PERENCANAAN SERTA PEMBUATAN PELAMPUNG DAN SISTEM BELT PERUBAH PUTARAN PADA PROTOTIPE TURBIN AIR TERAPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
TRANSMISI RANTAI ROL

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini

BAB VI POROS DAN PASAK

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP

BAB III. Metode Rancang Bangun

Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti

RANCANGAN TURBOCARJER UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL

POROS dengan BEBAN PUNTIR

Tujuan Pembelajaran:

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN TURBIN PELTON MINI BERTEKANAN 7 BAR DENGAN DIAMETER RODA TURBIN 68 MM DAN JUMLAH SUDU 12

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai 2.2. Gerenda Penghancur Dan Alur

MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik MARULITUA SIDAURUK NIM

MESIN PERUNCING TUSUK SATE

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah:

BAB III PERANCANGAN. = 280 mm = 50,8 mm. = 100 mm mm. = 400 gram gram

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STEVANUS SITUMORANG NIM

MESIN PERAJANG SINGKONG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Turbin Air

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik

BAB II TEORI DASAR. BAB II. Teori Dasar

Bahan poros S45C, kekuatan tarik B Faktor keamanan Sf 1 diambil 6,0 dan Sf 2 diambil 2,0. Maka tegangan geser adalah:

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

A. Dasar-dasar Pemilihan Bahan

LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN ROUGH MAKER DIAMETER INTERNAL PIPA POLYPROPYLENE Ø 600

PERANCANGAN CAKE BREAKER SCREW CONVEYOR PADA PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS PABRIK 60 TON TBS PER JAM

Gambar 2.1. Bagian-bagian Buah Kelapa

Penggunaan transmisi sabuk, menurut Sularso (1979 : 163), dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN Perencanaan Kapasitas Penghancuran. Diameter Gerinda (D3) Diameter Puli Motor (D1) Tebal Permukaan (t)

ANALISA PERANCANGAN TURBIN VORTEX DENGAN CASING BERPENAMPANG SPIRAL DAN LINGKARAN DENGAN 3 VARIASI DIMENSI SUDU

BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN KINCIR TERAPUNG PADA SUNGAI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB IV PERHITUNGAN DIMENSI UTAMA ESKALATOR. Dari gambar 3.1 terlihat bahwa daerah kerja atau working point dalam arah

ANALISA PENYAMBUNGAN BELT CONVEYOR 102 DENGAN KAPASITAS ANGKUT 700 TON/JAM DAN KECEPATAN 120 M/MIN DI PT. INALUM

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN MESIN BENDING HEAT EXCHANGER VERTICAL PIPA TEMBAGA 3/8 IN

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan :

SABUK-V. Penggunaan transmisi sabuk, menurut Sularso (1979 : 163), dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

SABUK ELEMEN MESIN FLEKSIBEL 10/20/2011. Keuntungan Trasmisi sabuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PENGANGKUT PRODUK BERTENAGA LISTRIK (ELECTRIC LOW LOADER) PT. BAKRIE BUILDING INDUSTRIES

BAB II LANDASAN TIORI

BAB II LANDASAN TEORI. khususnya permesinan pengolahan makanan ringan seperti mesin pengiris ubi sangat

PERANCANGAN MESIN PENYUIR DAGING UNTUK BAHAN BAKU ABON PROYEK AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

SKRIPSI PERANCANGAN BELT CONVEYOR PENGANGKUT BUBUK DETERGENT DENGAN KAPASITAS 25 TON/JAM

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR

PERANCANGAN MESIN PENCACAH RUMPUT PAKAN TERNAK PROYEK AKHIR. Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

PERANCANGAN MESIN PENGUPAS KULIT KENTANG KAPASITAS 3 KG/PROSES

SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTPB DENGAN DAYA 5 MW. Disusun Oleh: WILSON M.N.GURNING NIM:

TUGAS SKRIPSI SISTEM PEMBANGKIT TENAGA

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

PERANCANGAN MESIN PENGEPRES GENTENG DENGAN UKURAN CETAK 270x360 mm SKRIPSI

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

operasional yang kontinyu dengan menggunakan debit yang normal pula.

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG

Lampiran 1. Gambar Kerja Mesin Pencacah Rumput

MESIN PEMINDAH BAHAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Analisa Efisiensi Turbin Vortex Dengan Casing Berpenampang Lingkaran Pada Sudu Berdiameter 56 Cm Untuk 3 Variasi Jarak Sudu Dengan Saluran Keluar

BAB 5 POROS (SHAFT) Pembagian Poros. 1. Berdasarkan Pembebanannya

PERENCANAAN MESIN PENGUPAS KULIT KEDELAI DENGAN KAPASITAS 100 KG/JAM

ANALISA DAN PENUJIAN MESIN TEPUNG TAPIOKA DENGAN KAPASITAS 7 KG PER JAM

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

3.2. Hal-hal Penting Dalam Perencanaan Kopling Tetap

ANALISIS VARIASI SUDUT SUDU-SUDU TURBIN IMPULS TERHADAP DAYA MEKANIS TURBIN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMECAH KEDELAI

Transkripsi:

PERENCANAAN SERTA PEMBUATAN PELAMPUNG DAN SISTEM BELT PERUBAH PUTARAN PADA PROTOTIPE TURBIN AIR TERAPUNG SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik SYAMSUL SIMANJUNTAK NIM. 040401017 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 009

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala berkat dan anugerah-nya yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Skripsi ini. Tugas Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun Tugas Skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Sistem Pembangkit Tenaga, yaitu Perencanaan Serta Pembuatan Pelampung Dan Sistem Belt Perubah Putaran Pada Prototipe Turbin Air Terapung. Dalam penulisan Tugas Skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing. Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang Tua tercinta M.br Gultom dan juga kepada keluarga, abang, kakak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini untuk memperoleh gelar sarjana.. Bapak Ir.M. Syharil Gultom,MT selaku dosen pembimbing Tugas Skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan saran dan arahan hingga selesainya skripsi ini. 3. Bapak Dr-Ing Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST.MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Ir. Awaluddin Thayab, M.Sc selaku dosen wali saya. 6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satupersatu.

7. Bang John Natal Sinuraya yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan turbin air terapung. 8. Teman satu dalam pembuatan turbin air terapung ini. 9. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Mesin khususnya sesama rekan-rekan stambuk 004. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan di masa mendatang. Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian Tugas Skripsi ini, semoga Tugas Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, Penulis, Syamsul Simanjuntak 04 0401 017

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN DARI DOSEN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN DARI DOSEN PEMBANDING... iii SPESIFIKASI TUGAS... iv LEMBAR ASISTENSI DARI DOSEN PEMBIMBING... v LEMBAR EVALUASI SEMINAR SKRIPSI... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR NOTASI... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1. Batasan Masalah... 1.3 Tujuan Perencanaan... 1.4 Sistematika Penulisan... BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4.1 Prinsip Archimedes... 4. Sabuk (Belt)... 6..1 Fungsi Sabuk (Belt)... 6.. Transmisi Sabuk-V... 9..3 Transmisi Rantai Rol... 11.3 Poros dan Pasak... 13.3.1 Macam-Macam Poros... 13.3. Macam-Macam Pasak... 15 BAB III METODE PERENCANAAN DAN PEMBUATAN... 17 3.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Pembuatan... 17

