BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN BADUNG

Jurnal Spektran Vol.3, No.1, Januari 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 28 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG

PENGUMUMAN NOMOR : PDAM.82/AM/2/2014

PENGUMUMAN NOMOR : PDAM.65/AM/2/2013

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 270 sampel di wilayah usaha

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI PONOROGO PERATURAN BUPATI PONOROGO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PONOROGO

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA DENPASAR CAKUPAN PELAYANAN PELANGGAN ATAS PENDUDUK BULAN : DESEMBER 2013 KOTA DENPASAR

MEMUTUSKAN: : KEPUTUSAN BUPATI TENTANG PENETAPAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN BANYUWANGI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada pemakaian air di Wilayah Usaha PAM PT. TB

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG TARIF DASAR DAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN ABSTRAK

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan berbagai macam kebutuhan dasar manusia (basic human

BUPATI TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2001

BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 4 Tahun 2009 Seri E

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR/ TAHUN 2010 TENTANG TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM BUPATI MOJOKERTO,

BAB V ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH

BUPATI PADANG PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA Faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Pemakaian Air

BUPATI BANDUNG BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 32 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 1 TAHUN : 1991 SERI : D.15

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KABUPATEN BEKASI

STUDI SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI PULAU BARRANG LOMPO KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR

PROFIL KABUPATEN / KOTA

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 56 TAHUN 2013 T E N T A N G TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTAMARTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 131 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 73 TAHUN 2009 T E N T A N G PENYESUAIAN TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTAMARTA YOGYAKARTA

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYESUAIAN TARIP AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTAMARTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Air merupakan sumber daya yang sangat diperlukan oleh

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG

ANALISA KEBUTUHAN AIR BERSIH KOTA BATAM PADA TAHUN 2025

KAJIAN KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MASYARAKAT KOTA LUBUK BASUNG DALAM MENDAPATKAN PELAYANAN AIR BERSIH

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2014 SERI BUPATI CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR SUMATERA SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 50 TAHUN 2001 TENTANG TARIF AIR MINUM DAN NON AIR PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 9 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA BENTENG KOTA TANGERANG

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010

PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam UUD

STUDI ANGKA PEMAKAIAN AIR SAMBUNGAN LANGSUNG RUMAH TANGGA DI KOTA PADANG TAHUN 2001

TUGAS KELOMPOK PREDIKSI KEBUTUHAN DOMESTIK AIR BERSIH DI SUATU KLASTER PERUMAHAN/SUATU DAERAH BAHAN PRESENTASI DISUSUN OLEH :... NIM :...

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 42 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I RP JARINGAN AIR BERSIH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI AIR BERSIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Berdasarkan : Pelanggan dikelompokkan menjadi : 1. Kelompok Sosial Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehilangan air pada suatu sistem hidrologi. panjang, untuk suatu DAS atau badan air seperti waduk atau danau.

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB 4 POLA KONSUMSI AIR BERSIH RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SETIAMANAH

Gubernur Jawa Barat;

BUPATI OGAN ILIR KEPUTUSAN BUPATI OGAN IUR NOMOR 6$(; IKEP/PDAM/2007 TARIF AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA OGAN KABUPATEN OGAN IUR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TARIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN AIR LIMBAH

BAB IV PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM DI WILAYAH PERENCANAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PREDIKSI JUMLAH KEBUTUHAN AIR BERSIH BPAB UNIT DALU - DALU 5 TAHUN MENDATANG (2018) KECAMATAN TAMBUSAI KAB ROKAN HULU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 16 SERI E

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 9 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

SISTEM JARINGAN AIR BERSIH. Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut :

TUGAS AKHIR ANALISIS KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR BERSIH UNIT KEDAWUNG PDAM SRAGEN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

PROFIL KABUPATEN / KOTA

Transkripsi:

