BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Air merupakan senyawa kimia yang berbentuk cair, sehingga sangat fleksibel oleh makhluk hidup sebagai media transportasi makanan di dalam tubuhnya (Bambang, 2011). Fungsi air bagi kehidupan tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Badan manusia terdiri dari sekitar 65% air, kehilangan cukup banyak air dari badan akan mengakibatkan banyak masalah dan mungkin dapat menyebabkan kematian. Air ini digunakan manusia selain untuk minum juga untuk kebutuhan sehari-hari lainnya seperti mandi, mencuci, dan juga digunakan untuk pertanian, perikanan, perindustrian, dan lain-lain. Penyedian air bersih untuk kebutuhan manusia harus memenuhi empat konsep dasar yaitu dari segi kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan ekonomis. Dari segi kuantitas; air harus cukup untuk memenuhi segala kebutuhan manusia, dari segi kualitas; air harus memenuhi persyaratan kesehatan terutama untuk air minum, dari segi kontinuitas; air tersebut selalu ada berputar pada siklusnya dan tidak pernah hilang, dan dari segi ekonomis; harga jual air tersebut harus dapat terjangkau oleh segala kalangan masyarakat mengingat air sangat dibutuhkan oleh semua golongan tanpa kecuali. 2.2 Sumber Air Bersih Dalam penyedian air bersih, kita tidak lepas dari sumber air dari mana air tersebut berasal. Secara garis besar, air di alam ini yang dapat dimanfaatkan terbagi atas: 1. Air hujan 2. Air permukaan (air sungai, air danau, mata air) 3. Air tanah 4. Air laut
Ke-empat sumber air baku tersebut mempunyai hubungan satu sama lain yang merupakan satu rantai yang tidak dapat diputuskan yang disebut daur hidrologi. Pada dasarnya jumlah air di alam ini tetap, hanya berputar-putar mengikuti siklus hidrologi tersebut. 2.3 Kualitas Air Minum Semua air biasanya tidak sempurna, selalu mengandung senyawa pencemar. Bahkan tetesan air hujan selalu tercemari debu dan karbon dioksida waktu jatuh dari langit. Terutama pada air permukaan yang biasanya menjadi sumber air baku air minum. Standarisasi kualitas air minum diperuntukan bagi kehidupan manusia, tidak mengganggu kesehatan dan secara estetika diterima serta tidak merusak fasilitas penyediaan air bersih itu sendiri. Sumber air permukaan ini dapat berupa sungai, danau, waduk, mata air, dan air saluran irigasi. Kebanyakan senyawa pencemar pada air permukaan ini berasal dari limbah rumah tangga, limbah industri, dan lain-lain. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 26 No. 16 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 golongan, yaitu: a. Golongan I (satu) Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b. Golongan II (dua) Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk sarana/prasarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Golongan III (tiga) Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d. Golongan IV (empat) Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Berdasarkan peraturan dari pemerintah maka mutu air dengan klasifikasi golongan satu yang dapat digunakan sebagai air baku untuk air minum, dengan parameter yang harus diperhatikan seperti parameter fisik, kimia, dan mikrobiologi. Pada Parameter fisik unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah kekeruhan, warna, zat padat terlarut dan suhu. Pada parameter kimia unsur-unsur yang perlu diperhatikan adalah derajat keasaman (ph), senyawa organik seperti senyawa logam, sulfida, dan lain-lain. Sedangkan senyawa organik seperti minyak, deterjen, dan lain-lain. Pada parameter mikrobiologi unsur-unsur yang perlu diperhatikan adalah bakteri koliform. Agar kualitas air yang akan dikonsumsi dapat memenuhi persyaratan kesehatan, maka pemerintah dalam hal ini menteri kesehatan mengeluarkan peraturan berupa persyaratan kualitas air minum seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010. Beberapa uraian tentang parameter kualitas air bersih akan dibahas berikut ini, yaitu: 1. Wajib a. Bahwa agar air minum yang dikonsumsi masyarakat tidak menimbulkan gangguan kesehatan perlu ditetapkan persyaratan kesehatan kualitas air minum.
