LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh :

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 KEBIJAKAN PENINGKATAN MANFAAT DAN NILAI TAMBAH SUMBERDAYA TERNAK

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

PENDAHULUAN. ( Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BISNIS PETERNAKAN BEBEK

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

I. PENDAHULUAN. Sumber :

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

PENDAHULUAN. anemia (kekurangan zat besi), terutama terjadi pada anak-anak. Hal ini

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

KEBIJAKAN EKONOMI INDUSTRI AGRIBISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Beternak merupakan usaha yang dikembangkan untuk mendapat keuntungan.

PEMBANGUNAN PETERNAKAN: PENCAPAIAN DAN PROSPEK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ayam broiler merupakan komoditi ternak yang mempunyai prospek

PROSPEK USAHA PETERNAKAN KAMBING MENUJU 2020

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS. Edisi Kedua

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Jumlah Unit Usaha di Indonesia Tahun (unit) (unit) 99,99 2. Usaha Besar (unit) (orang) (orang)

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS UNGGAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Peluang Bisnis Top ~ 1

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SOSIAL EKONOMI MENUJU SISTEM PETERNAKAN YANG DIHARAPKAN. Social Economic Development Policy toward the Expected Animal Husbandry

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns. meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi

KONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh : Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Wahyuning K. Sejati Iwan Setiajie Anugrah Ikin Sadikin Bambang Winarso PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PETANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2005

RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang dan Masalah 1. Kelembagaan dan ternak unggas tradisional seperti ayam buras, itik dan puyuh mempunyai peran yang besar sejak lama dalam menyediakan produksi daging dan telur unggas. Ternak unggas tradisional mempunyai keunggulan komparatif dalam hal penggunaan sumber daya lokal, membutuhkan pakan lokal yang cukup tersedia, tahan penyakit dan kekurangan pakan, daging atau telur unggas disukai oleh konsumen dalam negeri dan luar negeri. Permintaan ayam dan telur ayam buras relatif jauh lebih besar dari produksi yang dapat dihasilkan. Permasalahan besar yang dihadapi adalah mengapa prospek perminttan yang tinggi tersebut tidak mendapat respon peternak dan pengusaha? Mengapa usaha ternak unggas tradisional tidak berkembang secara komersil? Tujuan Penelitian 2. Pada dasarnya penelitian ini mempunyai tiga tujuan awal dan satu tujuan akhir. Ketiga tujuan awal tersebut adalah: (a) Membuat diskripsi dan dinamika produksi daging/telur unggas tradisional, (b) Membuat diskripsi permintaan daging/telur unggas tradisional, (c) Melakukan analisis pemasaran ternak unggas tradisional. Hasil dari ketiga tujuan tersebut di atas merupakan bahan bagi mencapai tujuan akhir penelitian ini yakni merumuskan Kebijakan alternatif model agribisnis ternak unggas tradisional yang difokuskan pada bagaimana bentuk organisasi agribisnis yang mampu memadukan fungsi rantai suplai (manajemen rantai suplai). Lokasi dan Responden 3. Penelitian dilakukan di empat provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Tiga komoditas ternak unggas tradisional yang diteliti sebagai kasus yakni ayam buras, itik dan puyuh. Responden yang diwawancara adalah peternak, perdagangan bahan baku dan hasil peternakan, kelembagaan atau organisasi peternakan, intitusi pemerintah yang terkait dan konsumen hasil peternakan untuk diolah menjadi bahan makanan. Diskripsi dan Dinamika Produksi 4. Populasi unggas tradisional dapat dikatakan berkembang dalam proses menuju kepunahan. Beberapa faktor yang mendukung keadaan ini dari sisi budidaya adalah lahan penggembalaan ternak unggas semakin sempit, kematian tinggi, tidak layak diusahakan secara intensif, produktivitas tetap rendah tidak ada perbaikan mutu, populasi diduga terus berkurang karena pengurangan oleh peningkatan konsumsi yang terus didorong meningkat. Pada sisi lain jenis ternak 1

