PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DEBIT ANDALAN

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

HIDROGEOLOGI UMUM (GL ) MINGGU KE-2

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakkan pada

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

Universitas Gadjah Mada

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

Jurnal APLIKASI ISSN X

SUMBERDAYA HIDROGEOLOGI

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

ANALISIS DEBIT SUNGAI MUNTE DENGAN METODE MOCK DAN METODE NRECA UNTUK KEBUTUHAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

Bab V PENGELOLAAN MASALAH BANJIR DAN KEKERINGAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

WATER BALANCE DAS KAITI SAMO KECAMATAN RAMBAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

DAFTAR PUSTAKA. Ariansyah Tinjauan Sistem Pipa Distribusi Air Bersih di Kelurahan Talang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

3 BAB III METODOLOGI

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

Sungai dan Daerah Aliran Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. hilir. Sandy (1996) dalam Kusumawardani (2009) mendefinisikan DAS sebagai

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan

Transkripsi:

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya masyarakat. Komponen biofisik yang dibahas dalam tulisan ini berupa unsur hidrologi pada kajian overland flow untuk mengetahui air yang terlimpas dan menjadi masukan bagi kondisi air permukaan sebagai pemasok banjir. Jika overland flow yang ada di DAS besar, maka diperlukan suatu tidakan strategis dalam pengelolaan DAS, yaitu berdasarkan prinsip menurunkan jumlah overland flow dan memperbanyak infiltrasi airtanah sebagai cadangan dari sistem DAS tersebut melalui kegiatan yang bersifat fisik maupun vegetatif. Kata kunci: Overland flow, pengelolaan DAS. *) Drs. Suryana, adalah dosen Program Studi Geografi FKIP

1. Pendahuluan Konsep pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai penyedia air berkualitas baik secara terus menerus, mungkin merupakan konsep lama yang hampir sama lamanya dengan konsep pertanian beririgasi. Namun demikian, masih terdapat ketidak jelasan antara kriteria dan indikator yang dapat memenuhi harapan realistik kita yang didasarkan pada hubungan sebab akibat pengelolaan DAS dan mengikutsertakan para multipihak. Pengelolaan DAS yang diterapkan sering kali kurang memperhatikan pemantauan yang kontinyu dan menghasilkan data series yang dapat dipertanggung jawabkan validitas datanya. Data karakteristik DAS terutama dari segi hidrologis, edafik dan landcover merupakan aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan fisik DAS. Salah satu aspek hidrologis yang berperan terhadap suplai air dalam DAS adalah intensitas curah hujan yang masuk dan menjadi overland flow yang merupakan suatu limpasan air dari surplus hujan terhadap infiltrasinya pada tanah. Overland flow akan cepat terjadi tergantung pada karakteristik biofisik DAS tersebut, sehingga diperlukan suatu pengelolaan DAS yang dilandaskan pada kondisi yang ada. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS adalah: 1) Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam. 2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan yang tidak selalu saling mendukung. 3) Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik dalam bentuk daur hidrologi. 2. Rasionalitas Overland Flow Konsep manajemen DAS secara fisik pada prinsipnya adalah mengurangi jumlah overland flow. Faktor-faktor yang mempengaruhi overland flow adalah Iklim (input = presipitasi); kelerengan (kemiringan, panjang lereng); geologi (permeabilitas, akuifer, struktur); tanah (solum, struktur, tekstur, dll); vegetasi (ketapatan, tipe tajuk/kanopi); dan drainase (kerapatan, pattern). Proses terjadinya overland flow adalah sebagai berikut :

