Yoni Darmawan SUGIRI 1) dan Akira ANRI 2)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Yoni Darmawan SUGIRI 1) dan Akira ANRI 2)"

Transkripsi

1 Prevalensi Patogen Penyebab Mastitis Subklinis (Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae) dan Patogen Penyebab Mastitis Subklinis lainnya pada Peternak Skala Kecil dan Menengah di Beberapa Sentra Peternakan Sapi Perah di Pulau Jawa Yoni Darmawan SUGIRI 1) dan Akira ANRI 2) 1) Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet (BP3HK) Cikole Lembang Kab. Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia. 2) Japan International Cooperation Agency (JICA) Short Term Expert on Mastitis Control, Large Animal Clinic and Research Center (LACRC) Hokkaido Nosai. Hokkaido, Japan. ABSTRAK Mastitis klinis maupun subklinis merupakan masalah yang paling sering dan sangat merugikan dari segi ekonomi bagi peternak sapi perah (penurunan produksi dan kualitas susu segar dan olahan serta pengafkiran dini sapi produktif), tidak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Beberapa patogen penyebab mastitis yang bersifat mayor diantaranya adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae. Kedua jenis mayor patogen tersebut telah diselidiki, diisolasi dan diidentifikasi dari 390 ekor sapi perah di beberapa sentra peternakan sapi perah di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur). Dari hasil investigasi, identifikasi dan isolasi terhadap kedua jenis mayor patogen tersebut diperoleh hasil bahwa prevalensi dari Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae dan patogen lainnya adalah 8,5%, 37,5% dan 39%. Berdasarkan hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa mastitis subklinis dan Klinis masih merupakan masalah yang sering menyerang dan merugikan bagi para peternak sapi perah, sehingga diperlukan tindak lanjut dari pemerintah dalam rangka pengendalian mastitis, sehingga rencana pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri dalam rangka swasembada susu bisa tercapai. PENDAHULUAN Mastitis merupakan peradangan pada jaringan internal ambing (Sudarwanto, 2009), mastitis bisa disebabkan oleh kuman patogen (infeksius) seperti bakteri, kapang atau khamir, kerusakan fisik ambing (udder and teat injury) serta akibat terpapar oleh bahan kimia yang iritan yang mampu merusak jaringan interna ambing (Anri, 2008). Menurut Jayarao dan Wolfgang (2003), mayor patogen penyebab mastitis terdiri atas tiga jenis kuman patogen yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae dan Mycoplasma bovis. Infeksi bakteri merupakan penyebab utama terjadinya mastitis, bakteri penyebabnya adalah Staph. aureus, Strep. agalactiae, Mycoplasma bovis, Strep. dysagalactiae, Strep. uberis dan berbagai jenis bakteri gram negatif, meskipun demikian lebih dari 130 jenis bakteri telah dilaporkan dapat menyebabkan penyakit atau kelainan pada kelenjar ambing sapi perah (Kirk dan Lauerman, 1994). Berdasarkan beberapa penilitian tentang penyebab mastitis subklinis sebelumnya, sebagian besar mayor patogen penyebab mastitis adalah Staph. aureus dan Strep. agalactiae, oleh karena itu penelitian ini difokuskan kepada kedua jenis bakteri tersebut. Staph. Aureus merupakan masalah utama penyebab mastitis di beberapa negara yang sudah maju industri sapi perahnya karena jika suatu peternakan terinfeksi oleh jenis bakteri ini maka hal ini sangat merugikan bagi pemiliknya bahkan peternakan tersebut akan tutup karena sangat susahnya mengeradikasi bakteri ini dari peternakan apabila sudah menyebar atau menginfeksi sebagian besar sapi pada peternakan tersebut. Oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan karakteristik dan cara pengendalian dari

