II TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA KEKUASAAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF DI INDONESIA

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lembar Pengamatan (Observasi) Siklus I Pertemuan I

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia menganut asas Trias Politika Montesquieu dalam arti pembagian kekuasaan, bukan pemisahan kekuasaan. Hal ini jelas dari pembagian Bab dalam Undang-undang Dasar 1945 yang telah membagi kekuasaan pemerintahan menjadi 3 (tiga) cabang, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. 1 Namun, dalam perkembangannya Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen menetapkan 4 (empat) kekuasaan dan 7 (tujuh) lembaga negara sebagai berikut: 2 Pertama, kekuasaan eksaminatif (inspektif), yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kedua, kekuasaan legislatif, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tersusun atas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ketiga, kekuasaan eksekutif, yaitu Presiden dan Wakil Presiden. Keempat, kekuasaan kehakiman (yudikatif), meliputi Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Kelima, lembaga negara bantu, yaitu Komisi Yudisial. Konsep pembagian kekuasaan pun diterapkan sampai di tingkat daerah. Di sana, roda pemerintahan dikendalikan oleh lembaga eksekutif 1 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 287-288. 2 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 (Jakarta: Kencana, 2010), 77-78. 1

2 (gubernur, walikota atau bupati), legislatif (DPRD) dan yudikatif (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi). Kekhususan inipun memberikan ruang bagi setiap lembaga untuk menjalankan tugasnya masing-masing demi kesejahteraan rakyat. Sistem kerja antara lembaga-lembaga tersebut melalui suatu mekanisme pengawasan dan keseimbangan (check and ballance) di mana setiap cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasaan lainnya. 3 Misalnya pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Garut selaku pelaksana kekuasaan legislatif di daerah terhadap Bupati Garut sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif di daerah. Sejalan dengan sistem kerja tersebut, kasus yang menjerat mantan Bupati Garut Aceng HM Fikri dapat memberikan gambaran bagaimana sistem pengawasan antar lembaga dijalankan. 4 Sebelumnya ramai diberitakan oleh media bahwa Bupati Garut, Aceng Holik Munawar Fikri, melalui kuasa hukumnya Eggi Sudjana melaporkan pansus nikah siri, pimpinan DPRD Kabupaten Garut dan anggota DPRD Kabupaten Garut ke Polres Garut atas dugaan perbuatan tidak menyenangkan dan dokumen palsu yang menjadi dasar pengusulan pemakzulannya. Laporan ini terkait dengan upaya pembelaan yang dilakukannya atas kasus nikah siri yang yang dilakukan Aceng HM Fikri 3 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar..., 284. 4 Iman Herdiana, Pansus Temukan Pelanggaran Bupati Aceng, http://daerah.sindonews.com/read/699076/21/pansus-temukan-pelanggaran-bupati-aceng- 1355915720, diakses pada 17 Nopember 2015.

3 dengan gadis belia, Fani Oktora. Pernikahan itu hanya berumur empat hari sebelum Fani dicerai melalui pesan singkat. 5 Laporan Aceng HM Fikri tersebut sebagai adanya upaya kriminalisasi terhadap peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Hal ini penulis nilai sebagai bentuk upaya sistematis untuk melemahkan peran kontrol mereka terhadap bupati yang tengah menjabat. Masyarakat yang tengah hidup dalam atmosfer kehidupan demokrasi secara konstitusional memiliki hak untuk memilih secara langsung kepala daerahnya, seperti bupati, dan memilih anggota DPRD sebagai perwakilan mereka di lembaga legislatif. Masyarakat juga memiliki peluang untuk menggugat kepemimpinan seorang kepala daerah apabila dianggap melakukan penyimpangan dalam kepemimpinannya. Namun, untuk melakukan pemakzulan, melengserkan atau memberhentikan seorang kepala daerah membutuhkan proses panjang melalui sidang dan kebijakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Melihat kasus pemakzulan mantan Bupati Garut yang melibatkan sejumlah aksi demonstrasi masyarakat yang meminta bupatinya diberhentikan dari jabatannya, menarik untuk mengamati sejauh mana keseriusan dan kemampuan anggota DPRD menampung dan mengeksekusi permintaan masyarakat ini, karena secara konstitusional hanya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang memiliki 5 Suryanta Bakti Susila, Bupati Aceng Fikri Datangi Polres Garut, http://m.life.viva.co.id/news/read/385112-bupati-aceng-fikri-datangi-polres-garut, diakses pada 17 Nopember 2015.

