Isolasi dan identifikasi Staphylococcus aureus dari susu mastitis subklinis di Tasikmalaya, Jawa Barat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. penyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi, serta

Yoni Darmawan SUGIRI 1) dan Akira ANRI 2)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Jumlah Bakteri Staphyloccus aureus dan Skor California Mastitis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh dipping puting sapi perah yang terindikasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

II. METODELOGI PENELITIAN

DETEKSI GEN Coa PADA Staphylococcus aureus YANG DIISOLASI DARI SUSU SAPI MURNI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogenik (milkborne

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Lampiran I. Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH DI INDONESIA : PENDEKATANNYA

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu

III. MATERI DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

AKTIVITAS AIR PERASAN DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ENCOK TERHADAP BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SAPI MASTITIS SUBKLINIS

Jamu beras kencur 250 ml. Sampel yang telah homogen

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

II. METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB 3 METODE PENELITIAN

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan

BAB III METODE PENELITIAN. diuji di Laboratorium Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Waktu penelitian yaitu pada tanggal 4-23 Desember tahun 2013.

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara

AKTIVTAS ANTIBAKTERIAL EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) TERHADAP BAKTERI STAPHYLOCOCCUS ASAL SUSU SAPI PERAH PENDERITA MASTITIS

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. Merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan completely. rendomized posttest only control group design.

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25

Eka Margareta Sinaga, M.Pd Dosen Universitas Sari Mutiara Indonesia ABSTRACT

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAB III BAHAN DAN METODE

Teknik Identifikasi Bakteri

ABSTRACT Development Method of Detection Contaminant Bacterial Pathogen Escherichia coli in Milk with Real-Time Polymerase Chain Reaction (RTi- PCR)

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas,

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB II. BAHAN DAN METODE

MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor 3

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Materi 2: Isolasi dan Purifikasi Bakteri Simbion pada Organisme Laut

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

Perbedaan dan ciri-ciri bakteri garam positif dan bakteri garam negatif: Bakteri garam negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) TERHADAP MASTITIS SUBKLINIS

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI)

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase

Transkripsi:

PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1, Nomor 3, Juni 2015 ISSN: 2407-8050 Halaman: 413-417 DOI: 10.13057/psnmbi/m010305 Isolasi dan identifikasi Staphylococcus aureus dari susu mastitis subklinis di Tasikmalaya, Jawa Barat Isolation and identification of Staphylococcus aureus from subclinical infection dairy cattle in Tasikmalaya, West Java NINA HERLINA, FIFI AFIATI, ADITIA DWI CAHYO, POPPY DWIE HERDIYANI, QUROTUNNADA, BAHARUDDIN TAPPA Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Raya Bogor KM. 46 Cibinong 16911, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Tel./Fax. +62-021-8754587, email: drh.nina_herlina@yahoo.com Manuskrip diterima: 5 Desember 2014. Revisi disetujui: 5 Mei 2015. Herlina N, Afiati F, Cahyo AD, Herdiyani PD, Qurotunnada, Tappa B. 2015. Isolasi dan identifikasi Staphylococcus aureus dari susu mastitis subklinis di Tasikmalaya, Jawa Barat. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 1: 413-417. Mastitis subklinis merupakan penyakit radang ambing yang paling banyak menimbulkan dampak ekonomi cukup besar di kalangan peternak sapi perah. Hal tersebut dikarenakan menurunnya kuantitas dan kualitas susu. Penyebab paling umum dari peradangan ambing tersebut di antaranya mikroorganisme, seperti E. coli, Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri Staphylococcus aureus sebagai salah satu bakteri patogen yang sering dijumpai pada kejadian mastitis. Pengambilan sampel susu dilakukan secara acak (random sampling) dengan terlebih dahulu melakukan California Mastitis Test (CMT). Sampel susu yang positif mastitis subklinis kemudian diisolasi menggunakan media Manitol Salt Phenol Red Agar (MSPRA). Selanjutnya dari isolat bakteri dengan koloni berwarna kuning yang mampu memfermentasi phenol red menjadi warna kuning, dilakukan pewarnaan Gram. Tampilan mikroskopik terlihat sel berbentuk bulat dan bergerombol tersebut selanjutnya dilakukan kultur bakteri menggunakan Nutrient Broth (NB) selama 24 jam. Hasil kultur kemudian diekstraksi untuk mendapatkan DNA bakteri dan dilakukan analisis PCR. Hasil menunjukkan bahwa enam isolat dari sepuluh sampel susu sapi mastitis merupakan Staphylococcus aureus. Kata kunci: CMT, Mastitis subklinis, PCR, Staphylococcus aureus Abbreviation: CMT = California Mastitis Test, PCR = Polymerase Chain Reaction Herlina N, Afiati F, Cahyo AD, Herdiyani PD, Qurotunnada, Tappa B. 2015. Isolation and identification of Staphylococcus aureus from subclinical infection dairy cattle in Tasikmalaya, West Java. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 1: 413-417. Subclinical mastitis is an inflammatory disease of the udder as the most considerable economic impact among dairy farmers, due to decrease in the quantity and quality of milk. The most common cause of the udder inflammation includes microorganisms, such as E. coli, Streptococcus agalactiae and Staphylococcus aureus. The aim of this study was to isolate and identify the bacteria Staphylococcus aureus as one of the pathogenic bacteria that were often found in the incidence of mastitis. Milk sampling was randomly conducted by doing the California Mastitis Test (CMT). Positive sample of the subclinical mastitis milk then isolated using the Mannitol Salt Phenol Red Agar (MSPRA) media. Furthermore, from bacterial isolates with yellow colonies able to ferment phenol red into yellow, the Gram staining were conducted. Microscopic appearance looks round and clustered cells were then carried out using a bacterial culture Nutrient Broth (NB) for 24 hours. Results culture was then extracted to obtain bacterial DNA and PCR analysis. The results showed that the isolates from ten samples of cattle's were Staphylococcus aureus. Keywords: CMT, subclinical mastitis, PCR, Staphylococcus aureus PENDAHULUAN Susu merupakan sumber protein hewani yang kaya akan nutrisi. Susu bahkan dianggap sebagai pelengkap gizi untuk proses tumbuh kembang. Susu sapi merupakan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena relatif terjangkau. Selain tersedia dalam bentuk olahan, susu juga dapat dikonsumsi segar. Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau tidak ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan (Standar Nasional Indonesia 2011). Salah satu potensi bahaya yang terdapat pada susu dan berbagai produk olahannya adalah bahaya mikrobiologis ( microbial hazard), khususnya keberadaan bakteri patogen (Winarso 2008). Penelitian yang dilakukan Sugiri dan Anri (2014) menunjukkan 83,56% sampel yang diperiksa di wilayah Jawa Barat (Lembang, Pangalengan, Cianjur) mengandung bakteri ( S. aureus, S. agalactiae dan bakteri lainya) penyebab mastitis.

