BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini diperoleh dari preparasi bahan, pembuatan keju cottage

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN EKSTRAK KASAR PAPAIN SEBAGAI KOAGULAN PADA PEMBUATAN KEJU COTTAGE

BAB III METODOLOGI. Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan

BAB I PENDAHULUAN. Keju merupakan salah satu hasil olahan susu yang dikenal oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Protease adalah enzim yang memiliki daya katalitik yang spesifik dan

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

JKK, tahun 2013, volume 2(3), halaman ISSN

BIOKIMIA (Kode : F-04) PEMANFAATAN PROTEASE DARI EKSTRAK NANAS (Ananas comusus L.merry) SEBAGAI KOAGULAN DALAM PRODUKSI KEJU COTTAGE BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

Kajian Penggunaan Amonium Sulfat Pada Pengendapan Enzim Protease (Papain) Dari Buah Pepaya Sebagai Koagulan Dalam Produksi Keju Cottage

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Zat makanan yang ada dalam susu

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE

BAB III METODE PENELITIAN. Pendidikan Biologi FPMIPA UPI dan protease Bacillus pumilus yang diperoleh

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Linda Wati Nurmala, Ali Kusrijadi, Asep Suryatna Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan

Chemistry In Our Daily Life

Bakteri asam laktat dapat dibedakan atas 2 kelompok berdasarkan hasil. 1. Bakteri homofermentaif : glukosa difermentasi menghasilkan asam laktat

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian

PENGARUH LAMA PENUNDAAN DAN SUHU INKUBASI TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT DARI SUSU SAPI KADALUWARSA

LAPORAN AKHIR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PENERAPAN IPTEKS

SUSU FERMENTASI BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Tabel Mengikhtisarkan reaksi glikolisis : 1. Glukosa Glukosa 6-fosfat. 2. Glukosa 6 Fosfat Fruktosa 6 fosfat

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

PENDAHULUAN. mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-6

KEJU. Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim

bio.unsoed.ac.id LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Medium MRSA (demann Rogosa Sharpe Agar) Komposisi medium MRSA per 1000 ml:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

ANALISA ph OPTIMUM UNTUK PERKEMBANGBIAKAN LACTOBACILLUS BULGARICUS DALAM PROSES FERMENTASI GLUKOSA PADA SOYGURT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

Untuk mengetahui cara/metode yang benar untuk memisahkan (mengisolasi) DNA dari buah-buahan

Pengaruh waktu dan Nutrien dalam pembuatan yoghurt dari susu dengan starter plain Lactobacillus Bulgaricus menggunakan alat fermentor

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini diperoleh dari preparasi bahan, pembuatan keju cottage dan tahap analisis kualitas keju cottage dan kadar air dari keju cottage yang dihasilkan. Preparasi bahan meliputi produksi crude papain dari getah papaya, penumbuhan bakteri starter Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis, dan Leuconostoc mesentroides sesuai dengan umur inokulumnya. Sedangkan hasil analisis kualitas keju cottage keju cottage meliputi analisis kandungan protein, lemak, dan mineral kalsium dalam keju cottage. 4.1 Produksi Keju cottage Bahan yang digunakan pada produksi keju cottage seperti enzim papain dan kultur starter dipreparasi sebelumnya. Papain yang hendak digunakan sebagai protease yang akan mengkoagulasi kasein, diisolasi dari getah papaya. Isolasi dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kasar papain, tanpa pemurnian. Dalam isolasi papain, tetesan getah buah papaya yang dihasilkan setelah penorehan dicampur dengan 0,1 % b/v (NaHSO 3 : NaCl, 1:1). Penambahan larutan 0,1 % b/v (NaHSO 3 : NaCl, 1:1) yaitu sebagai penghambat terbentuknya reaksi pencoklatan oleh enzim polifenol oksidase dan pertumbuhan jamur. Hasil pencampuran setelah ditambahkan buffer fospat ph 7 dan disentrifugasi pada 1500 rpm selama 20 menit dipisahkan, didapat residu dan supernatant. Kemudian diambil bagian 43

