Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G

BAB V SQUEEZE CEMENTING. Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN PT PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD

EVALUASI SQUEEZE CEMENTING UNTUK MEMPERBAIKI BONDING SEMEN PADA SUMUR KMC-08 LAPANGAN KALIMATI PERTAMINA EP

ANALISA PENENTUAN OPEN END PADA PELAKSANAAN SQUEEZE CEMENTING DI ZONA POROUS SUMUR A LAPANGAN B

HALAMAN PENGESAHAN...

EVALUASI PENYEMENAN CASING LINER 7 PADA SUMUR X-1 DAN Y-1 BLOK LMG

DAFTAR ISI. HALAMAN JJUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... RINGKASAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

PENGARUH PENAMBAHAN ADDITIVE ACCELERATOR DAN RETARDER TERHADAP THICKENING TIME DENGAN VARIASI TEMPERATUR DAN KONSENTRASI

TEKNIK PENYEMENAN CEMENTING JILID 1. K A T A P E N G A N T A R i. cementing line. b c CEMENTING HEAD LUMPUR PENDORONG. pin 2 pin 1. lumpur.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

HERMIKA DIAN LISTIANI

Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid

ANALISIS LUMPUR BAHAN DASAR MINYAK SARALINE DAN SMOOTH FLUID PADA TEMPERATUR TINGGI DALAM PENGUJIAN LABORATORIUM

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah

BASE OIL BARU BUATAN DALAM NEGERI YANG TIDAK BERSIFAT TOKSIK UNTUK LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK (OBM)

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia

STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK.

ISSN JEEE Vol. 6 No. 1 Novrianti, Mursyidah, Teguh

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas kerja untuk dapat berperan serta dalam meningkatkan sebuah

DASAR TEORI PENYEMENAN

LAMPIRAN 1 KUISIONER. 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c.

BAB VI KESIMPULAN. 1. Pada pengukuran densitas lumpur terjadi penurunan nilai densitas yang di

JENIS DAN SIFAT FLUIDA BOR. Kelompok I

STUDI LABORATORIUM PEMILIHAN ADDITIF PENSTABIL SHALE DI DALAM SISTEM LUMPUR KCL-POLIMER PADA TEMPERATUR TINGGI

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR

ANALISA BOND INDEX DALAM PENILAIAN HASIL PENYEMENAN (CEMENTING) PRODUCTION ZONE PADA SUMUR RNT-X LAPANGAN RANTAU PT PERTAMINA EP FIELD RANTAU, ACEH

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

1 Universitas Indonesia

KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK PADA PROSES INJEKSI SURFAKTAN

KAJIAN AWAL LABORATORIUM MENGENAI VISKOSITAS POLIMER TERHADAP PENGARUH SALINITAS, TEMPERATUR DAN KONSENTRASI POLIMER (Laboratorium Study)

KINERJA EXPANDING ADDITIVE BARU UNTUK MENINGKATKAN SHEAR BOND STRENGTH (Sb) SEMEN PADA KONDISI HTHP

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan

BAB I PENDAHULUAN. faktor efektifitas dan tingkat efisiensinya. Secara umum bahan pengisi (filler)

PERENCANAAN SQUEEZE CEMENTING METODE BALANCE PLUG PADA SUMUR X DAN SUMUR Y DI LAPANGAN OGAN PT.PERTAMINA EP ASSET 2 PRABUMULIH

STUDI LABORATORIUM MATERIAL LIMBAH PANASBUMI DAN LIMBAH PENGGILINGAN BERAS UNTUK MENINGKATAN KEKUATAN DINDING LUBANG BOR

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

ANALISI SQUEEZE CEMENTING BERDASARKAN DATA LOG CBL PADA SUMUR HA-11

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Analisis Kegagalan isolasi Minyak Trafo jenis energol baru dan lama dengan minyak pelumas

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PENYEMENAN LINER 7 INCH PADA LAPANGAN ASMARA SUMUR CINTA - 5

Novrianti Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Islam Riau

KARAKTERISASI SURFAKTAN POLIMER PADA SALINITAS PPM DAN SUHU 85 C

BAB V PEMBAHASAN. Semua hasil pengujian pengaruh temperatur tinggi pada sifat-sifat fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta.