414 PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1 (3): 413-417, Juni 2015 Ada berbagai faktor penyebab terjadinya mastitis, di antaranya yaitu berbagai jenis mikroorganisme patogen yang masuk ke dalam ambing melalui saluran puting susu. Beberapa faktor predesposisi (pemicu) terjadinya infeksi kelenjar susu antara lain: pemerahan yang tidak higienis, manajemen pemerahan yang salah, luka pada puting susu, dan adanya mikroorganisme patogen di lingkungan kandang. Penularan mikroorganisme patogen mastitis dapat terjadi dari satu puting ke puting lainnya pada satu ambing atau antar sapi pada saat pemerahan secara manual. Hal ini dapat terjadi melalui tangan pemerah, air untuk mencuci ambing, kain lap yang dipakai untuk mengeringkan ambing sebelum dan sesudah pemerahan, atau peralatan lain. Mastitis dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Setidaknya telah dikenal hingga kini ada 137 penyebab infeksi mastitis dan pada hewan besar jenis patogen yang paling dikenal adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, spesies Streptococcus lainnya dan Coliform (Sumathi et al. 2008). Mastitis sering juga dihubungkan dengan organisme lainnya seperti Actinomyces pyogenes, Pseudomonas aeruginosa, Nocardia asteroides, Clostridium perfringens, Mycobacterium, Mycoplasma, Pasteurella dan Prototheca (Rodostits et al. 2007). Namun, sebagian besar kasus mastitis disebabkan oleh beberapa spesies bakteri patogen yang sama, yaitu dari spesies Staphylococcus, Streptococcus, Coliforms dan Actinomyces pyogenes (Du Preeze 2000; Quinn et al. 2004). Staphylococcus aureus merupakan bakteri dominan penyebab mastitis subklinis. Menurut Shearer dan Harris (2003), mastitis subklinis sangat penting untuk ditangani karena fakta menunjukkan bahwa prevalensi mastitis subklinis 15-40 kali lebih tinggi dibandingkan bentuk klinis. Mastitis subklinis biasanya terjadi lebih dahulu sebelum mastitis klinis dan berdurasi lebih lama, sulit untuk dideteksi dan menjadi reservoir mikroorganisme yang akan menginfeksi hewan lainnya yang ada berdekatan dengan sapi terinfeksi. S. aureus penyebab mastitis juga menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang potensial, karena lebih dari setengah strain terisolasi di susu yang berasal dari kelenjar yang terinfeksi memiliki gen enterotoksin ( kurang dari 10000 CFU/mL) dan dapat menyebabkan keracunan staphylococcal dalam produk susu fermentasi (Le Marechal et al 2011). Staphylococcus aureus memiliki kemampuan untuk menjadi resisten terhadap antibiotik dengan memproduksi sejumlah besar faktor virulensi termasuk sejumlah exotoxin dan protein membran sel (Fitzgerarld et al. 2000). Penelitian ini dilakukan untuk melihat jenis bakteri penyebab mastitis yang terdapat pada sapi perah di daerah Pagerageung dan mengisolasi serta mengidentifikasi bakteri jenis Staphylococcus aureus sehingga dapat berguna untuk pencegahan dan pengobatan kejadian mastitis di lapangan. BAHAN DAN METODE Area kajian Wilayah pengambilan sampel susu mastitis subklinis dilakukan di sentra sapi perah di Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (Gambar 1). Gambar 1. Lokasi penelitian di Pagerageung, Tasikmalaya

