EFEK SPIDER SILK PROTEIN (SSP) Tetragnatha javana TERHADAP CTBT dan APTT PADA TIKUS YANG DIINDUKSI OLEH HEPARIN SULFAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimental laboratorium

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Tempat : Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah (Dewoto, 2007). dengan demikian dapat menghentikan perdarahan (Tan, 2007).

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan pre-post test with

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang farmakologi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. rancangan acak lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. eksperimen Posttest-Only Control Design, yaitu dengan melakukan observasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Gizi dan Biokimia.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu Biokimia dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Biokimia.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hewan penelitian adalah tikus jantan galur wistar (Rattus Norvegicus), umur

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian Post Test. Randomized Control Group Design.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia. pembuatan pakan. Analisis kadar malondialdehida serum dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh dr.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi,

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia, Farmakologi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini memiliki ruang lingkup pada ilmu Farmakologi dan Biokimia.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. hewan coba tikus Wistar menggunakan desain post test only control group

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

BAB I PENDAHULUAN. yang sering diperiksa adalah fungsi agregasi. (Wirawan R, 2006).

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Mekanisme Pembekuan Darah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Anestesiologi. proposal disetujui.

SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. menggunakan pre dan post-test design. Pre-test pada penelitian ini adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Farmakologi, Farmasi, dan

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Histologi, Mikrobiologi, dan Farmakologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik eksperimental dengan Post Test

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Post

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

Kata kunci: waktu perdarahan, pencabutan gigi, ekstrak etanol daun teh (Camellia Sinensis L.Kuntze), mencit Swiss Webster.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada hewan uji (Taufiqurrahman, 2004). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu subyek

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. kategori. Dan pada penelitian ini digunakan 3 sampel. pengukuran kadar

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Disiplin ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu Biokimia dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental

Transkripsi:

1 EFEK SPIDER SILK PROTEIN (SSP) Tetragnatha javana TERHADAP CTBT dan APTT PADA TIKUS YANG DIINDUKSI OLEH HEPARIN SULFAT Firman Adi Prasetyo, Lilavati Vijaganita, Luh Putu Swastiyani Purnami, Weda Kusuma * * Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Solo I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemanfaatan sarang laba-laba sebagai pengobatan sudah dilakukan sejak dua ribu tahun yang lalu. Banyak penduduk pedesaan yang memanfaatkan sarang laba-laba sebagai pembendungan darah ketika terjadi luka. Menurut pakar biologi molekuler Randolph Lewis di University of Wyoming di Laramie, sebuah cerita rakyat menuturkan nilai potensi medis jaring laba-laba untuk mencegah infeksi, menghentikan perdarahan, dan mengobati luka. Efek ini terlihat sangat nyata, namun belum ada penelitian yang mampu menjelaskan mekanisme ini. Penelitian Chattopadhyay Et al hanya berupaya menunjukkan aktifitas hemostatik Spider Silk Protein (SSP) melalui pemendekan Clotting Time and Bleeding Time (CTBT) pada tingkat genus tetragnathidae. Efek hemostatik ini diperankan melalui metabolisme energi trombosit. Namun sejauh ini masih belum ada penelitian yang menjelaskan mekanisme aktifitas tersebut. Di sisi lain, Penelitian mengenai kandungan SSP sudah banyak dilakukan. Hasil penelitian saravanan Et al dan vanbeek Et al menyatakan bahwa sarang laba-laba terdiri dari banyak tipe, salah satunya adalah tipe dragline. Sedangkan hasil penelitian lain menunjukkan bahwa SSP mengandung H-fibroin, L-fibroin dan glikoprotein (Chattopadhyay 2008; Scabo 2008). Efek hemostatik sarang laba-laba memang sudah terbukti secara nyata di lapangan. Namun hal ini perlu pembuktian empiris yang bisa mendukung kenyataan tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti Efek Spider Silk Protein (SSP) Tetragnatha javana terhadap Clotting Time and Bleeding Time (CTBT) dan Activated Parsial Tromboplastin Time (APTT) pada tikus yang diinduksi oleh Heparin Sulfat. Perumusan Masalah Adakah Efek Spider Silk Protein (SSP) Tetragnatha javana terhadap Clotting Time and Bleeding Time (CTBT) dan Activated Parsial Tromboplastin Time (APTT)pada tikus yang diinduksi oleh Heparin Sulfat?