ayam buras dan puyuh yang beraal dari impor justru berkembang perkembangan usaha ini malah mematikan usaha unggas tradisional asli Indonesia. 5. Kelembagaan produksi untuk ternak unggas tradisonal dapat dikatakan tidak ada, sehingga tidak jasa yang mendorong sektor produksi tumbuh dan berkembang. Peranan pemerintah dalam pembinaan hampir tidak ada, khususnya ayam buras. Program-program pemerintah dalam sektor produksi dapat dikatakan semua tidak berhasil meningkatkan citra usaha ternak unggas tradisional. Khusus untuk ternak ayam Arab, Itik Intensif dan Puyuh impor merupakan usaha ekonomi yang masih terbatas jumlahnya. Usaha-usaha ini ternyata layak secara finansil namun mengandung resiko yang tinggi terutama terhadap wabah penyakit, dan kematian yang selama pemeliharaan karena kekurangan makanan. Wabah fluburung yang terjadi tahun 2005 telah menyebabkan sebagian usaha ternak ayam Arab, Itik dan Puyuh terpaksa ditutup. 6. Ayam buras tenyata setelah beberapa kali bangkit dan mati dalam 20 tahun terakhir pada akhirnya tidak lagi populer diusahakan oleh masyarakat. Ternak ayam buras menghasilkan telur dan karkas yang kecil dibandingkan telur dan daging ayam ras, sedangkan harga produk ayam buras lebih mahal. Namun demikian, terdapat jenis ayam buras impor dari Eropah yang sering disebut sebagai ayam Arab. Ayam Arab ini mempunyai karakteristik yang sama dengan ayam buras tetapi mempunyai kemampuan produksi telur menyamai ayam ras. Ayam Arab lebih tahan penyakit dan tahan perubahan iklim. Pada saat wabah flu burung, tidak ada peternak ayam Arab yang terserang. Pada sisi permintaan, ayam Arab sangat digemari karena produksi telur dan daging yang dihasilkan bebas residu kimia, sehat lingkungan. Dari sisi pengusahaan, usaha ayam Arab memberikan tingkat keuntungan yang layak baik secara ekonomi maupun teknis pemeliharaan. 7. Usaha peternakan itik yang juga sudah lama diusahakan di Indonesia ternyata juga mengalami pertumbuhan usaha baik skala usaha dan produksi yang sangat lambat. Namun demikian berbeda dengan ayam buras, maka usaha itik sudah berkembang ke arah intensif dalam skala usaha menengah dan besar. Skala usaha yang semula hanya berkisar antara 10-50 ekor kini telah meningkat menjadi antara 100-500 ekor. Banyak peternak baru yang muncul yang sedangkan peternak meningkatkan skala usahanya. Sementara pemeliharaan semi intensif yang pada umumnya dilakukan oleh peternak itik sebagian telah mulai melakukan pemeliharaan. Hal ini memperlihatkan suatu hal yang positip. Masalah utama yang dihadapi peternak adalah kelangkaan persediaan bibit itik yang unggul kusus bagi peternak yang memelihara intensif. Belum ada perusahaan yang benar-benar bertujuan menghasilkan bibit melalui suatu sistem perkawinan yang ilmiah. Masalah kedua adalah modal bagi pembangunan kandang untuk pemeliharaan intensif. 8. Pemeliharaan puyuh pada umumnya sangat intensif menyamai cara pemelilaharan yang dilakukan oleh peternak ayam broiler atau petelur ras. Peternak telah 2