8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku/Pola Pemakaian Air Bersih Engel dan kawan-kawan (1994) mengatakan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan tersebut. Perilaku konsumen sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan membeli yang tahapnya dimulai dari pengenalan masalah, mencari informasi tentang produk atau jasa yang dibutuhkan, evaluasi alternatif yang berupa penyeleksian, tahap pengambilan keputusan pembelian, dan diakhiri dengan perilaku sesudah pembelian. Perilaku/pemakaian air bersih pada suatu kawasan tidak akan pernah sama persis dengan kawasan lainnya akibat dari karakteristik yang dimiliki oleh kawasan yang bersangkutan. Pola pemakaian air bersih sangat ditentukan oleh iklim, ciri-ciri penduduk, masalah lingkungan hidup, industri dan perdagangan, iuran atas air, ukuran kota dan kebutuhan konservasi air.(linsley,1995; Twort dkk, 2003 serta Kodoatie dan Syarif,2005). 2.1.1 Iklim Pola pemakaian air untuk kegiatan rumah tangga seperti mandi, mencuci, menyiram taman, pengaturan udara dan kegiatan lainnya akan lebih besar untuk

9 daerah yang mempunyai iklim yang hangat dan kering daripada daerah yang mempunyai iklim yang lembab. Pada daerah yang mempunyai iklim yang sangat dingin air mungkin akan diboroskan di keran-keran untuk mencegah bekunya pipa-pipa air bersih (Linsley,1995). Sebagai contoh konsumsi air bersih di negara tropis seperti Bangkok mencapai 218 liter/orang/hari (1999), Singapura 310 liter/orang/hari (2000), Malaysia 230-321 liter/orang/hari (1995) lebih besar jika dibandingkan dengan konsumsi air bersih di negara sub tropis seperti Norwegia mencapai 130 liter/orang/hari (1994), Netherland 195 liter/orang/hari dan Jerman 196 liter/orang/hari (Norken,2002). 2.1.2 Ciri-Ciri Penduduk Pemakaian air akan dipengaruhi oleh status ekonomi dari para pengguna air (Linsley,1995). Hal ini sejalan dengan Hall (1984), yang menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraan penduduk maka semakin tinggi tingkat konsumsi airnya. Hal ini ditunjukkan oleh Twork dkk.(2003) bahwa kebutuhan air untuk kota kecil dengan perumahan standar rendah berkisar antara 90 sampai dengan 150 liter/orang/hari, sementara untuk kota besar dan modern penggunaan air bersih dapat mencapai 600 liter/orang/hari. Semakin tinggi kesejahteraan maka semakin lengkap alat-alat rumah tangga yang berakibat semakin besar pula kebutuhan airnya.

10 2.1.3 Masalah Lingkungan Hidup Perhatian masyarakat terhadap penyelamatan sumber-sumber air yang merupakan aset lingkungan hidup telah mendorong penciptaan alat-alat rumah tangga yang lebih hemat terhadap air sehingga pemakaian air yang lebih besar dapat dikurangi. Sebagai contoh inovasi penggunaan katup pembatas aliran dan pemancar pembatas aliran pada alat pancuran mandi persentase penggunaan airnya masing-masing 50% dan 60% jika dibandingkan dengan menggunakan alat konvensional. Demikian juga dengan inovasi pada toilet jenis katup penggelontor bertumpuk dua dan toilet dua siklus persentase penggunaan airnya adalah 62% dan 70% jika dibandingkan dengan menggunakan alat konvensional (Linsley;1995 dan Soufyan,2000). 2.1.4 Iuran Atas Air dan Meteran Apabila air mahal maka orang akan berpikir untuk menghabiskan air yang banyak, begitu juga dengan industri yang mendorong pengembangan teknologi yang berbasis pada teknologi hemat air. Jadi pengenaan tarif atas air dan meteran akan mempengaruhi pola dan prilaku masyarakat serta dunia industri dalam mempergunakan air (Linsley,1995 dan Twort,2003). Pengenaan tarif atas meteran oleh PDAM dibedakan atas besarnya diameter pipa yang masuk pelanggan. Semakin besar pipa maka semakin besar pula biaya meteran yang dikenakan. Demikian juga pemberlakuan tarif air bersih oleh PDAM selain dibedakan dari jenis pelanggan juga dibedakan menurut jumlah pemakaian air bersih bulanan