44 supernatant sebagai hasil isolasi papain dari getah papaya. Buffer fospat ditambahkan untuk mempertahankan bentuk aktif dan native protein fungsional (enzim) sehingga papain masih dapat memiliki aktivitas yang baik. Ekstrak kasar papain yang didapat berupa larutan bening agak kekuningan sebanyak 50 ml. Selain papain, disiapkan pula kultur starter campuran 3 bakteri yaitu 10% v/v yaitu bakteri Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis dan Leuconostoc mesentroides dengan perbadingan 3:1:2 diinkubasi selama 6 jam, 4 jam, dan 8 jam secara berturut turut. Preparasi kultur starter ini dirujuk dari Issen Hariati (2006). Menurut Issen (2006), dalam pembuatan keju dengan pematangan kombinasi antara kultur starter Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis dan Leuconostoc mesentroides dapat mempercepat waktu fermentasi dan menciptakan cita rasa keju yang diminati oleh masyarakat. Hal ini pun didukung oleh Yaygın H (1993) dalam Fulya (2006), bahwa kombinasi antara streptokokus dan laktokokus dapat pula menghasilkan aroma yang lebih baik untuk keju dengan pematangan. Media yang digunakan dalam inokulasi ketiga jenis bakteri ini adalah panthothenate broth. Setelah bakteri diinkubasi dalam media, warna coklat media panthothenate broth menjadi lebih pekat. Hal ini menunjukan bahwa bakteri starter telah tumbuh dalam media (Gottschal, 2000). Setelah papain dan kultur starter selesai disiapkan, maka tahap selanjutnya adalah pembuatan keju cottage. Susu skim sebagai bahan dasar pembuatan keju cottage dilarutkan dalam aquades hingga didapat larutan homogen berwarna putih, yang kemudian dipasteurisasi pada suhu 63 o C selama 10 menit (Tutik, 2003). Tujuan dari pasteurisasi ini adalah untuk membunuh bakteri bakteri

45 dalam larutan susu yang nantinya dapat mengganggu proses pembuatan keju nanti tanpa mempengaruhi rasa. Susu skim hasil pasteurisasi didinginkan terlebih dahulu sampai suhunya 30 o C yaitu suhu optimum dari pertumbuhan bakteri starter, baru kemudian ditambahkan dengan bakteri starter Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis, Leuconostoc mesentroides dengan perbandingan 3:1:2. Keasaman awal campuran adalah 6,35 dan setelah diinkubasi pada suhu 30 o C selama 30 menit ph campuran menurun menjadi 6,3. Hal ini menunjukan bahwa bakteri starter memiliki aktivitas dalam proses fermentasi yaitu mengubah gula (laktosa) menjadi asam laktat sehingga dapat menurunkan keasaman dan dapat membantu dalam proses koagulasi. Adapun reaksi kimia yang terjadi dapat dilihat pada gambar 4.1.

46 laktosa ATP ADP Glukosa Heksokinase Glukosa- 6-fosfat Fruktosa-6-fosfat Fosfoglukoisomerase β- Galaktosidase Galaktos ATP ADP Galaktokinase Galaktosa 1 P isomerase Galaktosa 1 P ATP ADP Fosfofruktokinase Fruktosa 1,6 difosfat NAD + Aldolase NADH Gliseraldehida-3-fosfat Triosa isomerase fosfat dihidroksiasetofosfa Asam 1,3-difosfogliserat Gliseraldehida-3-Fosfat Dehidrogenase ADP ATP Fosfogliseril Kinase Asam 3-fosfogliserat Fosfogliseril Mutase Asam 2-fosfogliserat Enolase Asam fofoenol piruvat ADP ATP Piruvat Kinase Asam piruvat NADH Laktat Dehidrogenase NAD + Asam laktat Gambar 4.1. Fermentasi laktosa oleh starter kultur laktis Sumber : Tamime, 2006 ; Poedjiadi, 2006