3. Perencanaan Awal Pembuatan Turbin Air Terapung... 17 3..1 Perencanaan Awal... 17 3.. Perencanaan Modek Pelampung... 18 3..3 Penentuan Tempat Pembuatan Turbin Air Terapung.. 19 3.3 Pelaksanaan Perencanaan dan Pembuatan... 19 BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN... 1 4.1 Perhitungan Daya Rencana Turbin... 1 4. Perhitungan Pelampung... 4.3 Perhitungan Mekanisme Turbin Air Terapung... 5 4.3.1 Perhitungan Diameter Poros... 5 4.3. Perencanaan Pasak... 30 4.3.3 Perhitungan Transmisi Rantai Untuk Transmisi Pertama... 36 4.3.4 Perhitungan Transmisi Sabuk Untuk Transmisi Kedua... 4 4.3.5 Perhitungan Transmisi Sabuk Untuk Transmisi Ketiga... 47 BAB V KESIMPULAN... 51 5.1 Kesimpulan... 51 DAFTAR PUSTAKA... 53 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Faktor-faktor koreksi daya Tabel 4. Ukuran jarak bagi (pitch) 39 Tabel 4.3 Ukuran kekuatan tarik rata-rata dan beban maksimum rantai. 40 Tabel 4.4 Diameter minimum puli yang diizinkan dan dianjurkan dengan penampang sabuk. 43 Tabel 4.5 Kapasitas daya yang ditransmisikan sabuk. 43 Tabel 4.6 Panjang sabuk-v standar. 44 Tabel 4.7 Daerah penyetelan jarak sumbu poros. 46 Tabel 4.8 Diameter minimum puli yang diizinkan dan dianjurkan dengan penampang sabuk. 48

DAFTAR GAMBAR Deskripsi Halaman Gambar.1 Gaya apung pada benda-benda yang terendam dan mengapung. 5 Gambar. Macam-macam sabuk transmisi daya. 7 Gambar.3 Konstruksi sabuk-v 9 Gambar.4 Ukuran penampang sabuk-v. 10 Gambar.5 Rantai rol 11 Gambar.6 Variasi kecepatan rantai. 1 Gambar 3.1 Deregen sebagai pelampung. 18 Gambar 3. Model rangka besi pelampung. 19 Gambar 3.3 Diagram alir perencanaan dan pembuatan turbin air terapung. 0 Gambar 4.1 Alternator. 1 Gambar 4. Deregen. 3 Gambar 4.3 Jenis-jenis pasak. 31 Gambar 4.4 Dimensi pasak. 3 Gambar 4.5 Diagram pemilihan rantai rol. 37

DAFTAR NOTASI Simbol Arti Satuan F B Gaya apung N v Volume benda m 3 I Arus A V Tegangan v P d Daya rencana kw f c Faktor koreksi P Daya alternator kw W Turbin Berat turbin N m Massa kg g Gravitasi m/s n Putaran rpm Faktor kemanan dengan beban puntir S f1 S f Faktor keamanan dengan alur pasak T Momen puntir kg.mm d s Diameter poros mm Faktor koreksi terhadap momen puntir K t C b Faktor koreksi akibat beban lentur F Gaya tangensial kg P a Tekanan permukaan yang dijinkan kg/mm i Perbandingan reduksi putaran z Jumlah gigi sproket p Jarak bagi mm L p Jumlah mata rantai C Jarak sumbu poros

d p Diamteter puli kecil mm D p Diameter puli besar mm v Kecepatan m/s P 0 Kapasitan daya transmisi kw d k Diameter luar sproket kecil mm D k Diameter luar sproket besar mm C i Daerah penyetelan jarak sumbu poros kesebelah dalam dari letak standar C t Daerah penyetelan jarak sumbu poros kesebelah luar dari letak standar. b Lebar pasak mm L Panjang poros mm. Simbol Yunani Simbol Arti Satuan γ Berat jenis fluida kn/m 3 θ Sudut kontak ( 0 ) π Konstanta phi τ a Tegangan geser ijin bahan kg/mm τ b Kekuatan tarik bahan kg/mm

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pemanfaatan energi sudah diarahkan pada penggunaan energi terbarukan yang ada di alam. Misalnya energi air, energi angin, energi matahari, energi panas bumi dan energi nuklir. Semua energi tersebut telah memenuhi kriteria sehingga dalam pemanfaatannya dapat menghemat energi fosil. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan energi air. Pemanfaatan energi air banyak dilakukan dengan menggunakan kincir air atau turbin air yang memanfaatkan adanya suatu air terjun atau aliran air di sungai. Turbin air adalah mesin fluida yang mengubah energi potensial air menjadi energi mekanis. Energi mekanis yang dihasilkan selanjutnya dapat dipergunakan untuk memutar seperti halnya generator untuk pembangkit tenaga listrik. Sesuai dengan judul skripsi ini, maka pembuatan turbin air dibuat dengan memanfaatkan aliran air di sungai yang menggunakan pelampung dan alternator sebagai penghasil arus listrik. Pelampung ini berfungsi untuk mengapungkan turbin air pada sungai sehingga turbin tidak tenggelam. Sudu turbin akan berputar karena dorongan aliran sungai sehingga akan menggerakkan alternator yang berfungsi sebagai penghasil arus listrik. Putaran sudu turbin ini tidak secara langsung menggerakkan alternator, tetapi dibuat dengan menggunakan sistem transmisi sabuk (belt) untuk meneruskan putaran pada alternator supaya putaran maksimum alternator dapat tercapai.

1. Batasan Masalah Dalam penulisan ini, penulis perlu membuat batasan-batasan masalah untuk menghindari pembahasan yang tidak perlu. Adapun pokok pembahasan masalah yang akan dibahas didalam tugas skripsi ini, meliputi : Pengaplikasian hukum Archimedes. Penentuan jenis pelampung. Penentuan jenis sabuk (belt) yang digunakan sebagai perubah putaran pada turbin air terapung. Perhitungan mekanisme turbin air terapung. 1.3 Tujuan Perencanaan Tujuan dari pembuatan turbin air terapung ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana cara kerja mekanisme transmisi sabuk (belt) sebagai perubah putaran.. Untuk mengetahui proses pembuatan pelampung turbin air terapung. 3. Dapat membuat turbin air terapung dengan efisien baik dari segi pengerjaan maupun penggunaan bahan yang diperlukan. 4. Untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat dari bangku kuliah baik dari segi teori maupun praktek. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan skripsi ini terdiri atas beberapa bab, yaitu : 1. BAB I. PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang penulisan, batasan masalah, tujuan perencanaan, pengumpulan data dan sistematika penulisan.

. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijelaskan mengenai pembahasan tentang prinsip archimedes, pengertian tentang sabuk (belt), transmisi sabuk-v, transmisi rantai rol serta pembahasan poros dan pasak. 3. BAB III. METODE PERENCANAAN DAN PEMBUATAN Pada bab ini dijelaskan mengenai konsep dasar perencanaan dan pembuatan turbin air terapung, perencanaan awal, perencanaan model pelampung tubin yang akan dibuat, penentuan tempat pembuatan, serta digram alir proses perencanaan dan pembuatan turbin. 4. BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dijelaskan mengenai perhitungan-perhitungan daya rencana turbin,perhitungan gaya apung pelampung, perhitungan sabuk, dan perhitungan mekanisme turbin air dengan menggunakan rumus yang ada pada tinjauan pustaka. 5. BAB V KESIMPULAN Pada bab ini mencakup kesimpulan dari perhitungan dan pembahasan yang telah dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Prinsip Archimedes Menurut Archimedes [1], jika sebuah benda diam terendam seluruhnya di dalam sebuah fluida, atau mengapung sedemikian sehingga hanya sebagian saja yang terendam, gaya fluida resultan yang bekerja pada benda itu disebut gaya apung (buoyant force). Sebuah gaya netto ke arah atas terjadi karena tekanan meningkat dengan kedalaman dan gaya-gaya tekan yang bekerja dari bawah lebih besar daripada gaya-gaya yang bekerja dari atas. Gaya ini dapat ditentukan dengan pendekatan yang sama seperti yang digunakan pada bagian sebelumnya mengenai gaya-gaya pada permukaan lengkung. Sebuah benda berbentuk sembarang yang memiliki volume V, yang terendam pada sebuah fluida dimana benda tersebut diselubungi dalam sebuah kotak (parallel epipedum) dan menggambarkan sebuah diagram benda bebas pada kotak tersebut dengan benda telah dipisahkan. Gaya apung pada benda-benda yang terendam dan mengapung terdapat pada gambar berikut yang diambil dari [1] : Gambar.1 Gaya apung pada benda-benda yang terendam dan mengapung.