11 (Direktori Perpamsi,2005). Menurut Linsley (1995), pemasangan meteran pada sambungan air masyarakat telah menurunkan penggunaan air sebanyak 40%. 2.1.5 Ukuran Kota Semakin besar ukuran kota maka jumlah penduduknya semakin bertambah, kegiatan industri dan perdagangan lebih banyak serta jaringan limbah yang lebih komplek dan mungkin juga terjadinya pemborosan air yang lebih besar.variabelvariabel diatas menyebabkan semakin besar ukuran kota maka semakin besar juga kebutuhan airnya. Ditjen Cipta Karya (2000), telah menetapkan standar pemakaian air untuk kota metropolitan sebesar 190 liter/orang/hari, ini lebih besar dari standar kebutuhan air untuk kota besar sebesar 170 liter/orang/hari, kota sedang sebesar 150 liter/orang/hari, dan kota kecil sebesar 130 liter/orang/hari. Secara terperinci alokasi penggunaan air untuk beberapa katagori kota dapat dilihat pada Tabel 2-1 berikut: No. Tabel 2.1 Kriteria Pemakaian Air Domestik di Indonesia Uraian Kota Metropolitan Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil Desa 1. Konsumsi domestik (liter/orang/hari) 190 170 150 100 30 2. Konsumsi unit non domestik (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30 3. Kehilangan air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30 4. Jam Operasi 24 24 24 24 24 Sumber:Direktorat Jenderal Cipta Karya, DPU, 2000

12 2.1.6 Kebutuhan Konservasi Kota Pada beberapa daerah keadaan kekeringan telah memaksa penduduk yang ada di dalamnya untuk melakukan penghematan terhadap kebutuhan air mereka. Badan-badan atau otoritas yang berwenang terpaksa akan mengalokasikan cadangan air untuk keperluan musim kemarau atau musim kering. Sebagai akibat dari hal ini maka lambat laun penduduk di daerah itu akan menyesuaikan gaya hidup terhadap pemakaian air dan hal ini memberikan efek edukatif yang bagus bagi konservasi potensi air yang ada. Linsley, (1995) memberikan ilustrasi bahwa pemakaian air dapat dikurangi 10 sampai dengan 40% tanpa menimbulkan suatu masalah yang berarti bagi masyarakat pelanggan air bersih. 2.2 Jenis Kebutuhan Air Bersih Jenis kebutuhan air bersih dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu kebutuhan air domestik dan kebutuhan air non domestik. Kebutuhan air domestik dan kebutuhan air non domestik ditambah dengan kehilangan air selama distribusi merupakan kebutuhan air total (Kodoatie & Sjarief, 2005 dan Twort dkk. 2003). 2.2.1 Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan konsumsi perkapita. Kecendrungan populasi dan sejarah populasi dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik, terutama dalam penentuan kecendrungan laju pertumbuhan (Growth Rate Trend).

13 Menurut Twort dkk. (2003), kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan air di dalam rumah, kebutuhan air di luar rumah dan kran umum. Kebutuhan air di dalam rumah meliputi kebutuhan untuk minum, memasak, sanitasi, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan mencuci kendaraan. Sementara kebutuhan di luar rumah meliputi kebutuhan untuk menyiram kebun, air mancur dan kolam renang. Kebutuhan untuk kran umum adalah kebutuhan untuk kran yang dimanfaatkan oleh publik. Perbedaan pemakaian air domestik sangat ditentukan oleh karakteristik komponen yang ada di dalamnya. Sebagai contoh kebutuhan air domestik penduduk kota industri besar di Amerika Serikat sebesar 600 sampai dengan 800 liter/orang/hari, sementara kebutuhan air beberapa kota besar dan daerah perkotaan di dunia sebesar 300 sampai dengan 550 liter/orang/hari. Di Inggris dan Wales sebesar 288 liter/orang/hari tahun 1998/1999. Sementara pada tahun 1997/1998 penggunaan air rata-rata di Skotlandia sudah mencapai 460 liter/orang/hari dan di Irlandia Utara pada saat yang sama sudah mencapai 407 liter/orang/hari. Di negara negara yang sudah maju kebutuhan airnya terus bergerak naik seiring dengan peningkatan perkapita penduduknya (Souyan, 2000). Contoh lainnya penggunaan air domestik rata-rata penduduk kota montreal di Kanada sebesar 647 liter/orang/hari tahun 1975 sementara penggunaan air domestik pada tahun yang sama di kota Monako, Prancis, sebesar 565 liter/orang/hari. Sedangkan menurut Norken (2006) di Indonesia tahun 1999 alokasi penggunaan air di perkotaan dicanangkan sebesar 125 liter/orang/hari dan