4 wewenang untuk melakukan hal tersebut. Artinya bahwa memakzulkan seorang kepala daerah merupakan domain atau wewenang DPRD yang ditetapkan dalam Keputusan DPRD. 6 Secara kasat mata, demonstrasi yang telah berlangsung tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja bupati yang tengah menjabat, terutama terhadap tindakantindakan yang diduga tidak sebagaimana mestinya. Dalam hal menunjukkan kesalahan fatal bupati ini dibutuhkan proses pembuktian yang lebih lugas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum (legalitas) maupun konstitusional. Berbicara tentang prosedur administrasi seperti ini maka dapat diprediksi proses yang akan terjadi akan membutuhkan jalur, ruang dan waktu yang panjang, serta menyita energi yang banyak, dengan kata lain prosedurnya akan berbelit-belit. Fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sangat strategis dalam melakukan pembelaan terhadap rakyat, karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki kewajiban untuk memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya. 7 Namun, tidak jarang terjadi bahwa fungsi dan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tersebut tidak dapat terwujud yang pada akhirnya berujung pada penurunan citra terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 6 Ateng Syafrudin, Etika Hubungan Legislatif Eksekutif dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Bandung: Fokusmedia, 2003), 10. 7 Ibid., 5.

5 Resiko penurunan citra terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ini setidaknya pernah dihadapi oleh DPRD Kabupaten Garut yang dilaporkan mantan Bupati Garut Aceng HM Fikri atas tuduhan pelanggaran Tata Tertib DPRD dan pemalsuan dokumen terkait pemakzulannya. Menurut Aceng HM Fikri melalui kuasa hukumnya Eggy Sudjana mengatakan bahwa dasar pemberhentian Aceng yang ditetapkan dalam Keputusan DPRD Garut Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pendapat DPRD Garut terhadap Dugaan Pelanggaran Etika dan Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan Aceng HM Fikri tidak berdasarkan hukum. Dia mempermasalahkan penggantian form daftar hadir forum ulama Garut menjadi daftar hadir mendukung pemakzulan Bupati Aceng HM Fikri. Selain itu, ketika pembahasan masalah Aceng di DPRD Garut, terjadi pergantian salah satu anggota panitia khusus yang tanpa melewati sidang paripurna. Pelanggaran tata tertib lain adalah pengambilan Keputusan DPRD atas dasar desakan masyarakat. Dia mempermasalahkan sidang yang berlangsung terbuka sehingga DPRD terpengaruh massa yang masuk. Menurutnya, hal-hal itu melanggar Tata Tertib (tatib) DPRD. 8 Dengan demikian masih banyak hal yang harus ditegaskan mengenai analisis dari kontekstualisasi fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam Pemakzulan Bupati Garut Aceng HM Fikri beberapa waktu lalu. Dengan latar belakang inilah 8 Didit Putra Erlangga, Pengacara Aceng: Keputusan Presiden Sesat, http://m.kompas.com/bola/read/2013/02/21/11294863/pengacara.aceng.keputusan.presiden, diakses pada 5 Oktober 2015.

6 penulis akan meneliti hal-hal tersebut yang dikaitkan dengan fikih siyasah atau hukum tata negara Islam. Adapun pengertian fikih siyasah atau hukum tata negara Islam adalah salah satu aspek hukum Islam yang membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi mencapai kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Kata siyasah sendiri mengandung tujuan untuk mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai sesuatu. 9 Lembaga perwakilan rakyat sebagai representasi sistem ketatanegaraan dalam konsep fikih siyasah atau hukum tata negara Islam telah ada setelah masa Rasulullah. Lembaga ini disebut dengan istilah ahl al-h}alli wa al- aqdi. 10 Hubungan lembaga ini dengan umat merupakan hubungan pengganti atau wakil. 11 Ahl al-h}alli wa al- aqdi memiliki tugas dan fungsi yang berkaitan dengan konsep perwakilan rakyat layaknya Dewan Perwakilan Rakyat/ Rakyat Daerah (DPR/DPRD) di Indonesia. Tugas mereka tidak hanya bermusyawarah dalam perkara-perkara umum kenegaraan, mengeluarkan undang-undang yang berkaitan dengan kemaslahatan dan tidak bertabrakan dengan satu dasar dari dasar-dasar syariat yang baku dan melaksanakan peran konstitusional dalam memilih pemimpin tertinggi negara saja. Tetapi tugas mereka juga mencakup melaksanakan peran pengawasan atas kewenangan legislatif sebagai 9 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), 3-4. 10 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, Faturrahman A. Hamid (Jakarta: AMZAH, 2005), 78. 11 Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, Abd. Aziz (Jakarta: Yayasan al-amin,1984), 26.

