BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan latar belakang yang menggambarkan fenomena yang

dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI SAMBUTAN PADA RAPAT KOORDINASI KEBIJAKAN PROGRAM SDM APARATUR

BAB IV KESIMPULAN. Berdasarkan hasil pembahasan dengan menggunakan 2 indikator yang

I. PENDAHULUAN. Budaya birokrasi antara satu daerah dengan daerah lainnya memiliki

PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM APARATUR DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI BIRO KEPEGAWAIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini membahas Technology Acceptance Model (TAM) sebagai grand

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki posisi yang strategis dalam pembuatan kebijakan dan pelayanan publik.

9 Program Percepatan dan Penajaman Reformasi Birokrasi menuju birokrasi yang bersih dan melayani

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI. Rekruitmen. Pegawai Lembaga Penegak Hukum.

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

Konsepsi Rekruitmen Calon Pegawai ASN (CP ASN)

BAB III ARAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

2 c. bahwa dalam rangka melakukan penyesuaian ketentuan pelaksanaan mengenai kepegawaian berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur

RENCANA AKSI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SDM APARATUR

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

- 9 - BAB II PENCAPAIAN DAN ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dalam suatu

SISTEM PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA PEMERINTAHAN NEGARA

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM REKRUITMEN DENGAN SISTEM COMPUTER ASSISTED TEST

MENIMBANG KEMBALI REVISI UU ASN

Sistem Manajemen Penjaminan Mutu Lembaga Berbasis Reformasi Birokrasi Internal (RBI) Di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA JAKARTA, 2010

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

BAB 1 PENDAHULUAN. agar organisasi tetap eksis seperti yang disampaikan Siagian (1994) untuk

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih

ARAHAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PADA ACARA

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

PENYELENGGARAAN ORIENTASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I PENDAHULUAN

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI

Guarding meritocracy, creating world-class civil service PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI

PEMERINTAH KOTA MANADO BADAN KEPEGAWAIAN DAN DIKLAT Jalan Balai Kota Nomor 1 Manado Website :

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

POINTERS SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PADA PERTEMUAN DAN SOSIALISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM APARATUR KEMENTERIAN PAN DAN

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

PERATURAN NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN

BAB I PENGANTAR. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan

KESIAPAN PUSDIKLAT MIGAS UNTUK BERKONTRIBUSI DALAM PROGRAM PERCEPATAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (QUICK WINS) DI KESDM

Penataan Tatalaksana Dalam Kerangka Reformasi Birokrasi

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN. NOMOR 064 TAHUN 2016-Si.1-BKD/2013

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

KERANGKAACUANKERJA BADAN KEPEGAWAIAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN Doc KAK Sub Bid Jabatan Page 1

PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS APARATUR DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI

2016, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 13); 4. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 201

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

PROSES PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN REFORMASI BIROKRASI

KINERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH DALAM PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

REFORMASI BIROKRASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA DAN PELAYANAN PUBLIK RRI

Menimbang Kembali Gagasan Revisi UU Aparatur Sipil Negara

2013, No sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan dalam penyelenggaraan sistem pengadaan Pegawai Negeri Sipil, sehingga ketentuan te

PERAN HUMAS DALAM MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN BIROKRASI YANG BERSIH, PROFESIONAL DAN MELAYANI

Jakarta, Maret 2013 Kepala Badan Kepegawaian Negara. Eko Sutrisno

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

AREA PERUBAHAN 1. Program Manajemen Perubahan 2. Program Penataan Peraturan Perundang-Undangan

2016, No Pegawai Negeri Sipil Dari Pelamar Umum Tahun 2016; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lem

BAB I PENDAHULUAN. pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Mereka mempunyai pikiran, perasaan, keinginan,

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu unsur Aparatur Negara mempunyai

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

KEBIJAKAN UMUM FORMASI JABATAN FUNGSIONAL TERTENTU KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

2017, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangka

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN DAN REFORMASI BIROKRASI. Oleh Opong Sumiati. Dasar Hukum

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFRORMASI BIROKRASI PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 15 /M.PAN/7/2008 TENTANG PEDOMAN UMUM REFORMASI BIROKRASI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

KEBIJAKANPELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI

REFORMASI BIROKRASI. (Presentasi Materi Subtansi Instansi) Jakarta, 18 Juli 2017

birokrasi, agar dapat ditetapkan langkah deregulasi dan/atau reregulasi sesuai kebutuhan regulasi yang menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

PENINGKATAN KAPASITAS APARAT PENGAWAS INTERNAL DALAM MELAKUKAN AUDIT BERBASIS RESIKO

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN PENGADAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA PROVINSI BANTEN

ANGAN Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu SDM harus dibina dengan baik agar terjadi peningkatan efesiensi,

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan saat ini belum dikatakan baik atau sesuai dengan

KERANGKA ACUAN PERTEMUAN PENYUSUNAN BEZETTING, KEBUTUHAN CPNS DAN PERENCANAAN REDISTRIBUSI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

MANAJEMEN KARIR JABATAN FUNGSIONAL

RPP MANAJEMEN PPPK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI

Bandung, 16 Sept Aris Windiyanto Kepala Pusat Penilaian Kompetensi ASN Badan Kepegawaian Negara

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang yang menggambarkan fenomena yang terjadi dan dijadikan dasar dalam perumusan masalah penelitian. Dari rumusan masalah penelitian kemudian ditetapkan tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian ini. 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam sebuah organisasi, karena sumber daya manusia adalah penggerak faktor-faktor ekonomi lainnya. Demikian pula dalam instansi pemerintah, perubahan paradigma aparatur pemerintah dari dilayani menjadi melayani tidak serta-merta bisa terwujud tanpa didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), fungsi pengadaan pegawai yang meliputi proses: penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi yang bertujuan mendapatkan pegawai yang memiliki kompetensi yang sesuai. Menurut Stoner (2006), proses seleksi merupakan awal dari fungsi operasional berikutnya yaitu: pengembangan, kompensasi, integrasi, dan pemeliharaan dengan tujuan memperoleh pegawai yang sesuai dengan kebutuhan atau untuk mendukung the right man on the right place. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, tahun 2011 telah ditetapkan sebagai tahun pencanangan komitmen dan target bagi seluruh Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah untuk berubah menuju terwujudnya tata kelola pemerintahan

2 yang baik (good governance). Salah satu fokus area perubahan dalam Reformasi Birokrasi yang masih menjadi perhatian sampai dengan gelombang II periode 2010-2014 adalah terkait SDM Aparatur. Salah satu kondisi yang diinginkan untuk dapat dicapai pada tahun 2014 adalah jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang proporsional dan profesional didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur yang berbasis kompetensi. Secara nasional jumlah SDM Aparatur (selanjutnya disebut PNS) berkisar ± 4.700.000 orang (Widhiyanti, 2014). Dari jumlah tersebut terdapat banyak permasalahan yang melingkupinya terkait: kualitas, kuantitas, distribusi teritorial, pendapatan, tingkat produktivitas, perilaku, dan pelayanan publik. Menurut Thoha (2003), hanya 40% pegawai negeri yang benar-benar bekerja, lainnya hanya sekedar datang ke kantor tanpa melakukan pekerjaan yang berarti. Langkah inisiatif untuk mendapatkan momentum awal dalam penataan PNS pada konteks reformasi birokrasi adalah pengendalian pengadaan PNS sehingga didapatkan kualitas raw material PNS yang unggul dibarengi dengan nilai integritas, netral, kompeten, profesional dan berkinerja tinggi untuk menunjang program reformasi birokrasi. Sesuai amanat undang-undang nomor: 43 tahun 1999 tentang perubahan undang-undang nomor: 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian terakhir diubah dengan undang-undang nomor: 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, diperlukan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini dapat diwujudkan dengan meningkatkan kualitas PNS sebagai

