PENENTUAN KRITERIA DAYA SAING INDUSTRI MAKANAN MINUMAN DAN TEMBAKAU DENGAN PENDEKATAN AHP

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: PENENTUAN KRITERIA DAYA SAING INDUSTRI KREATIF DENGAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Menentukan Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Daya Saing Industri Manufaktur dengan Pendekatan AHP

Penentuan Kriteria Daya Saing Industri Manufaktur Dengan Pendekatan Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP)

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

AHP (Analytical Hierarchy Process)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

ANALISIS SWOT UNTUK MENENTUKAN KEUNGGULAN STRATEGI BERSAING DI SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah Pamella Swalayan 1. Jl. Kusumanegara

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

BAB 2 LANDASAN TEORI

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

ANALISIS LOKASI CABANG TERBAIK MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

BAB 3 METODE PENELITIAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

BAB II LANDASAN TEORI

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penentuan Toko Buku Gramedia ter Favorit pilihan Mahasiswa T Di Bogor Dengan Metode AHP (Analytical. Hierarchy Process)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

Penentuan Pemilihan Bentuk Outline Tugas Akhir Dengan Menggunakan Model Analytical Hierarchy Process (AHP)

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PENERAPAN AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN RUMAH BERSALIN CONTOH KASUS KOTA PANGKALPINANG

PEMILIHAN KONTRAKTOR PERBAIKAN ROTOR DI PEMBANGKIT LISTRIK PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN GOAL PROGRAMMING

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

MancalaAHP: Game Tradisional Mancala Berbasis Analytic Hierarchy Process

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR

MEMILIH METODE ASSESMENT DALAM MATAKULIAH PENERBITAN DAN PEMROGRAMAN WEB MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

Seleksi Material Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process Dan Pugh Gabriel Sianturi

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pendukung Keputusan

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG)

Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Supplier Botol Galon Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

ANALISIS DAN USULAN SOLUSI SISTEM UNTUK MENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

IMPLEMENTASI KOMBINASI METODE AHP DAN SAW DALAM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KREDIT PERUMAHAN RAKYAT ABSTRAK

BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

Pengertian Metode AHP

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN II TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI... ix. DAFTAR TABEL...xii. DAFTAR GAMBAR... xv. DAFTAR LAMPIRAN...

Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA


PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG TRIWULAN III 2016

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DI PT SANSAN SAUDARATEX JAYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBERIAN BONUS KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE AHP SKRIPSI

Analisa Pemilihan Kualitas Android Jelly Bean Dengan Menggunakan Metode AHP Pendekatan MCDM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KOMBINASI METODE AHP DAN TOPSIS PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1 - Analytic Hierarchy Process (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCY PROCESS

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

CESS (Journal of Computer Engineering System and Science) p-issn :

Sistem Pendukung Keputusan Penasehat Akademik (PA) untuk Mengurangi Angka Drop Out (DO) di STMIK Bina Sarana Global

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG TRIWULAN II 2017

Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut

Sistem Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia Mengunakan Metode ANP-TOPSIS

P11 AHP. A. Sidiq P.

Transkripsi:

PENENTUAN KRITERIA DAYA SAING INDUSTRI MAKANAN MINUMAN DAN TEMBAKAU DENGAN PENDEKATAN AHP 1 Lukmandono, 2 Alva Edy Tontowi, 3 Andi Sudiarso, 4 Hargo Utomo 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, 4 Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta Telp: 62-274-521673 Email : lukmandono@gmail.com Abstrak Penelitian ini mengusulkan kriteria daya saing industri makanan minuman dan tembakau (mamintem) sebagai bagian dari pengembangan model daya saing industri manufaktur berdasarkan klasifikasi ISIC 2 digit. Penelitian ini menggunakan pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) sebagai salah satu metode untuk memutuskan diantara kriteria yang kompleks dalam tingkatan yang berbeda.seluruhelemen penelitian disusun berdasarkan pedo man strukturisasi dalam AHP.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada level kriteria bobotnya adalah 0,54untuk kriteria manufacturing strategy, 0,10untuk kriteria competitive strategy, 0,22untuk kriteria kemitraan/kolaborasi, dan 0,14untuk kriteria teknologi. Pada level sub kriteria pertama yaitu manufacturing strategy bobotnya adalah 0,56untukcost, 0,13 untukquality, 0,22 untukdelivery dan 0,8 untuk flexibility. Pada level sub kriteria yang kedua yaitu competitive strategy bobotnya adalah 0,19 untukcost leadership, 0,13 untuk differentiation, dan 0,69 untuk gabungan antara cost leadership & differentiation. Pada level sub kriteria yang ketiga yaitu kemitraan/kolaborasi bobotnya adalah 0,49 untuk kemitraan internal, 0,15untuk kemitraan dengan pemasok, 0,10untuk kemitraan dengan pelanggan dan 0,25untuk kemitraan dengan pesaing potensial. Sedangkan pada level sub kriteria yang keempat yaitu penggunaan teknologi bobotnya adalah 0,49untuk existing production capability, 0,25untuk access to new technology, 0,06untuk process improvement capability, 0,13untuk product improvement capability dan 0,07untuk new product development capability. Kata kunci: Daya Saing, Industri Manufaktur, Kriteria, Analytical Hierarchy Process (AHP) 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri manufaktur merupakan sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi, dengan kontribusi hampir mencapai 30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Selain besarnya pangsa ekspor pada industri manufaktur, penyerapan tenaga kerja pada industri manufaktur non migas juga menempati urutan atas sehingga membaik tidaknya kinerja sektor industri manufaktur mempunyai dampak nyata baik terhadap ekspor, penyerapan tenaga kerja maupun ekonomi secara keseluruhan (BPS, 2010). Peningkatan daya saing, khususnya daya saing industri manufaktur harus terus diupayakan, agar peningkatan pertumbuhan industri manufaktur lebih mudah tercapai. Dalam rangka mendukung penguatan daya saing industri manufaktur, perlu dilakukan identifikasi kriteria-kriteria yang mempengaruhi daya saing industri manufaktur sehingga dapat dijadikan dasar untuk melakukan perencanaan strategi pengembangan industri manufaktur di masa yang akan datang. Dalam standard klasifikasi ISIC (international standard industrial classification) 2 digit, sektor industri manufaktur diklasifikasikan dalam 9 (sembilan) subsektor. Subsektor tersebut adalah (1) Industri Makanan Minuman dan Tembakau, (2) Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit, (3) Industri Kayu dan Sejenisnya, (4) Industri Kertas, Percetakan dan Penerbitan, (5) 527

Industri Kimia, Minyak Bumi, Karet dan Plastik, (6) Industri Semen dan Galian Non-Logam, (7) Industri Logam Dasar, Besi dan Baja, (8) Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan, dan (9) Industri Pengolahan Lainnya (BPS). Dari sisi penyerapan tenaga kerja, terjadi peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor ini dari tahun ke tahun. Dari sembilan sektor industri, industri makanan, minuman dan tembakau menyerap tenaga kerja paling besar. Dua sektor industri lainnya yang mampu menyerap tenaga kerja besar adalah industri tekstil, pakaian jadi & kulit dan industri kayu & sejenisnya (BPS, 2011). 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengusulkanbobot kriteria daya saing industri makanan minuman dan tembakau (mamintem) berdasarkan metoda AHP. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Kerangka Metodologi Penelitian Kerangka pemecahan masalah dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Mulai Studi Pendahuluan : studi literatur, wawancara Perumusan Masalah Penentuan Maksud & Tujuan Pengumpulan Data : Penyusunan hirarki, Penyusunan dan penyebaran kuesioner, Kriteria daya saing industri mamintem, Nilai perbandingan berpasangan Pengumpulan Hasil Kuesioner : Perhitungan bobot kriteria, Perhitungan nilai determinan, Perhitungan λ maks Uji Konsistensi CR 0,1 Tidak Ya Analisa Data dan Pembahasan Kesimpulan Selesai Gambar 1. Kerangka Metodologi Penelitian 528