HERLINA et al. Isolasi dan identifikasi Staphylococcus aureus 415 Cara kerja California Mastitis Test (CMT) CMT dilakukan sesuai dengan metode Schalm dan Noorlander (1957). Setiap 2 ml susu dari masing -masing puting diperah pada paddle, ditambahkan 2 ml reagen CMT (Bovivet, Kruuse, Denmark) kemudian diaduk perlahan dan diamati reaksi yang terjadi setelah 10 detik. Hasil reaksi bernilai 0-4 dimana 0 berarti tidak terjadi reaksi sedangkan 4 memperlihatkan kekentalan dan status terinfeksi berat. Isolasi bakteri dengan media selektif Mannitol Salt Phenol Red Agar (MSPRA) Sebanyak 1 ml sampel susu diambil dan dimasukkan dalam tabung berisi 9 ml larutan pengencer. Sebanyak 0.1 ml sampel ditaruh pada cawan petri kemudian tuangkan Mannitol Salt Phenol Red Agar (MSPRA) sebanyak 15 ml, homogenkan dan biarkan memadat (Lay 1994). Inkubasi pada suhu 37 C selama 24-48 jam. Identifikasi dengan pewarnaan Gram Sebanyak satu mata ose koloni bakteri diambil secara aseptis, keringkan dan fiksasi di atas lampu bunsen. Setelah kering, teteskan zat warna crystal violet sebanyak 2-3 tetes dan diamkan selama 1 menit. Cuci dengan air mengalir dan keringkan lalu teteskan lagi dengan larutan lugol, dan biarkan selama 1 menit, lalu cuci dengan air mengalir, dan keringkan. Cuci lagi dengan alkohol 70% selama 30 detik, cuci dan keringkan. Berikan larutan safranin selama 2 menit, cuci dengan air mengalir dan keringkan. Amati dengan mikroskop dan catat hasilnya. Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) Isolasi bakteri Staphylococcus aureus diambil dari koloni tunggal pada media Mannitol Salt Phenol Red Agar (MSPRA) dan pewarnaan Gram. Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan kit (Genomic DNA Geneaid), selanjutnya dilakukan analisis PCR dan elektroforesis. Analisis PCR dilakukan dengan menggunakan primer sebagai berikut: S. aureus (forward: 5 -GAG TTT GAT CCT GGC TCA G-3 ; reverse: 5 -AAG GAG GTG ATC CAG CC-3 ). Analisis data Analisis data dilakukan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Mastitis merupakan salah satu penyakit yang sering ditemui pada sapi perah dan menimbulkan dampak ekonomi yang cukup besar, karena menyebabkan penurunan produksi dan kualitas susu. Selain itu waktu afkir sapi pun menjadi lebih cepat. Peradangan ambing yang dibiarkan dapat berjalan kronis sehingga ambing menjadi kecil, kering dan tidak produktif. Menurut Supar (1997), penurunan produksi susu akibat mastitis subklinis berkisar antara 14,6-19,0% per hari atau sekitar 2 L untuk setiap ekor sapi per hari. Ada berbagai alat bantu diagnosis lapang ( rapid test) untuk mastitis subklinis, di antaranya Aulendorfer Mastitis Probe (AMP), IPB-1 Test, Breed Method dan California Mastitis Test (CMT). CMT merupakan jenis tes yang umum digunakan. Adapun reaksi terjadi akibat adanya ikatan antara antigen dan antibodi dengan memperlihatkan kekentalan bernilai 0-4. Tabel 1 menunjukkan, semakin tinggi nilai CMT, semakin tinggi jumlah sel somatik yang ditunjukkan dengan viskositas reaksi yang semakin tinggi (Gambar 2). Dari 15 ekor sapi yang diperiksa menggunakan CMT, diperoleh 13 ekor sapi yang menderita mastitis subklinis derajat 1-3 dengan 53,84% jumlah sel somatik antara 800.000-5.000.000 CFU/mL. Angka tersebut sudah melebihi batas ambang SNI tahun 2000 dimana jumlah bakteri total pada susu segar 1 x 10 6 dan susu pasteurisasi <3 x 10 4. Menurut Salasia et al. (2005), di antara 56 ekor sapi perah di peternakan sapi perah Baturaden, 41 ekor (73,2%) menderita mastitis subklinis dan 9,1% di antaranya disebabkan oleh S. aureus. Hasil isolasi pada media Mannitol Salt Phenol Red Agar (MSPRA) menunjukkan bentuk koloni bulat besar, bulat kecil, berkelompok seperti buah anggur, dan beberapa ireguler, dengan warna putih dan kuning terdapat zona bening hemolisis ( Gambar 2A). Zona hemolisis terbentuk karena adanya toksin hemolisin yang diproduksi oleh S. aureus. Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa isolatisolat yang diduga S. aureus secara morfologi ternyata benar termasuk Gram positif karena sel bakterinya berwarna ungu (gambar 2B). Dengan pewarnaan gram berwarna biru-ungu (+), bulat dan bergerombol seperti anggur. Staphylococcus aureus merupakan bagian dari flora normal susu segar dan olahannya, namun bakteri ini mampu menyebabkan terjadinya wabah keracunan makanan (Monrandi et al. 2007). Staphylococcus aureus termasuk jenis bakteri yang tidak mudah untuk diisolasi karena umumnya bercampur dengan flora normal coagulase negative staphylococcus (CoNS) yaitu S. epidermidis dan Staphylococcus haemolyticus. Hingga saat ini belum ditemukan media selektif untuk isolasi dan identifikasi koloni ini secara langsung, namun media Mannitol Salt Phenol Red Agar (MSRPA) masih dianggap memberikan hasil yang baik sehingga direkomendasikan baik oleh BSAC maupun National Committee for Clinical laboratory Standard (NCCLS) dan pada saat ini secara luas digunakan di seluruh dunia untuk mengisolasi S. aureus (Brown et al. 2003). Staphylococcus aureus akan memfermentasi warna merah mannitol menjadi kuning dan pada pewarnaan gram akan berbentuk coccus berwarna ungu. Bakteri ini merupakan bakteri pembentuk enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan pangan. Sugiri dan Anri (2014) menerangkan bahwa S. aureus memiliki karakteristik ukuran sedang, warna putih kekuningan dan memiliki koloni dengan pola hemolisis pada agar darah adalah α-dan β-hemolysis. Tabel 1. Nilai CMT dan jumlah sel somatik Nilai Jumlah Jumlah sel somatik CMT sapi (SCC) Manifestasi mastitis 1 4 400.000-1.500.000 Mastitis subklinis 2 7 800.000-5.000.000 Mastitis subklinis 3 2 >5.000.000 Mastitis subklinis Keterangan: Nilai SCC berdasarkan CMT