Jika hujan yg jatuh melebihi laju infiltrasi, mulai terjadi akumulasi air di permukaan (cadangan permukaan), bila cadangan permukaan penuh, maka mulai terjadi limpasan permukaan yg mengalir di permukaan (overland flow) dan kemudian mengalir ke sungai. Hujan Overland flow Infiltrasi Perkolasi Ground water flow Base Flow Overland flow = f (Presipitasi, Kelerengan, Geologi, Tanah, Vegetasi, Drainase) Jumlah Overland Flow = Presipitasi (Infiltrasi + Evapotranspirasi) = Presipitasi (Base Flow + Storage + Evapotranspirasi) O = P (BF + St + EP) Maka jumlah Storage yang tertampung dalam akuifer tanah adalah ; Jumlah Storage air dalam tanah = Presipitasi (Overland flow + Evapotranspirasi) Storage + Base Flow = Presipitasi (Overland Flow + Evapotranspirasi) = (P (O + EP)) BF = P (O + EP+BF)

3. Analisis Water Balance Analisis Water Balance adalah suatu kajian keseimbangan air yang menghitung kelebihan air (water surplus) berdasarkan Curah Hujan dan Limited Evapotranspirasi. Analisa Water Balance biasanya dilakukan dalam satu bulan tertentu. Keseimbangan air menyatakan bahwa jumlah air yang masuk (diimplementasikan sebagai Curah Hujan) sama dengan jumlah air yang keluar (diimplementasikan dalam bentuk Limited Evapotranspirasi, Soil Moisture, dan Water Surplus). Analisa Analisa Water Balance bertujuan untuk menghitung potensi air di suatu daerah berdasarkan data-data klimatologi, seperti Curah Hujan, Temperatur Udara, Lama Penyinaran Matahari, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin, dan lain-lain. Sebelum dilakukan perhitungan Water Balance, terlebih dahulu dilakukan perhitungan potensial Limited Evapotranspirasi dengan Metoda Pen Mann sebagai salah satu metoda.

a. Water Balance Jumlah air yang terdapat di alam adalah tetap dan terdistribusi tidak merata setiap daerah. Banyaknya air yang masuk (in flow) dengan air yang keluar (out flow) biasanya dinyatakan dalam kesetimbangan air (Water Balance). b. Soil Moisture (Lengas Tanah) Lengas tanah adalah suatu harga kelembaban tanah yang nilainya berubah-ubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh Curah Hujan dan nilai evapotranspirasi. Harga Soil Moisture yang paling besar disebut Soil moisture maksimum. Nilai Soil moisture maksimum diperkirakan atas dasar kombinasi tekstur tanah dan vegetasi. Jadi Soil Moisture maksimum adalah harga tetapan tanah pada suatu daerah tertentu per meter persegi sampai lapisan impermeabel. c. Water Surplus (Kelebihan air) Water Surplus biasanya dinyatakan dalam mm per bulan tertentu. Kelebihan air yang terukur dapat dihitung dari besarnya Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi. Air hujan yang turun dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi. Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai negatif (-); maka terjadi nilai Lengas Tanah berkurang dari harga maksimum. Bila Curah Hujan dikurangi Limited Evapotranspirasi bernilai positif (+); maka terlebih dahulu mengisi kekurangan harga Soil Moisture hingga mencapai harga maksimum. Water Surplus terjadi bila kelebihan air setelah Soil Moisture telah maksimum dan kelebihan air ini yang merupakan Water Surplus. Kelebihan air ini merupakan gabungan antara air yang mengalir langsung (Direct Run off) di permukaaan dan air yang masuk ke dalam tanah (Infiltrasi). d. Perhitungan Base Flow, Direct Run Off Dan Run Off Perhitungan ini dilakukan untuk menghitung kandungan air pada suatu daerah tertentu. Kandungan air ini dinyatakan dalam Base flow, Direct Run Off, dan Run Off. Dalam perhitungan awal, biasanya satuan besaran-besaran ini adalah mm/thn atau mm/bln tertentu pada suatu blok tanah atau batuan dengan luas sebesar 1 m2