2.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu dari metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang berperan dalam membuat formulasi dan menganalisa suatu keputusan. AHP pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Saaty pada sekitar tahun 1970an. Metode AHP biasa digunakan untuk mendekati suatu permasalahan yang kompleks yang menggunakan persepsi manusia sebagai input, sehingga cocok untuk mengolah data baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang menyatakan data kuantitatif maupun kualitatif ke dalam bentuk kuantitatif dengan cara melakukan perbandingan berpasangan. Kelebihan metode ini adalah karena adanya struktur yang berhirarki sebagai konsekuensi dari kriteria dan sub-kriteria yang dipilih, serta memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi dari berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. Jadi model ini merupakan suatu pengambilan keputusan yang komprehensif. Langkah-langkah dalam metode AHP meliputi : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan penyelesaian yang diinginkan. 2. Membuat struktur hierarki dalam level yang berbeda, yaitu : puncak hierarki (goal), kriteria dan sub kriteria dimana saling berurutan (level intermediate), dan level terendah (alternatifalternatif). 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya. 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgment seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hierarki. 7. Menghitung eigen vector dari setiap matrik perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hierarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10 % maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Untuk memperoleh bobot dari tiap-tiap kriteria, AHP menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan skala 1 sampai 9. Skala penilaian perbandingan pasangan sebagai berikut : 529

Tabel 1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan (Saaty, 1993) Intensitas Keterangan Penjelasan Kepentingan 1 Kedua elemen sama pentingnya (equal importance) Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit penting daripada elemen yang menyokong satu elemen lainnya (more importance) dibandingkan elemen lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan (essential, strong more elemen lainnya importance) 7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen yang lain (demonstrated importance) Satu elemen yang kuat disokong dan diminan terlihat dalam praktek 9 Satu elemen mutlak penting Bukti yang mendukung elemen yang daripada elemen yang lainnya satu terhadap yang lain memiliki (absolutely more importance) tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua nilai yang Nilai ini diberikan bila ada dua pertimbangan yang berdekatan kompromi di antara dua pilihan (grey area) 1/(2-9) Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan i Suatu tingkat konsistensi tertentu memang diperlukan dalam penentuan prioritas. Menurut Saaty (1993), konsisten tidaknya suatu penilaian ditunjukkan oleh besarnya nilai CR (consistency ratio). Apabila CR < 10 %, maka matriks dianggap cukup konsisten. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penyusunan Struktur AHP Empat kriteria daya saing industri mamintem yang digunakan dalam penelitian ini adalah manufacturing strategy (MS), competitive strategy (CS), kemitraan/ kolaborasi (K) dan teknologi (T). Manufacturing Strategy merupakan salah satu dimensi daya saing yang sering digunakan (Amoako-Gyampah, et.al., 2008; Avella, et.al., 2001; Demeter, 2003; Miltenburg, 2008). Sub kriterianya adalah cost (C), quality (Q), delivery (D) dan flexibility (F). Kriteria kedua adalah competitive strategy. Menurut Porter (1990), persoalan daya saing industri senantiasa terkait dengan strategi bersaing yang berorientasikan kepada biaya rendah (cost leadership/cl) 530

dan pembedaan produk (differentiation/d). Di sini, strategi dilihat sebagai membuat pilihan antara biaya rendah dan diferensiasi. Sebaliknya, perusahaan yang berusaha menciptakan samudra biru mengejar biaya rendah dan diferensiasi secara bersamaan (CL & D) (Kim dan Mauborgne, 2009). Kriteria ketiga adalah kemitraan/kolaborasi. Indikator yang digunakan adalah kemitraan internal (KI), kemitraan dengan pemasok (KPS), kemitraan dengan pelanggan (KPL), dan kemitraan dengan pesaing potensial (KPP) (Maisaroh, 2007). Kriteria keempat adalah kemampuan teknologi. Indikator yang digunakan adalah existing production capability (EPC), access to new technology (ANT), process improvement capability (PcIC), product improvement capability (PdIC), dan new product development capability (NPDC) (Sirikrai, et.al., 2006). Secara grafis, struktur AHP yang diusulkan untuk menentukan bobot prioritas daya saing industri mamintem ditunjukkan pada Gambar 2. GOAL : Kriteria Daya Saing Industri Mamintem Kriteria 1 : Kriteria 2 : Kriteria 3 : Kriteria 3 : Manufacturing Strategy Competitive Strategy Kemitraan (K) Teknologi (T) C CL KI EPC Q D KPS ANT D CL & D KPL PcIC D KPP PdIC NPDC Gambar 2. Struktur AHP Penentuan Kriteria Daya Saing 3.2 Penentuan Bobot Kriteria Daya Saing Industri Makanan Minuman dan Tembakau Dari model struktur AHP pada Gambar 2 diatas, maka langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung bobot dari setiap kriteria melalui rekapitulasi isian kuesioner matrik perbandingan berpasangan dari 30 orang responden. Tabel2 sampai dengan Tabel 5 berikut menunjukkan hasil pairwise comparison untuk pencarian local weight dari seluruh kriteria. Tabel2. Normalized Pairwise Comparison untuk Kriteria MS CS K T Geometric Mean Normalized weight lamda CI CR MS 1 3.5785 3.3333 4.2705 2.6716 0.54 4.1281 0.0416 0.0462 CS 0.2794 1 0.4478 0.5263 0.5066 0.10 4.1469 K 0.3000 2.2333 1 2.2785 1.1116 0.22 4.1015 T 0.2342 1.9000 0.4389 1 0.6647 0.13 4.1229 531