PENGARUH FRESH WATER TERHADAP PENURUNAN PERMEABILITAS ABSOLUT PADA PENJENUHAN SHALLY SAND CONSOLIDATED CORE (STUDI LABORATORIUM) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PEKERJAAN BORE PILE

ISBN

KAJIAN LABORATORIUM PENGUJIAN PENGARUH POLIMER DENGAN CROSSLINKER TERHADAP RESISTANCE FACTOR

Kinerja Operasi Aerated Drilling Pada Sumur N di Lapangan Panas Bumi K

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv. KATA PENGANTAR...v. HALAMAN PERSEMBAHAN...

PENELITIAN SIFAT-SIFAT RHEOLOGI LUMPUR FILTRASI RENDAH PADA TEMPERATUR TINGGI

PENGARUH JENIS AIR PENCAMPUR DAN PERENDAMAN TERHADAP PERILAKU KEKUATAN TEKAN MORTAR CAMPURAN SEMEN-PASIR

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: dibandingkan lapisan lainnya, sebesar MSTB.

MODUL PRAKTIKUM PRAKTIKUM TEKNIK OPERASI PEMBORAN II TM-3202 TEKNIK OPERASI PEMBORAN II + PRAKTIKUM SEMESTER II 2016/2017

BAB V HASIL PEMBAHASAN

Aerated Lightweight Concrete

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KETAHANAN DI LINGKUNGAN ASAM, KUAT TEKAN DAN PENYUSUTAN BETON DENGAN 100% FLY ASH PADA JANGKA PANJANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB 2 DASAR TEORI. [CO 2 ] = H. pco 2 (2.1) pco 2 = (mol % CO 2 ) x (gas pressure) (2.2)

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : Buku 1 ISSN (E) :

EVALUASI PENGGUNAAN AERATED DRILLINGPADASUMURDINDRA LAPANGANPANAS BUMI BPA-08PT.PERTAMINA UPSTREAM TECHNOLOGYCENTER

Petro sudah di index oleh Google Scholar dan ipi

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

KARAKTERISTIK FISIK CAMPURAN BATU BATA DENGAN MEMANFAATKAN ABU SISA PEMBAKARAN LIMBAH KAYU Oleh : I Made Nada. Ida Bagus Suryatmaja.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. macam bangunan konstruksi. Beton memiliki berbagai kelebihan, salah satunya

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

PENGARUH PENAMBAHAN WATERGLASS PADA SIFAT MEKANIK BETON. Oleh: Anita Setyowati Srie Gunarti, Subari, Guntur Alam ABSTRAK

Tinjauan Pustaka. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak dengan cara menginjeksikan bahanbahan yang berasal dari luar reservoir (Lake, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. beton (concrete). Beton merupakan bahan gabungan dari material-material

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sukolilo Surabaya, Telp , ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

PENGARUH SUBTITUSI ABU SERABUT KELAPA (ASK) DALAM CAMPURAN BETON. Kampus USU Medan

PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4.1 ANALISA PENGUJIAN KEKERASAN MATERIAL

METODE PENELITIAN. tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak

STUDI AWAL PENGARUH PENAMBAHAN FOAM PADA PEMBUATAN BATA BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO

Transkripsi:

