BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta

No Output LM 35 (Volt) Termometer Analog ( 0 C) Error ( 0 C) 1 0, , ,27 26,5 0,5 4 0,28 27,5 0,5 5 0, ,

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. Bab ini membahas tentang pengujian alat yang dibuat, adapun tujuan

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA. Pengukuran dan analisa dilakukan bertujuan untuk mendapatkan

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang

BAB I PENDAHULUAN. 500 KHz. Dalam realisasi modulator BPSK digunakan sinyal data voice dengan

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. serta pengujian terhadap perangkat keras (hardware), serta pada bagian sistem

BAB 3 PERANCANGAN DAN REALISASI

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT. modulator 8-QAM seperti pada gambar 3.1 berikut ini: Gambar 3.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS SISTEM. diharapkan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan analisis. Selain itu,

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

MODULASI. Adri Priadana. ilkomadri.com

Dalam kondisi normal receiver yang sudah aktif akan mendeteksi sinyal dari transmitter. Karena ada transmisi sinyal dari transmitter maka output dari

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. regulator yang digunakan seperti L7805, L7809, dan L Maka untuk

Perancangan Sistem Modulator Binary Phase Shift Keying

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

MODULATOR DAN DEMODULATOR BINARY ASK. Intisari

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM. Pada bab ini diterangkan tentang langkah dalam merancang cara kerja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate

PENGENDALIAN ROBOT MENGGUNAKAN MODULASI DIGITAL FSK (Frequency Shift Keying )

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

BAB II KONSEP DASAR SISTEM MONITORING TEKANAN BAN

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016

LEMBAR KERJA V KOMPARATOR

BAB III PERANCANGAN DAN PENGUKURAN

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO MOD. f c AUDIO AMPL. f LO MOD FREK LOCAL OSCIL

Perancangan Modulator dan Demodulator pada DPSK

1.2 Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun sirkit sebagai pembangkit gelombang sinus synthesizer berbasis mikrokontroler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. PEMBAHASAN dan Pengujian

PEMODELAN SISTEM AUDIO SECARA WIRELESS TRANSMITTER MENGGUNAKAN LASER POINTER

Pemancar dan Penerima FM

yaitu, rangkaian pemancar ultrasonik, rangkaian detektor, dan rangkaian kendali

Pengukuran dengan Osiloskop dan Generator Sapu

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

PENGKONDISI SINYAL OLEH : AHMAD AMINUDIN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

DAFTAR ISI. Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... BAB I Pendahuluan Latar Belakang...

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN PEDOMAN PRAKTIKUM

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Receiver [1]

PERANCANGAN DEMODULATOR BPSK. Intisari

MODUL PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

LABORATORIUM SWITCHING DAN TRANSMISI Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Jl. D.I. Panjaitan 128 Purwokerto

KATA PENGANTAR. Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan maupun kepada semua pembaca.

BABII TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

POLITEKNIK NEGERI MALANG 2016

BINARY PHASA SHIFT KEYING (BPSK)

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS

TUGAS MATA KULIAH KAPITA SELEKTA Desain Sistem PLC 1 Arah Dosen: Bp. Binsar Wibawa

BAB I FILTER I. 1. Judul Percobaan. Rangkaian Band Pass Filter. 2. Tujuan Percobaan

MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

Wireless Infrared Printer dengan DST-51 (Komunikasi Infra Merah dengan DST-51)

Rancang Bangun Demodulator FSK 9600 Baud untuk Perangkat Transceiver Portable Satelit IiNUSAT - 1

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengujian perangkat keras dan

PERCOBAAN 3a MULTIVIBRATOR

BAB III ANALISA DAN CARA KERJA RANGKAIAN

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan

Budihardja Murtianta. Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga

DEMODULASI DELTA. Budihardja Murtianta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar- dasar Penyiaran

Transmisi Suara dan Pengendalian Penyuara melalui Jala-Jala berbasis IC LM1893

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM. menjadi tiga bit (tribit) serial yang diumpankan ke pembelah bit (bit splitter)

BAB II LANDASAN TEORI. tergantung pada besarnya modulasi yang diberikan. Proses modulasi

BAB IV SINYAL DAN MODULASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II DASAR TEORI. dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan

BAB III PERANCANGAN. Pada perancangan perangkat keras (hardware) ini meliputi: Rangkaian

