I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

dokumen-dokumen yang mirip
DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari

BAB I PENDAHULUAN. dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank

LATAR BELAKANG. EKSTERNAL INTERNAL. Global Financial Crisis (GFC): Macroeconomic. conditions. Microprudential. conditions

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar. manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit.

I. PENDAHULUAN. akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Kebutuhan suatu kendaraan

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Teoritis 1. Bank Sentral 1.1. Pengertian Bank Menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan,

2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sektor riil dalam pertumbuhan ekonomi, regulasi pemerintah di

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. properti residential (IHPR - berdasarkan survey Bank Indonesia). Peningkatan

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

Banking Weekly Hotlist (9 April 13 April 2018)

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN IV I II III IV I II III IV

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini

No.10/ 33 /DPNP Jakarta, 15 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi

Banking Weekly Hotlist (2 April 6 April 2018)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit)

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dana kas besar ialah bagian dari persediaan uang tunai yang tidak langsung

PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Bank Konvensional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

1. PENDAHULUAN. makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Muamalat pada tahun Setelah terbukti mampu bertahan pada masa krisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Analisa Statistik Uang Beredar (M2) dan Perkembangan Dana, Kredit serta Suku Bunga Perbankan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat

BAB I PENDAHULUAN. menurut pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun

Elastisitas Outstanding Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen Terhadap Indikator Pasar Perumahan. Oleh : Tim Riset

BAB I PENDAHULUAN. Peran Perbankan sebagai lembaga intermediasi cukup penting dalam

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyaknya sektor yang tergantung

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank sebagai lembaga keuangan adalah bagian dari faktor

SURVEI PERBANKAN * perkiraan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan syariah pada dasamya merupakan suatu industri keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. Krisis pada tahun 1997 telah berlalu, kini perbankan Indonesia dihadapkan

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I

Juni 2017 RESEARCH TEAM

BAB I PENDAHULUAN. dana, disamping menyediakan jasa-jasa keuangan lainnya (Kasmir, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian suatu negara umumnya diukur oleh beberapa

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia perbankan saat ini semakin pesat, banyak

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 10 tahun

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat kebijakan seperti Bank Indonesia, krisis ekonomi dan keuangan merupakan suatu pelajaran untuk melakukan perbaikan-perbaikan atas kebijakan moneter yang sudah ada sebelumnya. Kebijakan moneter yang berotorietasi pada inflasi yang rendah seperti Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument regulasi prudensial di sektor perbankan yang di atur untuk menjaga stabilitas makroekonomi secara keseluruhan. Instrumen ini sering disebut sebagai kebijakan makroprudensial. Kebijakan ini memperhatikan interaksi antara sektor finansial dan sektor riil. Deputi direktur grup stabilitas sistem keuangan direktorat peneliti dan pengaturan Bank Indonesia menyampaikan bahwa berdasarkan amandemen undang-undang Bank Indonesia, makroprudensial merupakan kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan, dan untuk mencegah serta mengurangi risiko sistemik yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi keuangan dan moneter. (Dwi dan Dedi, 2013)

2 Kebijakan makroprudensial memiliki beberapa instrumen seperti Mitigasi resiko kredit, Mitigasi insolvency, Mitigasi risiko pasar dan Mitigasi risiko likuiditas. Adapun instrument yang diterapkan di negara Indonesia adalah Instrumen mitigasi risiko dengan komponen Pembatasan Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Loan to Value (LTV), serta Mitigasi resiko pasar dengan komponen limit posisi valas. Mengingat terjadinya krisis pada tahun 2008 yang terjadi di Amerika Serikat yang disebabkan oleh tingginya tingkat penyaluran kredit perumahan. Maka implementasi kebijakan makroprudensial pada Loan to Value (LTV) untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) sebagaimana telah dimuat dalam Surat Edaran BI No.14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 untuk bank umum konvensional dan Surat Edaran No. 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012 untuk bank umum syariah dimana ditetapkannya rasio LTV untuk bank yang memberikan KPR paling tinggi sebesar 70% untuk tipe bangunan diatas 70m 2 (tujuh puluh meter persegi). Surat edaran ini dikalibrasi ulang dengan Surat Edaran BI No. 15/40/DKMP pada tanggal 24 September 2013. Kebijakan LTV bertujuan untuk meredam risiko sistemik yang mungkin timbul akibat pertumbuhan KPR yang pada saat itu mencapai lebih dari 40% serta tingkat kegagalan nasabah KKB untuk memenuhi kewajiban yang pada saat itu mencapai hampir 10%. Pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi dapat mendorong peningkatan harga asset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble), sehingga menyebabkan harga properti jatuh dan secara menyeluruh dapat menyebabkan perekonomian