2 Tujuan Program Untuk mengetahui Efek Spider Silk Protein (SSP) Tetragnatha javana terhadap Clotting Time and Bleeding Time (CTBT) dan Activated Parsial Tromboplastin Time (APTT)pada tikus yang diinduksi oleh Heparin Sulfat. Luaran yang Diharapkan Penelitian ini diharapkan menghasilkan sebuah obat koagulan yang sekaligus memiliki keunggulan sebagai wound dressing. Pemanfaatan Spider Silk Protein (SSP) menghasilkan material biopolimer alami untuk wound dressing sekaligus koagulan. Kegunaan Program Penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam usaha menmanfaatkan Spider Silk Protein (SSP) Tetragnatha javana dalam hal hemostatik. II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Laba-laba Tetragnatha javana Laba-laba ini berahang panjang juga dikenal dengan laba-laba berahang empat. Laba-laba ini membangun jaring laba-laba horizontal dengan dimeter sekitar 20 cm. Laba-laba ini berwarna kuning terang hingga putih dengan kaki yang pangjang dan ramping. Mereka biasanya ditemukan di dekat daerah berair. Mereka membuat sarangnya pada malam hari dan bersembunyi pada siang hari (Platnick, 2008). 2. Mekanisme hemostatik Proses perdarahan secara umum terbagi dalam tahapan sebagai berikut: Vasokonstriksi (spasme) vaskuler Permeabilitas, fragilitas, dan vasokonstriksi merupakan sifat yang dimiliki oleh pembuluh darah. Pada keadaan normal, lapisan endotel pembuluh darah bersifat halus/mulus tidak terputus. Bila terjadi kerusakan sel endotel, segera disekresi endotelin-1 yang dapat menyebabkan vasokonstriksi.segera setelah pembuluh darah yang terluka, terjadi vasokonstriksi (spasme) dari pembuluh yang terluka sehingga dengan segera aliran darah menjadi berkurang ke daerah perlukaan (Sudoyo, 2006). Pembentukan sumbat trombosit Trombosit akan melekat pada endotel sehingga terbentuk sumbat trombosit yang dapat menutup luka pada pembuluh darah. Walaupun masih permeable terhadap cairan, sumbat trombosit mungkin dapat menghentikan perdarahan pada pembuluh darah kecil. Tahap akhir untuk menghentikan perdarahan adalah pembentukan sumbat trombosit yang stabil melalui pembentukan fibrin (Sudoyo, 2006; Hoffbrand, 2005; Sherwood, 2001). Pembekuan darah

3 III. Proses pembekuan darah merupakan rangkaian dari reaksi enzimatik yang melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktorfaktor pembekuan, fosfolipid, dan ion kalsium. Faktor pembekuan darah pada umumnya dibentuk di hati. Dalam keadaan normal factor pembekuan dalam bentuk inaktif, serupa dengan fibrinogen dan protrombin. Faktor pembekuan setelah diaktifkan maka akan mengaktifkan faktor lainnya. Trombin merupakan enzim proteolitik yang mempunyai beberapa proteolitik dengan fungsi yaitu mengubah fibrinogen menjadi fibrin (Setiabudi, 2007; Sherwood, 2001; Sudoyo, 2006). 3. Spider Silk Protein Spider silk adalah sebuah serat biopolymer yang komposisinya merupakan campuran dari polimer yang tidak berbentuk (yang membuat serat elastic) dan rantai dari dua protein sederhana (yang memberikan kekerasan). Dari 20 asam amino, hanya glisin dan alanin yang merupakan konstituen primer dari silk. Protein dari draglines silk adalah fibrinoin (200.000 300.000 Dalton) yang berkombinasi dengan spidroin. Biomaterial dari silk dapat dipelajari secara in vivo maupun in vitro (Kumar, 2005).. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Peneliti memberikan perlakuan terhadap sampel yang berupa hewan coba di laboratorium 2. Subyek Penelitian Tikus putih dari galur wistar, jantan, berumur 2 bulan dengan berat badan 264 gram. Tikus putih didapatkan dari Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi surakarta. 3. Teknik Sampling Teknik sampel yang dipakai adalah purposive sampling karena kriteria dan jumlah sampel yang diambil sudah ditetapkan terlebih dahulu. 4. Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang dipakai adalah The Post Test Only Control Group Design. Disini kelompok kontrol dipakai sebagai pembanding 5. Cara kerja Langkah I (Persiapan hewan uji) Sampel mencit sejumlah 24 ekor diperoleh dari UD. Wistar, Surakarta. Kemudian dibagi menjadi 6 kelompok masing-masing empat ekor mencit secara acak. Sampel dilakukan adaptasi di Laboratorium Hewan Coba Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret selama 7 hari dengan diberi makan pellet dan air. Langkah II (Preparasi crude extract sarang laba-laba ) Spider Silk Protein terdapat dalam kandungan crude extract sarang laba-laba. Ekstrak ini diperoleh melalui penambahan Phospate Buffer Saline (PBS) ph 7 10 ml dengan sarang laba-laba 10 mg. Kemudian larutan tersebut disonifikasi untuk mendapatkan protein yang terkandung