3 bagian dari ASN. Satu hal yang terpenting dalam meningkatkan kualitas PNS diawali dengan sistem rekrutmen yang obyektif, transparan dan akuntabel. Titik rawan dalam rekrutmen PNS adalah pada proses seleksi. Proses seleksi yang kurang obyektif, tidak transparan dan tidak mencerminkan akuntabilitas menurunkan kepercayaan publik terhadap mekanisme seleksi PNS. Kesan bahwa proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) kental dengan aroma praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) belum bisa sepenuhnya dapat dihilangkan. Hal ini terlihat dari berbagai kasus penipuan yang diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik. Seperti diberitakan dalam okezone.com edisi Kamis 27 Desember 2012, Kepala Badan Kepegawaian Daerah salah satu Kabupaten di Bali ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi rekruitmen CPNS. Dalam tribunbali.com edisi Minggu, 29 Juni 2014 diberitakan tertundanya penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP) CPNS Kabupaten Karangsem formasi tahun 2013 lebih dari setahun karena keakuratan nilai hasil tes diragukan. Dugaan praktik KKN dalam proses seleksi yang dilakukan oleh oknum yang kurang bertanggung jawab dimungkinkan karena mekanisme seleksi yang masih terdapat peluang terjadinya manipulasi, misal jarak waktu pengumuman hasil tes dengan waktu pelaksanaan tes. Dampak yang ditimbulkan dari praktik sistem rekrutmen yang tidak sehat tidak hanya dirasakan oleh peserta tes namun berpotensi juga berdampak bagi instansi tempat CPNS bertugas. Bagi peserta tertundanya penetapan NIP ini berdampak pada timbulnya kehilangan potensi penghasilan (gaji) oleh CPNS yang dinyatakan

4 lulus, karena terlanjur mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya bekerja. Bagi instansi tempat CPNS bertugas, ketidaksesuaian antara kompetensi calon dengan kualifikasi yang ditetapkan juga bisa berakibat timbulnya biaya diklat yang diperlukan untuk mengurangi senjangan kompetensi tersebut. Disamping itu, tertundanya penetapan NIP tersebut juga berdampak pada efektivitas layanan instansi yang mendapatkan alokasi penempatan CPNS. Setiap pengumuman penerimaan CPNS dibuka, selalu diminati oleh banyak pelamar. Hal ini dapat dimengerti mengingat profesi yang satu ini dinilai memiliki masa depan yang cukup terjamin. Widhiyanti (2014) mengungkapkan bahwa besarnya animo masyarakat untuk melamar pekerjaan ini tidak jarang menimbulkan berbagai masalah, baik sebelum maupun setelah pengumuman hasil tes CPNS. Seperti munculnya dugaan kasus suap-menyuap dalam bentuk uang pelicin untuk lulus seleksi, maraknya praktik percaloan, beredarnya surat sakti, penundaan pelaksanaan ujian seleksi selama beberapa waktu, beredarnya isu terjadinya kebocoran soal tes, adanya kelulusan ganda sampai munculnya masalah terhadap Lembar Jawaban Komputer (LJK) dan skoring. Hal tersebut sebagai manifestasi dari rasa ketidakpuasan terhadap prosedur penerimaan CPNS yang dinilai sarat dengan nuansa praktik KKN, persiapan yang kurang matang serta minimnya koordinasi untuk mengantisipasi berbagai masalah yang diperkirakan timbul selama masa pendaftaran dan setelah pengumuman hasil seleksi penerimaan CPNS. Pelaksanaan tes CPNS dengan metode konvensional yang menggunakan LJK masih kurang efisien. Mulai dari birokrasi pendaftaran yang mensyaratkan kartu pencari kerja, surat keterangan catatan kepolisian, dan administrasi lainnya yang