2 bakteri Staph. aureus ini. Menurut Anri (2008) mastitis akibat Staph. aureus menyebabkan masalah sebagai berikut : Sangat infeksius karena sangat mudah menular dari satu sapi ke sapi yang lainnya. Pengobatan dengan antibiotika kurang efektif (tidak bisa sembuh sendiri dan angka kesembuhan rendah) karena karakteristik dari Staph. aureus adalah menginfeksi jaringan dalam ambing (deep site infection) bukan di dalam kelenjar ambing dan membentuk micro abses sehingga mempersulit antibiotika untuk mencapai daerah terinfeksi. Dan sebagian besar sudah resisten terhadap beberapa jenis antibiotika umum. Meningkatkan jumlah sel somatic (SCC) serta menurunkan kualitas dan produksi susu secara signifikan. Dan yang paling utama adalah masalah yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, yaitu bakteri ini bisa menghasilkan enterotoxin yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain Staph. aureus, Strep. agalactiae termasuk salah satu mayor patogen yang bisa menyebabkan mastitis subklinis. Secara ekonomis bakteri ini sangat merugikan bagi peternak, karena bisa menyebabkan penurunan produksi susu yang sangat signifikan (sekitar 10-20%) dan menurunkan kualitas susu secara umum serta secara signifikan akan meningkatkan jumlah sel somatic (SCC) pada suatu peternakan atau kelompok ternak yang terinfeksi (Kirk dan lauerman, 1994). Secara umum bakteri ini sangat mudah dieradikasi di suatu peternakan karena sangat sensitive terhadap antibiotika golongan Penisilin, namun pengobatan tidak akan efektif jika manajemen pemerahan tidak dijalankan dengan baik sehingga akan menyebabkan kerugian secara ekonomi akibat biaya pengobatan, tenaga kesehatan hewan dan susu yang terbuang akibat adanya residu antibiotika pada susu (Kirk dan lauerman, 1994). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kejadian mastitis subklinis terutama akibat dua mayor patogen (Staph. aureus dan Strep. agalactiae) pada peternakan sapi perah skala kecil dan menengah di sentra peternakan sapi perah di Jawa Barat khususnya dan di Pulau Jawa pada umumnya. MATERI DAN METODE Sampel susu diambil secara acak dan diuji dalam rentang waktu Agustus 2008 s.d Februari 2010 yang berasal dari beberapa peternakan skala kecil dan menengah di provinsi Jawa Barat (Lembang dan Cikole di Kabupaten Bandung Barat, Pangalengan Kabupaten Bandung, Bunikasih Kabupaten Cianjur), Jawa Tengah (Baturraden Purwokerto) dan Jawa Timur (Pasuruan). Sampel yang diambil terdiri dari sampel susu per quartir untuk peternakan dengan populasi di bawah 10 ekor dan sampel komposit per ekor untuk peternakan dengan populasi di atas 10 ekor. Bahan dan alat yang dibutuhkan untuk isolasi dan identifikasi: 1. Pengambilan sampel Sterilized test tube (10 ml volume) Test tube rack Kapas dengan alkohol 70% Paper towel (napkin) None-return dipper 2% povidone iodine (disinfectant untuk teat dipping) Cotton swab Sterilized disposable syringe (10 ml volume) Glove Disinfectant (sodium hypochlorite) Cooling box Ice Oily felt pen/ spidol permanent

3 2. Cow Side Test CMT reagent CMT paddle 3. Isolasi dan identifikasi bakteri 5% sheep blood agar Muller-Hinton agar Rabbit plasma SA and SAG (untuk CAMP test) Esculin discs Antibiotic sensitivity discs Ose Batang penyebar Gram s stain set pinset Sterilized distilled water Sterilized tube (10 ml volume, 18 G needle) untuk uji koagulase Cotton swab bunsen alcohol 96% gelas Beaker Inkubator Sterilisator (oven dan autoclave) Metode yang digunakan berdasarkan pada LABORATORY HANDBOOK ON BOVINE MASTITIS Revised edition 1999, dari National Mastitis Council, Inc. Amerika Serikat tahun 1999, dikarenakan metode berdasarkan buku ini dirasakan oleh penulis sebagai metode identifikasi yang paling cepat, murah dan diakui oleh dunia internasional. Untuk mengisolasi dan mengidentifikasi Staph. aureus dan Strep. agalactiae serta bakteri penyebab mastitis subklinis lainnya digunakan media agar darah domba 5% sebagai media pembiakan bakteri. Sejumlah mikro liter susu sampel digoreskan atau disebar ke seluruh permukaan agar darah domba 5% menggunakan ose atau batang penyebar steril, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 C selama jam sebelum dilanjutkan kepada pemeriksaan bentuk, ukuran dan warna koloni yang tumbuh (jika belum tumbuh diinkubasikan lagi selama 20 jam). Staph. aureus memiliki karakteristik seperti berikut : ukuran sedang, warna putihkekuningan, dan memiliki koloni dengan pola hemolysis pada agar darah adalah α- dan β- hemolysis. Dengan pewarnaan gram berwarna biru-ungu (+), bulat dan bergerombol seperti anggur. Uji katalase dengan H2O2 3% positif, uji oxidase negatif, uji koagulase rabbit plasma positif dan mampu memfermentasi mannitol pada Mannitol Salt Phenol Red Agar (Merck Gmbh) (National Mastitis Council, 1999). Sedangkan untuk Bakteri Strep. agalactiae memiliki Karakteristik sebagai berikut, ukuran koloni sangat kecil (pin point), transparan, α- atau γ- hemolisis pada agar darah domba 5%, bentuk sel bulat, gram positif (biru-ungu), uji katalase dengan H2O2 3% negatif, uji oxidase negatif, uji CAMP positif, dan uji hydrolysis Esculine negatif (National Mastitis Council, 1999). Untuk mikroba lainnya selain Staph. aureus dan Strep.agalactiae identifikasinya mengacu pada hal di atas dengan sumber dari LABORATORY HANDBOOK ON BOVINE MASTITIS dengan ciri atau karakteristik khas masing-masing mikroba dan tentu saja berbeda karakteristiknya dengan Staph. aureus maupun Strep. agalactiae.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang mastitis klinis maupun subklinis telah banyak dilakukan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Namun yang jadi masalah di Indonesia adalah belum adanya langkah nyata dari pemerintah untuk program pengendalian mastitis ini (terutama mastitis subklinis), dikarenakan pemerintah merencanakan dan telah memprogramkan tentang program swasembada susu dan peningkatan produktifitas sapi perah oleh karena perlu kiranya pemerintah menerapkan atau mencanangkan suatu program yang bertujuan untuk mengendalikan mastitis terutama mastitis subklinis agar Indonesia bisa swasembada susu dan terjadi peningkatan produktivitas sapi perah yang ada di Indonesia. Dalam penelitian ini telah diambil sampel susu dari beberapa sentra peternakan sapi perah di pulau Jawa sebanyak 390 sampel dari 390 ekor sapi perah. Sampel susu diambil secara acak dan diuji dalam rentang waktu Agustus 2008 s.d Februari 2010 yang berasal dari beberapa peternakan skala kecil dan menengah di provinsi Jawa Barat (Lembang dan Cikole di Kabupaten Bandung Barat, Pangalengan Kabupaten Bandung, Bunikasih Kabupaten Cianjur), Jawa Tengah (Baturraden Purwokerto) dan Jawa Timur (Pasuruan). Berikut ini sebaran sampel berdasarkan daerah pengambilan sampel dan tahun dilakukan pengambilan sampel : Tabel 1. Jumlah sampel dan asal daerah sampel (berdasarkan tahun pengambilan) JUMLAH SAMPEL 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang Bandung Pangalengan 15 Cianjur Bunikasih 38 2 Jawa Tengah Banyumas Baturraden 90 3 Jawa timur Pasuruan Pasuruan 8 4 Sub total Total 390 Berdasarkan tabel 1 di atas kebanyakan sampel diambil dari wilayah Jawa Barat, hal ini dikarenakan Wilayah Jawa Barat merupakan wilayah kerja utama dari BP3HK, sampel yang berasal dari luar Jawa Barat diambil dan diidentifikasi di lokasi pengambilan sampel berbarengan dengan kegiatan JICA dalam rangka sosialisasi program pengendalian mastitis untuk peternak skala kecil dan menengah. Selanjutnya adalah hasil identifikasi dan isolasi bakteri patogen penyebab mastitis klinis disajikan pada tabel-tabel di bawah ini : Tabel 2. Perbandingan jumlah sapi dengan bakteri (+) dan bakteri (-) JUMLAH SAMPEL (+) (-) (+) (-) (+) (-) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang Bandung Pangalengan 14 1 Cianjur Bunikasih Jawa Tengah Banyumas Baturraden Jawa timur Pasuruan Pasuruan Sub total Total (+) 332 (-) 58