3 menurun hingga terjadi resesi ekonomi. Rumah merupakan kebutuhan utama yang secara naluri yang harus dipenuhi sebagai tempat tinggal, namun ada pula yang digunakan masyarakat untuk keperluan usaha, baik perseorangan maupun suatu badan usaha. Usaha properti dapat menjadi alternatif utama dalam berinvestasi. Lembaga pemeringkat Moody s mengumumkan bahwa Indonesia telah digolongkan ke dalam negara yang layak investasi (Pradana,2013), hal ini dikarenakan adanya stabilitas dan ketahanan keuangan Indonesia yang mampu menghadapi kejutan eksternal, serta tersedianya kebijakan dan perangkat kebijakan untuk menangkal berbagai kerentanan di sektor keuangan. Dengan kata lain untuk berinvestasi di Indonesia kondisinya sudah dianggap aman dan tentu saja hal ini dapat mendorong suku bunga di masa yang akan datang semakin menurun sementara permintaan kredit akan semakin meningkat. Kondisi seperti ini akan menjadi keuntungan tersendiri bagi pihak - pihak yang hendak memanfaatkan situasi dengan melakukan spekulasi. Para spekulan tidak membeli rumah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok sebagai tempat tinggalnya, namun sengaja dibeli dan dikosongkan sebagai sarana spekulasi apabila dikemudian hari terjadi peningkatan harga perumahan tersebut. Properti rumah dan tanah sangat memungkinkan untuk dijadikan alat spekulasi karena kedua jenis asset ini dinilai cenderung akan mengalami peningkatan harga dari tahun ke tahun. Dan permintaan akan rumah dan tanah juga akan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kenaikan Indeks Harga Properti Rumah (IHPR) pada beberapa tahun terakhir di Indonesia dimana pertumbuhan pada triwulan IV-2012 IHPR

4 mencapai 3,59 (qtq) dan 6,76 (yoy) hingga triwulan I-2013 IHPR meningkat kembali sebesar 4,82 (qtq) dan 11,00 (yoy). Hal ini tentu saja mendorong tingkat suku bunga di masa yang akan datang semakin menurun sementara permintaan kredit akan properti semakin meningkat. Untuk memiliki sebuah rumah atau properti lainnya masyarakat tidak harus dengan memiliki uang tunai, namun bisa juga dengan mekanisme pembiayaan atau kredit seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Menurut survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia permintaan atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada tahun 2011 tercatat 33,12% jauh diatas pertumbuhan kredit secara agregat yang hanya sebesar 24,4% (Kajian Stabilitas Keuangan, No.19, edisi September 2012). Dan selama kurun waktu maret hingga mei 2013, Bank Indonesia mencatat posisi kredit KPR, KPA dan kredit Ruko yang disalurkan oleh bank umum masing-masing sebesar Rp229,28 triliun atau tumbuh 14,33% (yoy), Rp11,42 triliun atau tumbuh 87,04% (yoy) dan Rp22,25 triliun atau tumbuh 32,07% (yoy). Jenis rumah yang paling banyak diminati oleh konsumen ialah rumah tinggal dengan luas bangunan lebih dari 70 m 2, sedangkan jenis apartemen yang paling banyak diminati ialah apartemen dengan luas bangunan tidak lebih dari 21 m 2. Berikut ini gambar jumlah penyaluran KPR di Provinsi Lampung periode 2010:01 2014:09.