14 60 liter/orang/hari di pedesaan, sementara di Denpasar tahun 2006 kebutuhan air sudah mencapai 274 liter/orang/hari. Kebutuhan air domestik di Indonesia menurut Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (2000) mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Air Bersih dengan mengklasifikasikan daerah menjadi dua katagori yaitu kota dan desa. Kriteria kota dibedakan lagi menjadi 4 katagori yaitu kota metropolitan, kota besar, kota sedang dan kota kecil. Penggunaan air domestik dari berbagai angka yang disodorkan oleh berbagai instansi menunjukan bahwa pemakaian air terbesar adalah pada kebutuhan kakus dan kamar mandi (Soufyan, 2000). Kebutuhan untuk kakus yang meliputi kloset dan peturasan rata-rata 35,4% dari total kebutuhan air bersih perhari. Sedangkan untuk kebutuhan kamar mandi rata-rata 30,72% dari kebutuhan total air bersih perhari. Sementara pemakaian untuk dapur rata-rata sebesar 6,2 %, cuci muka dan tangan sebesar 9,4 % dan untuk kebutuhan lainnya sebesar 6,5 % dari total kebutuhan air bersih perhari. 2.2.2 Kebutuhan Air Non Domestik Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air selain untuk keperluan di dalam rumah, di luar rumah dan kran umum. Kebutuhan air non domestik meliputi kebutuhan air untuk industri dan fasilitas umum.

15 1. Kebutuhan Air Untuk Industri Kebutuhan air untuk industri meliputi cakupan yang sangat luas dan beragam mengingat industri terbagi dalam industri jasa dan industri yang memproduksi barang. a. Kebutuhan Air Industri Jasa Dalam industri jasa seperti industri kepariwisataan kebutuhan air diperhitungkan dari fasilitas pendukung industri pariwisata tersebut, seperti kebutuhan air untuk restoran atau rumah makan, kebutuhan air hotel, losmen atau penginapan, villa dan sarana pariwisata lainnya. Mengacu pada standar Ditjen Cipta Karya (2000), kebutuhan air untuk restoran atau rumah makan diperhitungkan terhadap jumlah tempat duduk yang disediakan. Standar pemakaian air yang ditetapkan sebesar 100 liter/tempat duduk/hari. Sementara kebutuhan air untuk hotel dihitung dari banyaknya kamar yang disediakan. Kebutuhan air untuk hotel ditetapkan sebesar 150 liter/kamar/hari. b. Kebutuhan Air Industri Barang Kebutuhan air untuk industri yang menghasilkan barang sangat tergantung dari jenis barang yang dihasilkan. Seperti contoh industri minuman akan membutuhkan air yang lebih besar dabandingkan dengan industri yang tidak berbasis pada air. 2. Kebutuhan Air untuk Fasilitas Umum Kebutuhan air fasilitas umum diperhitungkan dari kebutuhan air untuk sekolah, serta sarana kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas,

16 a. Kebutuhan Air untuk Sekolah Kebutuhan air untuk sekolah diperhitungkan dari banyaknya jumlah siswa dan guru serta pegawai administrasi yang ada. Ditjen Cipta Karya (2000), menetapkan kebutuhan air untuk sekolah sebesar 10 liter/murid/hari. b. Kebutuhan Air untuk Sarana Kesehatan Kebutuhan air untuk sarana kesehatan berupa rumah sakit dihitung dari banyaknya tempat tidur/bed yang disediakan. Ditjen Cipta Karya (2000), menetapkan bahwa kebutuhan air untuk rumah sakit sebesar 200 liter/bed/hari. Sementara kebutuhan air untuk puskesmas ditetapkan sebesar 2 m 3 /hari. Kebutuhan Total Air Non Domestik Sebagian orang/instansi memperkirakan besarnya kebutuhan air non domestik berdasarkan persentase terhadap besarnya kebutuhan air domestik. Besar kebutuhan air non domestik diperkirakan sebesar 20% - 25% dari kebutuhan air domestik (kodoatie & Syarif, 2005). Sementara Direktorat Jenderal Cipta Karya (2000), memperkirakan besarnya kebutuhan air non domestik sebesar 20% - 30% dari kebutuhan air domestik. 2.3. Pelayanan Air Bersih Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan

17 seseorang. Kep.MenPan No. 81/93, menyatakan bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintahan pusat/daerah, BUMN/BUMD dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan air bersih terkait erat dengan institusi pengelolaan air bersih, cakupan wilayah pelayanan, jumlah dan klasifikasi pelanggan, kontinuitas, kwantitas dan kwalitas aliran, penentuan tarif atas air, kebocoran serta kemauan dari pelanggan untuk membayar kenaikan tarif atas pelayanan yang lebih baik. 2.3.1. Institusi Pengelolaan Air Bersih Agar pengelolaan air bersih dapat terjamin maka diperlukan suatu manajemen yang sistematis melalui suatu badan atau lembaga pengelolaan air bersih. Banyak institusi atau lembaga pengelolaan air bersih yang ada di dunia, seperti The Water and Sewerage Authority (WASA) di Sain Luca, Public Utility Board (PUB) di Singapura, Hongkong Water Supplies Department (WSD) di Hongkong, The Honolulu Board of Water Supply (BWS) di Hawaii, USA, Cipprus The Water Development Department (WDD) di Siprus dan lembagalembaga lainnya (Norken, 2002). Di Indonesia pengelolaan air oleh pemerintah dipercayakan kepada PDAM yang mempunyai fungsi sebagai operator penyedia air minum dan sekaligus sebagai pengatur kebijakan air minum di daerah (Bappenas, 2003). Pada saat ini jumlah PDAM sebagai perusahaan daerah berjumlah sekitar 300 buah di seluruh Indonesia. Menurut Bappenas, 2003 pada saat ini institusi PDAM secara rata-rata

18 nasional mempunyai kinerja yang belum memenuhi harapan, seperti tingkat pelayanan yang rendah yaitu 17% dari total jumlah penduduk yang ada, kehilangan air yang tinggi berkisar 41% dan konsumsi air yang rendah rata-rata 14 m 3 /sambungan/bulan, harga air yang belum memadai serta kesediaan sumber daya manusia (SDM) yang masih kurang. 2.3.2. Cakupan Wilayah Pelayanan Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan air bersih menjadi semakin meningkat. Peningkatan ini menyebabkan cakupan wilayah pelayanan menjadi semakin besar. Cakupan pelayanan rata-rata PDAM di Indonesia saat ini baru sekitar 17% dari total penduduk meliputi 32% dari total penduduk di daerah perkotaan dan 6,4% di daerah pedesaan (Bappenas, 2003). 2.3.3. Klasifikasi Pelanggan a. Jumlah Pelanggan Semakin besar jumlah pelanggan tentu akan semakin membuat PDAM mempunyai daya saing sebagai sebuah perusahaan. Pada saat ini dari sekitar 300 PDAM di Indonesia hanya 3% yang mempunyai pelanggan di atas 100.000 orang. Sebagian besar (49%) PDAM berukuran kecil dengan jumlah pelanggan di bawah 10.000 orang sehingga skala ekonominya kurang atau tidak menguntungkan (Bappenas, 2003). Bali dengan 23 buah perusahaan air minum yang tersebar di 9 kabupaten dan kota mempunyai pelanggan rumah tangga sebesar 612.184 pelanggan (Statistik Air Minum, BPS Propinsi Bali, 2009).

19 b. Klasifikasi Pelanggan Klasifikasi pelanggan diperlukan untuk memudahkan dalam penentuan tarif atas air yang dikenakan oleh PDAM. Klasifikasi pelanggan oleh PDAM dibedakan menjadi beberapa klasifikasi yaitu sosial, non niaga, niaga, industri, dan khusus, Peraturan Bupati Badung No. 1 Tahun 2007, tentang Tarif Air Minum PDAM Kabupaten Badung. Klasifikasi Sosial Klasifikasi pelanggan sosial dibedakan menjadi klasifikasi sosial A dan sosial B. Sosial A yaitu golongan pelanggan yang kegiatan setiap harinya memberikan pelayanan kepentingan umum khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, antara lain : hidran umum, kamar mandi umum, WC umum, terminal air dan kran umum. Pelanggan sosial B yaitu golongan pelanggan yang kegiatan setiap harinya memberikan pelayanan kepentingan umum dan masyarakat serta mendapatkan sumber dana sebagian dari kegiatannya seperti yayasan social, sekolah negeri/swasta, panti-panti asuhan, rumah-rumah ibadah. Klasifikasi Non Niaga Klasifikasi pelanggan non niaga adalah kelompok pelanggan yang memanfaatkan air untuk kepentingan kegiatan sehari-hari. Klasifikasi ini dibedakan menjadi rumah tangga A1, rumah tangga A2, rumah tangga A3, rumah tangga A4, rumah tangga B dan rumah tangga C.