5 Tabel 3. Jumlah peternakan terinfeksi Strep. Agalactiae JUMLAH PETERNA KAN INFEKSI STREP. AGALACTIAE (+) (-) (+) (-) (+) (-) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang Bandung Pangalengan Cianjur Bunikasih Jawa Tengah Banyumas Baturraden Jawa timur Pasuruan Pasuruan Sub total Total 19 (+) 19 (-) 0 Tabel 4. Jumlah peternakan terinfeksi Staph. aureus JUMLAH PETERNA KAN INFEKSI STAPH. AUREUS (+) (-) (+) (-) (+) (-) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang Bandung Pangalengan Cianjur Bunikasih Jawa Tengah Banyumas Baturraden Jawa timur Pasuruan Pasuruan Sub total Total 19 (+) 8 (-) 11 Tabel 5. Jumlah sapi terinfeksi Strep. agalactiae TAHUN sampel (+) sampel (+) sampel (+) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang Bandung Pangalengan Cianjur Bunikasih Jawa Tengah Banyumas Baturraden Jawa timur Pasuruan Pasuruan Sub total Total Sampel = 390 (+) = 146 Tabel 6. Jumlah sapi terinfeksi Staph. aureus TAHUN sampel (+) sampel (+) sampel (+) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang Bandung Pangalengan 15 4 Cianjur Bunikasih Jawa Tengah Banyumas Baturraden Jawa timur Pasuruan Pasuruan Sub total Total Sampel = 390 (+) = 33 Tabel 7. Jumlah sapi yang terinfeksi bakteri lainnya. TAHUN sampel (+) sampel (+) sampel (+) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang Bandung Pangalengan 15 6 Cianjur Bunikasih Jawa Tengah Banyumas Baturraden Jawa timur Pasuruan Pasuruan Sub total Total Sampel = 390 (+) = 153