5 Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Gambar1. Jumlah Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Provinsi Lampung Periode 2010:01 2014:09 Tidak jauh berbeda dengan kondisi kredit di tingkat nasional kredit KPR di Provinsi Lampung juga menunjukkan tren peningkatan. Hingga September 2014 nilai KPR di Lampung sebesar Rp2,81 triliun. Kredit KPR ini didominasi oleh kredit rumah tinggal tipe 22 s.d 70 m 2 sebesar Rp1,44 triliun atau 27,24% (yoy) pada september 2014, disusul dengan kredit rumah tinggal tipe di atas 70 m 2 sebesar Rp646 Miliar atau 15,32% (yoy) dan kredit rumah tinggal kurang s.d tipe 21 m 2 sebesar Rp 305 Miliar atau 22,23% (yoy). Pertumbuhan kredit KPR juga diikuti oleh pertumbuhan kredit ruko/rukan hingga september 2014 tercatat sebesar Rp255 Miliar atau 29,99% (yoy) dan kredit rumah tinggal apartemen tipe kurang s.d 21m 2, apartemen tipe 22 s.d 70m 2, serta apartemen tipe diatas 70 m 2 masing-masing memiliki nilai sebesar Rp 5 Miliar, Rp 9 Miliar dan Rp 23 Miliar. Pertumbuhan ekonomi di Lampung yang tinggi berimplikasi pada meningkatnya permintaan masyarakat terhadap tipe rumah tinggal dan apartemen dengan luas di atas 70 m 2 dan ruko atau

rukan baik sebagai sarana tempat tinggal dan sarana investasi dalam usaha yang dilakukan oleh para pengembang usaha. 6 Dalam rangka meningkatkan kehati - hatian bagi bank yang memberikan jasa pembayaran atau jasa pemberian KPR dan KKB. Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan Loan to Value (LTV), dimana Bank Indonesia mengatur batasan pemberian kredit oleh Bank sebesar 70% untuk fasilitas kredit pertama, 60% untuk fasilitas kredit kedua dan 50% fasilitas kredit ketiga dan seterusnya. Namun pembatasan nilai ini tidak untuk semua jenis tipe rumah yang ada. Kebijakan LTV hanya mengatur besarnya jumlah kredit untuk KPR dengan tipe bangunan di atas 70 m 2. Disamping itu Bank Indonesia juga memutuskan bahwa kebijakan LTV ini tidak diberlakukan untuk bangunan-bangunan yang produktif seperti rumah toko dan rumah kantor. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi sektor-sektor produktif masyarakat pada umumnya. Berikut ini dapat dilihat pada gambar 2. HubunganKebijakan Loan to Vaue (LTV) dengan Jumlah Penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) tipe bangunan di atas 70 m 2 di Provinsi Lampung periode 2010:01 2014:09.

7 Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Gambar 2. Hubungan Kebijakan Loan to Value (LTV) dengan Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe bangunan di atas 70 m 2 di Provinsi Lampung Periode 2010:01 2014:09 Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat bahwa penyaluran KPR di Provinsi Lampung periode 2010:01 2014:09 cenderung mengalami peningkatan setiap bulannya. Setelah dikeluarkannya Surat Edaran BI no.14/10/dpnp pada bulan maret 2012 dan berlaku efektif pada bulan juni 2012 berisikan mengenai kebijakan Loan to Value yang mengatur batasan pemberian kredit KPR dan KKB, tidak begitu direspon pada jumlah penyaluran KPR di Provinsi Lampung. Penyaluran kredit KPR tetap mengalami peningkatan hingga akhir tahun 2012, dan menurun pada bulan januari 2013. Namun hal ini tidak bertahan lama, pada bulan selanjutnya februari 2013 jumlah penyaluran KPR kembali mengalami peningkatan hingga bulan juni 2013. Pada bulan juli 2013 KPR Provinsi Lampung mengalami perlambatan sebesar Rp27,5 Miliar dan kembali meningkat pada bulan berikutnya hingga akhir tahun 2014.

8 Peningkatan jumlah penyaluran KPR ini juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi di Provinsi Lampung. Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara keseluruhan secara terus-menerus yang disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab inflasi adalah adanya ekpektasi atau anggapan yang berlebihan dari masyarakat terhadap inflasi yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sehingga terjadilah peralihan dana dimana masyarakat menarik dana mereka dari bank dan surat berharga lainnya kemudian mengalihkan ke dalam bentuk asset riil. Menurut teori kuantitas, kenaikan tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 persen dapat menyebabkan kenaikan tingkat inflasi sebesar 1 persen, dan dari persamaan Irving Fisher (Fisher equation) dimana inflasi memiliki hubungan positif dengan tingkat bunga, sehingga dapat dinyatakan bahwa kenaikan 1 persen tingkat inflasi akan menaikan tingkat suku bunga 1 persen. Diduga inflasi memiliki hubungan negatif terhadap jumlah penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Lampung. Berikut ini dapat dilihat hubungan inflasi Provinsi Lampung dengan Jumlah Penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) tipe bangunan di atas 70 m 2 di Provinsi Lampung pada gambar 3 :