dalam sarang laba-laba. Lalu disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 5 menit pada suhu 4 o C dan supernatan diambil. Dan dilakukan pengukuran konsentrasi protein melalui BioRad Kit. Hasilnya kemudian diujikan secara in vivo. Langkah III (Metode Perdarahan ekor tikus dan pengukuran CTBT ) Untuk perlakuan perdarahan pada ekor mencit, mencit dianastesi dengan lidocain (0,03 ml), sebelumnya ekor diolesi dengan xylol untuk memperjelas vena pada ekor tikus, kemudian sepanjang 5 mm diamputasi dan waktu perdarahan diukur dari mulai perdarahan sampai berhenti. (Hoover Et al 2006, h. 3) Langkah IV (Perlakuan hewan uji) Hewan uji penelitian yang telah dibagi dalam empat kelompok diberi perlakuan berbeda dengan langkah sebagai berikut : 1. Kelompok K, terdiri dari 4 ekor tikus diberi diet standar (pellet dan air minum) ad libitum ditambah dengan larutan salin Na Cl 0.9 %. 2. Kelompok P1, terdiri dari 4 ekor tikus yang diberi diet standar (pellet dan air minum) dan heparin sulfat 3,3µl (2400 Unit)/ kg BB / iv 3. Kelompok P2, terdiri dari 4 ekor tikus yang diberi diet standar (pellet dan air minum) ad libitum ditambah heparin sulfat 3,3µl (2400 Unit)/ kg BB / iv dan TRANEXID injeksi 5% (Asam traneksamat 50 mg) 39mg /kg BB (Chattopadhyay Et al, 2008). 4. Kelompok P3, terdiri dari 4 ekor tikus yang diberi diet standar(pellet dan air minum) ad libitum ditambah heparin sulfat 3,3µl (2400 Unit)/ kg BB / iv dan crude extract sarang laba-laba pada 2 mg/ kg BB/ iv 5. Kelompok P4, terdiri dari 4 ekor tikus yang diberi diet standar(pellet dan air minum) ad libitum ditambah heparin sulfat 3,3µl (2400 Unit)/ kg BB / iv dan crude extract sarang laba-laba pada 4 mg/ kg BB/ iv 6. Kelompok P5, terdiri dari 4 ekor tikus yang diberi diet standar(pellet dan air minum) ad libitum ditambah heparin sulfat 3,3µl (2400 Unit)/ kg BB / iv dan crude extract sarang laba-laba pada 6 mg/ kg BB/ iv Langkah V (cardiac puncture dan penetapan APTT) Cardiac puncture dilakukan melalui aspirasi pada ventrikel kiri jantung tikus. Penetapan APTT didapatkan dari sampel darah mencit yang diambil melalui cardiac puncture method, kemudian dilakukan pemeriksaan pada Laboratorium Penelitian Budi Sehat Solo. 6. Identifikasi dan definisi operasional variabel penelitian Variabel bebas 1) Pemberian Heparin Sulfat 2) Pemberian SSP 3). Pemberian TRANEXID injeksi 5% Variabel terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah waktu perdarahan ekor mencit. Total waktu perdarahan didefinisikan sebagai sejumlah durasi pada semua episode perdarahan selama injeksi obat sampai akhir pengamatan. 4