TELEMETRI Abstrak I. Pendahuluan

Aplikasi Pengiriman Data Serial Tanpa Kabel

BAB III PERANCANGAN SISTEM

LAPORAN ALAT UKUR DAN PENGUKURAN

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

Rancang Bangun Demodulator FSK pada Frekuensi 145,9 MHz untuk Perangkat Receiver Satelit ITS-SAT

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULSE CODE MODULATION MENGGUNAKAN KOMPONEN DASAR ELEKTRONIKA

BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF

Dasar- dasar Penyiaran

melibatkan mesin atau perangkat elektronik, sehingga pekerjaan manusia dapat dikerjakan dengan mudah tanpa harus membuang tenaga dan mempersingkat wak

Transkripsi:

52 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Bab ini membahas pengujian alat yang dibuat, kemudian hasil pengujian tersebut dianalisa. 4.1 Pengujian Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan kekurangan dari alat yang dibuat. Pengujian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pengujian blok rangkaian. 2. Pengujian keseluruhan sistem. 4.1.1 Pengujian Blok Rangkaian Pengujian blok rangkaian ini dilakukan pada masing-masing blok rangkaian dari transmitter dan receiver. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan frekuensi, amplitudo dan bentuk sinyal setiap blok rangkaian sesuai perubahan input data dari function generator. Pengujian pada BagianTransmitter Pengujian pada bagian transmitter, meliputi semua blok rangkaian yang ada dibagian transmitter. Mulai dari sinyal data masuk ke rangkaian modulator 8 PSK sampai

53 sinyal data termodulasi dan dipancarkan ke udara menggunakan Radio Frequency FM. Berikut adalah pengujian blok rangkaian pada bagian transmitter. a. Osilator Berdasarkan pengujian rangkaian osilator yang dirancang, sinyal yang dihasilkan adalah sebagai berikut. Gambar 4.1 Sinyal Osilator Sinyal osilator pada Gambar 4.1 memiliki nilai frekuensi 500 khz dan amplitudo 3 Vpp. Berdasarkan hasil pengujian dengan perancangan, frekuensi yang didapatkan adalah sama. Berikut adalah perancangan osilator menggunakan persamaan 3.1. = 1.

54 1 = 2. 10. 10 = 500 Sinyal osilator ini mempunyai kualitas yang baik (tidak cacat). Berdasarkan tingkat standarisasi perancangan sebuah osilator, osilator ini mempunyai kualitas yang baik dimana nilai frekuensi dan amplitudonya besar. Untuk mengetahui kestabilan frekuensi dan amplitudo osialator ini, maka dilakukan pengujian berdasarkan waktu. Berikut adalah data pengujian frekuensi dan amplitudo berdasarkan waktu pengujian. Tabel 4.1 Pengujian Frekuensi dan Amplitudo Osilator yang Dirancang No Frekuensi Awal Waktu Pengujian Frekuensi Akhir Amplitudo (khz) (Menit) (khz) (Vpp) 1 1 499,9 3 2 2 499,7 3 3 3 499,4 3 4 4 498,9 3 5 5 498,3 3 500 6 6 497,7 3 7 7 497,1 3 8 8 496,5 3 9 9 495,8 3 10 10 495,1 3 % 10 497,84 3 Rumus untuk mencari rata-rata dari data di atas dapat dicari dengan cara.

55 % = h Berdasarkan pengujian frekuensi osilator yang dirancang pada Tabel 4.1, frekuensi osilator mengalami penurunan sedangkan amplitudo stabil. Penurunan frekuensi tersebut disebabkan IC yang digunakan mengalami panas, tetapi penurunan frekuensi osilator masih dalam batas toleransi karena hasil perhitungan rata-rata frekuensi akhir dibawah satu persen. b. Penggeser Fasa Sinyal penggeser fasa ini berasal dari sinyal osilator yang keluarannya mendapat pergeseran fasa (sinyal osilator sebagai referensinya). Ketika sinyal osilator dibandingkan dengan sinyal penggeser fasa, maka terdapat beda fasa diantara keduanya. Pengujian rangkaian penggeser fasa ini dilakukan sebanyak delapan kali dengan sudut fasa yang berbeda, yaitu 0 0, 45 0, 90 0, 135 0, 180 0, 225 0, 270 0 dan 315 0. Berikut adalah hasil pengujian rangkaian penggeser fasa untuk delapan nilai sudut fasa. 1. Penggeser Fasa 0 0 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian penggeser fasa 0 0, sinyal yang dihasilkan terlihat seperti pada Gambar 4.2.