5 disyaratkan di awal pendaftaran. Pendaftaran peserta tes seleksi CPNS juga dilakukan secara manual di Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Dengan masa pendaftaran yang cukup singkat membuat peserta harus rela mengantri. Pada tahap pelaksanaan tes, peserta harus menyiapkan alat tulis seperti: papan alas tulis, penghapus, dan pensil. Ruangan tempat pelaksanaan tes juga kurang representatif, misalnya dengan menggunakan gedung-gedung sekolah atau gelanggang olahraga yang jauh dari kondisi ideal berpotensi mengganggu konsentrasi peserta dalam mengikuti tes. Bagi instansi penyelenggara pelaksanaan tes dengan menggunakan metode konvesional juga memerlukan biaya yang cukup besar seperti: biaya penggandaan (fotocopy) soal, biaya sewa bangunan, biaya pengawalan soal ujian, honor pengawas, honor pemeriksa atau pengolahan hasil tes, dan lain sebagainya. Menjawab tantangan sekaligus tuntutan masyarakat yang menginginkan rekrutmen CPNS secara efisien, cepat, transparan dan obyektif, Badan Kepegawaian Negara (BKN) sesuai tugasnya dalam manajemen ASN meluncurkan Computer Assisted Test (CAT). CAT adalah metode ujian dengan menggunakan alat bantu komputer. CAT dapat digunakan dalam rekrutmen dan seleksi CPNS atau untuk kepentingan rekrutmen dan seleksi di bidang kepegawaian lainnya. CAT merupakan hasil studi banding (benchmark) dari negara-negara yang telah menggunakan CAT misalnya Civil Service Commission di Philipina. Pada penerapannya di Indonesia, CAT dikembangkan dengan beberapa perubahan yang disesuaikan dengan norma, situasi dan kondisi sistem kepegawaian yang ada. Sistem CAT digunakan untuk seleksi CPNS secara terintegrasi, murni dan transparan sehingga tidak timbul kecurigaan antara CPNS dan panitia pelaksana

6 (http:/cpnsindonesia.com). Penggunaan CAT terkomputerisasi bertujuan untuk menghindari kemungkinan adanya praktik KKN dalam proses rekrutmen CPNS. Dalam aplikasinya, peserta tes dapat langsung mengetahui hasil/nilai sesaat setelah tes berlangsung. Masyarakat dan peserta juga dapat mengetahui perolehan nilai masing-masing peserta saat tes berlangsung melalui layar yang disiapkan di ruang monitoring dan ruang tunggu tes. Kelulusan ditentukan dengan scoring dengan passing grade tertentu. Ditinjau dari segi pelaksanaan, CAT ini akan memudahkan peserta tes dalam mengerjakan soal-soal tes. Peserta tes hanya mengerjakan soalsoal yang ada di komputer dengan menggunakan piranti komputer yang ada tanpa menggunakan alat tulis seperti pada metode LJK. Disamping dapat menyajikan hasil tes yang jauh lebih cepat dan lebih transparan dari metode konvesional, CAT juga dapat digunakan berkali-kali untuk berbagai keperluan tes. Bagi instansi pengguna, penggunaan CAT bisa menghemat berbagai biaya yang ada dalam sistem konvensional seperti: biaya penggandaan soal, biaya pemeriksaan hasil, biaya pengawas ujian, sampai biaya pengawalan untuk pelaksanaan tes. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanthi (2011) yang meneliti efektivitas penerapan CAT dalam seleksi CPNS berbasis Kompetensi di BKN. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan penerapan CAT dalam seleksi CPNS berbasis kompetensi di BKN efektif. Pelaksanaan tes dan pergerakan nilai bisa dipantau langsung melalui tayangan Closed Circuit Television (CCTV) di ruang monitoring dan ruang tunggu peserta. Hal tersebut merupakan cermin penerapan transparansi dan partisipasi masyarakat untuk turut serta memantau pelaksanaan tes CPNS. Penerapan serangkaian Standart