6 Dari hasil isolasi dan identifikasi menunjukkan bahwa dari seluruh sampel yang diperiksa, 332 dari 390 ekor sapi susunya mengandung bakteri (85%), dari 19 peternakan yang diperiksa seluruhnya (19 peternakan) terinfeksi oleh Strep. agalactiae (100%), dari 19 peternakan yang diperiksa terdapat 8 peternakan yang terinfeksi oleh Staph. aureus (42%). Untuk prevalensi Strep. agalactiae pada seluruh sampel yang diperiksa, diperoleh data bahwa ada 146 dari 390 ekor sapi yang terinfeksi (37.5%), untuk prevalensi Staph. aureus diperoleh data sebanyak 33 dari 390 ekor sapi yang terinfeksi oleh staph. aureus (8.5%), sedangkan untuk bakteri lainnya yang bisa menyebabkan mastitis klinis maupun subklinis (seperti: Koagulase negatif Staphylococcus, Jenis Streptococcus selain Strep. agalactiae, koliform dan bakteri gram negatif lainnya, Corynebacterium dan bakteri lainnya) diperoleh data sebanyak 153 dari 390 ekor sapi yang diperiksa (39%). Dan terdapat 58 ekor dari 390 ekor sapi yang di dalam susunya tidak teridentifikasi bakteri penyebab mastitis. Dari hasil tersebut di atas, hasilnya cukup mengejutkan, meskipun sampel yang diambil kurang memadai dalam jumlahnya untuk menentukan suatu hasil surveillance, namun ini bisa menjadi bayangan bahwa Streptococcus agalactiae, Staphylococcus aureus maupun jenis bakteri lainnya telah menyebar luas di hampir seluruh peternakan yang diperiksa. Mungkin ini bisa menjadi gambaran bahwa mastitis klinis maupun mastitis subklinis telah menjadi masalah bagi peternak kecil maupun menengah di Indonesia, meskipun akibatnya tidak dirasakan secara langsung oleh peternak diakibatkan ketidak tahuan ataupun ketidak pedulian peternak terhadap hal ini, padahal dampak secara ekonomis dari hal ini bisa sangat merugikan bagi peternak akibat dari berkurangnya produksi susu serta menurunnya kualitas dari susu yang dihasilkan peternak sehingga berdampak pada susu ditolak oleh konsumen karena rusak maupun harga susu menjadi rendah karena jeleknya kualitas susu. Menurut Kirk dalam Anri (tahun 2008), tingginya angka infeksi (prevalensi) dari Strep. agalactiae dan Staph. aureus serta jenis bakteri lainnya dalam susu menunjukkan bahwa peternak belum menerapkan sistem manajemen pemerahan serta kesehatan pemerahan (Milking Hygiene) yang baik dan benar. Tidak diterapkannya manajemen dan kesehatan pemerahan yang baik dan benar tidak hanya ditemui pada peternak skala kecil saja, bahkan di beberapa peternakan yang semi modern (menggunakan mesin perah) juga masih ditemukan, hal ini penulis dapati pada saat proses pengambilan sampel, dimana masih banyak peternak yang tidak melakukan sterilisasi peralatan pemerahan sebelum pemerahan diumulai, tidak menggunakan desinfektan dan air hangat untuk membersihkan ambing dan putting pada saat sebelum pemerahan, menggunakan satu lap ambing untuk beberapa ekor sapi, memerah masih menggunakan pelicin (vaseline) yang kotor dan tidak disimpan sebagaimana mestinya, ambing masih dalam keadaan basah saat pemerahan dimulai, memerah tidak sampai tuntas, dan yang paling fatal dan hampir semua peternak tidak melakukan karena alasan biaya adalah melakukan desinfeksi putting secepatnya setelah pemerahan (melakukan teat dipping) menggunakan desinfektan yang efektif seperti larutan yodium 0.5-1%, ada juga yang menerapkan program celup putting tapi menggunakan desinfektan yang kurang efektif seperti Benzalkonium Chloride (BKC) padahal menurut Sudarwanto (2009) dan Anri (2008) desinfektan yang paling efektif dan disarankan untuk celup putting adalah yodium 0.5 s.d 2% karena yodium mampu membunuh bakteri dalam waktu yang cukup singkat jika dibandingkan dengan desinfektan lainnya, konsentrasi yodium yang digunakan tergantung pada keparahan tingkat infeksi bakteri yang terjadi di satu peternakan atau kelompok ternak.

7 KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae telah menyebar dan menginfeksi hampir seluruh peternakan yang diperiksa sampel susunya dengan tingkat prevalensi yang cukup tinggi (Staph. aureus (8.5%) dan Strep. agalactiae (37.5%)) tidak hanya di Jawa Barat tapi juga di Jawa Tengah dan Jawa Timur. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan jenis bakteri yang teridentifikasi dengan jumlah sel somatic dalam susu, maupun angka electrical conductivity-nya. 2. Perlu dilakukan uji sensitivitas antibiotika terhadap bakteri-bakteri yang beredar dan menginfeksi ternak sapi perah di sentra-sentra wilayah sapi perah untuk menentukan pencegahan dan treatment atau pengobatan yang efektif, efisien serta tidak membebani secara finansial bagi para peternak gurem. 3. Perlu dilakukan surveillans terhadap patogen utama lainnya (mikroorganisme) penyebab mastitis seperti Mycoplasma bovis, Escherichia coli, kapang atau khamir serta mikroorganisme lainnya yang berpotensi menjadi mikroorganisme penyebab mastitis klinis maupun subklinis. 4. Perlu dikembangkan teknik-teknik diagnosa, isolasi dan identifikasi bagi mikroorganisme penyebab mastitis, agar diagnosa mastitis menjadi semakin cepat dan akurat serta tidak memakan biaya yang cukup mahal. 5. Perlu dilakukan sosialisasi secara rutin dan berkala terhadap pentingnya mastitis (klinis maupun subklinis), manajemen dan kesehatan pemerahan yang baik dan benar dalam rangka penerapan program pengendalian mastitis, peningkatan produktifitas sapi perah dan peningkatan jaminan mutu dan keamanan pangan asal hewan (dalam hal ini susu) sehingga susu aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Anri, A Manual on Mastitis Control. The Project for Improvement of Countermeasures on the Productive Diseases on dairy Cattle in Indonesia. Jica Indonesia Office, Jakarta. Jayarao, B.M et al Guidelines for monitoring bulk tank somatic cell counts. J. dairy Sci. 80: Kirk, J.H. and Lauerman, L.H Mycoplasma mastitis in dairy cows. Veterinarian. 16: National Mastitis Council Inc Laboratory Handbook on Bovine Mastitis, revised edition Walton Commons West, Madison, WI, United States of America. Sudarwanto, M Mastitis dan kerugian ekonomi yang disebabkannya. Makalah pada TOT JICA The 3 rd. Oktober 2009, Cikole-Lembang, Bandung Barat.