56 Gambar 4.2 Sinyal Penggeser Fasa 0 0 Sinyal penggeser fasa nol derajat adalah sinyal osilator yang belum mengalami pergeseran fasa karena sinyal osilator ini belum dihubungkan ke rangkaian penggeser fasa. 2. Penggeser fasa 45 0 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian penggeser fasa 45 0, sinyal yang dihasilkan adalah sebagai berikut. Gambar 4.3 Sinyal Penggeser Fasa 45 0

57 Pada Gambar 4.3 sinyal yang berwarna hijau adalah sinyal osilator sedangkan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal penggeser fasa 45 0. Sinyal osilator digeser fasanya sebesar 45 0 oleh rangkaian penggeser fasa. Pergeseran fasa ini dipengaruhi elemen R dan C, sebagaimana dirumuskan dalam persamaan = 2 tan 2.. Diketahui : = 500, = 131.8 Ωdan = 1 = 2 tan 2 (3,14.5. 10. 131,8. 10 ) = 45 Berdasarkan hasil pengujian dengan perhitungan, hasil yang didapatkan sama yaitu 45 derajat. Perbedaan ini terjadi pada amplitudo sinyal osilator yang turun nilainya ketika dimasukkan kedalam rangkaian penggeser fasa. Amplitudo osilator ini turun dari 3 Vpp menjadi 1,8 Vpp, penurunan amplitudo osilator pada rangkaian penggeser fasa disebabkan pengaturan resistor variable yang diturunkan harganya untuk mendapatkan sudut fasa 45 0. Untuk mencari sudut fasa 90 0, 135 0, 180 0, 225 0, 270 0 dan 315 0 melalui perhitungan, caranya sama seperti mencari sudut fasa 45 0. 3. Pengeser Fasa 90 0 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian penggeser fasa 90 0, terdapat beda fasa 90 0 antara sinyal osilator dengan sinyal penggeser fasa. Sebagaimana terlihat seperti pada Gambar 4.4.

58 Gambar 4.4 Sinyal Penggeser Fasa 90 0 Pada Gambar 4.4, sinyal yang berwarna hijau adalah sinyal osilator sedangkan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal penggeser fasa 90 0. Sinyal osilator digeser fasanya sebesar 90 0 oleh rangkaian penggeser fasa. 3. Pengeser Fasa 135 0 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian penggeser fasa 135 0, sinyal yang dihasilkan adalah sebagai berikut. Gambar 4.5 Sinyal Penggeser Fasa 135 0

59 Pada Gambar 4.5, sinyal yang berwarna hijau adalah sinyal osilator sedangkan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal penggeser fasa 135 0. Sinyal osilator digeser fasanya sebesar 135 0 oleh rangkaian penggeser fasa. 5. Pengeser Fasa 180 0 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian penggeser fasa 180 0, terdapat beda fasa 180 0 antara sinyal osilator dengan sinyal penggeser fasa. Berikut adalah sinyal penggeser fasa 180 0. Gambar 4.6 Sinyal Penggeser Fasa 180 0 Pada Gambar 4.6, sinyal yang berwarna hijau adalah sinyal osilator sedangkan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal penggeser fasa 180 0. Ketika mencari sudut fasa 180 0 amplitudo sinyal osilator naik dari 1,8 Vpp menjadi 2,4 Vpp. Kenaikan amplitudo terjadi, karena pengaruh perputaran resistor variable yang mencapai nilai maksimum.

60 6. Penggeser Fasa 225 0 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian penggeser fasa 225 0, terdapat beda fasa 225 0 antara sinyal osilator dengan sinyal penggeser fasa. Berikut adalah sinyal penggeser fasa 225 0. Gambar 4.7 Sinyal Penggeser Fasa 225 0 Pada Gambar 4.7, sinyal yang berwarna hijau adalah sinyal osilator sedangkan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal penggeser fasa 225 0. Sinyal osilator digeser fasanya sebesar 225 0 oleh rangkaian penggeser fasa. Amplitudo sinyal osilator dan penggeser fasa untuk sudut 225 0 turun dibandingkan dengan amplitudo pada saat sudut fasa 180 0. Penggeser fasa 225 0 ini dihasilkan dari output sinyal penggeser fasa 45 0 yang dijadikan input untuk rangkaian inverting. Menggunakan rangkaian inverting tersebut, sudut 45 0 dibalik fasanya sebesar 180 0 sehingga menghasilkan sudut 225 0, walaupun secara pengujian sudutnya tidak tepat sebesar 225 0. Ketidaktepatan tersebut terjadi akibat dari tidak digunakannya elemen C dalam