Gaya-gaya F 1, F, F 3, dan F 4, adalah gaya-gaya yang bekerja pada permukaan-permukaan bidang dari kotak (gaya-gaya pada arah x tidak diperlihatkan), W adalah berat volume fluida yang diarsir (kotak dikurangi benda) dan F B adalah gaya yang diberikan oleh benda pada fluida. Gaya-gaya pada permukaan vertikal, seperti F 3 dan F 4 sama besar dan saling menghilangkan,jadi persamaan kesetimbangan yang ditinjau adalah dalam arah z, dan dapat dinyatakan sebagai berikut : F B = F F 1 W...(.1) Jika berat jenis dari fluida konstan, maka persamaannya adalah sebagai berikut : F F 1 = γ (h h 1 )A...(.) Dimana : A = luas penampang bidang horizontal dari permukaan atas atau bawah kotak, sehingga persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut : F B = γ (h h 1 )A - γ [ h h ) A V ] ( 1...(.3) Dengan menyerderhanakan persamaan diatas, maka persamaan untuk gaya apung adalah sebagai berikut : F B = γ V...(.4) Dimana : γ = berat jenis fluida (kn/m 3 ) V = volume benda (m 3 ) Oleh karena itu, gaya apung mempunyai besar yang sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut dan mengarah vertikal ke atas. Hal ini disebut sebagai prinsip Archimedes.

. Sabuk (Belt)..1 Fungsi Sabuk (belt) Jarak yang jauh antara dua buah poros sering tidak memungkinkan transmisi langsung dengan roda gigi. Dalam hal demikian, cara transmisi putaran atau daya yang lain dapat diterapkan, di mana sebuah sabuk luwes atau rantai dibelitkan sekeliling puli atau sproket pada poros. Transmisi yang luwes dapat digolongkan atas transmisi sabuk, transmisi rantai dan transmisi tali atau puli. Dalam kelompok pertama, sabuk rata dipasang pada puli dengan alur dan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapay samapai 10 meter,dengan perbandingan putaran 1/1 samapai 6/1. dalam kelompok kedua, sabuk dengan penapang trapesium dipasang pada puli dengan alur dan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya 5 m dengan perbandingan putaran 1/1 sampai 7/1. Kelompok terakhir terdiri atas sabuk dengan gigi yang digerakkan dengan sproket dengan jarak pusat sampai mencapai m, dan meneruskan putaran secara tepat dengan perbandingan antara 1/1 sampai 6/1. Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk-v karena mudah penanganannya dan harga yang murah. Kecepatan sabuk direncanakan untuk 10 sampai 0 (m/s) dan maksimum sampai 5 m/s. Daya maksimum yang dapat ditransmisikan kurang lebih sampai 500 kw. Adapun jenis-jenis sabuk (belt) adalah seperti yang terlihat pada gambar berikut yang diambil dari [] :

Gambar. Macam-macam sabuk transmisi daya. Keterangan : (A) 1. Sabuk-V standar (berlapis tunggal dan banyak).. Murah dan pasarannya luas. 3. Untuk mesin-mesin industri umum. (B) 1. Sabuk-V unggul (berlapis tunggal dan banyak).. Tahan panas, minyak, dan listrik statis. 3. Untuk tugas berat dan jumlah sabuk sedikit. 4. Batas temperatur sampai 90 0 C. (C) 1. Sabuk-V penampang pendek.. Tahan lenturan dan kecepatan tinggi. 3. Untuk otomobil. (D) 1. Sabuk-V tugas ringan (tipe-l). Tahan lenturan dan kecepatan tinggi. 3. Untuk mesin-mesin pertanian.

(E) 1. Sabuk-V sempit.. Dapat mentransmisikan daya besar. 3. Untuk mesin-mesin industri umum. (F) 1. Sabuk-V sudut lebar. Untuk transmisi kecepatan tinggi dan daya yang besar. 3. Untuk otomobil. (G) 1. Sabuk-V putaran variabel.. Tahan lenturan dan tekanan samping. 3. Untuk penurun putaran variabel. (H) 1. Sabuk gigi penampang pendek.. Tahan lenturan dan kecepatan tinggi. 3. Untuk otomobil besar. (I) 1. Sabuk segi enam. Untuk menggerakkan poros banyak. 3. Untuk mesin pertanian dan mesin industri. (J) 1. Sabuk bergigi (sabuk gilir). Tidak slip. Dapat dipakai untuk sinkron. 3. Untuk komputer, mesin perkakas, otomobil. (K) 1. Sabuk berusuk banyak..dapat menghasilkan putaran dengan kecepatan sudut yang hampir tetap. 3. Untuk mesin perkakas. (L) 1. Sabuk berlapis kulit dan nilon.. Untuk transmisi putaran tinggi dan jarak poros tetap. 3. Untuk mesin kertas, mesin tekstil dll.

.. Transmisi Sabuk-V Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Tenunan tetoran atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Bagian-bagian daripada sabuk-v terdapat pada gambar berikut yang diambil dari [3]: Gambar.3 Konstruksi sabuk-v. Keterangan : 1. Terpal.. Bagian penarik. 3. Karet pembungkus. 4. Bantal karet. Ukuran-ukuran penampang sabuk-v yang umum dipakai seperti yang terlihat pada gambar berikut ini diambil dari [3] : Gambar.4 Ukuran penampang sabuk-v.

Menurut Sularso [4], untuk mendapatkan kecepatan linear sabuk-v pada puli dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : v = πd p n i...(.5) 60 1000 Untuk mendapatkan jarak sumbu poros yang benar, perlu diketahui panjang sabuk, dihitung dengan persamaan sebagai berikut [5] : L = 1 4C C + π ( d p + D p ) + ( D p d p )...(.6) Dimana : C = b + b ( ) 8 D p d p 8 b = L 3,14 (D p + d p ) Dari persamaan diatas tersebut diperoleh panjang sabuk yang dibutuhkan sehingga dapat dihitung kapasitas daya yang ditransmisikan oleh sabuk P 0 (kw) dengan persamaan sebagai berikut [6]: { } 0,09 P 0 = (d p n) C ( d n) ( C / d ) C ( d n) C n { 1 (1/ )} ( 1 p p 3 p C5...(.7) Dimana C 1 sampai C 5 adalah konstanta-konstanta. Sedangkan untuk menghitung besarnya sudut kontak antara sabuk dan puli penggerak dapat digunakan persamaan berikut ini, [6]: ( ) 57 D p d p θ = 180...(.8) C

..3 Transmisi Rantai Rol Rantai rol terdiri atas pena, bus, rol dan plat mata rantai. Rantai transmisi daya biasanya dipergunakan dimana jarak poros lebih besar daripada transmisi roda gigi tetapi lebih rendah daripada dalam transmisi sabuk. Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip jadi menjamin putaran yang tetap seperti pada gambar berikut yang diambil dari [7] : Gambar.5 Rantai rol Rantai sebagai transmisi mempunyai keuntungan-keuntungan seperti : mampu meneruskan daya besar karena kekuatannya yang besar, tidak memerlukan tegangan awal, keausan kecil pada bantalan, dan mudah memasangnya. Karena keuntungan-keuntungan tersebut, rantai mempunyai pemakaian yang luas seperti roda gigi dan sabuk. Di lain pihak, transmisi rantai mempunyai beberapa kekurangan, yaitu : variasi kecepatan yang tak dapat dihindari karena lintasan busur pada sproket yang mengait mata rantai (gambar.5), suara dan getaran karena tumbukan antara rantai dan dasar kaki gigi sproket, dan perpanjangan rantai karena keausan pena dan bus yang diakibatkan oleh

gesekan dan sproket. Karena kekurangan-kekurangan ini maka rantai tidak dapat digunakan pada kecepatan tinggi. Gambar variasi kecepatan rantai terdapat pada gambar berikut diambil dari [7] : Gambar.6 variasi kecepatan rantai. Sproket rantai dibuat dari baja karbon untuk ukuran kecil, dan besi cor atau baja cor untuk ukuran besar. Menurut Sularso [8], jumlah gigi sproket ini sebaiknya merupakan bilangan ganjil dan lebih dari 15, jumlah gigi minimum yang diizinkan adalah 13. Sedangkan jumlah gigi untuk sproket besar juga dibatasi maksimum 114 buah. Perbandingan putaran dapat diizinkan adalah 10/1. Diameter lingkaran jarak bagi d p dan D p (mm), diam luar d k dan D k (mm) untuk kedua sproket dapat dihitung dengan persamaan berikut ini [9] : d p = p/sin (180 0 /z 1 ) D p = p/sin (180 0 /z )...(.9) { }p d k = 0,6 + cot( 180 0 / ) z 1 { 0 + }p...(.10) D k =,6 cot( 180 0 / ) z

