KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG

dokumen-dokumen yang mirip
Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

KAYU GERGAJIAN RIMBA

Kayu lapis Istilah dan definisi

Kayu bentukan SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji

Kayu gergajian daun lebar Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Bambu lamina penggunaan umum

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM

Kayu gergajian jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KINERJA KOLOM KAYU HOLLOW LAMINASI PADA BERBAGAI VARIASI LUAS LUBANG Performance of Hollow Laminated Timber Columns at Various Opening Area

BAB III METODE PENELITIAN

Kayu bundar daun jarum Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN R.I. 1 Lampiran I : Produk Industri Kehutanan Wajib ETPIK.

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

VENIR JATI BASAH DAN KAYU LAPIS INDAH JATI

Kayu lapis indah jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA

Mutu dan Ukuran kayu bangunan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

LAMPIRAN 1. No. NOMOR POS TRIF

PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: aktivitas moving dan waiting.

Kayu gergajian jenis jati Cara uji

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rangka kuda-kuda baja ringan

ANALOGI IKATAN PEREKAT DENGAN SIREKAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BIDANG STUDI INDUSTRI PERKAPALAN JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL

Kayu bundar daun lebar Bagian 2: Cara uji

PENGERJAAN KAYU DAN SIFAT PEMESINAN KAYU

Uji Keteguhan Rekat Resin Epoxy terhadap Kuat Geser Laminasi Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium) Haji Gussyafrl, Syafruddin, Fakhri, Eko Riawan

PEMANFAATAN SISA POTONGAN KAYU OLAHAN UNTUK PRODUK PAPAN LANTAI KOMPOSIT

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK FINGER JOINT LAMINATING BOARD DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

PENGARUH LUAS TAMPANG DAN POSISI LAPISAN KAYU TERHADAP KEKUATAN BALOK LAMINASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk negara yang rawan bencana alam. Beberapa bencana disebabkan oleh letak geografis Indonesia

Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA

PERBANDINGAN KEKUATAN BUTT JOINT DAN SCARF JOINT PADA KAYU DENGAN ALAT SAMBUNG PEREKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

Kayu bundar jenis jati Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu

Kayu gergajian daun jarum Bagian 2: Cara uji

BAB 2 BAMBU LAMINASI

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

PETA PENGENDALIAN DAN UKURAN SASARAN

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

INVESTIGASI KOLOM DENGAN PENAMPANG BERLUBANG BERBASIS KAYU LOKAL Investigation of Short Hollow Column of Local Timber

Studi Teknis Ekonomis Pengaruh Variasi Sambungan Terhadap Kekuatan Konstruksi Lunas, Gading dan Balok Geladak Berbahan Bambu Laminasi

PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT. 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten di Provinsi

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

Kajian Eksperimental Perilaku Lentur Balok Laminasi Lengkung dari Kayu Jabon

PENINGKATAN RENDEMEN BARECORE DI PT ANUGERAH TRISTAR INTERNASIONAL

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

PENGUJIAN KUAT LENTUR KAYU PROFIL TERSUSUN BENTUK KOTAK

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN

PERILAKU LENTUR DAN TEKAN BATANG SANDWICH BAMBU PETUNG KAYU KELAPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. DASAR PERENCANAAN

Transkripsi:

KARYA TULIS KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan keajaiban-nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis mengenai Kayu Laminasi dan Papan Sambung. Karya tulis ini berisi tentang gambaran umum mengenai kayu laminasi dan papan sambung sebagai contoh jenis produk kayu komposit. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memperkaya khasanah wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi kayu. Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang konstruktif demi menyempurnakan karya tulis. Medan, Desember 2009 Penulis

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii DAFTAR GAMBAR...iii Kayu Laminasi...1 Papan Sambung...3 Kualitas Kayu Bentukan dan Papan Sambung...5 Referensi...7

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Sambungan tegak (butt joint)...3 2. Sambungan jari (finger joint)...3 3. Sambungan miring (scarf joint)...3 4. Sambungan lidah dan alur (tongue and groove joint)...3 5. Sambungan bangku (desk joint)...3