61 rangkaian inverting. Untuk sinyal penggeser fasa 270 0 dan 315 0 yaitu sama seperti penggeser fasa 225 0. 7. Penggeser Fasa 270 0 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian penggeser fasa 270 0, terdapat beda fasa 270 0 antara sinyal osilator dengan sinyal penggeser fasa. Berikut adalah sinyal penggeser fasa 270 0. Gambar 4.8 Sinyal Penggeser Fasa 270 0 Pada Gambar 4.8 sinyal yang berwarna hijau adalah sinyal osilator sedangkan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal penggeser fasa 270 0. Sinyal osilator digeser fasanya sebesar 270 0 oleh rangkaian penggeser fasa. Penggeser fasa 270 0 ini dihasilkan dari output sinyal penggeser fasa 90 0 yang dijadikan input untuk rangkaian inverting. Menggunakan rangkaian inverting tersebut, sudut 90 0 dibalik fasanya sebesar 180 0 sehingga menghasilkan sudut 270 0.

62 8. Penggeser Fasa 315 0 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian penggeser fasa 315 0, terdapat beda fasa 315 0 antara sinyal osilator dengan sinyal penggeser fasa. Berikut adalah sinyal penggeser fasa 315 0. Gambar 4.9 Sinyal Penggeser Fasa 315 0 Pada Gambar 4.9, sinyal yang berwarna hijau adalah sinyal osilator sedangkan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal penggeser fasa 315 0. Sinyal osilator digeser fasanya sebesar 315 0 oleh rangkaian penggeser fasa. Penggeser fasa 315 0 ini dihasilkan dari output sinyal penggeser fasa 135 0 yang dijadikan input untuk rangkaian inverting. Menggunakan rangkaian inverting tersebut, sudut 135 0 dibalik fasanya sebesar 180 0 sehingga menghasilkan sudut 315 0. Delapan penggeser fasa diatas dimasukkan ke dalam rangkaian balance modulator dan digabungkan dengan sinyal data agar membentuk sinyal termodulasi 8 PSK.

63 c. Data Data untuk masukkan modulator dan demodulator 8 PSK berasal dari function generator dengan bentuk sinyal kotak dan level sinyal TTL. Sinyal data dengan level TTL mempunyai kualitas yang baik apabila dibandingkan dengan sinyal data yang tidak mempunyai level TTL. Sinyal data dengan level TTL dapat meminimalisir terjadinya noise, karena sinyal data dengan level TTL bentuknya simetris. Berikut adalah hasil pengujian data pada function generator. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Data dari Function Generator Frekuensi (khz) Volt/Div (Volt) Time/Div (us) 1 5 250 5 5 100 9 5 100 13 5 100 17 5 100 Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4.2, pengujian dilakukan dengan cara mengubah-ubah nilai frekuensi. Setelah dilakukan pengujian, perubahan terjadi pada kerapatan sinyal data sedangkan nilai amplitudo tetap, sebagaimana terlihat seperti pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11.

64 Gambar 4.10 Data untuk Frekuensi 1 khz Gambar 4.11 Data untuk Frekuensi 17 khz Perubahan kerapatan sinyal data terjadi dari perubahan nilai frekuensi karena frekuensi berhubungan dengan fungsi waktu. Semakin kecil nilai frekuensi data maka kerapatan sinyal lebar, berarti sinyal data untuk melakukan satu kali periode membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan semakin besar nilai frekuensi data maka kerapatan sinyal sempit, berarti sinyal data untuk melakukan satu kali periode membutuhkan waktu yang sebentar.