Sedangkan untuk mencari panjang rantai yang diperlukan dapat dihitung dengan persamaan seperti berikut ini [9] : L p = z + z C +. p 1 1 [( z z ) / 6,8] C / p...(.11) Kecepatan rantai pada sproket dapat dihitung dengan persamaan seperti berikut ini [9] : v = p z i ni 60 1000...(.1) Sedangkan beban yang bekerja pada rantai F (kg) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut [9] : F = 10P d v...(.13) Dari persamaan diatas akan diperoleh besar beban F yang bekerja pada rantai maka faktor keamanan (S f ) pada rantai dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut [10] : S f = F F B...(.14).3 Poros dan Pasak.3.1 Macam-Macam Poros Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut ini : 1. Poros transmisi

Poros ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sproket rantai.. Spindel Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecildan bentuk serta ukurannya harus kecil. Hal-hal harus diperhatikan dalam merencanakan sebuah poros adalah sebagai berikut ini : 1.Kekuatan poros.. Kekakuan poros. 3. Putaran kritis. 4. Bahan poros. Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus dibatasi juga. Untuk poros yang dipasang dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi puntiran dibatasi sampai 0,5 atau 0,3 derajat. Jika d s adalah panjang poros (mm), θ adalah defleksi puntiran ( 0 ), l adalah panjang poros (mm), T adalah momen puntir (kg/mm), dan G adalah modulus geser (kg/.mm ) dengan nilai dalam baja G = 8,3 10 3 (kg/mm ). Maka persamaan utnuk mencari panjang poros adalah sebagai berikut [11] : L = θ. G. d 4 s 584. T...(.15)

Sedangkan untuk menghitung diameter poros yang diperlukan, maka harus dihitung terlebih dahulu daya rencana yaitu dengan persamaan seperti berikut ini [1] : P d = f c P...(.16) Setelah melakukan perhitungan besar daya rencana, maka momen puntir dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: T = 9,74 10 5 P d...(.17) n Bila momen puntir T (kg.mm) dibebankan pada suatu diameter poros maka tegangan geser τ (kg/mm ) yang terjadi dihitung dengan persamaan berikut: τ a = τ b Sf 1 Sf...(.18) Dalam perencanaan poros ini diperkirakan akan terjadi beban lentur maka akan dipertimbangkan pemakaian faktor C b yang harganya antara 1, sampai,3 dan juga harga K t harus diperhatikan yang harganya antara 1,5 sampai 3,0 sehingga diameter poros dihitung dengan persamaan [1] : d s 5,1 = K t. Cb. T τ a 1/ 3...(.19).3. Macam-Macam Pasak Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagianbagian mesin seperti roda gigi, puli, kopling, dan pada poros. Adapun macam-macam pasak adalah sebagai berikut : 1. Pasak rata.. Pasak benam.

3. Pasak singgung. 4. Pasak pelana. 5. Pasak tembereng. 6. Pasak jarum. Jika momen rencana T (kg.mm) dan diameter poros adalah d s maka gaya tangensial yang terjadi pada permukaan poros dihitung dengan persamaan berikut ini, [13] : T F = ds...(.0) Tegangan geser yang timbul akibat gaya tangensial pada permukaan poros dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : τ g = F b. l...(.1) Kedalaman alur pasak pada poros dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut ini [14] : P a F...(.). L.( t 1 & t ) Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 5-35% dari diameter poors, dan panjang pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan panjang poros (antara 0,75 sampai 1,5 d s ).

BAB III METODE PERENCANAAN DAN PEMBUATAN 3.1 Konsep Dasar Perencanaan Dan Pembuatan Adapun tahap-tahap ataupun konsep dasar dari perencanaan dan pembuatan turbin air terapung ini adalah : 1. Menentukan bentuk prototipe yang bagaimana harus dibuat.. Menentukan ukuran-ukuran dengan perhitungan kasar. 3. Memilih bahan, pemilihan bahan sangat berkaitan dengan ketahanan terhadap korosi dan ketahanan terhadap keausan. 4. Menentukan alternati-alternatif dengan sketsa yang dapat diandalkan, biaya pembuatan rendah, mudah dioperasikan, dan membuat bentuk yang menarik. 5. Merencanakan sebuah elemen, gambar kerja setelah merancang bagian-bagian utama kemudian tetapkan ukuran-ukuran terperinci dari setiap elemen. 3. Perencanaan Awal Pembuatan Turbin Air Terapung 3..1 Perencanaan Awal Proses perencanaan turbin air terapung ini diawali dengan menentukan bentuk turbin yang menggunakan pelampung dan alternator digunakan sebagai penghasil arus listrik. Untuk mendapatkan hasil yang dinginkan, maka

direncanakan sudu turbin tidak secara langsung memutar alternator, tetapi dengan menggunakan sabuk (belt) supaya putaran maksimum alternator dapat tercapai. Adapun dasar pemilihan jenis prototipe ini termasuk dalam jenis turbin adalah diambil dari [15]: 1. Putaran pada kincir berkisar antara 5 1 rpm, jika lebih dari itu dinamakan turbin. Sedangkan prototipe ini direncanakan putarannya 40 rpm. Oleh sebab itu, maka prototipe ini termasuk dalam jenis turbin.. Tekanan di prototipe ini sama dengan tekanan atmosfer (1atm) sehingga dapat dikelompokkan dalam turbin impuls. Hanya saja, pada prototipe ini tidak terdapat nosel seperti pada turbin impuls pada umumnya. 3.. Perencanaan Model Pelampung Perencanaan model pelampung dibuat berdasarkan bentuk daripada deregen yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran volume 0 liter. Model ini dipilih setelah melakukan perhitungan gaya apung daripada deregen tersebut dengan jumlah deregen yang digunakan adalah sebanyak 10 buah. Model ini dipilih juga memudahkan dalam pembuatan rangka besi pelampung yaitu berdasarkan ukuran daripada deregen ini. Gambarnya adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Deregen sebagai pelampung. Berdasarkan jenis pelampung yang telah direncanakan, maka dibuat rangka besi untuk tempat pelampung berdasarkan ukuran pelampung. Bahannya terbuat dari besi, dimana diujung daripada rangka besi pelampung ini dibuat runcing yang berfungsi untuk mengarahkan air ke sudu turbin dan juga berfungsi supaya air tidak langsung mengenai pelampung. Gambar 3. Model rangka besi pelampung. 3..3 Penentuan tempat pembuatan turbin air terapung Turbin air terapung ini dibuat di bengkel Sinuraya yang terletak di Pasar-v Padang Bulan, Medan. Penentuan tempat ini dipilih karena fasilitas bengkel tersebut yang lengkap dan dekat dengan kampus Universitas Sumatera Utara, sehingga sangat memudahkan datang ke bengkel ini untuk melihat proses pembuatan turbin air tersebut. Proses pembuatan turbin air terapung memakan waktu kurang lebih selama 45 hari.