20 Rumah Tangga A1 : Perumahan yang di muka rumahnya terdapat jalan yang kelebarannya termasuk saluran got dan berm 0 3,99 meter, dengan kode tarif D1. Rumah Tangga A2 : Perumahan yang di muka rumahnya terdapat jalan yang kelebarannya termasuk saluran got dan berm 4 6,99 meter, dengan kode tarif D2. Rumah Tangga A3 : Perumahan yang di muka rumahnya terdapat jalan yang kelebarannya termasuk saluran got dan berm 7 10 meter, dengan kode tarif D3. Rumah Tangga A4 : Perumahan yang di muka rumahnya terdapat jalan yang kelebarannya termasuk saluran got dan berm di atas 10 meter, dengan kode tarif D3. Rumah Tangga B : Pelanggan rumah tangga selain sebagai tempat tinggal, rumah tangga tersebut ada sesuatu usaha kecil (tidak memiliki ijin usaha), untuk mendapatkan keuntungan baik pelanggan tersebut juga untuk orang lain serta tanpa memperhatikan lebar jalan, dengan kode tarif D4. Rumah Tangga C : Sarana instansi pemerintah, lembaga pemerintah lainnya, kolam renang milik pemerintah, kantor pemerintah badan/lembaga sosial kebudayaan pemerintah, perwakilan asing dan rumah sakit pemerintah, yang sumber dananya dari APBN/APBD, dengan kode tarif D4.

21 Klasifikasi Niaga Klasifikasi pelanggan niaga adalah klasifikasi pelanggan yang kegiatannya berorientasi pada industri. Kelompok ini dibedakan menjadi 2 yaitu niaga kecil dan niaga besar. Niaga Kecil : kios, warung, toko, kantor perusahaan, praktek dokter swasta, biro jasa, losmen, penginapan, usaha penukaran uang, Bank, BUMN/BUMD, rumah sakit Tipe D dengan kriteria bahwa di muka bidang usaha tersebut terdapat jalan yang kelebarannya termasuk got dan berm antara 4 6,99 meter, dengan kode tarif E1. Niaga Sedang : kios, warung, toko, kantor perusahaan, praktek dokter swasta, biro jasa, losmen, penginapan, usaha penukaran uang, Bank, BUMN/BUMD, rumah sakit Tipe D dengan kriteria bahwa di muka bidang usaha tersebut terdapat jalan yang kelebarannya termasuk got dan berm antara 7 10 meter, dengan kode tarif E2. Niaga Besar : Komplek pertokoan, kantor perusahaan, praktek dokter swasta, show room, biro jasa, rumah makan, losmen, penginapan, rumah sakit swasta tipe A/B, importer/eksportir, expeditur, pasar swalayan, kolam renang umum swasta, pompa bensin, distributor/pedagang besar, night club, diskotik, bengkel besar dan usaha-usaha besar lainnya dengan criteria bahwa di muka bidang usaha tersebut di atas terdapat jalan raya utama atau jalan

22 kembar termasuk got dan berm yang lebarnya di atas 10 meter, dengan kode tarif E2. Klasifikasi Industri Industri Kecil : Hotel non bintang, hotel melati, villa, garmen, usaha konveksi, peternakan kecil, usaha industri lainnya, dengan kode tarif F1. Industri Besar : Hotel Berbintang, pabrik pengalengan, pabrik es, cold storage, pabrik minuman dan peternakan besar, dengan kode tarif F2. Klasifikasi Katagori Khusus Pelabuhan Laut/Udara : pelayanan penjualan air kepada pelanggan di pelabuhan, dengan kode tarif H. Irigasi : pelayanan penjualan air khusus untuk penyiraman kebun di hotel-hotel, dengan kode tarif I. PDAM Kota Denpasar : pelayanan penjualan air khusus untuk PDAM Kota Denpasar, dengan kode tarif J. PAM PT. TB : pelayanan penjualan air khusus untuk PAM PT. Tirtaartha Buanamulia, dengan kode tarif J. 2.3.4 Kontinuitas Pelayanan, Kwantitas dan kwalitas a. Kontinuitas Pelayanan Pelayanan air yang ideal adalah adanya pelayanan untuk pemakai air selama 24 jam. Beberapa keterbatasan seperti potensi dan kebocoran menyebabkan