65 d. Gelombang Kotak (Clock) 100 khz Frekuensi clock yang digunakan untuk modulator 8 PSK, yaitu 100 khz. Komponen yang mempengaruhi nilai frekuensi adalah resistor dan kapasitor yang dirumuskan pada persamaan 3.5. Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai frekuensi clock. = 1. 1 = 10. 10 = 100 Clock ini berfungsi sebagai pewaktu (timing) untuk menggerakkan data yang masuk pada rangkaian control shift register. Berikut adalah hasil pengujian clock pada rangkaian pembangkit gelombang kotak. Gambar 4.12 Sinyal Clock

66 Berdasarkan hasil perbandingan, antara nilai frekuensi berdasarkan perhitungan dan pengujian adalah sama. Berdasarkan hasil pengujian bentuk gelombang kotak yang dihasilkan mempunyai sedikit cacat karena frekuensi dan amplitudo yang digunakan terlalu besar sehingga bentuk sinyal clock tidak menyerupai bentuk kotak semestinya. Penggunaan frekuensi yang besar pada clock bertujuan untuk mengefektipkan laju data yang masuk dengan frekuensi yang besar. Laju data terus berlangsung jika frekuensi clock lebih besar dari frekuensi data. Sebaliknya, jika frekuensi clock nilainya sama atau lebih kecil dari frekuensi data maka laju data akan terhenti. Penggunaan amplitudo yang besar bertujuan untuk membangkitkan rangkaian pencacah (counter). Ketika sinyal clock menjadi masukkan untuk rangkaian pencacah dengan nilai amplitudo dibawah 5 Vpp, maka rangkaian pencacah tidak aktif sehingga nilai amplitudo pada clock perlu dinaikkan. Pada saat amplitudo clock dinaikkan menjadi 10 Vpp, maka rangkaian pencacah aktif sehingga dapat membagi frekuensi clock walaupun kualitas sinyal yang dihasilkan masih terjadi cacat. e. Pencacah (Counter) Sinyal pencacah berasal dari sinyal clock, frekuensi sinyal pencacah adalah setengah dari frekuensi clock. Berdasarkan hasil pengujian pada rangkaian pencacah, bentuk sinyal yang dihasilkan terlihat seperti pada Gambar 4.13.

67 Gambar 4.13 Sinyal Pencacah Pada Gambar 4.13, kualitas sinyal yang dihasilkan adalah baik karena sinyal tersebut tidak ada cacat. Amplitudo dari sinyal clock mengalami penurunan setelah menjadi masukkan untuk rangkaian pencacah. Amplitudo sinyal clock adalah 10 Vpp sedangkan amplitudo sinyal pencacah adalah 4 Vpp. Penurunan amplitudo ini disebabkan arus yang berasal dari clock kecil, maka sinyal clock ketika masuk ke rangkaian pencacah mengalami penurunan tegangan. f. Control Shift Register Control shift register ini berfungsi sebagai pengatur keluaran data yang dikontrol oleh tiga buah pengontrol, yaitu K1, K2 dan K3. Pengatur waktu kontrol data berasal dari sinyal pencacah. Berikut adalah bentuk sinyal pengontrol K1, K2, dan K3 yang dihasilkan oleh rangkaian control shift register.

68 Gambar 4.14 Sinyal Pengontrol K1 untuk Frekuensi 1 khz Gambar 4.15 Sinyal Pengontrol K2 untuk Frekuensi 1 khz

69 Gambar 4.16 Sinyal Pengontrol K3 untuk Frekuensi 1 khz Berdasarkan hasil pengujian pada rangkaian control shift register terlihat bentuk output sinyal control shift register yang berwarna hijau dan sinyal data berwarna merah dengan nilai frekuensi 1 khz pada Gambar 4.14. Bentuk sinyal control shift register ada dua, yaitu garis lurus dan rapat. Sinyal garis lurus menunjukkan kendali keluaran ketika bernilai 0, maka data disimpan di dalam register atau ditahan. Ketika kendali keluaran bernilai 1, maka data yang disimpan di dalam register akan dikeluarkan dan terlihat sebagai sinyal yang rapat. Pada output masing-masing pengontrol (K1, K2 dan K3) terjadi pergeseran data dengan sinyal data sebagai referensinya. Pergeseran data untuk pengontrol K1 lebih lebar karena mengalami pergeseran data sebanyak tiga kali. Pergeseran data untuk pengontrol K2 lebih rapat dibandingkan pengontrol K1 karena mengalami pergeseran dua kali. Sedangkan Pergeseran data untuk pengontrol K3 lebih rapat apabila