5 7. Teknik Analisis Data Statistik Data yang didapat dianalisis secara statistik dengan uji ANOVA. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Pengolahan data menggunakan software SPSS for Microsoft Windows release 12.0. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar protein yang terkandung dalam crude extract Spider Silk Protein (SSP) dilakukan melalui metode Lowry dengan menggunakan spektrofotometri. BSA (Bouvine Serum Albumin) digunakan sebagai protein standar untuk menentukan kurva baku. Hasil konsentrasi protein crude extract SSP sebesar 4.98 mg/ml sebanyak 8 ml. Gambar 4.1. Kurva Baku antara konsentrasi BSA dan absorbansi Data Clotting Time Bleeding Time (CTBT) ini diperoleh dengan cara menghitung waktu mulai perdarahan sampai berhenti (Hoover Et al., 2006). Data ini diukur dengan satuan menit. Setelah itu, dilakukan anestesi dan pembedahan pada tikus untuk kemudian diambil sebanyak 0,9 darah dari jantungnya melalui cardiac puncture method. Hasilnya dibawa ke laboratorium untuk diperiksa APTT (Activated Parsial Tromboplastin Time). Tabel 4.1. Data Clotting Time Bleeding Time (CTBT) dan Activated Parsial Tromboplastin Time (APTT) tikus kelompok Kel I II III IV V VI CTBT APTT CTBT APTT CTBT APTT CTBT APTT CTBT APTT CTBT APTT 1 15.25 7.7 80.35 8.3 80.35 96.4 20.3 120.0 8.3 120.0 6.35 120.0 2 17.82 120.0 71.56 31.8 71.56 48.9 21.85 92.8 6.62 120.0 7.12 113.8 3 14.16 120.0 70.42 98.8 70.42 120.0 30.68 120 7.63 120.0 8.15 120.0 4 16.25 5.0 95 120.0 25 36.8 20.13 77.0 20.37 120.0 14.12 11.4 Mean 15.83 43.78 79.33 83.15 61.83 62.61 23.24 93.96 10.73 120 8.93 64.66

6 Data tersebut kemudian diuji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro Wilk. Pada uji one sampel Shapiro Wilk didapatkan nilai signifikasi pada data CTBT sebesar 0,00, dan APTT sebesar 0,00 dimana nilai ini dibandingkan dengan α = 0,05, sehingga signifikasi (p<0,05) dengan demikian Ho ditolak, yang artinya data berdistribusi tidak normal, oleh karena itu analisis data diputuskan menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis. Pada uji non parametrik Kruskal-Wallis didapatkan nilai signifikansi CTBT 0,001 dimana signifikasi α <0,05, sehingga Ho ditolak, yang artinya data diantara keenam kelompok dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji non parametrik Kruskal-Wallis ratarata Blood Loss memberikan nilai signifikansi 0,018 dimana signifikasi α <0,05, sehingga Ho ditolak, yang artinya data diantara keenam kelompok dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan. Sedangkan hasil uji non parametrik Kruskal-Wallis terhadap APTT menunjukkan signifikansi 0,38. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna diantara data keenam kelompok dalam penelitian ini. 120 100 80 60 40 20 0 I II III IV V VI CTBT APTT Gambar 4.2. Diagram rata-rata CTBT dan APTT berdasarkan kelompok Pembuktian efek hemostatik Spider Silk Protein (SSP) dilakukan melalui pengukuran Clotting Time Bleeding Time (CTBT) dan Activated Parsial Tromboplastin Time (APTT). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chattopadhyay et. al, SSP Genus Tetragnatha memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemendekan waktu perdarahan. SSP tersebut diperoleh melalui teknik Salting Out Protein, sedangkan pada penelitian ini diperoleh melalui pembuatan crude extract dan menggunakan sarang laba-laba spesies Tetragnatha javana. Penggunaan crude extract SSP dari spesies Tetragnatha javana juga mampu menunjukkan efek hemostatik melalui pemendekkan CTBT namun tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap masa tromboplastin parsial. Kelompok II memiliki CTBT dan APTT yang lebih lama dibandingkan Kelompok I. Kelompok II memiliki CTBT dan APTT sebesar 79.33 menit dan 83.15 detik, sedangkan Kelompok I memiliki CTBT sebesar 15.83 menit dan 43.78 detik. Heparin Sulfat memilki efek anti koagulan sehingga berpengaruh pada CTBT yang memanjang. Efek

