BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu kabupaten yang tekstur wilayahnya bergunung-gunung. Tapanuli Utara berada pada ketinggian 906-1500 meter diatas permukaan laut. Letak geografisnya berada pada 2-3 o lintang utara dan 98-99,5 o bujur timur dengan luas wilayah 10.605 km 2. Suhu udara rata-rata adalah 22 o C. Wilayah ini merupakan salah satu daerah dengan curah hujan yang cukup banyak yaitu 0,8 mm pertahun. Di kabupaten inilah terdapat Kecamatan Sipoholon sebagai tempat penelitian penulis. 2.1.1. Letak Geografis Lokasi Penelitian Lokasi penelitian penulis adalah di dusun Habinsaran. Dusun ini merupakan bagian dari Desa Lobu Singkam yang merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Sipoholon. Desa Lobu Singkam berada pada ketinggian 1150 m di atas permukaan laut. Untuk menjangkau Kecamatan Sipoholon penulis memerlukan waktu 6 jam dari kota Medan untuk sampai ke Kecamatan Sipoholon dengan jarak sekitar 275 km. Jarak dari Ibukota Kecamatan dengan desa Lobu Singkam kurang lebih 8 km. Butuh waktu sekitar 30-45 menit untuk sampai ke desa tersebut. Hal ini disebabkan tekstur daerah yang bergunung-gunung dan jalan
yang tidak baik. Karena sarana transportasi tidak selalu ada maka penulis menggunakan kendaraan roda dua untuk menjangkau lokasi penelitian tersebut. Dusun Habinsaran berada pada wilayah yang lebih rendah dari desa Lobu Singkam. Jarak dari Desa Lobu Singkam ke Dusun Habinsaran kurang lebih 3 km. Untuk sampai ke dusun tersebut penulis harus menempuh jalan yang berbatu dan belum di aspal. Penulis kadang harus berjalan kaki karena jalan yang sangat terjal dan berlumpur bila hujan datang. Desa Lobu Singkam memiliki batas batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Aek Raja Kecamatan Sipoholon 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pintu Bosi Kecamatan Sipoholon 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Horison Kecamatan Sipoholon 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Rura Julu Kecamatan Sipoholon 2.2. Pola Perkampungan dan Letak Rumah Berdasarkan pengamatan penulis bahwa pola perkampungan di desa Lobu Singkam sama dengan pola perkampungan Batak Toba pada umumnya. Letak rumah selalu berhadapan menghadap jalan atau menghadap halaman umum membentuk sebuah perkampungan. Penduduk yang tinggal di desa Lobu Singkam memiliki bentuk pola pemukiman yang berkelompok. Setiap rumah dibangun menghadap jalan dan sejajar mengikuti alur jalan desa. Berbeda dengan pemukiman yang ada di dusundusun. Biasanya jarak pusat desa dengan perkampungan lainnya sangat jauh, hal ini disebabkan banyak masyarakat yang mencari lahan pertanian yang bisa
digarap. Mereka tinggal di dekat lahan tersebut dan kemudian membentuk komunitas sendiri yang menjadi cikal bakal sebuah perkampungan ataupun dusun. Karena kebanyakan dusun-dusun berada pada wilayah yang lebih rendah dari jalan desa atau berada di lembah, maka pola perkampungannya menjadi berbeda dengan yang ada di pusat desa. Letak setiap rumah dibangun saling berhadapan satu sama lain menghadap halaman umum. 2.3. Asal Usul Penduduk dan Bahasa Penduduk yang mendiami wilayah Desa Lobu Singkam adalah suku Batak Toba. Sampai sejauh ini belum ada suku lain yang tinggal di wilayah ini. Penyebaran penduduk yang ada di Desa Lobu Singkam tidak berkonsentrasi pada satu wilayah saja, hal ini dipengaruhi oleh letak lahan pertanian yang digarap. Kebanyakan penduduk disana berasal dari luar desa Lobu Singkam yang datang membuka lahan pertanian dan tinggal di dekat lahan tersebut. Menurut pengamatan penulis bahwa mereka datang dari wilayah atau desa-desa lain yang jaraknya sangat jauh seperti Sipoholon, Hutaraja, Tarutung, bahkan Siborongborong untuk mencari lahan pertanian yang baru. Setiap dusun atau perkampungan selalu dihuni oleh satu kelompok marga. Seperti dusun Habinsaran, dihuni oleh kelompok marga Sipahutar yang datang dari desa Hutaraja yang jaraknya sangat jauh. Beberapa marga lain yang mayoritas tinggal di desa ini dan membuka perkampungan sendiri adalah marga Simanungkalit, Manalu, Hutagalung dan beberapa marga lainnya.