70 dibandingkan pada pengontrol K1 dan K2 karena pengontrol K3 mengalami pergeseran satu kali. Pengontrol yang mengalami pergeseran lebih banyak, maka pergeserannya semakin lebar. Untuk input data dengan frekuensi 17 khz, bentuk sinyal yang dihasilkan rangkaian control shift register, yaitu lebih rapat apabila dibandingkan dengan data pada frekuensi 1 khz. Kerapatan sinyal untuk rangkaian control shift register sesuai dengan kerapatan data dari function generator, tetapi mengalami pergeseran waktu. Kerapatan sinyal ini dipengaruhi oleh frekuensi input data, semakin besar frekuensi data yang diinputkan maka output sinyal yang dihasilkan semakin rapat. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.17. Gambar 4.17 Sinyal Pengontrol K1 untuk Frekuensi Data 17 khz

71 Gambar 4.18 Sinyal Pengontrol K2 untuk Frekuensi Data 17 khz Gambar 4.19 Sinyal Pengontrol K3 untuk Frekuensi Data 17 khz Seperti halnya frekuensi data 1 khz, frekuensi 17 khz juga memiliki pergeseran waktu untuk output setiap pengontrol. Pergeseran data untuk pengontrol K3 lebih

72 rapat dibandingkan pengontrol K1 dan K2 karena pengontrol K3 mengalami pergeseran data paling sedikit, yaitu satu kali. g. Balance Modulator Berdasarkan pengujian balance modulator, penggabungan sinyal pembawa (carrier) dengan sinyal data berhasil sampai membentuk sinyal termodualsi 8 PSK. Ada kelemahan pada sinyal modulasi 8 PSK ini, yaitu amplitudo yang tidak stabil. Ketidakstabilan amplitudo ini disebabkan dari dua sinyal penggeser fasa, yaitu 0 0 dan 180 0 yang mempunyai amplitudo lebih besar dari amplitudo penggeser fasa yang lain. Perbedaan amplitudo menyebabkan sinyal termodulasi memiliki dua nilai amplitudo, yaitu tinggi dan rendah. Berikut adalah sinyal termodulasi 8 PSK untuk frekuensi data 1 khz dan 17 khz. Gambar 4.20 Sinyal Termodulasi 8 PSK untuk Frekuensi Data 1 khz

73 Gambar 4.21 Sinyal Termodulasi 8 PSK untuk Frekuensi Data 17 khz h. Radio Frequency di Pengirim Pengujian pengiriman sinyal termodulasi 8 PSK dari pengirim ke penerima menggunakan RF FM berhasil dilakukan Berikut adalah sinyal termodulasi 8 PSK yang dipancarkan oleh RF FM dipengirim. Gambar 4.22 Gabungan Sinyal Termodulasi 8 PSK dengan Sinyal IF

74 Pada Gambar 4.22, sinyal yang dipancarkan oleh RF FM memiliki bentuk sinyal yang tidak beraturan karena sinyal termodulasi 8 PSK bergabung dengan sinyal Intermediate Frequency (IF) yang dihasilkan oleh rangkaian RF itu sendiri. Sinyal tersebut melakukan gerakan merapat dan merenggang ketika tampil pada osiloskop, gerakan merapat dan merenggang sama seperti karakteristik dari sinyal FM. Pengujian pada Bagian Receiver Pengujian pada bagian receiver, meliputi semua blok rangkaian yang ada dibagian receiver. Mulai dari sinyal termodulasi masuk sampai sinyal termodulasi berubah menjadi sinyal informasi kembali. Berikut adalah pengujian setiap blok rangkaian pada bagian receiver. a. Radio Frequency di Penerima Berdasarkan pengujian pada RF FM dipenerima, sinyal yang didapatkan adalah sebagai berikut. Gambar 4.23 Sinyal Termodulasi 8 PSK yang Diterima

75 Pada Gambar 4.23, sinyal termodulasi 8 PSK dapat diterima oleh RF FM dipenerima pada frekuensi 107,9 MHz. Sinyal termodulasi 8 PSK yang diterima mengalami banyak noise, karena pengiriman sinyal yang dilakukan menggunakan media udara. b. Low Pass Filter (LPF) Pada pengujian rangkaian LPF, hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut. Gambar 4.24 Sinyal LPF untuk Frekuensi 1 khz Gambar 4.25 Sinyal LPF untuk Frekuensi 17 khz