47 Setelah enzim papain ditambahkan kedalam campuran berdasarkan variable yang telah ditetapkan yaitu 320 ppm untuk keju P A, 520 ppm untuk keju P B, dan 720 ppm untuk keju P C. Enzim bertujuan untuk mengkoagulasi misel kasein dalam susu. Enzim ini akan mengganggu bagian ĸ-kasein (kappa kasein) yang berada pada bagian permukaan misel kasein sehingga membentuk para kappa kasein. Papain ini memotong ikatan peptida antara phenil (105) dan metionin (106) dalam ĸ-kasein, merusak strukturnya dan dihasilkan para-kappa kasein yang memiliki bagian hidrofobik. Selanjutnya ketika ph mendekati titik isoelektrik kasein (ph 4,6-4,7) misel misel kasein akan bergabung dan meggumpal membentuk gel. Misel misel ini dapat bergabung disebabkan oleh interaksi bagian- bagian hidrofobik pada para-kappa kasein. Adanya kalsium yang terdapat dalam susu akan membantu proses koagulasi, yaitu berperan sebagai jembatan penghubung antara misel (Aehle, 2004). Pada saat ph mencapai 5,6 mulai terjadi pembentukan gel di bagian dasar larutan. Sehingga terbentuk dua fasa yaitu gel yang berwana putih dan bertekstur lunak pada bagian bawah, dan larutan berwana putih keruh pada bagian atas, seperti terlihat pada gambar 4.2.

48 Gambar 4.2 Tahap pembentukan gel Aktivitas bakteri starter dan enzim papain dihentikan sampai ph campuran mencapai 4,6 karena pada ph 4,6 merupakan titik isolistrik kasein. Koagulasi yang menyebabkan terbentuknya dadih dapat terjadi pada saat kasein berada pada titik isolistriknya (Poedjiadi, 2006; Winarno, 1997), hal ini dikarenakan koagulasi atau pengendapan/penggumpalan akan terjadi sempurna jika sistem koloid dalam keadaan tidak bermuatan (Ediati, 2008). Setelah ph mencapai 4,6 gel yang semula berada pada bagian bawah dan bertekstur lunak, menjadi berada di bagian atas, bertekstur keras dan berongga. Sehingga fasa yang terbentuk yaitu pada bagian atas koagulan berwarna putih yang disebut dengan dadih atau crud yang merupakan hasil koagulasi kasein. Fasa bagian bawah berbentuk cairan berwarna kuning kehijauan yang disebut dengan whey, dapat dilihat pada gambar 4.3. Gambar 4.3 Pembentukan dadih (bagian atas) dan whey (bagian bawah)

49 Komponen senyawa kimia di dalam dadih sebagian besar terdiri atas protein susu (kasein) dan lemak, sedangkan di dalam whey sebagian besar terdiri atas air, laktosa, protein (serum protein) dan vitamin B ( Ebing and Rutgers, 2006). Pencapaian ph 4,6 untuk keju cottage kontrol dan keju cottage yang dihasilkan dengan variasi penambahan enzim papain dengan berbagai konsentrasi ditunjukkan dalam tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Tabel waktu pembentukan keju cottage Sampel Waktu pembentukan keju cottage (jam) K K 24 P A 23 P B 21 P C 22 Keterangan : K K = Keju kontrol ; P A = Keju cottage dengan penambahan papain 320 ppm ; P B = Keju cottage dengan penambahan papain 520 ppm ; P C = Keju cottage dengan penambahan papain 720 ppm. Dari hasil yang ditunjukan pada table 4.1, dalam pembentukan keju cottage dibutuhkan waktu yang berbeda beda dalam pencapaian ph 4,6 sesuai dengan variabel konsentrasi papain yang ditambahkan. Penambahan papain dengan konsentrasi 520 ppm memiliki waktu yang lebih singkat dalam pembentukan keju cottage. Sedangkan kondisi fisik baik keju cottage K K, P A, P B, maupun P C yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan yang signifikan yaitu dadih agak keras, berongga, berwarna putih gading dan memiliki rasa dan aroma yang