3.3 Pelakasanaan Perencanaan dan Pembuatan Diagram alir proses pembuatan turbin air terapung ditunjukkan pada gambar berikut ini : Perencanaan Awal Perencanaan model turbin yang akan dibuat Perhitungan ukuran-ukuran turbin. Perakitan dan pembuatan. Penyusunan Skripsi. Gambar 3.3 Diagram alir perencanaan dan pembuatan turbin

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Daya Rencana Turbin Dari spesifikasi alternator yang terdapat dilapangan, dipilih merk Toyota karena harganya lebih murah dibandingkan dengan merk yang lain. Adapun spesifikasi daripada alternator Toyota tersebut adalah : I = 30 A dan V = 1 v. Gambar 4.1 Alternator Maka daya alternator dihitung dengan persamaan sebagai berikut : P = V I Dimana : P = daya alternator (W) Maka : V = tegangan (v) I = arus (A) P = 1 30

P = 360 Watt Sedangkan daya rencana dihitung dengan persamaan (.16). Perhitungan daya rencana yang diperlukan dapat dilihat sebagai berikut : P d = f c P...(4.1) Dimana : P d = daya rencana (kw) f c = faktor koreksi. P = daya alternator. Faktor koreksi yang diperlukan untuk menghitung daya rencana yang diperlukan terdapat pada tabel berikut yang diambil dari [16] : Tabel 4.1 faktor-faktor koreksi daya, f c Daya yang akan ditransmisikan Faktor koreksi (fc) Daya rata-rata yang diperlukan 1, -.0 Daya maksimum yang diperlukan 0,8-1, Daya normal 1,0-1,5 Dari tabel 4.1 diperoleh bahwa faktor koreksinya adalah f c = 1.4, karena termasuk daya rata-rata yang diperlukan. Sehingga daya rencana turbin yang diperoleh adalah sebesar : P d = 1,4 360 P d = 504 Watt P d 500 = 0,5 kw 4. Perhitungan Pelampung. Perencanaan pembuatan turbin air terapung dibuat dengan menggunakan pelampung. Adapun pelampung yang digunakan adalah deregen yang mempunyai

ukuran volume 0 liter. Ukuran ini dipilih dengan melakukan perbandingan yang kedua yaitu dengan menggunakan deregen sebagai pelampung yang ukuran volumenya 30 liter dengan menghitung gaya apung masing-masing dari setiap deregen, kemudian membandingkannya dengan berat keseluruhan turbin setelah ditimbang. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Gambar 4. Pelampung. Adapun berat turbin air terapung setelah ditimbang adalah sebesar 143 kg. Maka untuk menghitung berat keseluruhan turbin adalah sebagai berikut : W = m g Dimana : m = massa turbin air terapung setelah ditimbang = 143 kg. g = gravitasi = 9,81 m/s. Maka : W Turbin = m g W Turbin = 143 kg 9,81 m/s W Turbin = 140,8 N. Dari perhitungan diatas diperoleh bahwa berat keseluruhan turbin air terapung adalah W = 140,8 N.

Maka gaya apung untuk deregen dengan ukuran volume 0 liter dapat dihitung dengan persamaan (.4). Perhitungannya adalah sebagai berikut : F B = γ V...(4.) Dimana : F B = gaya apung (N) Sehingga : γ = berat jenis air (kn/m 3 ) V = volume deregen (m 3 ) F B = γ V Dengan γ = 9,789 kn/m 3 Maka : V = 0,0 m 3. F B 1 deregen = 9,789 kn/m 3 0,0 m 3 = 0,19578 kn = 195,78 N. F B 5 deregen = 195,78 5 = 978,9 N. F B 10 deregen = 195,78 10 = 1957,8 N. Sedangkan gaya apung untuk deregen dengan ukuran volume 30 liter dapat dihitung dengan persamaan (.4). Perhitungannya adalah sebagai berikut ini: F B = γ V Dengan γ = 9,789 kn/m 3 Maka : V = 0,03 m 3.

F B 1 deregen = 9,789 kn/m 3 0,03 m 3 = 0,9367 kn = 93,67 N. F B 3 deregen = 93,67 N 3 = 881,01 N F B 5 deregen = 93,67 N 5 = 1468,35 N F B 6 deregen = 93,67 6 = 176,0 N F B 10 deregen = 93,67 N 10 = 936,7 N Berdasarkan perhitungan diatas maka dilakukan percobaan dengan membawa turbin ke sungai untuk memilih pelampung yang akan digunakan. Apabila dengan menggunakan deregen dengan ukuran volume 30 liter sebanyak 6 buah maka pelampung akan tenggelam pada batas permukaan air sedangkan dengan menggunakan 10 buah deregen dengan ukuran yang sama maka sudu turbin tidak dapat didorong oleh aliran sungai karena sudu tidak sampai ke permukaan air kerena gaya apung dari 10 deregen terlalu besar. Sedangkan apabila menggunakan deregen dengan ukuran volume 0 liter sebanyak 10 buah maka sesuai dengan yang direncanakan bahwa sudu turbin akan didorong aliran air sungai sebanyak tiga sudu. Dari percobaan tersebut maka digunakaan deregen dengan ukuran 0 liter sebagai pelampung.

4.3 Perhitungan Mekanisme Turbin Air Terapung 4.3.1 Perhitungan diameter poros Bahan untuk poros turbin dipilih dari bahan S-45C karena tahan terhadap keausan dan banyak dijual dipasaran. Kekuatan tariknya τ b = 58 kg/mm. Untuk bahan S-C faktor keamanan Sf 1 = 6,0 dan Sf = 1,3 3,0. Dimana putaran rencana poros turbin air terapung adalah empat puluh radian per menit. Maka tegangan geser ijin untuk bahan poros dapat dihitung dengan persamaan (.18). Perhitungan tegangan geser ijin bahan poros adalah sebagai berikut : τ a = τ b Sf 1 Sf...(4.3) Dimana : τ a = tegangan geser ijin bahan (kg/mm ) Sehingga : τ a τ b = kekuatan tarik bahan (kg/mm ) Sf 1 = faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir yang harganya 6,0 untuk bahan S-C Sf = faktor keamanan akibat pengaruh konsentrasi tegangan seperti 58 = 6,0 1,5 adanya alur pasak pada poros,harganya 1,3 3,0 dalam perencanaan ini diambil harganya 1,5. τ = 6,44 kg/mm a Dari perhitungan diatas diperoleh momen puntir poros yang dihitung dengan persamaan (.17). Perhitungan momen puntir poros adalah seperti berikut :

T i = 9,74 10 5 P d...(4.4) n i Dimana : T = momen puntir (kg.mm). P d = daya rencana turbin air terapung (kw). n = putaran rencana turbin (rpm). Sehingga : T 1 = 9,74 10 5 0,5 40 T 1 = 1175 kg.mm Sedangkan perhitungan diameter poros dapat digunakan dengan persamaan (.19). Perhitungan diameter poros dapat dilihat seperti berikut ini: d s i 5,1 = K t. Cb. T τ a 1/ 3...(4.5) Dimana : d s = diameter poros (mm) τ a = tegangan geser yang diijinkan (kg/mm ) K t = faktor koreksi terhadap momen puntir yang besarnya: 1,0 jika beban dikenakan halus. 1,0 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan. 1,5 3,0 jika beban dikenakan kejutan atau tumbukan. C b = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur yang harganya 1,,3. Dalam perhitungan ini diambil C b sebesar,0 dan K t sebesar 1,5, maka diameter poros turbin adalah :

5,1 d s1 =,0 1,5 1175 6,44 1/ 3 1 d s1 = 31,5 mm 1 inch. 4 Dimana : T 1 = momen puntir poros turbin (kg.mm) d s1 = diameter poros turbin (mm) Sedangkan diameter poros yang kedua untuk sproket kecil dan puli yaitu dengan bahan yang sama S-45C dengan C b sebesar,0 dan K t sebesar 1,5. Dimana putaran poros yang kedua dinaikkan menjadi 10 rpm yang diperoleh dari hasil perbandingan jumlah gigi sproket maka momen puntirnya adalah sebesar : T = 9,74 10 5 0,5 10 T = 4058,34 kg.mm Dari perhitungan momen puntir diatas maka diperoleh diameter poros yang kedua untuk sproket kecil dan puli adalah : d s 5,1 =,0 1,5 4058, 34 6,44 d = 3,5 mm s d s 1 inch. Dimana : T = momen puntir poros yang kedua untuk sproket kecil dan puli besar (kg.mm). 1/ 3 d s = diameter poros untuk sproket kecil dan puli. (mm)