7 wewenang pengawasan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pemerintah dan penguasa untuk mencegah mereka dari tindakan pelanggaran terhadap suatu hak dari hak-hak Allah. 12 Hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama dalam mengubah kemungkaran dalam politik atau dalam perundang-undangan yang dilakukan oleh u>li> al-amri serta memastikan prinsip pengawasan atas kerja pemerintah telah dijalankan, karena tidak cukup menjaga rakyat dari tindakan sewenang-wenang penguasa atau dari penyalahgunaan kekuasaannya hanya melalui komitmen penguasa dengan bermusyawarah, tetapi harus ditambah dengan adanya satu jenis pengawasan atas kerjanya, karena penguasa dapat bebas berbuat dalam batas-batas spesialisasinya dengan adanya kekuasaan evaluatif yang luas. Konsep kekuasaan modern cenderung untuk menobatkan negara atau kepemimpinan politiknya dengan berbagai kekuasaan konstitusi yang besar dalam kawasan hukum dan undang-undang. Sedangkan konsep kekuasaan Islam, terutama jika dilihat dari sisi metodologi konotik Ibn Taimiyah, mereduksi negara sebagai suatu sarana untuk menerapkan hukum Allah atau syariah. Ulama dan umara, kata Ibn Taimiyah, adalah mereka yang diisyaratkan al-qur an sebagai u>li> al-amri atau mereka yang memerintah, pihak yang harus ditaati oleh umat Islam. Ia juga menambahkan bahwa kelompok itu terdiri dari orang-orang yang terpilih yang memenuhi syarat-syarat komplementer seperti keberanian, kekuatan, 12 Ibid., 80.

8 pengetahuan dan akal. Ia mengharapkan agar mereka sungguh memberikan suri tauladan bagi segenap lapisan masyarakat karena kebanyakan orang cenderung meniru tingkah laku pemimpin mereka. 13 Sesungguhnya sanksi keras yang tersimbol dalam pencabutan kepemimpinan saat seorang pemimpin melakukan pelanggaran terhadap kewajiban-kewajibannya sangatlah penting sekali. Namun, itu bisa dilakukan setelah terjadi kemudaratan yang timbul dari perbuatan pemimpin tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan yang mampu menghentikan penyelewengan-penyelewengan sebelum terjadi kemudaratan yang ditimbulkan dari perbuatan penyelewengan tersebut. 14 B. Identifikasi dan Batasan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat mengetahui masalah-masalah sebagai berikut: 1. Tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 2. Hak dan kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 3. Syarat-syarat pemberhentian kepala daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Mekanisme pemakzulan kepala daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 13 Khalid Ibrahim Jindan, Teori Pemerintahan Islam Menurut Ibn Taimiyah (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), 67-68. 14 Ibid., 39-40.

9 5. Urgensitas pengajuan usul atau pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam Keputusan DPRD dalam mekanisme pemakzulan kepala daerah. 6. Posisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mekanisme pemakzulan kepala daerah. 7. Fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mekanisme pemakzulan kepala daerah. 8. Fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mekanisme pemakzulan kepala daerah menurut fikih siyasah atau hukum tata negara Islam. Agar penelitian ini tetap mengarah pada permasalahan yang akan dikaji dan tidak menyimpang dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mekanisme pemakzulan kepala daerah berdasarkan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Tinjauan fikih siyasah terhadap fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mekanisme pemakzulan kepala daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. C. Rumusan Masalah