76 Berdasarkan hasil pengujian pada rangkaian LPF, sinyal termodulasi 8 PSK frekuensinya dibatasi menggunakan LPF sehingga frekuensi sinyal rendah saja yang diloloskan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4.24 untuk frekuensi data 1 khz dan Gambar 4.25 untuk frekuensi data 17 khz. Output sinyal LPF untuk frekuensi data 1 khz dan 17 khz mempunyai amplitudo yang tidak stabil, ketidakstabilan sinyal LPF berasal dari amplitudo sinyal penggeser fasa yang tidak sama sehingga berpengaruh terhadap sinyal termodulasi 8 PSK yang mengalami pembatasan frekuensi oleh rangkaian LPF. c. Serial to Parallel Converter Serial to parallel converter ini membagi satu input menjadi dua output. Sinyal input yang berasal dari rangkaian LPF dibagi menjadi dua sinyal, yaitu sinyal Q1 dan Q2 dengan nilai frekuensi dan amplitudo yang sama. Berikut adalah gambar sinyal Q1 dan Q2 pada rangkaian serial to parallel converter untuk frekuensi data 1 khz. Gambar 4.26 Sinyal Q1 dan Q2 untuk Frekuensi Data 1 khz

77 Pada Gambar 4.26 sinyal yang berwarna hijau adalah sinyal Q1 sedangkan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal Q2. Sinyal Q1 waktunya lebih cepat dari pada sinyal Q2, karena sinyal Q2 mendapatkan input data dari sinyal Q1 pada rangkaian serial to parallel converter. Sinyal Q1 dan Q2 pada frekuensi data 17 khz sama seperti sinyal Q1 dan Q2 pada frekuensi data 1 khz. Sinyal Q1 waktunya lebih cepat dari pada sinyal Q2, karena sinyal Q2 mendapatkan input data dari sinyal Q1 pada rangkaian serial to parallel converter sebagaimana terlihat pada Gambar 4.27. Gambar 4.27 Sinyal Q1 dan Q2 untuk Frekuensi Data 17 khz d. Osilator Berdasarkan hasil pengujian osilator yang dirancang pada bagian demodulator, output sinyal yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 4.28.

78 Gambar 4.28 Sinyal Osilator Sinyal osilator pada Gambar 4.28 yaitu sama seperti sinyal osilator pada bagian modulator. Menghasilkan frekuensi 500 khz dan amplitudo 3 Vpp, selain itu osilator ini mempunyai output sinyal yang baik (tidak cacat). e. Penggeser fasa 90 0 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian penggeser fasa 90 0, sinyal yang dihasilkan adalah sebagai berikut. Gambar 4.29 Sinyal Penggeser Fasa 90 0

79 Pada Gambar 4.29, sinyal yang berwarna hijau adalah sinyal osilator sedangkan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal penggeser fasa 90 0. Sinyal osilator digeser fasanya sebesar 90 0 oleh rangkaian penggeser fasa. Sinyal pengeser fasa 90 0 dibagian demodulator ini sama seperti sinyal penggeser fasa 90 0 dibagian modulator. Sinyal penggeser fasa ini berfungsi menggeser fasa output sinyal data pada rangkaian balance demodulator untuk sinyal Q2. f. Balance Demodulator 1 Berdasarkan hasil pengujian rangkaian balance demodulator 1 untuk frekuensi data 1 khz, sinyal yang dihasilkan adalah sebagai berikut. Gambar 4.30 Sinyal Balance Demodulator 1 untuk Frekuensi Data 1 khz Sinyal balance demodulator 1 untuk frekuensi data 1 khz tidak mengalami pergeseran fasa 90 0. Balance demodulator 1 ini mempunyai dua input sinyal, pertama sinyal termodulasi 8 PSK yang sudah mengalami pembatasan frekuensi dan pergeseran waktu. Ke dua, sinyal osilator yang berasal dari function generator.

80 Ketika kedua sinyal tersebut digabungkan ke dalam rangkaian balance demodulator 1, maka sinyal yang keluar dari balance demodulator 1 adalah sinyal informasi. Sebab sinyal osilator dari function generator berfungsi menghilangkan sinyal pembawa yang bercampur dengan sinyal informasi atau termodulasi. Output sinyal balance demodulator 1 untuk frekuensi data 17 khz adalah sama seperti frekuensi data 1 khz. Berikut adalah hasil pengujian rangkaian balance demodulator 1 untuk frekuensi data 17 khz. Gambar 4.31 Sinyal Balance Demodulator 1 untuk Frekuensi Data 17 khz g. Balance Demodulator 2 Output sinyal rangkaian balance demodulator 2 ini tidak berhasil keluar, karena rangkaian balance demodulator 2 tidak bekerja dengan baik. Rangkaian balance demodulator 2 ini tidak dapat melakukan proses demodulasi sinyal terhadap sinyal termodulasi sehingga output sinyal yang dihasilkan tidak keluar.