PENGARUH PENAMBAHAN ACCELERATOR CaCl 2, NaCl, DAN NaNo 3 SEBAGAI ADDITIVE SEMEN KELAS B TERHADAP THICKENING TIME, COMPRESSIVE STRENGTH, DAN RHEOLOGY BUBUR SEMEN DENGAN VARIASI TEMPERATUR (BHCT) DI LABORATORIUM PEMBORAN DAN PRODUKSI UNIVERSITAS TRISAKTI Muhammad Rheza M.Y.Agam, Bayu Satyawira, Listiana Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Kebumian Dan Energi Universitas Trisakti E-mail: rheza20agam@gmail.com Abstrak Hal terpenting pada perencanaan kegiatan penyemenan adalah penentuan formulasi bubur semen yang diharapkan sesuai dengan kondisi sumur yang menjadi target penyemenan. Bubur semen terlebih dahulu harus dirancang sedemikian rupa dan diuji kelayakannya sebelum digunakan untuk penyemenan, sehingga sesuai dengan karakteristik sumur target penyemenan. Berbagai additive digunakan untuk memaksimalkan formulasi bubur semen yang disesuaikan dengan karakteristik sumur yang akan disemen,baik menggunakan additif accelerator untuk mempercepat pengeringan semen atau dengan retader untuk memperlambat pengeringan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi additive accelerator CaCl 2, NaCl, dan NaNo 3 Sebagai Additive Semen Kelas B Terhadap Thickening Time, Compressive Strength, dan Rheologi Bubur Semen Dengan Variasi Temperatur (BHCT). Temperatur yang digunakan adalah 60 C, 70 C, dan 80 C, dengan variasi konsentrasi accelerator 0,5 %, 1,0 %, 1,5 % dan 2,0 %. Penelitian ini dilakukan sesuai standar kelayakan API 10A (specification for cement and materials for well cementing). Sehingga dapat diperoleh gambaran konsentrasi additive accelerator yang tepat dan sesuai karakteristik sumur tersebut. Pendahuluan Kegiatan cementing atau penyemenan adalah proses pendesakan (displacement) bubur semen (cement slurry) ke dalam lubang sumur melalui casing dan didiamkan sampai bubur semen tersebut mengeras, kemudian bubur semen didorong terus naik ke annulus antara casing dengan dinding lubang ataupun ke annulus antara casing dengan casing, dan selanjutnya bubur semen didiamkan sampai semen tersebut mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing maupun formasi. Kegagalan dalam operasi penyemenan akan menimbulkan banyak permasalahan, antara lain; menyebabkan kerusakan pada formasi produktif, kehilangan sirkulasi lumpur, kecilnya laju produksi, ketidaksempurnaan dalam melakukan stimulasi dan banyak lagi. Studi Pustaka Fungsi utama penyemenan adalah untuk menyekatkan lubang annulus antara dinding formasi dengan casing. Dilakukannya operasi penyemenan pada casing sumur-sumur minyak, gas bumi dan panas bumi, bertujuan untuk: 1. Menyekat casing dengan formasi batuan, agar casing kokoh dan kuat sehingga dapat berfungsi dengan baik. 2. Melindungi casing atau liner terhadap tekanan dan temperatur formasi pada pengeboran sumur. 3. Memisahkan zona-zona antar lapisan yang berbeda sehingga dapat mencegah migrasi fluida antar formasi (zonal isolation). 4. Mencegah korosi pada casing akibat kontak dengan fluida formasi. 5. Mengurangi beban yang berlebihan pada casing. 6. Memperbaiki casing yang pecah atau bocor (casing leaks) akibat korosi. 309

7. Mengurangi perbandingan antara air dan minyak (WOR) dengan menutup formasi yang memproduksi air (mengisolasi zona minyak dan air). 8. Mengisolasi formasi yang tidak produktif dengan lubang sumur. 9. Menutup zona lost circulation atau zona dengan tekanan tinggi. Untuk memenuhi berbagai tujuan di atas, semen pemboran yang baik harus memiliki sifat-sifat berikut ini: 1. Mudah dipompakan (mempunyai rheology yang baik) 2. Nilai thickening time yang sesuai dengan target penyemenan sumur. 3. Mempunyai kekuatan (strength) yang cukup besar dalam waktu tertentu, serta mempunyai daya rekat yang baik dengan formasi batuan. 4. Kekuatan semen tersebut hendaknya stabil dan tidak mudah berubah. 5. Semen bersifat impermeable, yaitu tidak dapat mengalirkan dan dialiri fluida formasi. 6. Semen tidak mudah terkorosi akibat kontaminasi fluida formasi. Komposisi Bubur Semen Bubur semen terbuat dari pencampuran antara fasa cair, bubuk semen dan additive yang disesuaikan dengan program kegiatan penyemenan yang akan dilaksanakan. Bubur semen yang dibuat harus disesuaikan sifat-sifatnya dengan kondisi formasi yang akan disemen. Fasa Cair Fasa cair yang dipergunakan pada umumnya adalah air, namun dalam beberapa kasus dan semen khusus digunakan minyak sebagai fasa cairnya. Tujuan penggunaan zat cair adalah sebagai media agar bubuk semen dapat saling berkaitan (bonding). Bubuk Semen Bubuk semen merupakan material padatan yang mempunyai sifat mengikat. Bubuk semen dikemas dalam karung atau sack, dimana berat tiap sack umumnya sekitar 94 lbs. American Petroleum Institute (API) telah melakukan pengklasifikasian semen ke dalam beberapa kelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan digunakan. Pengklasikasian ini didasarkan atas kondisi sumur dan sifat-sifat semen yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi sumur tersebut meliputi kedalaman sumur, temperatur, dan tekanan operasi. Selain itu, klasifikasi tersebut juga menggolongkan semen berdasarkan ketahanannya terhadap sulfat seperti tipe ordinary (O), moderate sulfate resistance (MSR), dan high sulfate resistance (HSR)1. Klasifikasi tersebut dimuat dalam API standards 10A Spesification for Oil-Well Cements and Cements Additives. Spesifikasi 10A tersebut secara berkala terus diperbarui dan direvisi sesuai kebutuhan dan perkembangan industry perminyakan. Standardisasi oleh API tersebut adalah sebagai berikut: a. Kelas A Merupakan semen yang digunakan untuk penyemenan dari permukaan hingga kedalaman 6000 ft (1830 meter) dengan temperatur hingga 800C dan tidak tahan terhadap sulfate. Tersedia hanya dalam tipe Ordinary (O), pada umumnya digunakan untuk sumur dangkal saat sifat khusus semen tidak dibutuhkan (kondisi normal). b. Kelas B Merupakan semen yang digunakan untuk penyemenan dari permukaan hingga kedalaman 6000 ft (1830 meter) dan temperatur hingga 800C, dalam formasi yang 310