416 PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1 (3): 413-417, Juni 2015 A B C Gambar 1. Hasil CMT pada ternak sapi perah di Tasikmalaya. A. Hasil CMT 1, B. CMT 2, C. CMT 3. A B Gambar 2. A. Hasil isolasi bakteri pada media Mannitol Salt Phenol Red Agar (MSPRA); B. Hasil pewarnaan Gram 100 bp Gambar 3. Hasil elektroforesis agarose 1% (M : Marker DNA Ladder 100 bp, 3,5,6,22,24,25. Staphylococcus aureus) Identifikasi biokimia Staphylococcus aureus dapat dilakukan dengan melihat faktor virulensi seperti protein A, clumping factor, koagulase atau nuklease dan uji kepekaan terhadap antimikroba. Identifikasi dapat pula dilakukan secara langsung dengan kit yang telah diproduksi secara komersial seperti latex agglutination kit. Selain itu, analisis molekuler menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) dengan typing genotipe marak dilakukan. Terlebih lagi saat ini telah tersedia ratusan software program filogenetik untuk membantu menganalisis berbagai pita ( band) hasil elektroforesis, sekuen DNA dan hasil hibridisasi sehingga typing genetik menjadi lebih akurat dan efisien (Enright et al. 2000). Gambar 3 menunjukkan hasil elektroforesis produk PCR pada agarose gel 1% dengan voltase 100 selama 20 menit, dimana berat molekul memperlihatkan pita ( band) antara 100-200 bp. Sebanyak 6 dari 28 isolat (21.4%) memiliki pita berukuran sekitar 116 bp. Menurut Prasetyo et al. (2014), yang mengisolasi S. aureus dengan amplifikasi gen tst, terdapat 2 dari 3 isolat memberikan hasil positif. Hasil positif tersebut ditandai dengan munculnya fragmen DNA yang memiliki panjang spesifik (350 bp) sesuai dengan produk polymerase chain reaction (PCR) dari referensi dan database GeneBank. UCAPAN TERIMA KASIH Para penulis mengucapkan terima kasih atas dana penelitian DIPA PN Meat Pro, Laboratorium Reproduksi,