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG Kayu Laminasi Menurut Wardhani (1999) dan Marutzky (2002), kayu lamina atau gluelam adalah papan yang direkat dengan lem tertentu secara bersama-sama dengan arah serat paralel menjadi satu unit papan. Fakhri (2002) menambahkan bahwa kayu laminasi terbuat dari potongan-potongan kayu yang relatif kecil yang dibuat menjadi produk baru yang lebih homogen dengan penampang kayu dapat dibuat menjadi lebih lebar dan lebih tinggi serta dapat digunakan sebagai bahan konstruksi. Manik (1997) menjelaskan bahwa tujuan dasar pembuatan kayu lamina adalah untuk menciptakan suatu rancang bangun konstruksi dari kayu utuh yang kering sempurna dan mudah mendapatkan bahan dasarnya. Kayu lamina banyak digunakan untuk konstruksi bangunan seperti hanggar, aula, gedung olahraga, perabot rumah tangga dan alat-alat olahraga. Pada awalnya gluelam dibuat dari kayu pinus atau kayu konifer lain. Namun sekarang hampir semua jenis kayu dapat dibuat menjadi gluelam. Proses pembuatannya sangat sederhana. Pertama-tama adalah penentuan dimensi yang tergantung dari tujuan penggunaan. Tebal lapisan (layer) biasanya 20 45 mm. Setelah dikeringkan sampai pada kadar air 10%, lapisan tadi dilaburi lem pada kedua sisinya lalu diberi tekanan (Marutzky 2002). Menurut Manik (1997) ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas kayu lamina antara lain adalah bahan baku, persyaratan bahan baku adalah memiliki kerapatan serat dan berat jenis yang berdekatan. Selain itu juga lem yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penggunaan kayu lamina. Hal lain yang harus diperhatikan adalah bentuk sambungan, proses leman dan pengempaan. Hal ini akan mempengaruhi kualitas kayu lamina. Untuk itu perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu yang memenuhi standar sebelum kayu lamina digunakan, terutama apabila tujuan penggunaan adalah untuk struktural. Menurut Manik (1997), keunggulan teknologi laminasi sebagai berikut: 1. Pengadaan material di pasaran mudah karena ketebalan papan pelapis yang digunakan maksimum 2 cm, panjang pelapis tidak dibatasi.

2. Penggunaan material kayu lebih efisien, penyediaan kayu akan lebih cepat dan murah karena potongan kayu yang tipis (sampai 5 mm), pendek, serta ada cacatnya masih bisa digunakan untuk membuat konstruksi. 3. Sedikit menggunakan bahan pengikat mekanis dengan dimensi lebih kecil dan bersifat hanya menyatukan permukaan bidang leman. 4. Mudah dilakukan pemeriksaan cacat karena dimensi bahan baku penyusun laminasi lebih kecil dan tipis. Mudah dalam pemilihan bahan penyusun laminasi yang baik tanpa cacat. 5. Kekedapan dapat terjamin, konstruksi rigit atau kaku, perubahan dimensi kayu dapat teratasi dengan pengaturan arah serat kayu yang efektif. 6. Perlindungan berganda dapat dilaksanakan, kayu yang kering dan dijenuhkan (kayu oven) akan lebih tahan terhadap kerusakan, dan sifat lapisan lem yang diciptakan khusus juga merupakan perlindungan terhadap kerusakan pula. Struktur kayu lamina memiliki beberapa kelebihan dibanding kayu gergajian yang solid, yakni ukuran dapat dibuat lebih tinggi, lebih lebar, bentangan yang lebih panjang, bentuk penampang lengkung (curved) dan konfigurasi bentuk lonjong dapat difabrikasikan dengan mudah. Mutu kayu lebih rendah dapat digunakan pada daerah tegangan rendah. Pengeringan awal tiap lapisan kayu dapat mengurangi perubahan bentuk, serta reduksi kekuatan akibat adanya cacat kayu (misalnya mata kayu) menjadi lebih acak di sepanjang volume balok (Falk & Colling 1995; Blass et al.1995 dalam Fakhri 2003). Namun Wirjomartono (1958) dalam Nurleni (1993) menyatakan bahwa balok laminasi mempunyai beberapa kekurangan : 1. Persiapan pembuatan kayu berlapis majemuk ummnya memerlukan biaya yang lebih besar dari konstruksi biasa. 2. Karena baik buruknya bergantung kepada kekuatan sambungannya, maka pembuatannya memerlukan alat-alat khusus dan orang-orang ahli. 3. Kesukaran-keaukaran pengangkutan untuk yang besar seperti perlengkungan dan sebagainya.