banyak mengandung sulfat sehingga diperlukan ketahanan terhadap sulfat. Tersedia dalam tipe Ordinary (O) dan Moderate Sulfate Resistent (MSR). c. Kelas C Merupakan semen yang digunakan untuk penyemenan dari permukaan hingga kedalaman 6000 ft (1830 meter) dan temperatur hingga 800 C, mempunyai sifat highearly strength (proses pengerasan cepat). Tersedia dalam tipe Ordinary (O), Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR). d. Kelas D Merupakan semen yang digunakan untuk penyemenan dari kedalaman 6000 ft (1830 meter) hingga 10.000 ft (3050 meter) dengan kondisi tekanan dan temperatur formasi yang tinggi (antara 80 1300 C). Semen kelas ini tersedia dalam dua varian ketahanan sulfat, yaitu Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR). e. Kelas E Merupakan semen yang digunakan untuk penyemenan dari kedalaman 10.000 ft (3050 meter) hingga 14.000 ft (4270 meter) dengan kondisi temperatur (130 1450 C) dan tekanan formasi tinggi. Tersedia dalam tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR). f. Kelas F Merupakan semen yang digunakan untuk penyemenan dari kedalaman 10.000 ft (3050 meter) hingga 16.000 ft (4880 meter) dengan kondisi temperatur (130 1600 C) dan tekanan formasi yang sangat tinggi. Tersedia dalam tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR). g. Kelas G Merupakan semen yang digunakan sebagai semen dasar pada penyemenan sumur dengan kedalaman mencapai 8000 ft (2440 meter) dengan temperatur hingga 900 C. Bila ditambah dengan additives, maka semen kelas G ini dapat digunakan pada tekanan dan temperatur yang lebih tinggi serta kedalaman yang lebih. sebagai semen dasar dan jika diperlukan dapat ditambah additives yang sesuai. Tersedia dalam tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR). h. Kelas H Merupakan semen yang digunakan sebagai semen dasar, digunakan pada jarak kedalaman dari permukaan hingga 8000 ft (2440 meter) dengan temperatur hingga 950 C. Pada dasarnya memiliki kesamaan dengan kelas G, namun yang membedakan adalah ukuran butirannya lebih besar. Tersedia dalam tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR). Semen kelas A sampai kelas F merupakan semen yang tidak ditambahi dengan additive dalam penggunannya, sedangkan untuk kelas G dan H ditambahi dengan additive bila diperlukan, semen dengan jenis ini sangat umum digunakan dalam operasi penyemenan karena sifatnya yang lebih stabil terhadap kondisi formasi dan compatible terhadap berbagai additive. Penggunaan semen kelas H dikhususkan dalam mendapatkan nilai densitas yang lebih besar daripada semen kelas G. Pada Tabel 2.2 di klasifikasikan jenis daripada semen berdasarkan kelas dan ketahanan kapasitas penggunaannya pada kondisi sumur. 311