Untuk poros yang ketiga yaitu untuk puli kecil dan puli besar, dengan bahan yang sama S-45C dengan C b sebesar,0 dan K t sebesar 1,5. Dimana putarannya dinaikkan lagi menjadi 300 rpm yang diperoleh dari perbandingan diameter puli, maka momen puntirnya diperoleh : T 3 = 9,74 10 5 0,5 300 T 3 = 163,34 kg.mm Dari perhitungan momen puntir diatas maka diperoleh diameter poros yang ketiga untuk puli kecil dan puli besar adalah : d s 5,1 3 =,0 1,5 163, 34 6,44 d = 17,68 mm 1 inch. s3 Dimana : T 3 = momen puntir poros yang ketiga untuk puli kecil dan puli besar (kg.mm) 1/ 3 d = diameter poros yang ketiga (mm) s3 Diameter poros yang ketiga yaitu untuk puli kecil dan puli besar disesuaikan dengan diameter poros yang kedua yaitu untuk sproket kecil dan puli besar adalah untuk menghemat biaya dalam pembubutan poros, karena dengan diameter poros 17,68 mm tidak ada dijual dipasaran. Dari perhitungan diatas dapat dihitung panjang poros yang digunakan pada turbin adalah dengan persamaan (.15). Perhitungannya dapat dilihat seperti berikut ini: L = θ. G. d 4 s 584. T...(4.6) Dimana : L = panjang poros (mm)

G = modulus geser = 8,3 10 3 (kg/mm ) θ = defleksi puntiran antara 0,5 0 0,3 0 T = momen puntir (kg.mm) d s = 1 4 1 inch = 31,75 mm. Dalam hal ini direncanakan θ = 0,3 0, maka panjang poros turbin yang dibutuhkan dalam perancangan turbin air terapung adalah : L = 3 0,3 8,3 10 31,75 584 1175 4 L = 705 mm L 700 mm L = 70 cm. Sedangkan untuk panjang poros yang kedua antara sproket kecil dan puli besar dan poros yang ketiga untuk puli kecil dan puli besar adalah sama karena diameternya sama yaitu d s = 5,4 mm : L = 3 0,3 8,3 10 5,4 584 4058,34 4 L = 698, mm L 700 mm. L = 70 cm. 4.3. Perencanaan Pasak Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagianbagian mesin seperti roda gigi, sproket, puli, kopling dan lain-lain pada

poros,dimana ukuran-ukuran pasak tergantung pada diameter poros. Adapun gambar jenis-jenis daripada pasak adalah sebagai berikut yang diambil dari [17] : Gambar 4.3 Jenis pasak. Dalam perencanaan ini, pasak yang dipergunakan adalah pasak benam. Bahan yang digunakan adalah baja S-40C dengan kekuatan tarik 55 kg/mm. Ini dipilih agar pasak lebih dahulu rusak daripada poros, karena harga pasak yang relatif murah. Besarnya tegangan geser bahan pasak yang diijinkan dihitung dengan rumus sebagai berikut [18] : τ b τ g =...(4.7) Sf 1.Sf Dimana :

Sf 1 = faktor keamanan bahan 6,0 Sf = faktor keamanan bahan dan tumbukan (1,3 3,0), direncanakan 1,5 Maka : τ g = 55 6,0 1,5 = 6,11 kg/mm. Gambar 4.4 Dimensi pasak,[19] Ukuran pasak dapat ditentukan dari persamaan sebagai berikut [0] : b = (0,5 0,35) ds L = (0,75 1,5) ds dimana : ds = diameter poros turbin = 31,75 mm b = lebar pasak (mm) L = panjang pasak (mm) Maka : b = 0,5 ds (direncanakan) = 0,5 31,75 = 7,9 8 mm L = 1,5 ds (direncanakan) = 1,5 31,75 = 47,6 50 mm.

Untuk memeriksa keamanan pasak akibat tegangan geser yang timbul, maka besar gaya tangensial yang bekerja pada permukaan poros harus ditentukan terlebih dahulu. Besarnya gaya tangensial yang timbul dapat dihitung dari persamaan (.0). Perhitungannya dapat dilihat seperti berikut ini: T F = ds...(4.8) Dimana : Sehingga : F = gaya tangensial (kg) ds = diameter poros turbin (mm) T = momen puntir poros turbin (kg.mm) F = 1175 31,75 = 766,9 kg Tegangan geser yang timbul akibat gaya tangensial pada permukaan poros turbin dapat dihitung dengan persamaan (.1). Perhitungannya terdapat seperti berikut ini : τ g = F b. l...(4.9) τ g = 766,9 8 50 = 1,97 kg/mm Dari perhitungan diatas tersebut dapat dilihat bahwa tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser yang diijinkan, maka ukuran pasak yang direncanakan tahan terhadap tegangan geser.

Sedangkan perencanaan pasak untuk poros yang kedua yaitu untuk sproket kecil dan puli sama dengan perencanaan pasak pada poros yang ketiga untuk puli kecil dan puli besar, karena diameternya sama yaitu sebesar 5,4 mm adalah sebagai berikut : b = (0,5 0,35) ds L = (0,75 1,5) ds Dimana : ds = diameter poros = 5,4 mm b = lebar pasak (mm) L = panjang pasak (mm) Maka : b = 0,5 ds (direncanakan) = 0,5 5,4 = 6,3 6 mm L = 1,5 ds (direncanakan) = 1,5 5,4 = 38,1 40 mm Untuk memeriksa keamanan pasak akibat tegangan geser yang timbul, maka besar gaya tangensial yang bekerja pada permukaan poros harus ditentukan terlebih dahulu. Besarnya gaya tangensial yang timbul dapat dihitung dari persamaan (.0). Sehingga perhitungannya sebagai berikut : T F = ds Sehingga : F = 4058,34 5,4 = 319,6 kg

Tegangan geser yang timbul akibat gaya tangensial pada permukaan poros yang kedua dan ketiga dapat dihitung dengan persamaan (.1) adalah sebagai berikut : τ g = F b. l τ g = 319,6 6 40 = 1,34 kg/mm Selanjutnya untuk menghindari kerusakan pada permukaan pasak karena tekanan bidang yang dipengaruhi tekanan permukaan (P a ) maka harus direncanakan juga kedalaman alur pasak. Menurut Sularso [0], harga tekanan permukaan adalah sebesar 8 kg/mm untuk poros berdiameter kecil. Maka kedalaman alur pasak dapat dihitung dengan persamaan (.). perhitungannya sebagai berikut ini : P a F L.( t 1 & t )...(4.10) Dimana : P a = tekanan permukaan yang diijinkan = 8 kg/mm F = gaya tangensial poros (kg) L = panjang pasak (mm) t 1 dan t = kedalaman alur pasak pada poros (mm) Sehingga kedalaman alur pasak untuk poros turbin adalah sebagai berikut : P a 766,9 50 t 1 8 766,9 50 t 1 t 1,16,5 mm

Sedangkan kedalaman alur pasak untuk poros yang kedua antara sproket kecil dan puli besar dan kedalaman alur pasak untuk poros yang ketiga antara puli kecil dan puli besar adalah : P a 319,6 40 t 8 319,6 40 t t 1,3 1,5 mm 4.3.3 Perhitungan Transmisi Rantai Untuk Transmisi Pertama Pada perencanaan dan pembuatan turbin air terapung, direncanakan bahwa putaran sudu turbin tidak secara langsung ke alternator, tetapi harus melalui beberapa transmisi. Transmisi yang pertama adalah dengan menggunakan rantai. Ini bertujuan supaya tidak terjadi slip karena putaran rendah dan perbandingan putaran akan tetap. 1. Perbandingan reduksi putaran antara putaran poros turbin dengan putaran poros yang kedua antara sproket kecil dengan puli besar dimana bahan sproket yang digunakan adalah baja karbon. Perbandingan putarannya dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: i = n n 1 40 1 i = = 10 3. Penentuan jumlah gigi sproket sebaiknya merupakan bilangan ganjil dan lebih dari 15 buah, jumlah gigi minimum yang diijinkan adalah 13 buah.