memiliki pengetahuan yang tinggi dalam menggelola puyuh. Perkembangan puyuh, sejak 10 tahun terakhi tercatat sangat tinggi khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tidak ada kesulitan mendapatkan bibit karea sudah ada perusahaan yang mengelola bibit puyuh bagi peternak. Skala usaha peternak mulai 500 ekor sampai 20 000 ekor. Namun demikian perkembangan peternakan puyuh hanya terjadi pada wilayah-wilayah tertentu. Dua masalah yang dihadapi adalah wabah penyakit fluburung. Serangan fluburung telah mematikan sebagaian peternak puyuh. Mereka membutuhkan bantuan modal untuk melakukan restocking. Masalah kedua adalah pakan. Kebutuhan pakan puyuh bersaing dengan kebutuhan pakan ayam ras, sehingga harganya cenderung terus berkembang naik. Diperlukan usaha-usaha untuk mencari bahan baku pakan alternatif bagi meningkatkan efisiensi produksi puyuh. Diskripsi Permintaan Daing/Telur Unggas Tradisonal 9. Permintaan akan produk ayam buras terus meningkat relatif jauh lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan produksi. Hal ini sangat jelas diperlihatkan oleh kemampuan suplai pada pusat-pusat konsumsi dan produksi. Untuk memenuhi kebutuhan salah satu pasar di kota besar, maka ayam buras di datangkan dari berbagai daerah yang jauh karena tidak lagi dapat dipenuhi dari wilayah setempat seperti masa lalu. Salah satu penyebab peningkatan permintaan hasil ternak ayam buras adalah daging ayam buras kenyal dan gurih dan relatif aman dari residu kimia. Jika permintaan yang besar ini tidak segera diisi dengan usaha-usaha peningkatan produksi daging ayam buras maka dikuatirkan akan terjadi pengurasan ayam buras. 10. Permintaan telur itik segar untuk konsumsi langsung tidak mengalami pertumbuhan yang nyata, sebaliknya permintaan telur iti kebutuhan restoran dan makanan jadi meningkat tinggi. Permintaan yang tinggi ini sangat mempengaruhi perkembangan usaha itik di Indonesia. Permintaan yang relatif tinggi adalah dari perusahaan agriindustri yang memproduksi telur asin. Perusahaan telur asin dapat memmasarkan telur asin keseluruh wilayah pulau Jawa dengan jaringan pasar yang sangat baik. Tentunya kondisi ini merupakan aset bagi pengembangan usaha itik. Salah sau peyebab peningkatan permintaan telur itik adalah berkat jasa industri telur asin dan masakan jajanan yang banyak didirikan di kakilima kotakota besar. 11. Konsumsi telur puyuh sudah mulai menyebar seluruh kota-kota menengah dan kota besar di Pulau Jawa. Telur puyuh dapat ditemukan di pasar tradisonal sampai pada pasar modern. Perubahan ini turut mempercepat peningkatan konsumsi telur puyuh. Konsumsi telur puyuh juga banyak diperkenalkan oleh industri makanan rumah tangga dan selain itu telur puyuh yang berukur kecil itu sering dijadikan bahan tambahan bagi banyak maksakan yang populer dikalangan rakyat seperti pengganti bakso, sate dan makanan kecil. 3

Pemasaran Ternak Unggas Tradisional 12. Pemasaran ternak unggas tradisional ektensif relatif mempunyai ruang gerak yang sempit sebagai akibat dimana-mana masyarakat pedesaan selalu ditemukan memelihara dan menghasilkan daging telur dalam jumlah yang cukup. Arus produksi akan menarik jika peternak mampu mengalirkan telur dan daging ke wilayah urban, namun dengan skala usaha yang relatif kecil, maka peternak sangat tergantuing pada jasa pemasaran. Peternak menghadapi bentuk pasar yang sempit, karena terpaksa berhubungan dengan pedagang keliling yang sama dan peternak tidak mempunyai informasi pasar. Secara jelas diperlihatkan bahwa bentuk pasar yang dihadapi peternak ternyaa tidak memberikan keuntungan layak kepada peternak. 13. Banyak terdapat kelembagaan pemasaran yang bekerja secara intensif meningkatkan konsumsi hasil ternak unggas tradisonal. Jika pergerakan orgnaisasi pemasaran ini tidak disertai dengan gerakan organisasi sektor produksi maka dapat diramalkan akan terjadi pengurasan ternak sebagaimna telah disimpulkan di atas. Pemasaran ternak unggas tradisonal yang intensif bergantung pada bentuk kemitraan yang dianut oleh peternak. Dengan kata lain, hampir tidak ada peternak intensif yang mempunyai pasar yang mandiri. Dalam model kemitraan peternak harus menjual hasil peternakan pada inti yang menjadi sumber pasok input dan modal. Pada kenyataannya peternak menerima beban menanggung resiko usaha hampir 100 persen, tetapi bagi peternak usaha kemitraan ini merupakan pilihan dalam masa sulit mencari pekerjaan saat ini. Pengembangan Model Kelembagaan Ternak Unggas Tradisional 14. Berdasarkan diskripsi produksi dan permintaan serta bentuk pasar di atas maka pengembangan ternak unggas tradisional terutama yang bersifat ektensif dan semi intensif hanya mungkin dapat dikembangkan melalui pembentuk organisasiorganisasi pada simpul-simpul yang berpengaruh pada pengembangan iu sendiri. Dalam hal ini antara lain cara dalam mendapatkan pakan, pada hal pakan tersedia cukup, hanya tersebar dan tidak ada informasi tentang pakan tersebut. Pada sisi lain peternak tidak mempunyai kemampuan finansial untuk membeli input, tidak mempunyai akses yang cukup mendapatkan informasi sehingga terlalu banyak biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk mengembangkan budidaya. Pada sisi lain permintaan pasar yang tinggi tidak mendapat respon dari petani karena halhal tersebut di atas. 15. Pengembangan ternak intensif seperti ayam arab, itik dan puyuh pada umumnya mempunyai bentuk organisasi agribisnis yang lebih akrab diantara simpul-simpul tersebut tetapi posisi peternak tetap menjadi sapi perahan dalam organisasi. Organisasi yang berkembang tidak mendewasakan petani, tidak membantu meningkatkan akses peternak kepada sumber informasi malah dihambat, bersikap monopsonist dan sekaligus monopolist terhadap anggota organisasi. Sehingga 4