Tabel 2.2. Klasifikasi Semen Berdasarkan API Mixing Slurry Static API Well Depth Water Weight Temperature Classification (gal/sk) (lb/gal) (ft) ( F) A (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170 B (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170 C (high early) 6.3 14.8 0 to 6.000 80 to 170 D (retarded) 4.3 16.4 6000 to 12.000 170 to 260 E (retarded) 4.3 16.4 6000 to 14.000 170 to 290 F (retarded) 4.3 16.2 10.000 to 16.000 170 to 320 G (basic) 5.0 15.8 0 to 8.000 80 to 170 H (basic) 4.3 16.4 0 to 8.000 81 to 170 Additive Additive merupakan bahan-bahan yang ditambahkan dalam membuat bubur semen, untuk mendapatkan sifat-sifat bubur semen sesuai dengan kondisi formasi. Bubur semen yang dibuat dari bubuk semen dan air saja disebut neat cement. Dalam pembuatan semen, terdapat faktor faktor yang mempengaruhi bubur semen yaitu pengerasan dan harga semen dari segi keekonomisan. Selain itu, pembuatan bubur semen harus memperhatikan juga sifat dari bubur semen tersebut. Kondisi sumur juga dapat mempengaruhi dalam pemilihan jenis semen namum sangat jarang memilih bubuk semen hanya tergantung dari kondisi sumur saja. Oleh karena itu, agar dicapai hasil penyemenan yang diinginkan perlu ditambahkan suatu zat zat kimia ke dalam net semen (adonan bubuk semen dan air). Zat kimia tersebut biasa dikenal dengan nama zat aditif. Adapun fungsi aditif adalah sebagai berikut: 1. Accelerator Accelerator adalah aditif yang dapat mempercepat proses pengerasan suspensi semen, mengurangi waktu WOC dan dapat juga mempercepat naiknya strength semen serta mengimbangi aditif yang lain agar tidak tertunda proses pengerasannya. Penggunaan accelerator seringkali digunakan pada sumur dangkal karena temperatur dan tekanannya rendah serta jarak untuk mencapai target tidak terlalu panjang. Aditif yang berlaku sebagai accelerator adalah kalsium klorida, sodium klorida, gypsum, sodium silikat, natrium nitrat dan air laut. Kalsium klorida dapat mempercepat thickening time dan menaikkan compressive strength dengan penambahan kalsium klorida antara 2 4 % ke dalam suspensi semen. Sodium klorida juga berpengaruh terhadap thickening time dan compressive strength semen dengan kadar sampai 10% BMOMW (by mix on mix water). 2. Retarder Retarder adalah aditif yang dapat memperlambat proses pengerasan suspensi semen, sehingga suspensi semen mempunyai waktu untuk mencapai kedalaman yang diinginkan. Retarder paling sering digunakan dalam penyemenan casing pada sumur yang bertemperatur tinggi atau mempunyai kolom penyemenan yang panjang. 3. Extender Extender adalah aditif yang berfungsi untuk menaikkan volume suspensi semen, yang berhubungan dengan mengurangi densitas suspensi semen tersebut, biasanya diikuti 312