Hijau (alpha) Sempurna (beta) Tidak ada hemolisis (gamma)

Hijau (alpha) Sempurna (beta) Tidak ada hemolisis (gamma) BAB 6 Streptococci Streptokoki merupakan salah satu agen penyebab utama infeksi intramamari pada sapi dan biasanya menyebabkan infeksi yang bersifat kronis (mastitis subklinis) dan kadang-kadang kasusnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Seseorang pada umur produktif, susu dapat membantu

Lebih terperinci

Prosedur Pengujian Mikrobiologi untuk Identifikasi Agen Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Alpha-Beta hemolytic Staphylococcus aureus

Prosedur Pengujian Mikrobiologi untuk Identifikasi Agen Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Alpha-Beta hemolytic Staphylococcus aureus Prosedur Pengujian Mikrobiologi untuk Identifikasi gen Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah lpha-eta hemolytic Staphylococcus aureus aftar Isi Pendahuluan 1 ab 1 ara Penanganan dan Pengambilan contoh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan Kunak, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sampel diuji di laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh dipping puting sapi perah yang terindikasi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh dipping puting sapi perah yang terindikasi 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh dipping puting sapi perah yang terindikasi mastitis subklinis dengan rebusan daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap jumlah koloni Staphylococcus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media Agar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Jumlah Bakteri Staphyloccus aureus dan Skor California Mastitis

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Jumlah Bakteri Staphyloccus aureus dan Skor California Mastitis 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian Jumlah Bakteri Staphyloccus aureus dan Skor California Mastitis Test (CMT) Susu Kambing Peranakan Etawa (PE) akibat Dipping Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor 3

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor 3 JSV 35 (1), Juni 2017 Perlakuan Celup Puting Setelah Pemerahan Terhadap Keberadaan Bakteri Patogen... Perlakuan Celup Puting setelah Pemerahan terhadap Keberadaan Bakteri Patogen, Staphylococcus aureus,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu yang digunakan adalah sampel susu kuartir yang berasal dari Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang diduga memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan susu Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyuwangi secara astronomis terletak di antara 113 53 00 114 38 00 Bujur Timur dan 7 43 00 8 46 00 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi yang mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

A. Wibowo, T.H. Suprayogi dan Sudjatmogo* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

A. Wibowo, T.H. Suprayogi dan Sudjatmogo* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TAMPILAN TOTAL PLATE COUNT DAN Staphylococcus aureus PADA SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT DIPPING DENGAN IODOSFOR PADA BERBAGAI KONSENTRASI

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI SUSU. Jatinangor, Maret Jurusan Teknologi Industri Pangan FTIP Univesitas Padjadjaran

MIKROBIOLOGI SUSU. Jatinangor, Maret Jurusan Teknologi Industri Pangan FTIP Univesitas Padjadjaran MIKROBIOLOGI SUSU Souvia Rahimah,STP., M.Sc. Jatinangor, Maret 2011 Jurusan Teknologi Industri Pangan FTIP Univesitas Padjadjaran TPK Setelah mengikuti kuliah dengan pokok bahansan MIKROBIOLOGI SUSU, mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Patogen dalam Susu Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen yang mudah tercemar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) Sapi perah yang umum digunakan sebagai ternak penghasil susu di Indonesia adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi PFH merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi susu dipengaruhi beberapa faktor utama yang salah satunya adalah penyakit. Penyakit pada sapi perah yang masih menjadi ancaman para peternak adalah penyakit mastitis yang

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) TERHADAP MASTITIS SUBKLINIS

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) TERHADAP MASTITIS SUBKLINIS EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) TERHADAP MASTITIS SUBKLINIS (Efficacy of Piper betle Linn Toward Subclinical Mastitis) MASNIARI POELOENGAN, SUSAN M.N. dan ANDRIANI Balai Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari kelompok peternakan yakni Budiarso, 2001 Tingkat cemaran rata-rata Coliform yang mengkontaminasi susu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. 2. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. yang berbeda konsentrasi terhadap total koloni bakteri dan ph susu segar kambing

BAB III MATERI DAN METODE. yang berbeda konsentrasi terhadap total koloni bakteri dan ph susu segar kambing 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian mengenai pengaruh larutan dipping menggunakan desinfektan yang berbeda konsentrasi terhadap total koloni bakteri dan ph susu segar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Busungbiu Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng memiliki letak geografis antara 114-115 Bujur Timur dan 8 03-9 23 Lintang

Lebih terperinci

MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH DI INDONESIA : PENDEKATANNYA

MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH DI INDONESIA : PENDEKATANNYA MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH DI INDONESIA : PENDEKATANNYA MASALAH DAN SUPAR Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 52, Bogor 16114 PENDAHULUAN Mastitis pada sapi perah merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BENZALKONIUM KLORIDA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS SUSU SAPI. Saeful Hidayat, Rival Ferdiansyah, Akhmad Depi Juniarto

PENGARUH PENGGUNAAN BENZALKONIUM KLORIDA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS SUSU SAPI. Saeful Hidayat, Rival Ferdiansyah, Akhmad Depi Juniarto PENGARUH PENGGUNAAN BENZALKONIUM KLORIDA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS SUSU SAPI Saeful Hidayat, Rival Ferdiansyah, Akhmad Depi Juniarto Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Abstrak Telah diamati efektivitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing 4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing Kelenjar mamaria atau ambing pada sapi letaknya di daerah inguinal yang terdiri dari empat perempatan kuartir. Setiap kuartir memiliki satu puting, keempat

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar LAMPIRAN 47 Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar KUISIONER PETERNAK SAPI PERAH Wilayah Kabupaten : Kecamatan : Tanggal Wawancara : Nama Enumerator : I.Identitas Peternak 1. Nama Pemilik : 2.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureus Genus Staphylococcus masuk kedalam bakteri gram positif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal, sebagian besar tersusun atas peptidoglikan.