7 Operasional Procedure (SOP) secara konsisten, database soal yang memadai, pengacakan soal oleh aplikasi, dan hasil tes yang langsung bisa diketahui oleh peserta sesaat setelah tes berlangsung merupakan penerapan prinsip akuntabilitas dalam pelaksanaan tes CPNS. Pada tahun 2013 Kemen PAN-RB mulai mengenalkan CAT sebagai salah satu instrumen seleksi. Saat itu penggunaan sistem CAT masih bersifat opsional karena instansi pemerintah yang melakukan rekrutmen CPNS melalui jalur umum diberikan kebebasan memilih mengunakan pola konvensional dengan menggunakan LJK atau dengan menggunakan sistem CAT. Walaupun masih bersifat opsional namun minat dan kepercayaan instansi untuk menggunakan sistem CAT cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data rekapitulasi instansi yang menggunakan sistem CAT untuk seleksi CPNS tahun 2013 yang disajikan dalam Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Instansi Yang Menggunakan CAT Tahun 2013 Instansi Jumlah Instansi Jumlah Peserta Kementrian/Lembaga 50 159.026 Pemerintah Provinsi 8 78.901 Pemerintah Kabupaten/Kota 15 25.361 Jumlah 73 263.288 Sumber: Badan Kepegawaian Negara (2014) Sesuai dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, target instansi yang menggunakan CAT ditargetkan sebanyak 18 instansi, namun pada tahun 2013 dari data BKN tercatat sebanyak 73 instansi telah menggunakan CAT. Adapun jumlah peserta tes CPNS yang menggunakan CAT pada tahun 2013 sejumlah 263.288 orang. Pemerintah

8 Provinsi/Kabupaten/Kota di wilayah Bali pada tahun 2013 juga memperoleh formasi CPNS yaitu Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Jembrana, Pemerintah Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar. Pada tahun 2013 hanya Kota Denpasar yang memutuskan menggunakan sistem CAT sementara Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Jembrana dan Pemerintah Kabupaten Karangasem masih menggunakan metode konvensional dengan LJK. Pada tahun 2014 sejumlah pemerintah daerah di wilayah Provinsi Bali termasuk Pemerintah Kabupaten Jembrana dan Pemerintah Kabupaten Karangasem kembali melakukan seleksi CPNS. Bagi kedua pemerintah daerah tersebut, penggunaan sistem CAT ini merupakan kali pertama digunakan dalam proses seleksi CPNS. Hal ini menjadi langkah strategis dalam upaya mengembalikan kepercayaan publik sekaligus sebagai salah satu upaya menciptakan aparatur yang profesional yang dimulai dari proses rekrutmen. Melalui penelitian ini, peneliti menganalisis kinerja sistem baru (CAT) dalam pelaksanaan tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem tahun 2014. Kedua kabupaten ini dipilih sebagai objek penelitian karena melaksanakan tes CPNS dua tahun berturut-turut, menggunakan sistem LJK pada tahun 2013 dan sistem CAT pada tahun 2014. Peneliti menganalisis pengaruh penerapan sistem baru, dalam hal ini sistem CAT yang digunakan dalam rekrutmen CPNS pada efisiensi biaya yang dialami dan dirasakan oleh peserta tes. Penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis pengaruh penggunaan sistem CAT pada akuntabilitas publikasian hasil tes yang dirasakan oleh peserta tes penerimaan CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem tahun 2014

9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah penggunaan sistem CAT berpengaruh pada efisiensi biaya pelaksanaan tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem? 2) Apakah penggunaan sistem CAT berpengaruh pada akuntabilitas publikasian hasil tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh penggunaan sistem CAT pada efisiensi biaya dan akuntabilitas publikasian hasil tes seleksi CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem. Sesuai khusus penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui pengaruh penggunaan sistem CAT pada efisiensi biaya pelaksanaan tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem. 2) Mengetahui pengaruh penggunaan sistem CAT pada akuntabilitas publikasian hasil tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Technology Acceptance Model (TAM) sebagai pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA) mampu menjelaskan dasar penelusuran pengaruh faktor eksternal terhadap kepercayaan, sikap (personalisasi), dan tujuan pengguna

10 komputer. Teori ini juga dapat menjelaskan dan memprediksi penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi. Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan implementasi teori TAM yang dapat dijadikan referensi, informasi, dan bukti empiris bagi para akademisi mengenai pengaruh penerapan teknologi baru khususnya sistem CAT terhadap efisiensi dan akuntabilitas publikasian hasil. Hasil penelitian juga dapat dijadikan sebagai salah satu informasi bagi pengembangan penelitian-penelitian berikutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu informasi evaluasi pelaksanaan tes seleksi CPNS khususnya di Kabupaten Jembrana dan Karangasem. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi dalam rangka pengambilan kebijakan oleh para pemangku kepentingan dalam pengembangan serta pemanfaatan sistem CAT di masa mendatang.