dengan penambahan air. Extender dapat terdiri dari bentonite, attapulgite, sodium silikat, pozzolan, perlite dan gilsonite. 4. Weight Agent Weight Agent adalah aditif yang berfungsi menaikkan densitas suspensi semen. Umumnya digunakan pada sumur yang mempunyai tekanan formasi yang tinggi. Weight agent terdiri dari hematite, ilmenite, barite, dan pasir. 5. Dispersant Dispersant adalah aditif yang dapat mengurangi viscositas suspensi semen. Pengurangan viscositas terjadi karena dispersant mempunyai kelakuan sebagai pengencer. Hal ini menyebabkan suspensi semen menjadi encer, sehingga dapat mengalir dengan aliran turbulen walaupun di pompa dengan rate yang rendah. Bahan dasarnya adalah polynaphthalene sulfonate. 6. Fluid Loss Control Agents Fluid loss Control Agents adalah aditif yang berfungsi mencegah hilangnya fasa liquid semen kedalam formasi atau mencegah terjadinya proses filtrasi, yaitu hilangnya cairan pada bubur semen masuk ke dalam formasi yang permeable sebagai akibat tekanan kolom cairan diatasnya. Tujuannya adalah menghindari terjadinya pengentalan bubur semen dan flash set, sehingga terjaga kandungan cairan pada bubur semen. Yang termasuk ke dalam Fluid loss Control Agents adalah polymer, CMHEC, dan latex. 7. Lost Circulation Control Agents Lost Circulation Control Agents merupakan aditif yang mengontrol hilangnya suspensi semen ke dalam formasi yang lemah atau bergoa. Aditif yang termasuk di antaranya adalah gilsonite, cellophane flakes, gypsum, bentonite dan nut shell. 8. Antifoam Anti Foam digunakan untuk mengendalikan dan menghilangkan gelembung udara pada bubur semen dengan merubah surface tension, sehingga pembentukan bubur semen sempurna. Bahan dasarnya adalah polyglycol, Metode Penelitian Pengujian laboratorium terhadap komposisi bubur semen sangat diperlukan untuk menperoleh kualitas semen yang diharapkan. Pengujian pengaruh penambahan addictive terhadap sifat fisik semen yang di lakukan di laboratorium di harapkan dapat sesuai dengan karakteristik sumur. Studi laboratorium dilakukan untuk mengetahui kualitas semen kelas B terhadap pengaruh penambahan accelerator CaCl 2, NaCl & NaNo 3 Pada variasi temperature (BHCT) yaitu 60 C,70 C & 80 C terhadap thickening time, compressive strength dan rheology bubur semen. Pengujian laboratorium mencakup : 1. Pengujian Thickening Time Tes Thickening Time adalah metode yang diterima untuk mengukur berapa lama semen lumpur harus tetap dapat dipompa di bawah suhu dan tekanan kondisi simulasi turun-lubang. Tes ini dilakukan dalam berbagai suhu dan mengatur konstan dalam kondisi tekanan. Tes ini melibatkan pencampuran bubur semen sesuai dengan prosedur API saat ini, menempatkan bubur ke dalam cangkir bubur, dan kemudian menempatkan cangkir bubur ke dalam konsistometer untuk pengujian. Pengujian tekanan dan suhu yang terkontrol untuk mensimulasikan kondisi yang akan bubur hadapi di dalam sumur. Tes menyimpulkan ketika bubur mencapai konsistensi 313

0% 0,50% 1,00% 1,50% 2,00% menit/5mm Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: 2460-8696 dianggap unpumpable dalam sumur. Tes dikatakan ditetapkan setelah mencapai konsistensi dari 70 Bearden Konsistensi (BC) Unit bawah keadaan dinamis menggunakan HPHT Konsistometer. 2. Pengujian Compressive Strength Tekanan yang diperlukan untuk menghancurkan set semen diukur dalam tes ini. Tes ini menunjukkan bagaimana sampel semen akan menahan tekanan diferensial dalam sumur. Dalam pengujian destruktif bubur semen dituangkan ke dalam cetakan kubus dan kubus semen kemudian dihancurkan untuk menentukan kuat tekan mereka pada alat Hydraulic Press Machine. 3. Pengujian Rheology Untuk benar memprediksi tekanan gesekan yang akan terjadi ketika memompa berbagai cairan di dalam sumur, sifat reologi dari lumpur harus dikenal sebagai fungsi temperatur. Tegangan geser dan geser perilaku tingkat bubur diukur dalam tes ini. Viskositas diukur dalam centipoises (cp) menggunakan Fan Viscometer. Pengujian telah dilakukan dengan menggunakan bahan seperti; Sebuah semen kelas B, pelarut air, dan accelerator "CaCl 2 ", "NaCl", dan "NaNo 3 " sebagai aditif bubur semen. Pengujian dilakukan dengan membuat bubur semen dengan mempertahankan SG semen 3,14, variasi suhu sirkulasi (BHCT) yang digunakan adalah 60 C, 70 C, dan 80 C, dengan variasi konsentrasi accelerator 0,5%, 1,0%, 1,5 % dan 2%. Hasil dan Pembahasan Pengujian dilakukan dengan menggunakan semen kelas B, air pelarut, dan tiga jenis accelerator yaitu CaCl 2, NaCl, dan NaNo 3 sebagai additive bubur semen yang akan diteliti, dan masing-masing memiliki specific gravity sebesar 1,96 untuk CaCl 2, 2,17 untuk NaCl dan 2,26 untuk NaNo 3. Semua bahan diperoleh dari Laboratorium Pemboran dan Produksi Universitas Trisakti. Pengujian dilakukan dengan membuat bubur semen dengan mempertahankan SG semen sebesar 3,14, variasi temperatur sirkulasi (BHCT) yang digunakan adalah 60 C, 70 C, dan 80 C, dengan variasi konsentrasi accelerator 0,5 %, 1,0 %, 1,5 % dan 2 %. Penelitian ini dilakukan sesuai standar kelayakan API 10A (specification for cement and materials for well cementing). Dan hasil yang di peroleh adalah sebagai berikut: 150 100 50 0 Thickening time Konsentrasi CaCl2 NaCl NaNo3 Gambar 1. Grafik Penambahan Konsentrasi Accelerator CaCl 2, NaCl dan NaNo 3 Terhadap Thickening Time 314