Lebih terperinci

THE EFFECT OF USE MORINGA LEAF JUICE FOR TEAT DIPPING ON INCIDENCE OF SUBCLINICAL MASTITIS OF DAIRY CATTLE LACTATION FH

THE EFFECT OF USE MORINGA LEAF JUICE FOR TEAT DIPPING ON INCIDENCE OF SUBCLINICAL MASTITIS OF DAIRY CATTLE LACTATION FH THE EFFECT OF USE MORINGA LEAF JUICE FOR TEAT DIPPING ON INCIDENCE OF SUBCLINICAL MASTITIS OF DAIRY CATTLE LACTATION FH Ahmad Safangat 1, Sarwiyono 2 and Puguh Surjowardojo 2 1) Undergraduate Student at

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SALEP DAUN SIRIH DAN MENIRAN TERHADAP PENURUNAN JUMLAH BAKTERI PADA SAPI PERAH PENDERITA MASTITIS SUB KLINIS

EFEKTIVITAS SALEP DAUN SIRIH DAN MENIRAN TERHADAP PENURUNAN JUMLAH BAKTERI PADA SAPI PERAH PENDERITA MASTITIS SUB KLINIS EFEKTIVITAS SALEP DAUN SIRIH DAN MENIRAN TERHADAP PENURUNAN JUMLAH BAKTERI PADA SAPI PERAH PENDERITA MASTITIS SUB KLINIS Lili Zalizar Fakultas Pertanian-Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang lilizalizarthahir@yahoo.com

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Mikrobiologi dengan judul Daya Kerja Antimikroba dan Oligodinamik yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Adit

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Mikrobiologi dengan judul Daya Kerja Antimikroba dan Oligodinamik yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Adit LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI (DAYA KERJA ANTIMIKROBA DAN OLIGODINAMIK) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : II (Dua) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan sebagai obat tradisional. Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari tumbuhan,

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KONDISI SANITASI PERALATAN DAN AIR TERHADAP PENINGKATAN JUMLAH TOTAL MIKROORGANISME SUSU INDIVIDU SUSU KANDANG SUSU TEMPAT PENGUMPUL SUSU DI PETERNAKAN KUNAK BOGOR SISKA ARYANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

KAJIAN PENGENDALIAN MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH

KAJIAN PENGENDALIAN MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH KAJIAN PENGENDALIAN MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH (Studies on Subclinical Mastitis Control in the Dairy Cows) SUPAR dan TATI ARIYANTI Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor ABSTRACT Mastitis is a

Lebih terperinci

AKTIVITAS AIR PERASAN DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ENCOK TERHADAP BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SAPI MASTITIS SUBKLINIS

AKTIVITAS AIR PERASAN DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ENCOK TERHADAP BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SAPI MASTITIS SUBKLINIS AKTIVITAS AIR PERASAN DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ENCOK TERHADAP BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SAPI MASTITIS SUBKLINIS (Activity Water Extract and Ethanol Extraction of Plumbago Zeylanica L. leaves Against Bacteria

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan sampel berdasarkan jumlah susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia pada tahun 2011 yaitu 39 570.90 kg, sehingga jumlah sampel yang diuji dalam penelitian ini sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat yang sehat dan produktif dapat terwujud melalui perlindungan dan jaminan keamanan produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Salah satu upaya yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia yang baik genetiknya, merupakan persilangan kambing etawa dan kambing lokal (Syukur dan Suharno,

Lebih terperinci

TOTAL BAKTERI DAN ph SUSU AKIBAT LAMA WAKTU DIPING PUTING KAMBING PERANAKAN ETTAWA LAKTASI

TOTAL BAKTERI DAN ph SUSU AKIBAT LAMA WAKTU DIPING PUTING KAMBING PERANAKAN ETTAWA LAKTASI Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 12 21 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TOTAL BAKTERI DAN ph SUSU AKIBAT LAMA WAKTU DIPING PUTING KAMBING PERANAKAN ETTAWA LAKTASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteri dari probandus berhasil diperoleh setelah air kumur-kumur mereka dibiakkan ke atas media Agar Darah. Koloni-koloni mikroorganisme tersebut kemudian ditanam pada media umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Produksi Susu Produksi susu yang fluktuatif selama sapi laktasi hal ini disebabkan kemampuan sel-sel epitel kelenjar ambing yang memproduksi susu sudah menurun bahkan beberapa

Lebih terperinci

Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) sebagai Bahan Dipping Puting terhadap Jumlah Coliform dan ph Susu

Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) sebagai Bahan Dipping Puting terhadap Jumlah Coliform dan ph Susu Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) sebagai Bahan Dipping Puting terhadap Jumlah Coliform dan ph Susu The Effect of Averrhoa bilimbi Leaves Extract as a Teat Dip Antiseptic to

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan metode difusi Kirby-Bauer (Triatmodjo, 2008). Hasil penelitian diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode deskriptif. B. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Ekstrak daun kersen, ether, metanol, daya hambat, Streptococcus agalactiae dan mastitis.