50 asam sedangkan whey berwarna kuning kehijauan, dapat dilihat pada gambar 4.2. Ini menunjukan bahwa konsentrasi optimum papain dalam pembuatan keju cottage adalah 520 ppm. Rongga dalam dadih yang dihasilkan disebabkan oleh gas CO 2 yang dihasilkan dalam proses katabolisme piruvat, menurut reaksi : [o] C 3 H 4 O 3 C 2 H 5 O + CH 3 COOH + CO 2 Asam piruvat etanol asam asetat karbondioksida Sedangkan rasa dan aroma yang asam disebabkan oleh asam laktat yang dihasilkan dari fermentasi laktosa dalam susu. Cita rasa keju belum didapat dalam keju cottage karena rasa khas keju dihasilkan saat proses pematangan. Sementara keju cottage dilakukan tanpa pematangan. Pada tahap pemisahan whey dan dadih dilakukan pemanasan dan pembilasan kemudian ditambahkan 4 % garam pada dadih. Pemanasan dadih pada suhu 120 F selama 10 menit dan penambahan garam dilakukan dengan tujuan untuk membunuh bakteri starter sehingga proses fermentasi dapat dihentikan tanpa merusak keadaan dadih. Sedangkan pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa asam pada dadih. Sehingga dihasilkan dadih dengan rasa yang asin. 4.2 Analisis Kandungan Gizi Keju Cottage dan Susu Skim Tahap analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar kadungan gizi yang terdapat dalam susu skim dan keju cottage K K, P A, P B, maupun P C. Adapun analisis yang dilakukan adalah analisis kadar air, kandungan protein, kandungan lemak, dan kandungan mineral kalsium.

51 4.4.1 Analisis Kadar Air Kadar air dari produk keju cottage yang dihasilkan tanpa penambahan papain (K K ) dan dengan penambahan papain 320 ppm (P A ), 520 ppm (P B ), dan 720 ppm (P C ) ditunjukan pada table 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Kadar air per 100 g keju cottage yang dihasilkan. No. K K (g) P A (g) P B (g) P C (g) 1 34,925 30,938 33,798 33,930 2 34,661 30,963 33,729 33,966 Rata-rata 34,793 30,951 33,764 33,948 Keterangan : K K = Keju kontrol ; P A = Keju cottage dengan penambahan papain 320 ppm ; P B = Keju cottage dengan penambahan papain 520 ppm ; P C = Keju cottage dengan penambahan papain 720 ppm. Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa keju tanpa penambahan papain (K K ) memiliki kadar air sebanyak 34,793g sedangkan untuk keju cottage dengan penambahan papain 320 ppm (P A ), 520 ppm (P B ), dan 720 ppm (P C ) berturut-turut sebanyak 30,951g, 33,764g, dan 33,948g. Kadar air yang terkandung akan mempengaruhi terhadap ketahanan suatu bahan atau produk makanan. Semakin sedikit kadar air yang terdapat dalam suatu bahan / produk makanan, semakin tahan dan awet produk tersebut karena salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah air dalam makanan yang lebih dikenal dengan sebutan a w (Buckle, 2007).. Bila dilihat dari kadar air tiap produk yang dihasilkan maka dapat diperkirakan bahwa produk keju cottage dengan