10 Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka pokok masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimana fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah? 2. Bagaimana tinjauan fikih siyasah terhadap fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah? D. Kajian Pustaka Sejauh yang penulis ketahui, skripsi di Fakultas Syariah belum ada yang membahas Tinjauan Fikih Siyasah terhadap Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Garut dalam Pemakzulan Bupati Garut. Akan tetapi yang ada adalah Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pemakzula<n Presiden dan Wakil Presiden yang Berbuat Tindak Pidana Berat menurut UUD 1945 dalam Kajian Fiqh Dustu>riyah. Skripsi tersebut ditulis oleh Abdulloh Faqor. Hasil dari penelitian tersebut ialah menerangkan bahwa makanisme pemakzulan yang berdasarkan pasal 7A-7B UUD 1945 adalah prosedur beracara untuk memutus pendapat DPR dan meminta pertanggungjawaban Presiden dan/atau Wakil Presiden serta kewenangan Wilayah al-mazalim dalam pemakzulan pada prinsipnya sama dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia yakni meminta pertanggungjawaban kepala negara melalui lembaga ahl al-h}alli wa al-

11 aqdi dengan jalan musyawarah dan sekaligus berwenang untuk memutuskan serta memberhentikan kepala negara. 15 Dalam penelitian kali ini, lebih menekankan pada analisis dari kontekstualisasi fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut serta pandangan fikih siyasah terkait hal tersebut. E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan apa yang terdapat dalam rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui gambaran tentang fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Selanjutnya untuk memberikan perspektif baru mengenai pandangan Fikih siyasah terhadap fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. F. Kegunaan Hasil Penelitian 15 Abdulloh Faqor, Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden yang Berbuat Tindak Pidana Berat Menurut Fiqh Dusturiyah, (Skripsi UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012), 72-73.

12 Atas dasar tujuan tersebut, maka penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis: a. Memperkaya khasanah ilmu fikih siyasah atau hukum tata negara Islam modern guna membangun argumentasi ilmiah bagi penelitian normatif dalam bentuk putusan atau keputusan hukum atau perundang-undangan dengan konsekuensi ilmiah. Apabila ada ketidaksesuaian sebuah aturan hukum dengan praktiknya, khususnya Keputusan DPRD Kabupaten Garut yang menjadi fokus penelitian ini, sehingga dapat disempurnakan. b. Dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian dan kajian tentang eksistensi Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) dalam menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Secara Praktis: a. Memberikan pedoman argumentasi hukum yang diperlukan agar diperoleh daya guna yang diharapkan bagi penegakan profesionalitas politisi dan wakil rakyat di parlemen, demi terciptanya iklim yang adil dan kondusif. b. Diharapkan bermanfaat bagi upaya terciptanya keadilan dan kemaslahatan bagi rakyat serta penegasan mekanisme checks and balances bagi kekuatan trias politika Indonesia.

13 G. Definisi Operasional Definisi operasional ini memberikan batasan-batasan tentang pengertian atas variabel-variabel dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Fungsi Pengawasan yaitu fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD 1945, undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. 16 Fungsi pengawasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut, Aceng Holik Munawar Fikri, berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Pemakzulan Bupati merupakan proses, cara, perbuatan menurunkan dari takhta, memberhentikan dari jabatan orang yang mengepalai suatu wilayah daerah tingkat II. 17 Pemakzulan bupati yang dimaksud pada penelitian ini adalah pemakzulan Bupati Garut, Aceng Holik Munawar Fikri, oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut. 3. Fikih siyasah atau hukum tata negara Islam adalah salah satu aspek hukum Islam yang membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi mencapai kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Kata siyasah sendiri mengandung tujuan untuk mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas sesuatu 16 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum..., 193. 17 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Offline)

14 yang bersifat politis untuk mencapai sesuatu. 18 Pada penelitian ini akan lebih menitikberatkan pada kajian yang berkaitan dengan perundangundangan (fikih dusturiyah). H. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan model pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis dan pengumpulan data melalui metode penelitian pustaka (library research). 1. Data yang dikumpulkan, yakni data yang akan ditulis pada bab III, meliputi: a. Data mengenai fungsi pengawasan badan legislatif. b. Data mengenai tugas, wewenang, hak dan kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD). c. Data mengenai mekanisme pemakzulan kepala daerah. d. Data mengenai Putusan Mahkamah Agung Nomor 1/P/Khs/2013 tentang permohonan uji pendapat terhadap Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Garut Nomor 30 Tahun 2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang pendapat DPRD Kabupaten Garut terhadap dugaan pelanggaran etika dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh H. Aceng H. M. Fikri sebagai Bupati Garut. 2. Sumber Data 18 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah..., 3-4.