Papan Sambung SNI 01.5008.4-1999 mendefinisikan papan sambung (jointed board) adalah hasil perekatan kayu gergajian ke arah lebar dengan arah sejajar, terdiri dari: 1. Papan sambung utuh (solid jointed board) adalah papan sambung yang terdiri dari kayu gergajian yang masih utuh. 2. Papan sambung tidak utuh (non solid jointed board) adalah papan sambung yang terdiri dari bilah sambung atau kayu gergajian pendek yang disambung. SNI 01.5008.4-1999 menyatakan ada lima cara penyambungan papan sambung dan bilah sambung, yaitu sambungan tegak (butt joint), sambungan jari (finger joint), sambungan miring (scarf joint), sambungan lidah dan alur (tongue and groove joint) dan sambungan bangku (desk joint). Gambar 1. Sambungan tegak (butt joint) Gambar 2. Sambungan jari (finger joint) Gambar 3. Sambungan miring (scarf joint) Gambar 4. Sambungan lidah dan alur (tongue and groove joint) Gambar 5. Sambungan bangku (desk joint)

Wirjomartono (1958) dalam Nurleni (1993) menyatakan bahwa penyambungan papan terdiri dari dua macam, yaitu penyambungan ke arah panjang (end joint) dan penyambungan ke arah lebar (edge joint). Penyambungan papan ke arah lebar merupakan cara penyambungan yang sudah lama dikenal, bertujuan untuk mendapatkan papan yang lebih lebar, sedangkan penyambungan ke arah panjang (sambungan ujung) merupakan cara penyambungan yang bertujuan untuk mendapatkan papan yang lebih panjang. Cara penyambungan yang sering ditemui pada industri papan sambung adalah sambungan sisi sederhana serta sambungan ujung model jari (finger joint) dan model sederhana (tanpa modifikasi). Penggunaan sambungan tersebut disesuaikan dengan pemakaian agar didapatkan daya rekat yang lebih tinggi dari kayu utuhnya. Menurut Sucipto (2002) tahapan pembuatan papan sambung utuh (solid jointed board) adalah: 1. Pembahanan 2. Penyerutan kedua permukaan bilah papan dengan double planer 3. Pemotongan lebar bilah papan dengan rip saw 4. Pemotongan panjang bilah papan dengan cross cut saw 5. Sortir laminasi 6. Perakitan dan pengempaan papan dengan composser. Sedangkan tahapan pembuatan papan sambung profil jari (finger jointed board) adalah: 1. Pembahanan 2. Penyerutan kedua permukaan bilah papan dengan double planer 3. Pemotongan lebar bilah papan dengan rip saw 4. Pemotongan panjang bilah papan dengan cross cut saw 5. Sortir kualitas bilah papan 6. Pembentukan profil finger bilah dengan finger shaper 7. Pembuatan finger stick dengan finger press 8. Penyerutan keempat permukaan finger stick dengan four-side moulder 9. Sortir laminasi 10. Perakitan dan pengempaan papan dengan composser.