Jumlah jiwa yang terdapat di desa ini kurang lebih 2.402 orang dengan jumlah keluarga sekitar 480 500 KK. Di Dusun Habinsaran sebagai tempat penelitian dan tempat tinggal informan terdapat sekitar 43 KK. Ada 2 bentuk bahasa yang umum digunakan di desa ini yaitu Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia. Dalam percakapan sehari-hari bahasa yang digunakan adalah Bahasa Batak Toba. Mereka juga menggunakannya dalam mengadakan transaksi di pasar, di tempat peribadatan dan dalam berbagai kegiatan desa. Sedangkan Bahasa Indonesia digunakan dalam kegiatan Administrasi Pemerintahan, juga dalam proses belajar mengajar di sekolah walaupun kadang menggunakan pengantar Bahasa Batak Toba. 2.4. Mata Pencaharian Dengan kondisi alam yang berada pada wilayah pegunungan, penduduk yang mendiami wilayah desa Lobu Singkam mayoritas sebagai petani. Berdasarkan data statistik bahwa mata pencaharian penduduk Desa Lobu Singkam adalah 95% sebagai petani dan sisanya sebagai wiraswata atau pekerjaan lain di bidang akademis dan pemerintahan seperti PNS pemerintahan (1 orang), Guru PNS, Guru Honor (27 orang) dan Bidan (4 orang). Penduduk di desa Lobu Singkam biasanya membuka lahan dekat dengan tempat mereka tinggal. Hasil pertanian yang dihasilkan adalah padi, Palawija (Jagung, Ketela, Kacang Tanah), sayur-sayuran seperti tomat, cabe, bawang, kentang dan yang lainnya. Disamping itu terdapat juga beberapa hasil dari perkebunan seperti kopi. Kopi merupakan salah satu hasil bumi yang terbesar di
desa ini. Sedangkan hasil peternakan diantaranya adalah itik, ayam, kerbau, dan babi. Di beberapa tempat terdapat juga perikanan yaitu berupa tambak atau kolam ikan. Hasil dari pertanian dan peternakan ini mereka jual pada hari pekan ke pasar di Tarutung. Karena sarana transportasi yang tidak memadai dan kondisi jalan yang kurang baik maka distribusi hasil pertanian mereka tidak lancar ke luar daerah sehingga harus menunggu hari pekan yang hadir setiap hari. 2.5. Sistem Kekerabatan Sebagai wilayah yang mayoritas Suku Batak Toba maka sistem kekerabatan ataupun tata cara kehidupan sosial masyarakat yang tinggal di desa Lobu Singkam tercermin dalam sebuah konsep budaya yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Dalam setiap aktivitas, kekerabatan dan adat istiadat di desa ini diatur oleh tiga konsep yaitu hula-hula (pihak keluarga pemberi istri); anak boru (pihak keluarga penerima istri); dan dongan tubu (sesama saudara lelaki dari induk marga yang sama). Ketiga konsep ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ketiga hal ini mempunyai prestise dan tingkatan yang berbeda. Hula-hula berada pada status tertinggi baik secara sosial maupun dalam konteks spritual atau adat. Ketiga konsep ini juga terungkap dalam sebuah pepatah Batak Toba yang menyatakan somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu. Artinya setiap orang harus sopan dan hormat terhadap hula-hula, memberikan perhatian terhadap anak boru, serta harus menjaga hubungan yang baik dengan dongan tubu. Disamping itu, masyarakat yang tinggal di desa Lobu Singkam sangat menjunjung tinggi hubungan antara kelompok sosial yang satu dengan kelompok