peternak hanya dapat menyelamatkan diri dari kehilangan pekerjaan namun tidak akan pernah mandiri. Implikasi Kebijakan 16. Kebijakan yang dapat disarankan adalah membangun organisasi komunikasi yang dapat menggerakan simpul-simpul agribisnis adalah bahwa model organisasi yang dibangun tersebut harus mampu (1) memadu kegiatan input dan output, terintegrasi (2) bersifat agribisnis teiontegrasi horizongal dan vertikal (3) azas kebersamaan dengan dengan kretria zero cost pada tingkat peternak dan atau biaya pokok pada tingkat lembaga input, dan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan. Untuk mencapai kebijakan tersebut perlu ada simpul organisasi yang dikendalikan oleh pemerintah dan membiarkan simpul-simpul lain berkembang secara bebas. Simpul yang harus dikendalikan adalah simpul organisasi penimbunan dan pengolahan pakan serta pembibitan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan kendali simpul-simpul tersebut diharapkan organisasi dapat berkembang sehingga dapat dicapai sasaran peningkatkan populasi, peningkatan pendapatan peternak dan peningkatan produksi serta kegiatan-kegiatan ikutan seperti seperti produksi pupuk oganik, pengadaan pakan bagi ternak lain dan sebagainya. 17. Untuk mendorong perkembangan ternak unggas tradisonal perlu dibangun usaha pembibitan dalam bentuk investasi publik baik itu diakukan langsung oleh pemerintah atau bekerjasama dengan swasta. Usaha ini akan membutuhkan investasi yang relatif besar, masa investasi lama (5-10 tahun) serta membutuhkan keahlian tinggi dalam ilmu breeding, serta resiko tinggi. Pihak swasta mungkin lebih tertarik melakukan usaha lain yang lebih cepat mendatangkan keuntungan dan lebih ama dari resiko. Pembibitan itik yang dilakukan oleh BPPT Jawa Tengah untuk menghasilkan bibit itik unggul asal Brebes perlu mendapat perhatian pemerintah. Terutama dana penelitian yang cukup bagi penelitian skala yang lebih besar. Pengadaan bibit itik pada masa depan merupakan salah satu simpul permasalahan kronis yang dihadapi oleh peternak. Pembibitan ayam buras yang dilakukan peternak ayam buras di wilayah Kediri perlu juga mendapat perhatian, karena mereka tidak mungkin berkembang tanpa bantuan modal dari pemerintah. Perkiraan Dampak 18. Penelitian ini pada umumnya menangkap masalah-masalah sosial ekonomi dalam perekonomian peternakan unggas tradisionil, dan tidak melakukan penelitian tentang hal-hal yang menyangkut teknis pengusahaan ternak tersebut. Sehingga apa yang ditemukan dalam penelitian adalah sesuatu informasi tentang keadaan sosial ekonomi peternakan unggas tradisional. Sehingga dampak penelitian ini diperkirakan akan terjadi pada perumusan kebijakan pengembangan pertanian baik di wilayah penelitian maupun bagi pemerintah pusat. Kebijakan itu menyangkut bidang peraturan yang memudahkan para peternak, layanan 5

pencehagan penyakit, investasi publik dalam menghasilkan bibit dan pakan serta pembentukan kelembagaan yang dapat mengayomi peternak rakyat. Sehingga jika pemerintah menggunakan informasi hasil penelitian maka diperkirakan akan memberikan dampak perkembangan produksi dan pendapatan peternak. 6