9 Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Gambar 3. Hubungan Inflasi Bandar Lampung dengan jumlah penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe bangunan di atas 70m 2 di Provinsi Lampung Periode 2010:01 2014:09. Berdasarkan gambar 3, menunjukkan tren penyaluran KPR tipe bangunan di atas 70 m 2 di Provinsi Lampung periode 2010:01 2014:09 yang terus mengalami peningkatan setiap bulannya. Pada bulan november 2011 inflasi mengalami kenaikan hingga 4,48%, hal ini diikuti dengan peningkatan pada penyaluran KPR dimana pada bulan sebelumnya sebesar Rp430 Miliar meningkat menjadi Rp 4,45 Miliar. Jumlah penyaluran KPR mengalami peningkatan hingga bulan september 2014 sebesar Rp669 Miliar dengan tingkat inflasi 0,22%. Jumlah penyaluran KPR di Provinsi Lampung yang terus meningkat hingga bulan september 2014 seperti yang terlihat pada gambar 3 dapat pula dipengaruhi oleh tingkat suku bunga kredit. Dimana suku bunga juga mempengaruhi keputusan ekonomi usaha (bisnis) dan rumah tangga, seperti memutuskan menggunakan dananya untuk berinvestasi dalam bentuk peralatan baru untuk pribadi atau untuk di simpan di bank. Suku

10 bunga Bank Indonesia (BI rate) merupakan suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia yang digunakan sebagai suku bunga acuan untuk setiap bank. BI rate akan mempengaruhi suku bunga krdit, sehingga juga akan berpengaruh pada jumlah KPR yang disalurkan, mengingat bahwa penyaluran KPR dipengaruhi oleh permintaan dari debitur itu sendiri. Penurunan BI rate akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit, dan sebaliknya. Turunnya suku bunga kredit akan mengakibatkan permintaan kredit akan meningkat. Dengan demikian suku bunga kredit diprediksi berpengaruh negatif terhadap penyaluran kredit, termasuk kredit KPR. Berikut ini dapat dilihat gambar 4 Hubungan Suku bunga kredit dengan jumlah penyaluran KPR tipe bangunan di atas 70m 2 di Provinsi Lampung periode 2010:01 2014:09 : Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Gambar 4. Hubungan Suku Bunga Kredit Perbankan dengan jumlah penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe bangunan di atas70 m 2 di Provinsi Lampung Periode 2010:01 2014:09.

11 Pada gambar 4, dapat dilihat bahwa pada bulan maret 2011 suku bunga kredit mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 15,33%, kenaikan ini direspon dengan adanya penurunan jumlah penyaluran KPR tipe bangunan 70 m 2 dari Rp 441 Miliar menjadi Rp377 Miliar. Pada bulan mei 2012 hingga bulan oktober 2014 suku bunga kredit cenderung mengalami penurunan sedangkan jumlah penyaluran KPR terus meningkat hingga oktober 2014. Meskipun pada bulan juli 2013 jumlah penyaluran KPR sempat mengalami penurunan. Hal ini diduga dikarenakan adanya pengetatan kredit yang dilakukan Bank Indonesia dengan mengeluarkan Kebijakan Loan to Value. Indikator perbankan bank umum di Provinsi Lampung diduga juga memiliki pengaruh terhadap nilai jumlah penyaluran KPR di provinsi Lampung. Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah salah satu indikator perbankan yang menjelaskan mengenai rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Rasio ini digunakan untuk menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditas bank, semakin likuid suatu bank maka akan mengakibatkan kenaikan volume kredit bank yang disalurkan. Menurut Bank Indonesia nilai LDR yang paling sehat adalah 94,75%, sehingga dana terhimpun dapat disalurkan dalam bentuk kredit yang merupakan asset yang paling produktif bagi bank, termasuk penyaluran kredit di sektor khusus seperti KPR. Didalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pradana (2013) dapat diketahui bahwa LDR mempunyai