Dalam perencanaan ini dipilih bahwa jumlah gigi sproket besar z 1 = 45 buah. Perhitungannya adalah sebagai berikut [1] : z = n 1 z1...(4.11) n Dimana : z 1 = jumlah gigi sproket besar z = jumlah gigi sproket kecil n 1 = putaran poros turbin (40 rpm) n = putaran poros pada sproket kecil dan puli besar (10 rpm) Sehingga diperoleh jumlah gigi sproket kecil z adalah sebesar : 40 z = 45 10 z = 15 buah. 3. Rantai yang dipilih adalah rantai nomor 50 dengan rangkaian tunggal, dengan daya rencana turbin air terapung 500 W = 0,5 kw. Dimana putaran poros turbin adalah 40 rpm. Pemilihan rantai yang digunakan terdapat pada gambar diagram berikut yang diambil dari [] :

Gambar 4.5 Diagram pemilihan rantai rol. 4. Untuk mencari diameter sproket dihitung dengan persamaan (.10) adalah sebagai berikut : 0 d k = {,6 + cot(180 / z )}p 0 1 D k = { 0,6 + cot(180 0 / }p...(4.1) z Dari persamaan diatas diperoleh diameter luar sproket kecil dan sproket besar adalah sebesar : 0 d = { 0,6 cot(180 /15)} k k + 15,875 = 84,50 mm. 0 D = { 0,6 cot(180 / 45) } + 15,875 = 36,54 mm. Sedangkan untuk mencari besar diameter lingkaran jarak bagi sproket dihitung dengan persamaan (.9) sebagai berikut ini : d p = p / sin ( 180 0 / z 1 ) D p = p / sin (180 0 /z...(4.13) Maka diameter lingkaran jarak bagi sproket besar D p = p / sin ( 180 0 / z 1 ) D x adalah sebesar :

D = 15, 875/ sin ( 180 0 / 45 ) p D p = 7,50 mm. Sedangkan diameter lingkar jarak bagi sproket kecil d x adalah sebesar : d p = 15,875 / sin ( 180 0 / z ) d p = 15,875 / sin ( 180 0 / 15 ) d p = 76,354 mm. 5. Dengan menggunakan persamaan (.1) maka kecepatan rantai v (m/s) dihitung sebagai berikut : Dimana : v i = p z i ni 60 1000...(4.14) v = kecepatan rantai (m/s) z i = jumlah gigi pada sproket n i = putaran (rpm) p = jarak bagi. Harga p untuk ukuran rantai nomor 50 terdapat pada tabel dibawah ini yang diambil dari [3] : Tabel 4. Ukuran jarak bagi, (p)

Sehingga diperoleh v 1 dan v adalah sebesar : v 1 = 15,875 45 40 60 1000 v 1 = 0,47 m/s v = 15,875 15 10 60 1000 = 0,47 m/s. 6. Beban F (kg) yang bekerja pada rantai dihitung dengan persamaan (.13). Perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut : F = 10 P d v...(4.15) 10 0,5 F = = 108,51 kg. 0,47 7. Faktor keamanan S f dapat dihitung dengan persamaan (.14). Perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut ini: S f = F F B...(4.16) Dimana : S f = faktor keamanan rantai F B = batas kekuatan tarik rata-rata (kg) F = beban yang bekerja pada rantai (kg). Tabel 4.3 Ukuran kekuatan tarik rata-rata dan beban maksimum rantai, [4]

Sehingga diperoleh harga S f sebesar : 300 S f = = 9, 49 108,51 8. Penentuan panjang rantai (L p ), dinyatakan dalam jumlah mata rantai dihitung dengan persamaan (.11). Perhitungannya adalah sebagai berikut: L p = z + z C +. p 1 1 [( z z ) / 6,8] C / p...(4.17) Dimana : L p = panjang rantai dinyatakan dalam jumlah mata rantai. C = jarak sumbu poros yang direncanakan adalah 600 mm. Sehingga diperoleh L p sebesar : L p = 45 + 15 + 600 15,875 + [(45 15) / 6,8] 600 /15,875 L p = 106,194 106 9. Penentuan jarak sumbu poros dalam jarak bagi C p dan jarak sumbu poros yang sebenarnya C dihitung dengan persamaan sebagai berikut [5] : 1 z + z p 4 z + z p 1 1 C p = L + L ( z z ) 9,86...(4.18) Maka : 1

1 45 + 15 4 45 + 15 C p = 106 + 106 ( 45 15) C p = 37,697 mm C = C p p C = 37,697 x 15,875 C = 598,44 600 mm Sehingga jarak sumbu poros adalah 600 mm. 9,86 4.3.4 Perhitungan Transmisi Sabuk untuk Transmisi Kedua. Pada transmisi yang kedua adalah dengan menggunakan sabuk sebagai perubah putaran terhadap poros yang ketiga dengan perhitungan sebagai berikut : 1. Perbandingan putaran i antara putaran poros ketiga n 3 dengan poros yang kedua n adalah dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : i = n n 3 300 5 i = = 10. Perhitungan diameter puli kecil : Perhitungan diameter puli kecil dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : d p = D p x n n 3 Dimana diameter puli besar dipilih sebesar D p = 360 mm, supaya perbandingan putaran pada poros ketiga antara puli kecil dan puli besar sesuai dengan yang

direncanakan yaitu 300 rpm. Maka diperoleh besar diameter puli kecil adalah sebagai berikut : d p = 360 d p = 144,0 10 300 d p 145 mm. Tabel 4.4 Diameter minimum puli yang diizinkan dan dianjurkan dengan penampang sabuk, [6]. Penampang A B C D E Diameter minimum yang 65 115 175 300 450 dianjurkan Diameter minimum yang dianjurkan 95 145 5 350 550 Berdasarkan perhitungan diatas maka diperoleh diameter puli kecil adalah 145 mm, sehingga dapat dilihat pada tabel 4.4 bahwa penampang sabuk-v yang digunakan untuk merubah putaran adalah penampang sabuk-v dengan tipe-b standar. 3. Perhitungan kapasitas daya transmisi dari sabuk P o (kw) dapat dihitung dengan persamaan (.7) adalah sebagai berikut berdasarkan tabel berikut yang diambil dari [7] : Tabel 4.5 kapasitas daya yang ditransmisikan untuk satu sabuk tunggal, P o (kw)

100 100 P o = 0,67 + ( 1.18 0,67 ) ( ) + 0,07 + ( 0,13 0,07 ) ( ) 00 00 = 1,05 kw. 4. Perhitungan panjang keliling sabuk L (mm) dihitung dengan menggunakan persamaan (.6). Perhitungannya dapat dilihat saperti berikut ini: L = C + π ( d + D ) + p p 1 ( D p d )...(4.19) 4C p Dimana jarak sumbu poros yang direncanakan adalah C = 1075 mm. Maka : L = 1075+ 3.14 L = 956.94093 mm L = 957 mm. ( 145 + 360 ) + ( 360 145 ) 4 1075 Dari perhitungan diatas diperoleh bahwa panjang sabuk yang didapat adalah L = 957 mm yang mendekati L = 97 mm. Maka panjang sabuk yang dipilih adalah L = 97 mm dengan nomor 117 yang terdapat pada tabel berikut yang diambil dari [8] : Tabel 4.6 Panjang sabuk-v standar

5. Perhitungan jarak sumbu poros C (mm) yang sebenarnya dihitung dengan menggunakan persamaan (.6). Maka perhitungannya adalah sebagai berikut : C = b + b ( ) 8 D p d p 8...(4.0) Dimana : b = L 3. 14( + ) D p d p b = 97 3.14( 360 + 145) b = 435.0 mm. C = 435.0 + ( 435.0) 8( 360 145) 8 C = 1097 mm. Maka jarak sumbu poros C yang sebenarnya adalah sebesar 1097 mm. 6. Perhitungan kecepatan sabuk v (m/s) adalah sesuai dengan tabel 4.5 : v = 0,67x150x300 60x1000

v = 0,5 m/s. 7. Besarnya sudut kontak antara sabuk dengan puli penggerak (θ ) dihitung dengan menggunakan persamaan (.7). Maka besar sudut kontak antara sabuk dengan puli penggerak adalh sebagai berikut : ( ) 57 D p d p θ = 180...(4.1) C ( ) 57 360 145 θ = 180 1075 θ = 169 θ = 169 o π 180 =,9 rad. 8. Daerah penyetelan jarak poros berdasarkan nomor nominal sabuk dan panjang keliling sabuk yaitu No.117 L = 97 mm sesuai dengan tabel dibawah yang diambil dari [9] : Nomor nominal sabuk 11 38 38 60 60 90 90 10 10 185 Tabel 4.7 Daerah penyetelan jarak sumbu poros Panjang Ke sebelah dalam dari Ke sebelah luar keliling sabuk letak standar C dari letak standar i A B C D E C t (umum untuk semua tipe) 80 970 0 5 5 970 1500 0 5 40 40 1500 00 0 35 40 50 00 3000 0 35 40 65 3000 4000 0 35 40 50 75 Dari tabel 4.7 diperoleh bahwa harga-harga Ci dan Ct adalah sebagai berikut :