23 pelayanan air bersih tidak bisa dilakukan selama 24 jam secara penuh. Menurut Twort dkk. (2003), beberapa negara di asia seperti India sangat jarang pelayanan air bersih bisa dilakukan selama 24 jam. Sementara menurut data survey yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) pada tahun 1996 menunjukkan 40% dari 50 kota-kota di kawasan Asia tidak dapat memberikan suplai air bersih selama 24 jam dan sekitar 2/3 dari kebutuhan air masyarakat pemenuhannya dilakukan melalui kran umum. Adanya ketimpangan mengenai kebutuhan yang terus meningkat sementara pengembangan sumber baru yang terbatas menyebabkan pelayanan yang diberikan kepada konsumen menjadi terbatas. b. Kwantitas Kwantitas merupakan ketersediaan air yang akan didistribusikan kepada konsumen atau pelanggan. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan jumlah air yang semakin besar. Sebagai contoh jumlah air yang disalurkan oleh PDAM di seluruh Bali tahun 2008 sebesar 128.442.336 m 3, sedangkan secara nasional jumlah air bersih yang ada di Indonesia sebanyak 2.793 km 3 atau 6 % dari air bersih dunia. c. Kwalitas Air Bersih Pada saat ini air yang disalurkan oleh PDAM kepada pelanggan belum merupakan air yang siap diminum melainkan air bersih yang harus melewati pengelolaan sebelum di minum (Kodoatie, 2005) Menurut Efendi (2003), sesuai peraturan pemerintah (PP) No. 20 tahun 1990 memilah air menjadi beberapa golongan yang mengacu pada standar World Health Organisation (WHO). Dalam standar ini mempertimbangkan standar

24 kesehatan air dilihat dari faktor fisika (warna, bau, temperatur, kekeruhan), faktor kimia (zat -zat kimia berbahaya), faktor renik (logam berahaya) dan faktor bakteriologi (seperti bakteri E -Colli). Menurut peruntukannya penggolongan air menurut PP No. 20 tahun 1990 adalah sebagai berikut: 1. Golongan A : air yang dapat dipergunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu 2. Golongan B : air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum 3. Golongan C : air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan 4. Golongan D : air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air. 2.3.5 Penentuan Tarif Atas Air Salah satu yang mempengaruhi jumlah pemakaian air menurut Linsley (1995), Twort dkk.(2003) dan Kodoatie & Syarif (2005), adalah tarif air minum yang di kenakan. Harga air yang murah memberikan efek pemakaian air secara berlebihan dan boros. Pada saat ini secara rata-rata nasional biaya produksi air baku oleh PDAM ternyata lebih tinggi dari tarif yang dikenakan oleh PDAM kepada pelanggannya (Bappenas, 2003). Selanjutnya Bappenas (2003), menjelaskan PDAM yang mempergunakan mata air sebagai sumber air baku biaya produksinya rata-rata Rp.787/m 3, sedangkan tarif rata-ratanya Rp.618/m 3. PDAM yang mempergunakan mata air, sumur dalam dan sungai sekaligus sebagai sumber air baku biaya produksi rata-ratanya Rp.1.188/m 3 sedangkan tarif rata-