7 ini terjadi karena ikatan heparin dengan AT (Anti Trombin) III. Ikatan ini mempercepat pembentukan kompleks protease faktor pembekuan II a (trombin), Xa dan IXa sehingga waktu perdarahan memanjang (Dewoto, 2007). Asam Tranexamat berperan dalam hemostatik melalui inhibitor kompetitif plasmin dan aktivator plasminogen (Dewoto, 2007). Pemberian Asam tranexamat mampu menurunkan CTBT dan APTT pada tikus yang diinduksi Heparin Sulfat. Hal ini terlihat pada Kelompok III yang mengalami penurunan CTBT dan APTT menjadi 61.83 menit dan 62.61 detik, data ini bila dibandingkan dengan data CTBT dan APTT pada kelompok II sebesar 73.93 menit dan 83.15 detik. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa SSP 2 mg/kg BB terbukti efektif mengurangi waktu CTBT apabila dibandingkan dengan obat standar Asam Tranexamat pada tikus yang telah diinduksi Heparin Sulfat. Rata-rata CTBT pada tikus Kelompok III adalah sebesar 61.83 menit, sedangkan pada kelompok IV adalah sebesar 23.24 menit. Protein fibroin dan spiridon pada SSP terbukti lebih efektif dibandingkan cara kerja inhibitor kompetitif asam tranexamat. Penelitian lain menunjukkan bahwa efek toxin laba-laba Loxosceles Intermedia mampu berinteraksi dengan heparin dan mengakibatkan adhesi dan agregrasi trombosit dan berperan dalam pembentukan fibrin (Velga, 2008). Data APTT pada kelompok yang diberikan perlakuan dengan Crude Extract Spider Silk Proten (SSP) dalam dosis 2 mg/kg BB, 4 mg/kg BB, dan 6 mg/kg BB tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap APTT. Dengan demikian, peneliti menduga bahwa pengaruh Crude Extract Spider Silk Proten (SSP) lebih berperan dalam jalur hemostatik primer. Hemostatik primer merupakan fase yang terjadi mulai pada penempelan dan pengaktifan trombosit pada pembuluh darah (Robbins, 2002). Hal ini dibuktikan melalui penelitian empiris bahwasanya Crude Extract Spider Silk Proten (SSP) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap CTBT namun tidak demikian pada APTT. Day (1986) dalam Kinra (2009) menyatakan bahwa Bleeding Time berperan dalam fase hemostatik primer dan sekunder sedangkan APTT hanya berperan dalam fase hemostatik sekunder. Spider Silk Protein ini merupakan polimer protein yang dibuat menjadi fiber oleh Larva Lepidoptera Laba-laba (Chattopaddhyay, 2008; Gandhi et.al, 2006). Tipe dari SSP yang terbanyak adalah tipe dragline dan mengandung protein fibroin, spidroin 1 (kaya alanin) dan spidroin 2 (kaya glisin). SSP pada Laba-laba tidak merespon reaksi hipersensitifitas tipe 1 (reaksi alergi) sebab tidak mengandung sericin yang berperan dalam sensitisasi tersebut. (Altmand 2003 dikutip dalam Gandhi et. al, 2006). Uji in vivo juga membuktikan bahwa tikus yang telah memperoleh injeksi SSP sampai dengan konsentrasi 6 mg/kg BB tidak memberikan respon imun. Penelitian yang dilakukan oleh Altman menyatakan bahwa SSP bersifat trombogenik dalam darah (Gandhi et. al, 2006).