b. Bahwa keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Air Minum dipandang tidak memadai lagi dalam rangka pelaksanaan pengawasan air minum yang memenuhi persyaratan kesehatan. c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Persyaratan Kualitas Air Minum dengan Peraturan Menteri Kesehatan. 2. Tambahan a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); c. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); d. Undang-Undang NOmor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4844); e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5063); f. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4161);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4161); h. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4737); i. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4858); j. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; k. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknik Industri Air Minum Dalam Kemasan dan Perdagangannya; l. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum; m. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009; n. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2007 tentang penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; o. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Bidang Kesehatan; p. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat; q. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2009 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Bukan Jaringan Perpipaan;
2.4 Commissioning test Test kualitas air merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui secara pasti kualitas air, baik sumber air baku maupun hasil pengolahan. Air bersih (clean water) yang dipergunakan untuk keperluan seharihari harus memenuhi kualitas persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. penentuan kualitas air bersih mengacu pada baku mutu kualitas air yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010. 2.5 Sistem Pengolahan Air Minum Pada Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Penet ini merupakan suatu sistem baru yang mengkombinasikan proses prasedimentasi, sedimentasi, disinfeksi, dan filtrasi, serta dilengkapi dengan sistem pengontrolan otomatis sesuai dengan instrumen pengukuran yang dibutuhkan. Instalasi ini harus didesain untuk menghasilkan air yang layak dikonsumsi masyarakat bagaimanapun kondisi cuaca dan lingkungan. Selain itu sistem dan subsistem dalam instalasi yang akan didesain harus sederhana, efektif, dapat diandalkan, tahan lama, dan murah dalam pembiayaan (Kawamura, 1991). Tujuan dari sistem pengolahan air minum yaitu untuk mengolah sumber air baku menjadi air minum yang sesuai dengan standar kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Tingkat pengolahan air minum ini tergantung pada karakteristik sumber air baku yang digunakan. Sumber air baku berasal dari air permukaan dan air tanah. Air permukaan cenderung memiliki tingkat kekeruhan yang cukup tinggi dan adanya kemungkinan kontaminasi oleh mikroba yang lebih besar. Untuk pengolahan sumber air baku yang berasal dari permukaan ini, unit filtrasi hampir selalu diperlukan. Sedangkan air tanah memiliki kecenderungan untuk tidak terkontaminasi dan adanya padatan tersuspensi yang lebih sedikit. Akan tetapi, gas terlarut yang ada pada air tanah ini harus dihilangkan, demikian juga kesadahannya (ion-ion kalsium dan magnesium).
Eksplorasi air tanah secara besar-besaran sebagai sumber air baku tidak memungkinkan lagi karena selain air tanah dangkal telah banyak terpakai, pemakaian air tanah dalam akan membahayakan masyarakat sekitar. Penggunaan air tanah akan menimbulkan ruang kosong di dalam tanah. Ruang kosong ini akan sangat rentan terhadap goyangan lempeng bumi yang akan mengakibatkan kelongsoran. Dengan pertimbangan tersebut, eksplorasi air ditekankan pada peningkatan eksplorasi air permukaan dari sungai-sungai yang ada. Secara umum, proses pengolahan air minum dengan sumber air baku yang berasal dari permukaan dapat digambarkan sebagai berikut: intake bak penenang Prasedimentasi klorin koagulasi flokulasi PAC abu soda sedimentasi filtrasi klorin kolam lumpur reservoir 1000 reservoir 5000 Gambar 2.1 Skema Pengolahan Air Minum 2.6 Unit Instalasi Pengolahan Air Minum 2.6.1. Bangunan Penangkap Air (Intake) Intake merupakan bangunan penangkap atau pengumpul air baku dari suatu sumber sehingga air baku tersebut dapat dikumpulkan dalam suatu wadah untuk selanjutnya diolah. Unit ini berfungsi untuk:
1. Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang dibutuhkan oleh instalasi pengolahan. 2. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen. 3. Mengambil air baku sesuai dengan debit yang diperlukan oleh instalasi pengolahan yang direncanakan demi menjaga kontinuitas penyediaan dan pengambilan air dari sumber. 4. Bangunan intake dilengkapi dengan screen, pintu air, dan saluran pembawa. Rumus-rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan intake: 1. Kecepatan aliran pada saringan kasar (SNI 6773-2008) rumus: = dimana: v : kecepatan aliran (m/s) Q : debit aliran (m 3 /s) A : luas bukaan (m 2 ) 2. Kecepatan aliran pada saringan halus (SNI 6773-2008) rumus: v = Dimana: v : kecepatan aliran (m/s) Q : debit aliran (m 3 /s) A : luas bukaan (m 2 ) eff : efisiensi (0,5 0,6) 3. Kecepatan aliran pada saringan halus (SNI 6773-2008) rumus: = dimana: v : kecepatan aliran (m/s) Q : debit aliran (m 3 /s) A : luas bukaan (m 2 )
4. Kriteria desain ( SNI 6773-2008) Kecepatan aliran pada saringan kasar = < 0,08 m/s Kecepatan aliran pada pintu intake = < 0,08 m/s Kecepatan aliran pada saringan halus = < 0,02 m/s Lebar bukaan saringan kasar = 5 8 cm Lebar bukaan saringan kasar = ± 5 cm 2.6.2. Bak Penenang Bak penenang digunakan dengan tujuan untuk menstabilkan tinggi muka air baku yang dialirkan melalui sistem perpipaan dari intake. Unit ini juga mengatur dan menampung air baku, sehingga jumlah air baku yang akan diproses pada instalasi pengolahan air minum bisa dilaksanakan dengan mudah dan akurat. Kriteria desain dari bak penenang ini adalah sebagai berikut: 1. Bak penenang dapat berbentuk bulat maupun persegi panjang. 2. Overflow berupa pipa atau pelimpah diperlukan untuk mengatasi terjadinya tinggi muka air yang melebihi kapasitas bak. Pipa overflow harus dapat mengalirkan minimum 1/5 x debit inflow. 3. Freeboard dari bak penenang sekurang-kurangnya 60 cm. 4. Waktu detensi bak penenang > 1,5 menit. 2.6.3. Prasedimentasi Prasedimentasi adalah proses pengendapan partikel diskrit. Partikel diskrit adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun berat pada saat mengendap. Pengendapan dapat berlangsung dengan efisien apabila syarat-syaratnya terpenuhi. Efisiensi pengendapan tergantung pada karakteristik aliran, sehingga perlu diketahui karakteristik aliran pada unit tersebut (Cancerita, 2012). Dalam pengoperasiannya, terjadi pemisahan yang mana sebagian zat tersuspensi akan menjadi lumpur dan sebagian lagi menjadi fluida. Unit prasedimentasi dibagi menjadi empat zone, yaitu:
1. Inlet Zone, sebagai tempat untuk memperkecil pengaruh transisi aliran dari influen ke aliran steady yang terjadi di settling zone. Fungsi dari inlet zone ini agar proses settling yang terjadi di settling zone tidak terganggu. 2. Settling Zone, sebagai tempat terjadinya pengendapan partikel diskrit sehingga terpisah dari air baku. 3. Sludge Zone, tempat penampungan sementara dari material yang diendapkan di settling zone. 4. Outlet Zone, sebagai tempat memperkecil pengaruh transisi aliran dari settling zone ke area efluen. Bentuk bak prasedimentasi yaitu persegi panjang yang dibangun dalam bentuk bangunan tunggal dengan dua bak terpisah. Bak persegi panjang memiliki kinerja lebih baik daripada yang berbentuk bujur sangkar. Karena memiliki kemampuan untuk meredam terjadinya pusaran air yang akan menurunkan efisiensi pengendapan. Perbandingan panjang dan lebar yang dianjurkan adalah 4:1. 2.6.4. Koagulasi Koagulasi didefinisikan sebagai destabilisasi muatan pada koloid dan partikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu koagulan. pengadukan cepat ( flash mixing) merupakan bagian terintegrasi dari proses ini. Destabilisasi dapat diperoleh melalui mekanisme: 1. Pemanfaatan lapisan ganda elektrik 2. Adsorpsi dan netralisasi muatan 3. Penjaringan partikel koloid dalam presipitat 4. Adsorpsi dan pengikatan antara partikel Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk: 1. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid organik maupun anorganik di dalam air. 2. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air. 3. Mengurangi bakteri-bakteri pathogen dalam partikel koloid, algae, dan organisme plankton lain.
4. Mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid dalam air. Koagulan yang ditambahkan harus berpresipitasi di luar larutan sehingga ion tidak tertinggal dalam air. Presipitasi seperti ini sangat membantu dalam proses penyisihan koloid. Koagulan yang paling umum digunakan adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti aluminium sulfat, ferri klorida, dan ferri sulfat. Polimer sintetik juga sering digunakan sebagai koagulan. Perbedaan antara koagulan yang berupa garam logam dan polimer sintetik adalah reaksi hidrolitiknya di dalam air. Garam logam mengalami hidrolisis ketika dicampurkan ke dalam air, sedangkan polimer tidak mengalami hal tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain: 1. Intensitas pengadukan 2. Gradien kecepatan 3. Karakteristik koagulan, dosis, dan konsentrasi 4. Karakteristik air baku, kekeruhan, alkalinitas, ph, dan suhu 2.6.5. Flokulasi Flokulasi adalah tahap pengadukan lambat yang mengikuti unit pengaduk cepat. Tujuan dari proses ini adalah untuk mempercepat laju tumbukan partikel, hal ini menyebabkan aglomerasi dari partikel koloid terdestabilisasi secara elektrolitik kepada ukuran yang terendapkan dan tersaring. Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk melakukan flokulasi ini, yaitu: 1. Pengaduk mekanis 2. Pengadukan menggunakan baffle channel basins Pada instalasi pengolahan air minum umumnya flokulasi dilakukan dengan menggunakan horizontal baffle channel (around -the-end baffles channel). Pemilihan unit ini didasarkan pada kemudahan pemeliharaan peralatan, ketersediaan headloss, dan fluktuasi debit yang kecil. 2.6.6. Sedimentasi Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersuspensi yang
terdapat dalam cairan tersebut. Proses ini sangat umum digunakan pada instalasi pengolahan air minum. Aplikasi utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan air minum adalah: 1. Pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan oleh unit saringan pasir cepat. 2. Pengendapan air yang telah melalui proses prasedimentasi sebelum memasuki unit saringan cepat. 3. Pengendapan air yang telah melalui proses penyemprotan desinfektan pada instalasi yang menggunakan pipa dosing oleh alum, soda, Nacl, dan chlorine. 4. Pengendapan air pada instalasi pemisahan besi dan mangan. Pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini didasarkan pada konsentrasi dari partikel dan kemampuan dari partikel tersebut untuk berinteraksi. Keempat kelas itu adalah: a. Pengendapan Tipe I (Free Settling) b. Pengendapan Tipe II (Flocculent Settling) c. Pengendapan Tipe III (Zone/Hindered Settling) d. Pengendapan Tipe IV (Compression Settling) 1. Rasio panjang lebar bak (SNI 6773-2008) rumus: Dimana: p : panjang bak l : lebar bak 2. Weird loading rate (SNI 6773-2008) rumus: w = Dimana: w : weir loading rate (m 3 /m.hari) Q : debit bak (m 3 /hari) L : Panjang total weir (m)
3. Waktu detensi bak (SNI 6773-2008) rumus: T = Dimana: T : waktu dimensi (s) V b : volume bak (m 3 ) Q : debit bak (m 3 /s) 4. Waktu dimensi settler (SNI 6773-2008) rumus: T = Dimana: T : waktu dimensi (s) V s : volume settler (m 3 ) Q : debit bak (m 3 /s) 5. Kriteria desain (SNI 6773-2008) 1. Rasio panjang terhadap lebar = 3:1 5:1 2. Weir loading rate = (90 360) m 3 /m.hari 3. Waktu detensi bak = 2 jam 4. Waktu detensi settler = 6 25 menit 5. Rasio panjang terhadap lebar = 3:1 5:1 2.6.7. Filtrasi Filtrasi adalah proses pemisahan padatan dan larutan, dimana larutan tersebut dilewatkan melalui suatu media berpori atau materi berpori lainnya untuk menyisihkan partikel tersuspensi yang sangat halus sebanyak mungkin. Proses ini digunakan pada instalasi pengolahan air minum untuk menyaring air yang telah disemprotkan desinfektan dan diendapkan untuk menghasilkan air minum dengan kualitas yang baik. Filtrasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis
filter, antara lain: saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, bahkan dengan menggunakan teknologi membran. Tabel 2.2 Karakteristik Media Filter. Sumber: (SNI 6773-2008) Berat Jenis Porositas Ukuran Material Bentuk Spheritas efektif Relatif (%) mm Pasir silika Rounded 0,82 2,65 42 0,4 1,0 Pasir silika Angular 0,73 2,65 43 0,4 1,0 Pasir otawa Spherical 0,95 2,65 40 0,4 1,0 kerikil silika Rounded 2,65 40 1,0 5,0 Garnhet 3,1 4,3 0,2 0,4 anthrasit Angular 0,72 1,50 1,75 55 0,4 1,4 Plastik Bisa dipilih sesuai kebutuhan 2.6.6. Reservoar Reservoar adalah tanki penyimpanan air yang berlokasi pada instalasi. Air yang sudah diolah disimpan pada tanki ini untuk kemudian ditransfer ke sistem distribusi. Desain dari reservoar meliputi pemilihan dari ukuran dan bentuknya, pertimbangan lain meliputi proteksi terhadap air yang disimpan, proteksi struktur reservoir, dan proteksi pekerja pemeliharaan pekerja. Reservoir terdiri dari dua jenis yaitu ground storage reservoir dan elevated storage reservoir. Ground storage reservoir biasa digunakan untuk menampung air dengan kapasitas besar dan membutuhkan pompa dalam pengoperasiannya, sedangkan elevated storage reservoir menampung air dengan kapasitas relatif lebih kecil dibandingkan ground storage reservoir dan dalam pengoperasian distribusinya dilakukan dengan gravitasi. Kapasitas reservoar untuk kebutuhan air bersih dihitung berdasarkan pemakaian dan dalam 24 jam (mass diagram). Selain untuk kebutuhan air bersih, kapasitas reservoar juga meliputi kebutuhan air untuk operasi instalasi dan kebutuhan air pekerja instalasi.
Kriteria desain (SNI 6773-2008) 1. Jumlah unit atau kompartemen = > 2 2. Kedalaman (H) = (3 6) m 3. Tinggi jagaan (Hj) = > 30 cm 4. Tinggi air minimum (Hmm) = 15 cm 5. Waktu tinggal (td) = > 1 jam