15 a. Sumber primer, yakni sumber yang berasal dari aturan hukum berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sumber data yang dimaksud adalah dokumen terkait fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. b. Sumber sekunder merupakan sumber yang bersifat membantu atau menunjang dalam melengkapi dan memperkuat serta memberikan penjelasan mengenai sumber data primer, diantaranya adalah: 1) Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam. 2) Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam. 3) Khalid Ibrahim Jindan, Teori Pemerintahan Islam Menurut Ibn Taimiyah. 4) Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. 5) Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam. 6) Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. 3. Teknik Pengumpulan Data Bertolak dari sumber data yang dikumpulkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara membaca, menelaah dan menulis sumber-sumber data yang

16 bersumber dari: 1) Peraturan perundang-undangan, 2) Buku, 3) Jurnal, dan 4) Koran online, berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan dan kemudian dilakukan penulisan secara sistematis dan komprehensif. 4. Teknik Pengelolaan Data Bertolak dari sumber-sumber data yang telah dikumpulkan, maka teknik pengelolaan data yang dilakukan dalam penelitian ini kemudian adalah pengidentifikasian data, pengklasifikasian data dan yang terakhir adalah penganalisisan data. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan melakukan pendekatan perundang-undangan. Melalui pendekatan perundang-undangan dilakukan pengkajian terhadap aturan hukum yang menjadi fokus dan berhubungan dengan topik permasalahan. Dalam hal analisis diarahkan kepada fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut menurut fikih siyasah. Langkah-langkah analitis dilakukan untuk memperoleh hipotesis hukum, apakah fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Garut telah sesuai dengan prinsip fikih siyasah atau tidak. Adapun pola pikir yang digunakan dalam mengolah data yang telah dikumpulkan adalah dengan cara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

17 permasalahan konkret yang bersifat khusus. 19 Artinya, mengemukakan teori yang bersifat umum, yaitu teori ahl al-h}alli wa al- aqdi kemudian ditarik pada permasalahan yang lebih khusus tentang fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut. I. Sistematika Pembahasan Dalam upaya untuk menjadikan alur pembahasan menjadi sistematis, maka penulisan skripsi dibagi ke dalam lima bab. Dalam masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang akan diteliti. Bab I sebagai pendahuluan berupa uraian latar belakang masalah yang berkaitan dengan urgensi penelitian, dilanjutkan dengan identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode yang digunakan dalam penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II membahas landasan teori tentang konsep ahl al-h}alli wa al- aqdi yang mencakup pengertian ahl al-h}alli wa al- aqdi, dasar hukum ahl al-h}alli wa al- aqdi, kedudukan ahl al-h}alli wa al- aqdi, syaratsyarat ahl al-h}alli wa al- aqdi dan tugas serta fungsi ahl al-h}alli wa al- aqdi dalam pemakzulan kepala negara yang dianalogikan dengan konsep pemakzulan kepala daerah. 19 Aslim Rasyad, Metode Ilmiah: Persiapan Bagi Peneliti (Pekanbaru: UNRI Pers, 2005), 20.

18 Bab III berisi data tentang fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut yang akan diteliti dalam penelitian ini. Hal ini mencakup pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dasar hukum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), syarat-syarat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), otoritas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah yang meliputi tugas, fungsi dan wewenang. Bab IV merupakan pembahasan yang paling inti dalam skripsi ini, yaitu analisis terhadap fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut dalam pemakzulan Bupati Garut, yang mencakup tentang: otoritas pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut terhadap tindak pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Garut, yang menjadi dasar keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk memakzulkannya, dengan memadukannya terhadap konsep fungsi dan peran pengawasan ahl al-h}alli wa al- aqdi dalam pemberhentian seorang khalifah. Bab V adalah sebagai penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saransaran.

19