Tabel3. Normalized Pairwise Comparison untuk Sub-Kriteria Manufacturing Strategy C Q D F Geometric Mean Normalized weight lamda CI CR C 1 4.6324 3.1579 5.0847 2.9368 0.56 4.0740 0.0208 0.0231 Q 0.2159 1 0.5000 2.0930 0.6894 0.13 4.0518 D 0.3167 2.0000 1 2.9032 1.1645 0.22 4.0402 F 0.1967 0.4778 0.3444 1 0.4241 0.08 4.0839 Tabel4. Normalized Pairwise Comparison untuk Sub-Kriteria Competitive Strategy CL D CL&D Geometric Mean Normalized weight lamda CI CR CL 1 1.5652 0.2586 0.7397 0.19 3.0033 0.0016 0.0028 D 0.6389 1 0.1961 0.5004 0.13 3.0033 CL & D 3.8667 5.1000 1 2.7017 0.69 3.0033 Tabel5. Normalized Pairwise Comparison untuk Sub-Kriteria Kemitraan KI KPS KPL KPP Geometric Mean Normalized weight lamda CI CR KI 1 3.3949 4.5040 2.0000 2.3516 0.49 4.0028 0.0200 0.0222 KPS 0.2946 1 2.0000 0.4580 0.7207 0.15 4.0880 KPL 0.2220 0.5000 1 0.5263 0.4916 0.10 4.0796 KPP 0.5000 2.1833 1.9000 1 1.2001 0.25 4.0694 Tabel6. Normalized Pairwise Comparison untuk Sub-Kriteria Teknologi EPC ANT PcIC PdIC NPDC Geometric Mean Normalized weight lamda CI CR EPC 1 2.1327 5.6087 5.8065 6.3492 3.3798 0.49 5.1934 0.0601 0.0537 ANT 0.4689 1 3.0303 2.6667 4.0000 1.7223 0.25 5.1283 PcIC 0.1783 0.3300 1 0.3333 0.5000 0.3966 0.06 5.3158 PdIC 0.1722 0.3750 3.0000 1 3.0000 0.8972 0.13 5.3093 NPDC 0.1575 0.25 2.0000 0.3333 1 0.4829 0.07 5.2560 Untuk mengukur seberapa konsisten pairwise comparisondalam penelitian ini, dipakailahukuran inconsistency ratio. Apabila hasil perhitungan rasio ini diatas 10% maka kemungkinan besarterjadi inconsistensi didalam pemberian angka tingkat kepentingan. Untuk mengatasi problem ini,sebaiknya alokasi angka tingkat kepentingan perlu dilakukan ulang. Berdasarkan data yang ada sertaperhitungan yang telah dilakukan, didapat nilai seluruh inconsistency ratio sebesar kurang dari 10 %. Hal ini mengindikasikanbahwa telah terdapat konsistensi yang cukup didalam pemberian tingkat kepentingan antar kriteria.dengan memperhatikan total tiap kriteria, didapat Tabel 7 yang berisi bobot seluruh criteria dan data uji konsistensi rasio sebagaimana yang dipersyaratkan dalam teori AHP. Gambar 3 menunjukkan bobot kriteria hasil perhitungan dalam kerangka struktur AHP. 532