8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pemberian crude extract SSP sampai sebesar 6 mg/kg BB mampu menurunkan CTBT dan tidak memberikan efek letal. Pemberian crude extract SSP dosis 4 mg/kg BB memberikan efek lebih kuat dibandingkan dosis 2 mg/kg BB. Hal ini terlihat pada data CTBT (Tabel 4.1) pada Kelompok IV sebesar 23.24 menit, sedangkan pada Kelompok V sebesar 10.73 menit. Pemberian crude extract SSP dosis 6 mg/kg BB memberikan efek lebih kuat dibandingkan dosis 4 mg/kg BB. Hal ini terlihat pada data CTBT pada Kelompok V sebesar 10.73 menit, sedangkan pada Kelompok VI sebesar 8.93 menit. Crude Extract Spider Silk Proten (SSP) mengandung protein yang dikenal sebagai silk fibroin (Chattopaddhyay, 2008). Silk fibroin telah dipertimbangkan sebagai material biomedik terutama pada perawatan kulit dan pertumbuhan pembuluh darah pada kultur sel mamalia disamping peranan sebagai efek hemostatik (G freddy, 1997 in Kim, 2007). Material Biomedik silk fibroin ini tergolong dalam biopolimer alami (Hirano, 1999 in Yamazaki, 2007). Salah satu penyakit kelainan hemostasis adalah hemofilia. Hemofilia B Leyden diduga diakibatkan oleh adanya mutasi pada gen yang mengekspresikan Faktor IX dan Hemofilia tipe A yang diakibatkan oleh penurunan aktifitas faktor VIII (Reitsma Et. al., 1988; Robins et.al., 2002). Berbagai penyakit lain yang berefek pada masa perdarahan yang meningkat adalah Penyakit Von Willebrand dan Dengue Hemorraghic Fever (DHF) yang disebabkan oleh penurunan trombosit (Widmann., 1995). Penelitian selanjutnya diharapkan mampu menunjukkan pengaruh SSP terhadap trombosit dan faktor-faktor pembekuan darah terutama Faktor VIII dan IX, sehingga SSP dapat diberikan sebagai terapi adjuvan. V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Efek Hemostatik Spider Silk Protein (SSP) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Clotting Time Bleeding Time (CTBT) pada Tikus yang diinduksi Heparin Sulfat 2. Efek Hemostatik Spider Silk Protein (SSP) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Activated Parsial Tromboplastin Time (APTT) pada Tikus yang diinduksi Heparin Sulfat Saran 1. Perlu dilakukan penelitian tingkat bio molekuler yang mampu menentukan protein yang memiliki pengaruh terhadap CTBT dan APTT 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh SSP terhadap faktor-faktor pembekuan darah 3. Perlu dilakukan penelitian tingkat klinis mengenai pengaruh hemostatik SSP

9 VI. DAFTAR PUSTAKA Chattopadhyay 2008. Protein expression of silk venom of Indian spiders (Tetragnathidae) and effect on hemostatic activity. Pharmacognosy Magazine. Vol 4. Issue 15 (Suppl). Jul-Sep. 2008. India Dewoto H. 2007. Anti Koagulan, Anti Trombotik, Trombolitik dan Hemostatik, dalam Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 807 Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. EGC. Jakarta Kim H. S., et. al. 2007. Preparation of a Porous Chitosan/Fibroin- Hydroxyapatite Composite Matrix for Tissue Engineering. Macromolecular Research, Vol. 15, No. 1, pp 65-73 (2007) Kumar. 2005. Spider s silk: Investigation of spinning process, web material and its properties. Biological Sciences and Bioengineering.IIT.Kanpur. <http://72.14.235.132/search?q=cache:3zximl_pmyoj:www.iitk.ac.in/bsbe/web %2520on%2520asmi/spider.pdf+filetype:pdf+spider+silk+for+surgery&hl=id&c t=clnk&cd=7&gl=id&client=firefox-a> Reitsma et.al. 1988. The putative factor IX gene promoter in hemophilia B Leyden. Bloodjournal Vol. 72. pp: 1074-1076 Robins et. al. 2002. Buku Ajar Patologi. EGC. Jakarta Scabo DV Et al 2008. Cell Adhesion Mechanism in platelet. American Heart Association journals. Setiabudi, Rahajuningsih. 2007. Hemostatis dan Trombosis. Edisi Ketiga. EGC. Jakarta Sherwood, Laurelle. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC. Jakarta Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Pusat Penerbitan Fakultas Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta Velga. 2008. Extracellular matrix molecules as targets for brown spider venom toxins. Brazilian Journal of Medical and Biological Researches Vol. 34. pp: 843-850 Widmann. 1995. Clinical Interpretation of Laboratory Tests. EGC. Jakarta. pp:128 Yamazaki M. 2007. The Chemical Modification Of Chitosan Film for Improved Hemostatic and Bioadhesive Properties. Dissertation. North Carolina State University.