52 penambahan papain sebanyak 320 ppm memiliki ketahanan dan keawetan yang paling baik. 4.4.2 Analisis Kandungan Protein Kandungan protein dari produk keju cottage yang dihasilkan tanpa penambahan papain (K K ) dan dengan penambahan papain 320 ppm (P A ), 520 ppm (P B ), dan 720 ppm (P C ) ditunjukan pada table 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Kandungan protein dari susu skim dan keju cottage No. K S (g) K K (g) P A (g) P B (g) P C (g) 1 21,60 23,50 24,38 27,95 24,00 2 21,77 23,50 24,56 28,13 24,35 Rata-rata 21,68 23,50 24,47 28,04 24,18 Keterangan : K S = Susu skim; K K =Keju kontrol ; P A = Keju cottage dengan penambahan papain 320 ppm; P B = Keju cottage dengan penambahan papain 520 ppm; P C = Keju cottage dengan penambahan papain 720 ppm. Dari tabel 4.3 di atas dapat disimpulkan bahwa kandungan protein susu skim sebagai bahan dasar pembentuk keju cottage memiliki kadar protein yang lebih kecil dibandingkan dengan kadar protein keju cottage yang dihasilkan baik keju cottage tanpa penambahan enzim dan keju cottage dengan penambahan enzim. Sedangkan diantara keju cottage yang dihasilkan, keju P B memiliki kadar protein yang paling tinggi dan keju kontrol memiliki kadar protein terendah. Secara berturut-turut kandungan protein untuk K S, K K, P A, P B, P C adalah 21, 68 g, 23,50 g, 24,47 g, 28,04 g, 24,18 g (per 100 g). Kandungan protein keju cottage lebih

53 tinggi jika dibandingkan dengan kandungan protein dalam susu skim sebagai bahan dasar keju, hal ini dikarenakan adanya penambahan bakteri starter dan enzim papain. Sementara analisisi yang dilakukan menggunakan metode Kjeldhal, dalam metode ini yang diukur adalah kadar nitrogen total, sehingga bukan hanya protein dalam keju yang terukur, melainkan kandungan protein yang berasal dari bakteri strarter dan enzim papain pun akan ikut terukur. Sementara itu, komponen utama sel hewan adalah protein, karena salah satu fungsi protein adalah sebagai pembangun stuktural sel, sehingga baik bakteri starter maupun enzim papain mengandung protein sebagai penyusun sel sel tubuhnya. Selain itu bertambahnya jumlah protein dalam keju cottage disebabkan oleh bakteriosin yang dihasilkan dari metabolisme sekunder bakteri starter. Bakteriosin merupakan protein atau peptida antimikroba yang hanya diproduksi oleh bakteri asam laktat (Tamime, 2006). Selain itu yang menyebabkan kandungan protein keju lebih tinggi daripada protein dalam susu dari hasil analisis yang didapat adalah karena keju cottage yang merupakan hasil koagulasi protein dalam bentuk dadih sehingga sebagian besar komponen dalam keju adalah protein. Kandungan protein tertinggi adalah keju cottage jenis P B yaitu 28,04 (per 100 g). Kadar protein keju P C dengan konsentrasi papain 720 ppm lebih rendah dari keju P B yang memiliki konsentrasi 520 ppm, hal ini dikarenakan menurut hasil pengamatan enzim papain optimum mengkoagulasi kasein pada konsentrasi 520 ppm, sehingga kelebihan papain dalam campuran tersebut dapat mendegradasi protein bakteri starter. Hal ini

54 menyebabkan bakteri starter mati sebelum menghasilkan bakteriosin yang dapat menambah kadar protein dalam keju cottage. 4.4.3 Analisis Kandungan Lemak Pada penentuan kandungan lemak digunakan metode Garber. Awalnya sampel ditambahkan asam sulfat pekat. Penambahan H 2 SO 4 ini berfungsi untuk menghidrolisis lemak yang terikat dengan protein (lipoprotein) dan yang terikat dengan polisakarida (glikolipid). Reaksi sampel dan H 2 SO 4 akan menimbulkan panas, hal ini menunjukan reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm. Panas yang ditimbulkan ini akan mencairkan lemak sampel yang kemudian akan memisah pada bagian atas. Setelah diberi tenaga sentrifuge lemak seluruhnya akan berada dibagian atas, sebab lemak mempunyai berat jenis yang lebih kecil daripada komponen lainnya didalam sampel. Kandungan lemak yang terdapat dalam susu dan keju cottage ditunjukan pada tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Kandungan lemak dari susu skim dan keju cottage No. Ks (%) K K (%) P A (%) P B (%) P C (%) 1 0,1 0,2 0,15 0,1 0,1 2 0,1 0,2 0,15 0,1 0,1 Rata-rata 0,1 0,2 0,15 0,1 0,1 Keterangan : K S = Susu skim; K K = Keju kontrol; P A = Keju cottage dengan penambahan papain 320 ppm; P B = Keju cottage dengan penambahan papain 520 ppm; P C = Keju cottage dengan penambahan papain 720 ppm.