12 pengaruh yang positif terhadap jumlah volume KPR. Berikut ini gambar 5 Hubungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan Jumlah Penyaluran KPR tipe bangunan di atas 70 m 2 di Provinsi Lampung periode 2010:01 2014:09. Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Gambar 5. Hubungan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum dengan jumlah penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe bangunan di atas 70 m2 di Provinsi Lampung Periode 2010:01 2014:09. Berdasarkan gambar 5, menunjukkan bahwa nilai LDR mengalami penurunan pada bulan oktober 2011 yaitu 37,85% dan kembali mengalami peningkatan pada bulan desember 2011 yaitu 38,39%. Peningkatan ini terus berfluktuatif cenderung meningkat hingga akhir 2013, nilai LDR mencapai 49,40%. Begitu pula dengan jumlah penyaluran KPR tipe bangunan di atas 70 m 2 berfluktuatif setiap bulannya. Meski sempat mengalami penurunan pada bulan juli 2013 yaitu sebesar Rp 589 Miliar, sedangkan pada bulan sebelumnya jumlah penyaluran KPR mencapai Rp 616 Miliar. Namun penurunan tidak berlangsung lama jumlah penyaluran

13 KPR meningkat kembali hingga akhir tahun 2014 mencapat Rp 669 Miliar. Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini penulis mencoba membahas mengenai Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga Kredit, LDR dan Kebijakan Loan to Value Terhadap Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Provinsi Lampung Periode 2010:01 2014:09 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penyaluran KPR Provinsi Lampung cenderung mengalami peningkatan setiap bulannya. Untuk menekan jumlah penyaluran KPR tersebut Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran BI No.14/10/ pada bulan maret 2012 dan berlaku efektif pada bulan Juni 2012. Namun dapat dilihat pula pada data jumlah penyaluran KPR Provinsi Lampung sejak bulan juni 2012 tetap mengalami peningkatan, maka penulis menarik masalah dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana pengaruh Inflasi dan Suku Bunga Kredit terhadap penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Provinsi Lampung periode 2010:01-2014:09? 2. Bagaimana pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Provinsi Lampung periode 2010:01-2014:09?

14 3. Bagaimana dampak Kebijakan Loan to Value terhadap penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe bangunan di atas 70 m 2 Provinsi Lampung periode 2010:01 2014:09? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh Inflasi dan Suku Bunga Kredit terhadap penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Provinsi Lampung periode 2010:01-2014:09. 2. Mengetahui pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Provinsi Lampung periode 2010:01-2014:09. 3. Mengetahui dampak adanya Kebijakan Loan to Value terhadap penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Provinsi Lampung periode 2010:01-2014:09.

15 D. Kerangka Pemikiran Secara skematis, kerangka pemikiran yang akan dijasikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dipaparkan pada gambar berikut ini : Bank Indonesia Kebijakan Makroprudensial Kebijakan Loan to Value LTV : Properti / Perumahan tipe bangunan di atas 70 m 2 *DP : Kendaraan Bermotor D a m p a k Penyaluran KPR tipe diatas 70m2 di Provinsi Lampung (2010:01-2014:09) Suku Bunga Kredit Inflasi Loan to Deposit Ratio *down payment tidak dibahas dalam skripsi ini Gambar 6. Kerangka Pemikiran Kencederungan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia membuat Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan makroprudensial untuk memperkuat sistem keuangan dari ancaman risiko sistemik akibat dari pengaruh krisis global yang mengganggu stabilitas ekonomi keuangan dan moneter. Dalam implementasinya di Indonesia kebijakan makroprudensial memiliki 2 instrumen yaitu Mitigasi Resiko Pasar dengan komponen limit posisi valas, dan Mitigasi Resiko Kredit dengan komponen pembatasan LDR dan Kebijakan Loan to Value. Kebijakan Loan to Value di tujukan

16 pada penekanan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan tipe bangunan di atas 70 m 2 dan Down Payment pada Kredit Kendaraan bermotor (KKB). Dalam penelitian ini tidak membahas mengenai KKB. Jumlah penyaluran KPR diduga dipengaruhi oleh tingkat inflasi, Suku Bunga Kredit, dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Sehingga dapat dilihat pula dampak dari kebijakan Loan to Value terhadap jumlah penyaluran Kredit Pemilikan Rumah di atas 70m 2. Provinsi Lampung periode 2010:01 2014:09. E. Hipotesis Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga inflasi dan suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap penyaluran KPR Provinsi Lampung periode 2010:01-2014:09. 2. Diduga Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif terhadap penyaluran KPR Provinsi Lampung periode 2010:01-2014:09. 3. Diduga Kebijakan Loan to Value berpengaruh terhadap penyaluran KPR Provinsi Lampung periode 2010:01-2014:09.