Tabel7. Bobot Seluruh Kriteria dan Uji Konsistensi Indeks Level 1 Bobot Level 2-1 Bobot Level 2-2 Bobot Level 2-3 Bobot Level 2-4 Bobot Rata" MS Rata" CS Rata" K Rata" T Rata" MS 0.54 C 0.56 CL 0.19 KI 0.49 EPC 0.49 CS 0.10 Q 0.13 D 0.13 KPS 0.15 ANT 0.25 K 0.22 D 0.22 CL & D 0.69 KPL 0.10 PcIC 0.07 T 0.14 F 0.08 KPP 0.25 PdIC 0.14 NPDC 0.08 1 1 1 1 1 CI 0.04 0.02 0.002 0.02 0.06 RI 0.90 0.90 0.58 0.90 1.12 CR 0.05 0.02 0.00 0.02 0.06 Cost (0,56) Manufacturing Strategy (0,54 ) Quality (0,13) Delivery (0,22) Flexibility (0,08) Cost Leadership (0,19) Competitive Strategy (0,10) Diferentiation (0,13) Cost & Differentiation (0,69) Goal Industri Mamintem Kemitraan Internal (0,49) Kemitraan/ Kolaborasi (0,22) Kemitraan dengan Pemasok (0,15) Kemitraan dengan Pelanggan (0,10) Kemitraan dengan Pesaing Potensial (0,25) Existing Production Capability (0,49) Acces to New Technology (0,25) Teknologi (0,14) Process Improvement Capability (0,06) Product Improvement Capability (0,13) New Product Development Capability (0,07) Gambar 3. Bobot Kriteria Hasil Perhitungan Dalam Kerangka AHP. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Bobot level kriteria daya saing industri mamintem untuk manufacturing technology adalah 0,54, untuk competitive strategy adalah 0,10, untuk kemitraan adalah 0,22 dan untuk teknologi adalah 0,14. 533

2. Bobot level sub kriteria manufacturing strategy untuk cost 0,56, untuk quality 0,13, untuk delivery 0,22 dan 0,8 untuk flexibility. Sub kriteria competitive strategy bobotnya adalah 0,19 untuk cost leadership, 0,13 untuk differentiation, dan 0,69 untuk gabungan antara cost leadership&differentiation. Sub kriteria kemitraan/kolaborasi bobotnya adalah 0,49 untuk kemitraan internal, 0,15 untuk kemitraan dengan pemasok, 0,10 untuk kemitraan dengan pelanggan dan 0,25 untuk kemitraan dengan pesaing potensial. Sub kriteria penggunaan teknologi bobotnya adalah 0,49 untuk existing production capability, 0,25 untuk access to new technology, 0,06 untuk process improvement capability, 0,13 untuk product improvement capability dan 0,07 untuk new product development capability. DAFTAR PUSTAKA Amoako-Gyampah, K., and Acquaah, M., 2008, Manufacturing Strategy, Competitive Strategy and Firm Performance: An Empirical Study in a Developing Economy Environment, Int. J. Production Economics 111, pp 575-592. Avella, L., Fernandez, E., and Vazquez, C.J., 2001, Analysis of Manufacturing Strategy as an Explanatory Factor of Competitiveness in the Large Spanish Industrial Firm, Int. J. Production Economics, Volume 72, pages 139-157. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2010, Direktori Perusahaan Industri Besar dan Sedang di Jawa Timur 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2011, Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Jawa Timur Triwulan I tahun 2011, Berita Resmi Statistik No. 29/05/35/Th. IX, 2 Mei 2011. Demeter, K., 2003, Manufacturing Strategy and Compepetitiveness, International Journal of Production Economics, Volumes 81-82, Pages 205-213. Kim, W.C., and Mauborgne, R., 2009, Blue Ocean Strategy (Strategi Samudra Biru), Ciptakan Ruang Pasar Tanpa Pesaing dan Biarkan Kompetisi Tak Lagi Relevan, Harvard Business School Publishing Corporation. Maisaroh, S., 2007, Peningkatan Daya Saing melalui Konsep Value Chain dan Kemitraan, AKMENIKA UPY, Volume 1, 2007. Miltenburg, J., 2008, Setting Manufacturing Strategy for a Factory-within-a-factory,. J. Production Economics 113, pp 307-3223. Saaty, Thomas L., (1993). Pengambilan Keputuan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Kompleks. Seri Manajemen No. 134. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo. Sirikrai, S.B., Tang, J.C.S., 2006, Industrial Competitiveness Analysis : Using the Analytic Hierarchy Process, The Journal of High Technology Management Research, Volume 17, Issue 1, Pages 71-83. 534