C i C t = 35 = 65 Dimana C i = Daerah penyetelan jarak sumbu poros ke sebelah dalam dari t letak standar. C = Daerah penyetelan jarak sumbu poros ke sebelah luar dari letak standar. Maka dari perhitungan diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa sabuk yang digunakan adalah adalah sabuk-v standar tipe-b dengan nomor 117 sehingga 65mm daerah penyetelannya adalah1097 +. 35mm 4.3.5 Perhitungan Transmisi Sabuk untuk rangkaian transmisi ketiga. Pada transmisi yang ketiga adalah dengan menggunakan sabuk sebagai perubah putaran terhadap poros alternator dengan perhitungan sebagai berikut : 1. Perbandingan putaran i antara putaran poros alternator n 4 dengan putaran poros puli n 3 dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut ini: i = n n 4 3 1500 i = 300. Momen puntir untuk poros alternator dihitung dengan persamaan (.17). Perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut : 5 T 4 = 9.74 x 10 P d n 4 T 4 = 9.74 x 5 0,5 10 1500

T 4 = 34,67 kg.mm 3. Perhitungan diameter puli untuk penggerak puli alternator adalah dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : D p = d p n n 4 3 Dalam spesifikasi alternator bahwa diameter pulinya adalah sebesar d p = 7 mm. Maka diameter puli untuk penggerak alternator adalah sebagai berikut : D p = 7 1500 300 D p = 360 mm. 4. Pemilihan penampang sabuk sesuai dengan tabel dibawah ini : Tabel 4.8 Diameter minimum puli yang diizinkan dan dianjurkan dengan penampang sabuk Penampang A B C D E Diameter minimum yang 65 115 175 300 450 dianjurkan Diameter minimum yang 95 145 5 350 550 dianjurkan Berdasarkan diameter puli alternator dapat disimpulkan bahwa penampang sabuk yang digunakan adalah penampang sabuk-v dengan tipe A standar. 5. Perhitungan kapasitas daya transmisi dari satu sabuk P o (kw) dihitung dengan persamaan (.7) berdasarkan 4.5 seperti berikut ini : 100 100 P o = 1,31 + ( 1,43 1,31 ) ( ) + 0,18 + ( 0,0 0,18 ) ( ) 00 00

P o = 1,56 kw Maka, kapasitas daya yang ditransmisikan oleh sabuk adalah P o = 1,56 kw. 6. Perhitungan panjang sabuk L (mm) dihitung dengan persamaan (.6) dimana jarak sumbu poros yang direncanakan adalah sebesar C = 40 mm. Perhitungannya adalah sebagai berikut : L = C + π ( d + D ) + p p 1 ( D p d ) 4C p L = 40 + 3.14 L = 1571,44 mm 157 mm ( 7 + 360 ) + ( 360 7 ) 4 40 Dari perhitungan diatas diperoleh panjang sabuk L = 157 mm, sehingga mendekati panjang sabuk L = 1575 mm dengan nomor 6, dapat dilihat pada tabel 4.7. Sehingga dipilih panjang sabuk adalah L = 1575 mm dengan nomor A- 6. 7. Perhitungan kecepatan sabuk v (m/s) dapat dihitung sesuai dengan tabel 4.6 adalah sebagai berikut : v = 1,31x100x1500 60x1000 v =,75 m/s. 8. Perhitungan jarak sumbu poros C (mm) yang sebenarnya dihitung dengan menggunakan persamaan (.6). Perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut ini : C = b + b ( ) 8 D p d p 8

Dimana : b = L 3. 14( + ) D p d p b = 1575 3.14( 360 + 7) b = 1787,4 mm. C = 1787,4 + ( 1787,4) 8( 360 7) 8 C = 437,37 mm C = 437 mm Maka, jarak sumbu poros C yang sebenarnya adalah 437 mm. 9. Besarnya sudut kontak antara sabuk dengan puli penggerak (θ ) dihitung dengan menggunakan persamaan (.7). Maka perhitungannya adalah sebagai berikut : 57 D θ = 180 C ( d ) p 57 360 7 θ = 180 40 θ = o 140 θ = 140 o π 180 p ( ) θ =,45 rad. 10. Daerah penyetelan jarak poros berdasarkan nomor nominal sabuk dan panjang keliling sabuk yaitu No.6, L = 1575 mm, sesuai dengan tabel 4.7 adalah :

C i C t = 0 = 50 Dimana C i = Daerah penyetelan jarak sumbu poros ke sebelah dalam dari t letak standar. C = Daerah penyetelan jarak sumbu poros ke sebelah luar dari letak standar. Maka dari perhitungan diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa sabuk yang digunakan adalah adalah sabuk-v standar tipe-a standar dengan nomor 6 50mm sehingga daerah penyetelannya adalah 437 +. 0mm BAB V KESIMPULAN Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan pada bab iv dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Daya rencana turbin yang didapat berdasarkan dari spesifikasi alternator yaitu sebesar 500 Watt.. Jenis pelampung yang digunakan adalah deregen dengan ukuran volume 0 liter. 3. Bahan poros yang digunakan adalah S-45C dengan diameter : d s1 = 1 4 1 inch. d s = 1 inch. d s3 = 1 inch. 4. Panjang poros yang digunakan pada perencanaan turbin adalah :

L poros turbin = 700 mm. L poros kedua = 700 mm. L poros ketiga = 700 mm. 5. Momen puntir poros : T 1 = 1175 kg.mm T = 5084,34 kg.mm T 3 = 163,34 kg.mm. T 4 = 34,67 kg.mm. 6. Jenis rantai yang digunakan pada transmisi yang pertama adalah rantai rol no.50 dengan rangkaian tunggal serta jumlah mata rantai 106 buah, dimana bahan rantai adalah baja S-45C. 7. Bahan sproket yang digunakan adalah baja karbon dengan : Jumlah gigi sproket kecil, z 1 = 15 Jumlah gigi sproket besar, z = 45 Diameter sproket kecil, Diameter sproket besar, d k = 84,50 mm D k = 36,54 mm. 8. Diameter puli yang digunakan pada perencanaan turbin air terapung : Diameter puli besar, Diameter puli kecil, D p = 360 mm d p = 145 mm Diameter puli alternator, d p alt = 7 mm. 9. Jenis sabuk yang digunakan sebagai perubah putaran adalah : Sabuk-V standar dengan tipe A no. 6 dengan panjang L = 1575 mm. Sabuk-V standar dengan tipe B no. 117 dengan panjang L = 97 mm.

DAFTAR PUSTAKA [1]. Bruce R.Munson, Donal F.Young dan Theodore H.Okiishi, (004). Mekanika Fluida. Edesi-4, Jilid-1. Penerbit Erlangga, Jakarta. hal.: 85-86. []. Sularso dan Kiyokatsu Suga, (1997). Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Cetakan Kesembilan. Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta. hal.: 187. [3]. Ibid, hal.: 164. [4]. Ibid, hal.: 166. [5]. Ibid, hal.: 170. [6]. Ibid, hal.: 17-173. [7]. Ibid, hal.: 190-191. [8]. Ibid, hal.: 193. [9]. Ibid, hal.: 197-198. [10]. Ibid, hal.: 03.