HERLINA et al. Isolasi dan identifikasi Staphylococcus aureus 417 Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan serta Laboratorium Mikrobiologi Terapan, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong-Bogor. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional [BSN]. 2011. Susu Segar Bagian 1: Sapi. SNI 01-3141-2011. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Du Preeze JH. 2000. Bovine mastitis theraphy and why it fails. J. South Africa Vet Assoc 71: 201-208. Enright MC, Day NPJ, Davies CE, Peacock SJ, Spratt BG. 2000. Multilocus sequence typing for characterization of methicillinresistant and methicillin-susceptible clones of Staphylococcus aureus. J Clin Microbiol 38: 1008-1015. Le Marechal C, Thiery R, Vautor E, Le Loir Y. 2011. Mastitis impact on technological properties of milk and quality of milk products-a review. Dairy Sci Technol 91: 247-282 Morandi S, Brasca M, Lodi R, Cremonsi P, Castiglioni B. 2007. Detection of classical enterotoxins and identification of enterotoxin genes in Staphylococcus aureus from milk and dairy products. Vet Microbiol 124:66-72. Prasetyo B, Kusumaningrum EN. 2014. Deteksi gen tst isolat staphylococcus aureus melalui amplifikasi 23s rrna asal susu kambing dan sapi perah. Jurnal Kedokteran Hewan 18 (1):76-79. Quinn PJ, Carter ME, Markey B, Carter GR. 2004. Clinical Veterinary Microbiology. Mostby Publishing, London. Rodostits, M., C. Gay., W. Hinchcliff and D. Constable. 2007. Veterinary Medicine, A Test Book of the Diseases of Cattle, Horses, Sheep, Pigs and Goats. 10th ed. Grafos, S.A. Arte Sobre Papel, Spain. Salasia OIS, Wibowo HM. Khusnan. 2005. Karakterisasi fenotipe isolat Staphylococcus aureus dari sampel susu sapi perah mastitis subklinis. Jurnal Sain Veteriner Vol 23(2). Schalm OW, Noorlander DO. 1957. Experiments and observations leading to development of the California mastitis test. JAVMA 130 (5): 199-207. Shearer JL, Harris B, Jr. 2003. Mastitis in Dairy Goats. Anim. Sci. Dept. Florida Coop. Ext. Serv. Inst. Food Agri. Sci; Univ. Fl. Gainesville, USA. Sugiri YD, Anri A. 2014. Prevalensi pathogen penyebab mastitis subklinis ( Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalatiae) dan patogen penyebab mastitis subklinis lainnya pada pegternak skala kecil dan menengah di beberapa sentra peternakan sapi perah di Pulau Jawa. http://disnak.jabarprov.go.id/. [12 Desember 2014]. Sumathi BR, Veeregowda BM, Amitha R. 2008. Prevalence and antibiogram profile of bacterial isolates from clinical bovine mastitis. Vet World 1: 237-238. Supar. 1997. Mastitis subklinis pada sapi perah di Indonesia: masalah dan pendekatannya. Wartazoa Vol 6(2): 48-52. Winarso D. 2008. Hubungan kualitas susu dengan keragaman genetic dan prevalensi mastitis subklinis di daerah jalur susu Malang sampai Pasuruan. J Sain Vet 26 (2): 58-65. Brown D, Cookson B. 2003. Detection of MRSA. In: Fluit Ad C, Schitz FJ (eds). MRSA: Current perspectives. Caister Academic Press, Norfolk England.