sosial lainnya berdasarkan turunan marga. Ketika seseorang baru bertemu dengan yang lain, biasanya masing-masing individu akan menyebutkan marganya terlebih dahulu dan kemudian mencari posisi marganya tersebut dalam keluarga atau turunan marganya. Kemudian hal ini akan memunculkan posisi baru bagi setiap individu tersebut dalam konteks adat sesuai dengan konsep dalihan na tolu. Beberapa marga yang mayoritas menempati desa ini adalah marga Sipahutar, Hutagalung, Simanungkalit dan Manalu dan beberapa marga lain. Di Dusun Habinsaran marga yang menempati daerah tersebut adalah marga Sipahutar, dan tidak ada marga lain yang menempati dusun ini. 2.6. Sistem Kepercayaan Penduduk yang tinggal di Desa Lobu Singkam secara keseluruhan telah memeluk agama yang diakui oleh negara. Agama yang mereka anut adalah agama Kristen Protestan dan Kristen Khatolik. Di desa ini tidak terdapat masyarakat yang menganut sistem kepercayaan. Di desa Lobu Singkam terdapat tujuh Gereja Kristen Protestan dan dua Gereja Khatolik. 2.7. Sistem Kesenian Menurut Koentjaraningrat (1990:204) salah satu unsur kebudayaan manusia adalah kesenian. Sebagai wilayah mayoritas suku Batak Toba, masyarakat yang tinggal di desa Lobu Singkam juga mengenal sistem kesenian Batak Toba secara umum yaitu seni musik, seni tari dan seni teater. Dalam sistem kesenian Batak Toba dikenal beberapa jenis bentuk ansambel musik yaitu
gondang sabangunan, gondang hasapi dan uning-uningan. Demikian halnya dalam seni tari dikenal dengan istilah manortor atau menari dan dalam seni teater dikenal dengan nama opera. Penggunaan kesenian yang ada pada masyarakat Batak Toba juga erat kaitannya dengan sistim kekerabatan yang dipakai. Di dalam berkesenian peranan-peranan dalihan natolu sangat berpengaruh, dan ketiga pengelompokan kekerabatan yang ada dalam dalihan natolu tersebut akan dimiliki oleh setiap orang Batak secara bergantian tergantung pada siapa yang melakukan acara 7. Dalam setiap upacara adat seperti pesta perkawinan, upacara kematian, pesta mangadati maupun acara adat lainnya biasanya diiringi dengan musik yaitu gondang sabangunan ataupun gondang hasapi. Akan tetapi di beberapa tempat atau dusun pada saat upacara kematian sering terlihat ada ansambel musik lain yang bukan berasal dari sistem kesenian Batak Toba. Ansambel tersebut sangat unik dan hanya ada di desa Lobu Singkam. Masyarakat desa Lobu Singkam menyebut ansambel ini dengan nama grup musik saja. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mengetahui sejarah dan latar belakang musik tersebut. Fungsi ansambel ini adalah sebagai hiburan bagi orang yang mengalami kemalangan. Data yang penulis peroleh tidak lengkap dan tidak akurat karena Desa Lobu Singkam Baru mengadakan pergantian Kepala Desa sehingga data-data tentang desa tersebut belum dibuat sebagaimana mestinya 8. Menurut Bapak J 7 Dikutip dari tulisan Alat-alat Musik Sumatera Utara oleh Julianus P Limbeng dalam situs http://xeanexiero.blogspot.com 8 Semua data tentang Wilayah, Penduduk, Bahasa, Sistem Mata Pencaharian, Sistem Kekerabatan, Pertanian dan Kepercayaan diperoleh dengan mencatat data dari Kantor Kepala Desa dan mengadakan wawancara dengan Sekretaris Desa Bapak J Hutagalung pada tanggal 7 Juni 2008 di rumah Kepala Desa.
Hutagalung (Sekretaris Desa) bahwa mereka tidak mempunyai data statistik ataupun data tertulis yang lengkap mengenai desa tersebut.