dengan tebal tanah/batuan yaitu dari permukaan sampai dasar zona jenuh (lapisan impermeabel) yang tebalnya tergantung pada daerahdaerah yang berbeda. e. Infiltrasi Infiltrasi yaitu proses masuknya air hujan ke dalam permukaan tanah/batuan melalui gaya gravitasi dan kapiler. Jumlah air yang masuk tersebut bergantung pada jenis atau macam tanah/batuan. Kemampuan untuk memasukkan air hujan ini dinyatakan dalam Infiltrasi (In). Sedangkan kapasitas untuk memasukkan air hujan ini dinyatakan sebagai Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi (k). Faktor yang mempengaruhi Kapasitas Infiltrasi antara lain: kondisi permukaan tanah, struktur tanah, vegetasi, suhu tanah, dll. Kapasitas infiltrasi dapat didekati dengan mengetahui porositas suatu batuan/ tanah. Nilai ini bisa dipakai untuk pendekatan Harga Kapasitas Infiltrasi. Nilai infiltrasi dapat dihitung dengan rumus : Infiltrasi (In) = k x water surplus n Dimana k = Faktor Infiltrasi/Kapasitas Infiltrasi dalam (%). Infiltrasi (In) dinyatakan dalam mm, biasanya dalam per bulan tertentu dalam luas 1 m2. Water Surplus didapatkan dari perhitungan sendiri, dinyatakan juga dalam mm per bulan tertentu atau per tahun tertentu dalam luas 1 m2. Indeks n menyatakan perhitungan dilakukan dalam bulan tertentu

f. Volume Simpan Volume Simpan adalah suatu kemampuan tanah/batuan untuk menyimpan sejumlah air dalam bulan tertentu dalam luas wilayah 1 m 2. Volume simpan ini berada pada pori-pori atau celahcelah (rongga-rongga/ruangan-ruangan pada tanah/ batuan). Harga volume simpan tidak dipengaruhi oleh infiltrasi saja, tetapi juga dipengaruhi oleh debit Run Off dan volume simpan bulan sebelumnya. Untuk menghitung volume simpan bulan ini (n) harus ditentukan lebih dahulu volume simpan sebelumnya (n-1) dengan cara tertentu. Volume Simpan (storage volume) dirumuskan : Vn = K * Vn-1 + ½ * (1 + K) * (In) dimana, Vn = Volume simpan bulan n (bulan sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan tertentu. Vn-1 = Volume simpan bulan n-1 (bulan sebelumnya), dinyatakan dalam mm per bulan tertentu. K = Koefisien aliran airtanah, harganya diasumsikan <1, tanpa dimensi, dapat ditentukan sebagai berikut : q t q 0 Kt = q t /q 0 = Run off sesaat t, t dinyatakan dalam hari atau bulan ke-n (dengan anggapan harga konstan selama satu hari atau bulan). = Run off pada saat t = 0, hari atau bulan sebelumnya (n-1). Run off ini direfleksikan sebagai debit sungai andalan (Base Flow). In = Infiltrasi bulan n, dinyatakan dalam mm per bulan tertentu. Cara menghitung Vn-1 Solusi yang dipakai untuk menghitung V n-1 adalah mengasumsikan bahwa volume simpan Vn-1 bulan Januari sama dengan volume simpan Vn bulan Desember pada akhir tahun. Rumus Vn bulan Januari (V1) adalah : V1 = C12 / (1-K12) Dan,

