PENGARUH AKTIVITAS PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN HUTAN MANGROVE DI DESA LALOMBI KECAMATAN BANAWA SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI DESADONGKO KECAMATAN DAMPAL SELATANKABUPATEN TOLITOLI TAHUN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

Master Plan Pengendalian Sumber Daya Alam & Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala. yang harus dikelola dengan baik dan bijaksana. Pemanfaatan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN KABONGA BESAR KECAMATAN BANAWA KABUPATEN DONGGALA Oleh : M.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 26 Oktober 2010 : Ribuan rumah warga Kecamatan Medan Belawan,

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab III Karakteristik Desa Dabung

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

Transkripsi:

PENGARUH AKTIVITAS PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN HUTAN MANGROVE DI DESA LALOMBI KECAMATAN BANAWA SELATAN ISHAK & IWAN ALIM SAPUTRA Alumni Mahasiswa dan Dosen Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Tadulako Palu Alamat E-mail: ishak_geo10@yahoo.co.id & samin_pane@yahoo.com Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh kondisi luas hutan mangrove di Desa Lalombi mengalami penurunan yang disebabkan oleh aktivitas penduduk seperti konversi untuk pemukiman, perikanan, pertanian dan penebangan hutan. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh aktivitas penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove. Pengumpulan data menggunakan metode survei, dengan menggunakan kuisioner, observasi dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan teknik analisis inferensial (korelasi pearson product moment). Besarnya sampel penelitian ini 44 KK yang ditentukan dengan teknik sampling acak sederhana (simple ramdom sampling) yang dihitung dengan formulasi Slovin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara aktivitas penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi, dengan hasil dimana r hitung (0,969)> r tabel (0,297), kemudian kontribusi pengaruh aktivitas penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi dengan nilai 94% dan sisanya sebesar 6% menunjukkan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi kerusakan hutan mangrove seperti faktor alam, pencemaran perairan, dan rendahnya daya tumbuh serta gangguan ternak. Kata Kunci: Aktivitas penduduk, kerusakan hutan mangrove I. Pendahuluan Salah satunya sumberdaya hutan adalah hutan mangrove, keberadaan hutan mangrove di wilayah pesisir sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan

Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk lingkungan hidup. Oleh karena itu hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan dicirikan oleh jenis-jenis pohon antara lain Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Brugulera, Lumnitsera, Excoecarta, Xylocarpus, dan Nipa, (Perda Sulteng No. 05 tahun 2010 tentang pengelolaan ekosistem hutan mangrove). Luas hutan mangrove di Kabupaten Donggala yang tersebar di empat belas kecamatan ± 1.024 Ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Donggala, 2012). Hasil identifikasi hutan mangrove oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Donggala tahun 2012, luas area mangrove yang masih memiliki mangrove dengan kondisi yang baik seluas 11,2 Ha dan mengalami kerusakan 1012,8 Ha. Kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Faktor alam berupa bencana alam dan perubahan iklim, sedangkan faktor manusia seperti penebangan hutan, konversi hutan mangrove menjadi area tambak, pertanian, dan pemukiman. Penurunan luasan hutan mangrove akibat dari pemanfaatan hutan mangrove seperti konversi untuk pemukiman, perikanan dan pertanian, dan penebangan hutan (Tirtakusumah,1994). Kondisi ini menunjukkan bahwa penduduk dapat memberikan tekanan terhadap kerusakan hutan mangrove. Terkait dengan mangrove, Desa Lalombi merupakan salah satu desa di Kecamatan Banawa Selatan yang sebagian besar wilayahnya berupa mangrove dengan luasan mencapai 30 Ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, 2013). Secara astronomis Desa Lalombi terletak di antara koordinat 00 0 50 12,2 LS - 00 0 50 49,06 LS dan 119 0 36 39,1 BT - 119 0 36 57,5 BT, dengan berhadapan langsung Selat Makassar. Hal tersebut mempengaruhi kondisi fisik Desa Lalombi yang kemudian terpengaruh oleh dua karakter iklim mikro yaitu pengaruh dari laut di bagian pesisirnya dan pengaruh hutan topis basah di bagian pedalamannya. Variasi itulah yang kemudian membuat topografi wilayah ini cukup subur dan potensial terutama untuk mendukung berkembangbiaknya mangrove. Secara administrasi daerah penelitian mempunyai luas wilayah sebesar 14,05 Km 2 yang terbagi menjadi 4 dusun, yaitu Dusun I Malei, Dusun II Lalombi, Dusun III Baturoko dan Dusun IV Marale. Sedangkan batas wilayahnya adalah sebagai berikut, di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Salusumpu dan Selat Makassar, sebelah Timur dengan 53

Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015 Desa Salusumpu, sebelah Selatan dengan Desa Watatu, dan sebelah Barat dengan Desa Suruman (lihat gambar 1). 54

Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk Bentuk desa yang memanjang searah jalur jalan, membuat perkembangan wilayah ini tumbuh pesat. Hal ini dibuktikan dengan kepadatan jumlah penduduk yang mencapai 108 jiwa/km 2. Konsekuensi pertambahan populasi tersebut berimplikasi langsung dengan perubahan penggunaan lahannya, dimana terjadi perubahan yang cukup signifikan terutama peruntukan lahan terbangun dan budidaya (perikanan ataupun pertanian). Kedekatan dengan akses jalan serta ditunjang dengan kondisi fisik wilayah yang mendukung, menjadikan daerah ini mengalami perkembangan yang cukup pesat terutama dalam hal pertanian dan perikanan. Hal ini diidentifikasi dengan meningkatnya konversi lahan Desa Lalombi dalam empat tahun terakhir yang diperuntukkan dalam sektor pertanian dan perikanan. Namun, pengelolaan lahan budidaya baik pertanian dan perikanan di Desa Lalombi memunculkan masalah tersendiri, karena sebagian besar wilayahnya berupa mangrove. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aktivitas penduduk dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji aktivitas penduduk yang berpengaruh terhadap kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan. II. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala. Penelitian ini menggunakan metode survei. Data primer yang digunakan terdiri dari identitas penduduk, selain itu digunakan data sekunder terdiri dari kondisi luas hutan mangrove dari beberapa instansi terkait. Daerah penelitian mempunyai populasi kepala keluarga sebanyak 444 jiwa (Monografi Desa Lalombi: 2014). Dari jumlah tersebut ditentukan sampel secara acak sederhana, sebanyak 15% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 44 kepala keluarga (Arikunto, 2006). Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan alat bantu kuisioner (daftar pertanyaan) dan observasi langsung di daerah penelitian. Pengumpulan data sekunder bersumber dari instansi - instansi yang mendukung seperti Kecamatan Banawa Selatan, Dinas PU Donggala, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Donggala dan Provinsi Sulawesi Tengah, 55

Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala, Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah. Pengolahan data hasil penelitian dari lapangan dilakukan dengan memindahkan dan informasi dari kuisioner ke dalam tebal tematik ( tabulating), menggunakan cara kuantifikasi data. Cara ini digunakan untuk mempermudah dalam proses analisis data. Selanjutnya proses analisis (analyzing) untuk mengetahui peran serta penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove, dianalisis dari hubungan variabel aktivitas penduduk dengan kerusakan hutan mangrove. Hubungan ini diuji menggunakan analisis statistik inferensial dan uji koefisien korelasi pearson product moment. III. Hasil dan Pembahasan 3.1. Perubahan Luas Hutan Mangrove di Desa Lalombi Kondisi hutan mangrove yang terdapat di Desa Lalombi menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah Serta Dinas PU Bidang Tata Ruang mengalami penurunan. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan perubahan luas hutan mangrove di Desa Lalombi dari tahun 2010 sampai 2014 yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Perubahan Luas Hutan Mangrove (Ha) di Desa Lalombi No. Pengunaan Lahan Luas (Ha) 2010 2014 (%) Perubahan Luas (Ha) 1 Hutan Mangrove 71 30 2,41 41 2 Pemukiman 21,2 23,2 1,65 2 3 Tambak 249,3 285,3 20,3 36 4 Hutan 419 419 29,81 0 5 Semak Belukar 7 7 0,49 0 6 Kebun 528 531 37,78 3 7 Sawah Irigasi 110 110 7,83 0 Sumber: Olah Data Sekunder, 2014 1405,5 1405,5 100 Luas hutan mangrove yang ada di Desa Lalombi pada tahun 2010 ± 71 Ha sebesar 5,05% dari luas wilayah Desa Lalombi, tahun 2014 berkurang menjadi ± 30 Ha sebesar 2,14% dari luas wilayah Desa Lalombi. Ini berarti bahwa luasan hutan mangrove mengalami 56

Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk penurunan sekitar 41 Ha. Kondisi tersebut dikategorikan rusak karena telah dialihfungsikan sebagai lahan budidaya oleh penduduk sekitar. Perubahan luas hutan mangrove tersebut terdiri dari konversi untuk pemukiman menjadi ± 2 Ha dan konversi terbanyak untuk perikanan dan pertanian ± 39 Ha (lihat gambar 2 dan 3). 57

Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015 58

Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk Perubahan luasan hutan mangrove di Desa Lalombi tidak terlepas dari hasil aktivitas penduduk sekitarnya. Hubn ini kemudian dituangkan dalam hipotesis hubungan antara aktivitas penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove. Hasilnya tingkat signifikansi dan besarnya kontribusi aktivitas penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi, hasil uji t dua fihak dengan dan dk 42 menunjukkan t hitung> t tabel (25,63 > 2,021), dengan demikian aktivitas penduduk berpengaruh signifikan terhadap kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi. Besarnya pengaruh aktivitas penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove terjadi sangat besar (94%), hal ini setelah di uji dengan koefisien determinan. Kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi diakibatkan oleh bentuk aktivitas penduduk sebagai berikut. 3.2. Konversi untuk Pemukiman Konversi hutan mangrove menjadi lahan pemukiman di Desa Lalombi dimana luas wilayah pemukiman pada tahun 2010 sekitar 21,2 Ha dan tahun 2014 menjadi 23,2 Ha, meningkat sekitar 2 Ha, dikarenakan oleh faktor penambahan jumlah penduduk sehingga meningkatkan kebutuhan lahan semakin meningkat. Berdasarkan data penduduk Desa Lalombi, pertumbuhan penduduk Desa Lalombi mengalami peningkatan sekitar 0,12% tiap tahunnya, serta banyaknya perkawinan usia muda, sehingga memerlukan suatu lahan untuk pemukiman baru sehingga menyebabkan pembukaan lahan baru untuk membangun rumah disekitar hutan mangrove. 3.3. Konversi untuk Perikanan dan Pertanian Konversi hutan mangrove untuk perikanan (tambak) dan pertanian (kebun) sudah berlangsung cukup lama di Desa Lalombi. Konversi hutan mangrove menjadi tambak merupakan salah satu faktor utama penyebab kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi, tambak merupakan pemandangan umum, baik tambak udang, kepiting maupun ikan bandeng. Perubahan hutan mangrove yang terjadi di Desa Lalombi cukup Signifikan dimana pada tahun 2010 luas tambak 249,3 Ha sekitar 17,74% dari luas wilayah Desa Lalombi, kemudian pada tahun 2014 luas tambak menjadi 285,3 Ha sekitar 20,3% dari total luas wilayah Desa Lalombi atau luas tambak bertambah sekitar 36 Ha dalam kurun empat tahun terakhir. Konversi hutan mangrove untuk pembuatan tambak yang terjadi di Desa Lalombi, tidak lagi dilakukan secara tradisional melainkan 59

Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015 menggunakan alat berat ( escavator), sehingga mengakibatkan pembukaan lahan mangrove menjadi tambak terjadi secara intensif sampai saat ini. Pertambakan rakyat yang terjadi di Desa Lalombi secara nyata mempengaruhi keberadaan hutan mangrove di sekitarnya. Selain konversi untuk tambak, konversi hutan mangrove untuk lahan pertanian (kebun) juga terjadi di Desa Lalombi. Pembukaan hutan mangrove untuk lahan pertanian seperti kebun kelapa sawit dan kebun kelapa, berdasarkan data perubahan penggunaan lahan hasil analisis, luas kebun pada tahun 2010 di Desa Lalombi sekitar 528 Ha dan tahun 2014 berubah menjadi sekita 531 Ha bertambah sekitar 3 Ha, diperuntukkan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit maupun kebun kelapa. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah daerah untuk mengolah lahan yang tidak dimanfaatkan menjadi lahan pertanian (kebun kelapa sawit dan kelapa). Namun karena kubutuhan lahan pertanian dan pertambakan semakin meningkat, maka hutan mangrove dianggap masyarakat sebagai lahan alternatif. 3.4. Penebangan Hutan Kerusakan sebagian hutan mangrove di Desa Lalombi diakibatkan adanya aktivitas dari penduduk yaitu penebangan hutan untuk bahan bangunan dan pengambilan kayu bakar. Penebangan untuk bahan bangunan seperti tiang rumah pagar banyak dilakukan oleh penduduk. Khusus untuk tiang rumah biasanya masyarakat menebang mangrove 15-30 panggal kayu mangrove dengan panjang berkisar 3-5 meter. Pengambilan kayu bakar oleh penduduk Desa Lalombi dilakukan secara rutin hampir setiap bulan atau dua kali dalam sebulan. Pengambilan kayu bakar ini menjadi salah satu penyebab penurunan luas hutan mangrove. Penduduk pada umumnya mengambil kayu mangrove untuk kayu bakar dengan cara menebang mangrove yang masih hidup. Proses pengambilan kayu cukup rutin, karena selain dimanfaatkan untuk kebutuhan sendiri juga melayani permintaan dari pembeli diluar Desa Lalombi terhadap kayu mangrove yang cukup besar. IV. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh aktivitas manusia terhadap lahan mangrove di Desa Lalombi, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 60

Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk 1. Kondisi luas hutan mangrove di Desa lalombi mengalami penurunan luas sekitar 57,74% selama empat tahun terakhir. Hasil analisis perubahan penggunaan lahan yang dilakukan melalui citra satelit menunjukkan bahwa luas semula 71 Ha berkurang menjadi 30 Ha dengan kondisi tidak lagi membentuk kawasan hutan mangrove secara utuh atau terpencar (rusak). 2. Aktivitas penduduk sekitar memiliki pengaruh sangat kuat terhadap kerusakan hutan mangrove. Hal ini dibuktikan dengan nilai uji hubungan yang menunjukkan angka sebesar 94% (sangat kuat). Kerusakan hutan mangrove terjadi akibat aktivitas penduduk setempat seperti konversi untuk pemukiman, konversi untuk perikanan (tambak) dan pertanian (kebun kelapa dan kelapa sawit), serta penebangan hutan mangrove untuk bahan bangunan dan pengambilan kayu bakar. 3. Bentuk aktivitas penduduk yang berperan besar terhadap kerusakan hutan mangrove antara lain konversi untuk pemukiman yang terjadi peningkatan sebesar 2 Ha dari 21,2 Ha (2010) menjadi 23,2 Ha (2014) dan konversi lahan mangrove untuk perikanan (tambak) yang bertambah sekitar 36 Ha dalam kurun empat tahun terakhir dari total luas wilayah Desa Lalombi. Berdasarkan analisis dan kesimpulan dapat diberikan beberapa saran sehubungan dengan hasil penelitian, yakni (1) prioritas pembangunan di wilayah perdesaan perlu dilakukan untuk memberdayakan penduduknya dalam pengelolaan potensi-potensi tanpa harus meninggalkan aspek ekologis wilayahnya, (2) diperlukan pengawasan yang lebih ketat terutama di wilayah-wilayah pesisir (mangrove) dengan melibatkan semua pihak yang terkait seperti masyarakat, swasta, akademisi serta pihak-pihak lain dalam bentuk kemitraan. Hal tersebut terkait dengan pola perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian produktif ke terbangun dan daya dukung ekologis wilayah. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Arief. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 61

Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015 Belvi Vatria. 2010. Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya. Jurnal Belian. Vol.9. No.1. pp 47-54. Dahuri, Rokmin. Dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT.Pradya Paramita. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Donggala. 2012. Tentang Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Bagi Pemanfaatan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Donggala. Fadlan, M. 2010. Aktifitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Medan. (skripsi) pada FIS Universitas Sumatra Utara. (tidak diterbitkan). Gumilar, I. 2012. Partisipasi Masyarakat Pesisir Dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan Di Kabupaten Indramayu. Jurnal Akuatika. vol.iii. No.2. pp 198-211. Jupri. 2005. Kerusakan Hutan Mangrove Diakibatkan Oleh Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Mautong. Skripsi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu: tidak diterbitkan. Keputusan Menteri No.201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Dan Pedoman Penentuan kerusakan Mangrove M. Gufhran H dan Kordi K. 2012. Ekosistem Hutan Mangrove: Potensi, Fungsi, dan Pengolahan. Jakarta: Rineka Cipta. Mantra, IB. 1995. Langkah-langkah Penelitian survei. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor : 05 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove Rahman. 2014. Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di Desa Donggo Kecamatan Dampal Selata Kabupaten ToliToli Tahun 2007-2012. E-Jurnal Geo-Tadulako UNTAD (online). Tersedia: Jurnal.untad.ac.id/jurnal/GeoTadulako.com diakses (3 Juli 2014) 62

Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk Setyawan, DA dan Winarno, K. 2006. Permasalahan konservasi ekosistem hutan mangrove dipesisir kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Jurnal Biodiversitas. vol 7,No.(2), pp 159-163. Suriani, Melinda. 2012. Pengolahan hutan mangrove berbasis masyarakat pada kawasan pantai timur Sumatra Utara. (online), Tersedia:http// digilib.unimed.ac.id. (22 Juni 2014). Tirtakusumah, R. 1994. Pengelolaan Hutan Mangrove Jawa Barat dan Beberapa Pemikiran untuk Tindak Lanjut. Dalam Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove di Jember, 30 Agustus 1994. 63