ABSTRAK. Kata Kunci: Ekstrak daun kersen, ether, metanol, daya hambat, Streptococcus agalactiae dan mastitis. EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) DENGAN PELARUT ETHER DAN METANOL SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus agalactiae PENYEBAB MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH Ratu Tintin Purwaningsih

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan protein yang tinggi masyarakat Indonesia yang tidak disertai oleh kemampuan untuk pemenuhannya menjadi masalah bagi bangsa Indonesia. Harper dkk.

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.6, No.1 Desember 2017

AGROVETERINER Vol.6, No.1 Desember 2017 51 KUALITAS KIMIA SUSU SAPI PERANAKAN FRISIEN HOLSTEIN SEBELUM DAN SESUDAH PENGOBATAN MASTITIS DI WILAYAH KERJA KOPERASI SAE PUJON Shelly Wulandari 1), Diyantoro 1), Oky Setyo Widodo 2) 1)Departemen Kesehatan,

Lebih terperinci

THE INFLUENCE OF PRE MILKING ON MILK QUALITY BASED ON REDUCTATION TEST AND CALIFORNIA MASTITIS TEST ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PRE MILKING ON MILK QUALITY BASED ON REDUCTATION TEST AND CALIFORNIA MASTITIS TEST ABSTRACT THE INFLUENCE OF PRE MILKING ON MILK QUALITY BASED ON REDUCTATION TEST AND CALIFORNIA MASTITIS TEST Yuanita Putri Yuliana 1, Sarwiyono 2 and Puguh Surjowardojo 2 1 Student Faculty of Animal Husbandry,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006 PENERAPAN HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP) PADA PROSES PEMERAHAN SUSU SAPI DI TINGKAT PETERNAK (KASUS KOPERASI SUSU SARWAMUKTI KEC. CISARUA KAB. BANDUNG TAHUN 2005) (Application of Hazard

Lebih terperinci

Dwi Priono, Endang Kusumanti, Dian Wahyu Harjanti

Dwi Priono, Endang Kusumanti, Dian Wahyu Harjanti Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (1): 52-57 ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Jumlah bakteri Staphylococcus aureus dan skor California Mastitis Test (CMT)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIAMETER LUBANG PUTING TERHADAP TINGKAT KEJADIAN MASTITIS

HUBUNGAN ANTARA DIAMETER LUBANG PUTING TERHADAP TINGKAT KEJADIAN MASTITIS HUBUNGAN ANTARA DIAMETER LUBANG PUTING TERHADAP TINGKAT KEJADIAN MASTITIS Prasetyo, B.W., Sarwiyono, P. Surjowardojo Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Eka Margareta Sinaga, M.Pd Dosen Universitas Sari Mutiara Indonesia ABSTRACT

Eka Margareta Sinaga, M.Pd Dosen Universitas Sari Mutiara Indonesia ABSTRACT Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat, 29/11 (62-71) IDENTIFIKASI BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA SUSU SAPI PERAH YANG DI PERJUALBELIKAN DI PETERNAKAN ASAM KUMBANG KECAMATAN MEDAN SELAYANG Eka Margareta

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya, Weleri, Kendal, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang penilaian higiene dan sanitasi tempat peternakan sapi dan tempat pemerahan susu sapi segar, jumlah bakteri Coliform

Lebih terperinci

PENGARUH SENYAWA FENOL DALAM BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia) TERHADAP CMT (California Mastitis Test) SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS

PENGARUH SENYAWA FENOL DALAM BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia) TERHADAP CMT (California Mastitis Test) SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS Buletin Peternakan Vol. 41 (4): 393-398, November 2017 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X Bulletin of Animal Science, DOI: 10.21059/buletinpeternak.v41i4.24159 PENGARUH SENYAWA FENOL DALAM BUAH MENGKUDU (Morinda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu merupakan bahan pangan alami yang mempunyai nutrisi sangat lengkap dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan asal hewan merupakan sumber zat gizi, termasuk protein yang banyak mengandung asam amino, lemak, kalsium, magnesium dan fosfor sehingga bermanfaat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat langsung diminum atau dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional.