81 h. Low Pass Filter (LPF) Berdasarkan hasil pengujian rangkaian LPF untuk frekuensi data 1 khz, sinyal yang dihasilkan adalah sebagai berikut. Gambar 4.32 Sinyal LPF untuk Frekuensi Data 1 khz Sinyal LPF ini merupakan perbaikan dari sinyal data yang keluar dari rangkaian balance demoudulator 1. Pada sinyal LPF ini masih terdapat noise, karena LPF yang digunakan untuk membatasi frekuensi tinggi menggunakan sistem orde dua sehingga masih terdapat frekuensi tinggi yang masuk dan menyebabkan timbulnya noise. Untuk frekuensi data 17 khz, sinyal LPF yang dihasilkan adalah sama seperti frekuensi data 1 khz yaitu masih terdapat noise. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4.33.

82 Gambar 4.33 Sinyal LPF untuk Frekuensi 17 khz Untuk pengujian rangkaian demodulator 8 PSK tidak dapat dilanjutkan ke rangkaian parallel to serial converter dan komparator. Karena blok rangkaian balance demodulator 2 tidak bekerja sehingga sinyal yang berasal dari balance demodulator 1 dan 2 tidak dapat digabungkan dengan tujuan akhirnya, yaitu membentuk sinyal informasi kembali. 4.1.2 Pengujian Keseluruhan Sistem Pengujian ini bertujuan untuk melihat gambar yang dikirim dari kamera di komputer. Output dari kamera ditampilkan di monitor TV pada sisi pengirim sedangkan pada sisi penerima ditampilkan di komputer. Jadi pada pengujian ini, membandingkan antara tampilan gambar yang ada di montor TV dengan gambar yang ada di komputer. Pengujian sistem monitoring ini tidak dapat dilakukan karena sistem demodulator yang dirancang tidak berjalan secara maksimal. Maka sinyal dari kamera tidak dapat dikirimkan secara keseluruhan ke bagian penerima.

83 Untuk mencoba gambar yang diambil kamera, maka dilakukan koneksi secara langsung antara kamera dengan komputer menggunakan USB TV. USB TV ini berfungsi meng-converter kabel RCA menjadi USB dengan tujuan agar dapat dihubungkan ke komputer. Untuk melihat tampilan gambar dari kamera yang dihubungkan langsung ke komputer menggunakan TV USB adalah sebagai berikut. Gambar 4.34 Kondisi Kamera Sedang Memonitor Komputer Percobaan ini dilakukan ketika tengah malam, ketika kondisi kamera sedang memonitor ruangan menghadap ke komputer. Setelah beberapa menit kemudian ada gerakan tangan yang menghampiri komputer, maka kamera tersebut langsung mengambil gambar dan memberi isyarat bunyi alarm yang muncul di komputer ketika ada gerakan tangan. Gerakan tangan yang tertangkap kamera ketika tangan tersebut menghampiri komputer terlihat seperti pada Gambar 4.35.

84 Gambar 4.35 Kamera Sedang Memonitor Gerakan Tangan 4.2 Analisa Pengujian pada rangkaian control shift register, sinyal yang didapatkan masih terdapat noise. Noise tersebut timbul akibat dari sinyal clock yang mengalami sedikit cacat sehingga mempengaruhi kualitas data yang dikirimkan. Untuk frekuensi data 1 khz noise yang terjadi tidak begitu besar karena kerapatan sinyal pada sinyal data tidak begitu rapat sedangkan untuk frekuensi data 17 khz noise yang terjadi besar karena kerapatan sinyal pada sinyal data begitu rapat. Sinyal termodulasi 8 PSK yang diterima menggunakan Radio Frequency FM mengalami noise. Pengujian transmisi data menggunakan media udara rentan terhadap timbulnya noise. Noise terjadi akibat interferensi sinyal yang terjadi di udara, ketika sinyal yang dikirimkan diterima pada bagian penerima terjadi noise. Untuk meminimalisir noise tersebut, maka harus menggunakan rangkaian penyaring frekuensi yang baik.