lbs/100ft2 Cp Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: 2460-8696 Plastic viscosity 100 80 60 40 20 0 0%0,5 1,0 % 1,5 % 2,0 % % Konsentrasi CaCl2 NaCl NaNo3 Gambar 2. Grafik Penambahan Accelerator CaCl 2, NaCl dan NaNo 3 Terhadap Plastic Viscosity 200 150 Yield point 100 50 0 0% 0,5 % 1,0 % 1,5 % 2,0 % Konsentrasi CaCl2 NaCl NaNo3 Gambar 3.Grafik Penambahan Accelerator CaCl 2, NaCl dan NaNo 3 Terhadap Yield Point Kesimpulan Kesimpulan laboratorium tentang pengaruh penambahan konsentrasi accelerator CaCl 2, NaCl, dan NaNo 3 pada variasi temperatur BHCT terhadap thickening time, compressive strength dan rheology bubur semen, menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Penambahan konsentrasi accelerator CaCl 2, NaCl, dan NaNo 3 terbukti NaNo 3 paling efektif dalam mempercepat proses thickening time, yang terbukti dari semakin cepatnya pengerasan pada setiap penambahan konsentrasi accelerator NaNo 3. 2. Penambahan accelerator NaNo 3 sebanyak 2%, menghasilkan thickening time yang paling cepat yaitu 97 menit/5mm. 3. Kenaikan pada Bottom Hole Circulating Temperature (BHCT) mempengaruhi nilai compressive strength,akan tetapi pada temperatur tertentu justru dapat menurunkan compressive strength. 4. Penambahan konsentrasi accelerator NaCl sebanyak 2% pada temperatur 80 C,menghasilkan compressive strength terkuat yaitu 1394 psia. 5. Penambahan accelerator CaCl 2, NaCl, dan NaNo 3 sebanyak 0,5% terbukti menaikkan plastic viscocity namun terus turun pada penambahan konsentrasi 1%, 1,5% dan 2%. 315

6. Penambahan konsentrasi accelerator CaCl 2, NaCl, dan NaNo 3 dapat menurunkan parameter nilai yield point, terbukti dari hasil penelitian ketiga jenis accelerator yang menunjukan penurunan secara konstan pada tiap penambahan konsentrasi accelerator. Daftar Pustaka Diktat Kuliah Teknik Pemboran I, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti. Diktat Kuliah Teknik Pemboran II, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti. Penuntun Praktikum Teknik Pemboran, Laboratorium Teknik Pemboran dan Produksi, Jurusan Teknik Perminyakan, Jakarta, 2001, Specification For Material And Testing For Oil Well Cement, API Specification 10. Fifth Edition, 1990. Nelson E.B., Well Cementing, Schlumberger Educational Series, Houston-Texas, 1990. Halliburton Energy Services, Halliburton Cementing Technology Manual, Halliburton Co. Duncan, Oklahoma. USA, 1993. Deborah Duckworth., Metrics for Evaluating Cementing Success,SPE,2009. K. Smith,Dwight., Worldwide Cementing Practices,American Petroleum Institute,1991. Petrowiki.org 316