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia masih merupakan peternak kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. Cara beternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes HASIL DAN PEMBAHASAN Tiga puluh sampel keju impor jenis Edam diambil sebagai bahan penelitian. Sampel keju impor diambil didasarkan pada frekuensi kedatangan keju di Indonesia, dilakukan di Instalasi Karantina

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan Media dan Reagen Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan Media dan Reagen Alat 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan September tahun 2008. Tempat penelitian di Laboratorium Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) Departemen

Lebih terperinci

25 Universitas Indonesia

25 Universitas Indonesia 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap kloramfenikol, trimethoprim/ sulfametoksazol,

Lebih terperinci

JIMVET. 01(3): (2017) ISSN :

JIMVET. 01(3): (2017) ISSN : PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN SUSU SAPI PASTEURISASI PADA SUHU KAMAR TERHADAP JUMLAH KOLONI Staphylococcus Aureus The Effect Of Pasteurized Cow s Milk Storage Time In Room Temperature to the Number of Staphylococcus

Lebih terperinci

Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013

Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013 Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013 Quiss.. Jelaskan secara singkat istilah-istilah dalam epidemiologi berikut ini Incubation period Prevalensi Insidensi Endemic Epidemic Sporadic Vector Eradication Tuliskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi

Lebih terperinci

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI)

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI) STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI) Elok Zubaidah *, Joni Kusnadi *, dan Pendik Setiawan ** Staf Pengajar Jur. Teknologi Hasil

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Inhibition, Muntingia calabura L., Staphylococcus aureus, Escherichia coli and Antimicrobial

ABSTRACT. Keywords: Inhibition, Muntingia calabura L., Staphylococcus aureus, Escherichia coli and Antimicrobial INHIBITION POTENTIAL of Muntingia calabura L. LEAVES WATER EXTRACT to GROWTH of GRAM-POSITIVE BACTERIA Staphylococcus aureus and GRAM- NEGATIVE Escherichia coli THAT CAUSE MASTITIS DISEASE IN DAIRY COWS

Lebih terperinci

PEMANFAATAN REBUSAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) DALAM MENURUNKAN TINGKAT KEJADIAN MASTITIS BERDASARKANN UJI CMT DAN SCC

PEMANFAATAN REBUSAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) DALAM MENURUNKAN TINGKAT KEJADIAN MASTITIS BERDASARKANN UJI CMT DAN SCC JURNAL TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production Vol 18, No. 2 pp. 17-23, Desember 2017 DOI: 10.21776/ub.jtapro.2017.018.02.4 Open Acces Freely available online PEMANFAATAN REBUSAN DAUN SIRIH

Lebih terperinci

PENGARUH TEAT DIPPING SARI DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less) TERHADAP KUALITAS SUSU BERDASARKAN CALIFORNIA MASTITIS TEST DAN UJI REDUKTASE

PENGARUH TEAT DIPPING SARI DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less) TERHADAP KUALITAS SUSU BERDASARKAN CALIFORNIA MASTITIS TEST DAN UJI REDUKTASE PENGARUH TEAT DIPPING SARI DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less) TERHADAP KUALITAS SUSU BERDASARKAN CALIFORNIA MASTITIS TEST DAN UJI REDUKTASE Iftitah Lisholihah 1, Sarwiyono 2, dan Puguh Surjowardojo 2

Lebih terperinci

Alat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah

Alat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah TEKNIK PEMERAHAN DAN PENANGANAN SUSU SAPIPERAH G. Suheri Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor PENDAHULUAN Perkembangan dalam pemeliharaan sapi perah pada akhir-akhir ini cukup pesat dibandingkan tahun-tahun

Lebih terperinci

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,597,999, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 29,647,491, BELANJA LANGSUNG 66,211,846,000.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,597,999, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 29,647,491, BELANJA LANGSUNG 66,211,846,000.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.01 URUSAN PILIHAN Pertanian 2.01.03 Dinas Peternakan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,597,999,85.00 00 00 1 2 Retribusi Daerah 2,597,999,85.00

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dalam penelitian ini adalah Ilmu Mikrobiologi dan Ilmu Bedah. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian 1.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di Kabupaten 3.1 Lokasi dan Tempat Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bone Bolango. sedangkan untuk melihat ada tidaknya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan produksi susu dengan body condition scoredan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan produksi susu dengan body condition scoredan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang hubungan produksi susu dengan body condition scoredan tingkat peradangan ambing pada sapi perah laktasiyang dilaksanakan di BBPTU- HPT Baturraden Purwokerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu telah dikonsumsi sejak zaman dahulu menjadi bahan pangan sumber protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at : Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p 93 99 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN KAPORIT (CaHOCl) UNTUK DIPPING PUTING SUSU KAMBING

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Vol. 40 (1): 11-20, Februari 2016 ISSN E-ISSN X

Buletin Peternakan Vol. 40 (1): 11-20, Februari 2016 ISSN E-ISSN X Buletin Peternakan Vol. 40 (1): 11-20, Februari 2016 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X PENGARUH SUHU AIR PENCUCIAN AMBING DAN TEAT DIPPING TERHADAP JUMLAH PRODUKSI, KUALITAS DAN JUMLAH SEL SOMATIK SUSU PADA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

Alat dan Bahan : Cara Kerja : No : 09 Judul : Uji kualitatif dan kuantitatif Bakteri Coli (Coliform) Tujuan : - Untuk menentukan kehadiran bakteri coliform dalam sampel air - Untuk memperkirakan jumlah bakteri coliform dalam sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode difusi Kirby bauer. Penelitian di lakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. penyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi, serta

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. penyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Mastitis merupakan salah satu masalah yang paling sering ditemukan pada peternakan sapi perah di Indonesia. Kasus ini menyebabkan kerugian cukup besar yang berakibat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 110/Kpts/TN.530/2/2008 Strangles/Mink Horse/Equine Distemper/ Ingus tenang termasuk ke dalam penyakit eksotik yang ada di Indonesia. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA

KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA YOKI YOGASWARA dan LOKA SETIA Subdit Residu, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Lebih terperinci