C12 = 0.5[ I2 (K12 + K11) + I3 (K11 + K10) + I4 (K10 + K9) + I5 (K9 + K8) +... + I1 (K +1) ] Dimana : V1 = Volume Simpan bulan Januari (mm). Cn = koefisien bulan ke-n K n = K pangkat n, nilai K (Koefisien aliran airtanah) dianggap konstan untuk tiap bulannya. In = Infiltrasi bulan ke-n (mm). Dengan rumus diatas bisa ditentukan V1 sehingga untuk bulan-bulan berikutnya bisa ditentukan Vn nya. g. Base Flow Base Flow atau Aliran Dasar adalah jumlah air yang mengalir di dalam tanah/batuan setelah volume simpan (Vn ) terpenuni. Base flow terjadi setelah Infiltrasi In memenuhi Volume Simpan Vn. Sebagian Base flow akan mendistribusikan airnya sebagai aliran airtanah dalam zona jenuh (lihat ilustrasi diatas). Pada akhirnya Base Flow akan keluar sebagai aliran debit minimum (debit sungai andalan) pada sungai. Base Flow didapat dari : B n = I n (V n V n-1 ) Dimana : Bn = Base Flow pada bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan atau per tahun. h. Direct Run Off (DRO) Direct Run Off adalah total jumlah air yang mengalir di permukaan akibat kelebihan air hujan (Water Surplus), baik dalam bentuk air sungai maupun aliran lapisan air permukaan tipis/detensi permukaan yang pada akhirnya mengalir ke sungai. Direct Run Off didapat dari : DROn = Water Surplusn Infiltrasin DROn = Direct Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam mm per bulan atau per tahun.

i. Run Off Run Off adalah total air yang mengalir pada suatu daerah baik di permukaan ataupun di bawah permukaan (akifer bebas) yang akan mengisi sungai (lihat ilustrasi diatas). Run Off didapat dari : ROn = DROn + Bn ROn = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam per bulan atau per tahun. Untuk mengetahui lebih lanjut banyaknya air yang tersedia di permukaan dapat dihitung dengan rumus : Dimana Qn ROn A Qn = ROn x A = jumlah air yang tersedia per bulan atau tahun tertentu, biasanya dalam m3/bln = Run Off bulan n (sekarang), dinyatakan dalam m/bln = luas wilayah penelitian (m2) 4. Rekomendasi Manajemen Das Pengelolaan DAS, selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosialekonomi, kelembagaan, dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS diharapkan dapat melakukan kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan efisien. Salah satu komponen biofisik dalam pengelolaan DAS adalah besarnya air hujan yang melimpas (overland flow). Jika perbandingan data Curah hujan yang menjadi Overland Flow besar, maka dapat menimbulkan permasalahan DAS, seperti Banjir dan Tanah Longsor; maka perlu disusun suatu kebijakan Manajemen DAS yang sesuai, seperti : a. Pembuatan Bangunan Fisik DAS, seperti : DAM Penahan, Saluran Pembuangan dan Teras-Teras. b. Memperbanyak Infiltrasi Air hujan ke dalam tanah dengan Sumur resapan. c. Pengembalian kembali fungsi hutan sebagai fungsi hidrologis dan klimatis, yaitu dengan Penanaman kembali vegetasi, melestarikan

hutan kota dan hutan rakyat ; sehingga memperbesar infiltrasi dan mengurangi waktu debit puncak (tp) dan kapasitas overland flow pun turun. 5. Penutup Parameter tanah yang spesifik dipengaruhi oleh alih guna lahan dan berkaitan erat dengan fungsi DAS penting diketahui untuk pengurangan limpasan permukaan dan erosi. Penanaman berbagai macam pepohonan dapat meningkatkan porositas, infiltrasi tanah dan mengurangi limpasan permukaan dan erosi. Keberadaan Hutan dapat menjadi satu faktor yang dominan bagi perencanaan pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Keberadaan hutan dalam kawasan DAS perlu dijaga kelestariannya sebagai stabilitator organis bagi DAS sebagai satu kesatuan hidrologis. Dalam rangka memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan Pengelolaan DAS secara terpadu. Pengelolaan DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah direncanakan serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu. Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi, kelembagaan, dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat melakukan kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan efisien. Daftar Pustaka. 2003. Pedoman Teknis Pengelolaan DAS Terpadu. Sekretariat TKPSDA. Ersin Seyhan. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta: UGM Press. Lindsley. 1993. Hidrologi untuk Insinyur. Surabaya: Erlangga. Mock F.J. 1973. Land Capability Appraisal Indonesia & Water Availability Appraisal. Bogor: Food and Agricultural Organization (FAO) of the United nations. Wilson. 1993. Hidrologi Teknik. Bandung: ITB Press.