55 Dari hasil pengujian yang ditunjukan pada tabel 4.4 diatas maka dapat dilihat bahwa keju cottage memiliki kadar lemak yang relatif rendah dan tidak memiliki perbedaan yang begitu besar. Hal ini dapat disebabkan karena bahan dasar pembuatan keju itu sendiri yaitu susu skim. Susu skim memiliki kadar lemak yang rendah karena hasil proses pembuatannya yaitu memisahkan antara krim dan skim dalam susu dengan sntrifugasi. Krim mempunyai berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Sedangkan susu skim mempunyai berat jenis yang lebih tinggi karena banyak mengandung protein, sehingga dalam sentrifugasi akan berada dibagian dalam (Adnan, 1984). Sehingga di dalam susu skim hanya mengandung sedikit lemak. Susu skim yang memiliki kadar lemak sedikit maka akan menghasilkan keju cottage dengan kadar lemak yang sedikit pula. Dan hal inilah yang diharapkan yaitu menghasilkan keju rendah lemak sehingga dapat tetap dikonsumsi oleh orang diet yang mengkonsumsi makanan rendah lemak. 4.4.4 Analisis Kandungan Mineral Kalsium Dalam penentuan kandungan mineral dalam suatu sampel, maka terlebih dahulu sampel tersebut harus diabukan, hal ini disebabkan karena abu dari suatu sampel dapat menunjukkan jumlah kandungan mineralnya, dimana jumlah mineral tersebut adalah jumlah bahan anorganik yang terdapat dalam bahan seperti Ca, P, K, dan Na. Adapun mineral yang dianalisis dari bahan dasar (susu skim) dan keju ini adalah mineral kalsium. Hal ini dikarena kalsium adalah salah satu mineral yang paling dipertimbangkan oleh masyarakat baik anak - anak

56 maupun dewasa dalam memilih suatu makanan yang akan dikonsumsinya. Kadar kalsium susu dan keju cottage hasil pengukuran dengan metode spektoskopi serapan atom ditunjukan pada tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Kandungan kalsium dari susu skim dan keju cottage Sampel Kadar kalsium (Ca) (mg/l) Ks 222,963 K K 21,926 P A 46,667 P B 46,593 P C 42,296 Keterangan : K S = Susu skim; K K = Keju kontrol; P A = Keju cottage dengan penambahan papain 320 ppm; P B = Keju cottage dengan penambahan papain 520 ppm; P C = Keju cottage dengan penambahan papain 720 ppm. Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa kadar kalsium dalam susu jauh lebih tinggi dibandingkan dalam keju cottage yang dihasilkan yaitu 222,963 mg/l. Hal ini dapat terjadi dikarenakan banyaknya kalsium yang terlarut dalam whey, dan ikut terbuang saat pemisahan antara whey dan crud. Pada saat proses koagulasi, peningkatan keasaman (bertambahnya ion H + ) dapat menyebabkan terjadinya pemecahan pada senyawa Ca-Posfat, dapat dilihat pada persamaan reaksi dibawah : Ca(PO 4 ) 2 + 3 H + 3 Ca 2+ + HPO - - 4 + H 2 PO 4

57 Ion Ca ini tidak ikut terendapkan melainkan terbawa ke dalam whey sehingga kandungan kalsium yang terdapat dalam keju cottage yang dihasilkan menjadi lebih rendah.