Kualitas Kayu Bentukan dan Papan Sambung SNI 01-5008.4-1999 menyatakan ada beberapa syarat untuk mutu kayu bentukan dan papan sambung, yaitu: 1. Syarat umum a. Tidak diperkenankan adanya cacat bentuk seperti melengkung, mencawan dan memuntir. b. Pada permukaan depan tidak diperkenankan adanya lubang gerek besar, pecah terbuka, belah, retak/pecah pada lidah dan alur, lapuk, rapuk dan bekas/tapak pisau. c. Pada permukaan belakang tidak diperkenankan adanya pecah terbuka, belah, retak/pecah pada lidah dan alur, lapuk, rapuk dan bekas/tapak pisau tetapi diperkenankan adanya cacat-cacat lain, asalakan tidak mempengaruhi penampilan permukaan depan serta masih kuat. 2. Syarat Khusus Syarat khusus mutu permukaan depan kayu bentukan untuk: a. Mutu A Tidak diperkenankan adanya mata kayu sehat (mks), mata kayu tidak sehat (mkts), mata kayu busuk (mkb), lubang gerek kecil (lgk), lubang gerek sedang (lgs), kulit tersisip, saluran getah, jamur biru, perubahan warna, serat tertekan, retak, pecah tertutup, tergerus, serat tersepih, serat tersobek, noda hangus, bekas serpihan sedikit, kantung damar/kantung getah diperkenan memiliki jumlah 1 per batang dengan ukuran 3 mm x 30 mm, warna kayu seragam, dan memiliki sambungan rapat. b. Mutu B Memiliki mks dengan jumlah 1 buah dengan diameter 10 mm dan jarak 1,00 m, tidak diperkenankan adanya mkts, mkb dan pecah tertutup, memiliki lgk sedikit dan dempul,lgs sedikit dan dempul kayu,kulit tersisip 1 buah dengan diameter 10 mm, jamur biru sedikit, kantung damar/getah dengan jumlah 1 buah per tiap meter panjang (tmp) dan ukuran 3 mm x 30 mm, retak; dempul, tergerus; dempul, serat tersepih; 10% luas permukaan, serat tersobek; dempul, dan sambungan; rapat. Sedangkan untuk saluran getah,

perubahan warna, serta tertekan, warna kayu, bekas serpihan dan noda hangus tidak dipersyaratkan. c. Mutu C Memiliki mks dengan diameter 1/3 ml/mt dan jarak 0,50 m, mkb; diameter 13 mm dempul, lgk; dempul, lgs; dempul tambal kayu,kulit tersisip; 2 buah dengan diameter 10 mm dempul, kantung damar/kantung getah; jumlah 2 buah per tmp dengan ukuran 3mm x 30 mm, pecah tertutup; dempul, tergerus; dempul, serat tersobek; dempul, sambungan; dempul, masih kuat. Sedangkan untuk saluran getah, jamur biru, perubahan warna, serat tertekan, warna kayu, bekas serpihan da noda hangus tidak dipersyaratkan.

Referensi [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-5008.4-1999. Kayu Bentukan (Moulding) Rimba Spesifikasi: Kayu Bentukan Utuh, Papan Sambung dan Bilah Sambung. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Fakhri. 2002. Kemampuan Perekatan Resin Urea Formaldehyde pada Laminasi Kayu Sengon dan Keruing. Pekanbaru: Jurnal Sains dan Teknologi Univerisitas Riau. Manik, P. 1997. Teknologi Pembuatan Kapal Kayu Laminasi. http://www.kapal. ft.undip.aci.id. Marutzky, R. 2002. Glued-Laminated Timber. Wilhem-Klauditz-Institut Holzforschung. http://www.purbound.com/doc/literature/en/fraunhofer.pdf. Nurleni, L. 1994. Produktivitas pembuatan papan sambung di PT Albasi Parahyangan Banjar Ciamis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sucipto, T. 2002. Upaya peningkatan akurasi dimensi produk papan sambung (Studi kasus di PT Albasi Parahyangan Banjar Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wardhani, IY. 1999. Kualita Perekatan Kayu Lamina dari Empat Jenis Kayu Kurang Dikenal. http://www.unmul.ac.id/dat/pub/frontir/isna.pdf.