25 ratanya Rp.1.112/m 3. PDAM yang hanya mempergunakan sungai sebagai sumber air baku biaya produksi rata-ratanya Rp.1.665/m 3, sedangkan tarif rata-ratanya Rp.1.175/m 3, Besarnya tarif yang dikenakan PDAM sebagai perusahaan daerah terhadap pelanggannya didasarkan kepada keputusan Bupati yang sebelumnya telah mendapat persetujuan dari DPRD. 2.3.6 Kemauan Menerima Kenaikan Tarif Atas Pelayanan Yang Lebih Baik Menurut Norken (2006), pada sebagian pelanggan PDAM ada yang secara sukarela mau menerima kenaikan tarif PDAM asalkan adanya jaminan perbaikan pelayanan yang diberikan oleh PDAM. Kondisi ini menuntut adanya peningkatan layanan PDAM yang sudah ada saat ini. Meskipun PDAM dengan posisi sebagai perusahaan daerah yang memiliki berbagai keterbatasan, kedepan haruslah mengembangkan pelayanan dengan semangat profesionalisme. Menurut Norken (2006), pelanggan air di Kota Denpasar 80% mau menerima kenaikan tarif air bersih dari 10% sampai 20% asal ada jaminan perbaikan pelayanan dari PDAM. 2.3.7 Kebocoran (Unaccounted For Water/UFW) Sampai saat ini UFW merupakan komponen mayor dari kebutuhan air. Di negara berkembang seperti Indonesia UFW bisa mencapai lebih dari 50% dari suplai yang ada (Kodoatie & Syarif, 2005). Kebocoran air dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara jumlah air yang diproduksi oleh produsen air dan jumlah yang terjual kepada konsumen sesuai dengan yang tercatat di meter-meter air

26 pelanggan. Ada 2 jenis kehilangan air pada sistem suplesi air bersih yaitu : kebocoran fisik dan kebocoran administrasi. Besarnya kebocoran sangat bervariasi antara 10% sampai dengan 50% dari total penggunaan air (Norken, 2002). Selanjutnya Norken (2002) menjelaskan kehilangan air di Jerman berkisar antara 9% sampai dengan 43%, sementara di Malaysia berkisar antara 20% sampai dengan 30% dan rata-rata kehilangan air di negara-negara Asia sekitar 35%. Kehilangan air yang dikelola oleh PDAM di Indonesia menurut Ditjen Cipta Karya (2000) di tetapkan sebesar 20% sampai dengan 30%. 2.4 Kebutuhan Air di Masa Yang Akan Datang Prediksi kebutuhan air dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai besarnya kebutuhan air untuk saat ini dan masa yang akan datang yang mengacu pada perencanaan Direktorat Jenderal Cipta Karya (2000), yaitu jangka pendek (5 tahun), jangka menengah (10 tahun) dan jangka panjang (20 tahun). Prediksi pemakaian air akan sangat menentukan neraca air bersih yang tersedia pada suatu tahun prediksi. Untuk memperoleh gambaran mengenai jumlah pemakaian air maka salah satu yang paling penting untuk diprediksikan adalah mengenai jumlah penduduk. Rumus pendekatan yang dipakai memprediksi besarnya pertambahan penduduk menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam Rencana Induk Pengembangan Air Terpadu, (2000) adalah pendekatan rumus Geometrik dan pendekatan rumus Aritmatik.

27 Formula (metode) Geometrik : Pn = Po(1 + r) n (1) Dimana : Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n; Po = jumlah penduduk pada tahun dasar; r = laju pertumbuhan penduduk; n = jumlah interval Formula (metode) Arithmatik : Pn = Po + Ka(Tn To) (2) Dimana : Ka = Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n; Po = jumlah penduduk pada tahun dasar; Tn= tahun ke n; To= tahun dasar; Ka= konstanta arithmatik; P 1 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun ke I; P 2 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir; T 1 = tahun ke I yang diketahui; T 2 = tahun ke II yang diketahui. 2.5 Tingkat Keandalan Penyediaan Air Bersih Tingkat keandalan merupakan persentase antara jumlah potensi air yang tersedia dibandingkan dengan pemakaian air yang ada. Menurut BPS Provinsi Bali (Statistik Air Minum, 2009), menyatakan bahwa tingkat keandalan PDAM di seluruh Bali dilihat dari potensi dan debit yang disalurkan sebesar 111%. Potensi

28 air yang ada di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali bersumber dari sungai, danau, waduk, mata air, air tanah dan lainnya. Pola pemakaian air terkait sangat erat dengan karakteristik dan lingkungan pelanggan, seperti iklim, ciri-ciri penduduk, masalah lingkungan hidup, industri dan perdagangan, iuran atas air dan meteran, ukuran kota dan kebutuhan konservasi. Pola pemakaian dan pelayanan akan menjadi acuan bagi PDAM dan instansi terkait dalam manajemen air bersih.