TINJAUAN HIDROGEOLOGI DAN EVALUASI GERAKAN TANAH DI WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GERAKAN TANAH BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR PENGONTROL DI WILAYAH KECAMATAN CILONGOK, KABUPATEN BANYUMAS, JAWA TENGAH

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENYUSUNAN PETA KERENTANAN GERAKAN TANAH DAS SERAYU HULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

Zonasi Tingkatan Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis Kemiringan Lereng dan Analisis Kelurusan Sungai di Daerah Salopa, Kabupaten Tasikmalaya

MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK SUNGAI SEBAGAI PENDUKUNG PANAS BUMI DI DAERAH LERENG SELATAN GUNUNG API UNGARAN

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

Prioritas Ekosistem Karst Dengan Perkembangan Ekonomi Masyartakat

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB IV GAMBARAN UMUM

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PEMODELAN PARAMETER GEOTEKNIK DALAM MERESPON PERUBAHAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DENGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

ZONASI DAERAH BAHAYA LONGSOR DI KAWASAN GUNUNG TAMPOMAS KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

DAFTAR ISI. SARI... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

STUDI POTENSI GERAKANTANAH DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI PROPINSI JAWA TENGAH

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE BISHOP/TRIANGLE (STUDI KASUS : KAWASAN MANADO BYPASS)

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. morfologi ini banyak dipengaruhi oleh faktor geologi. Peristiwa tanah

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN POTENSI RAWAN LONGSOR DAERAH BANYUASIN DAN SEKITARNYA KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

Studi Analisis Pengaruh Variasi Ukuran Butir batuan terhadap Sifat Fisik dan Nilai Kuat Tekan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

Jurnal APLIKASI ISSN X

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP GERAKAN TANAH DI DUSUN WINDUSARI, DESA METAWANA, KECAMATAN PAGENTAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH

Transkripsi:

TINJAUAN HIDROGEOLOGI DAN EVALUASI GERAKAN TANAH DI WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA Purwanto 1) dan T. Listyani R.A. 2) 1) Jurusan Teknik Geologi, FTM, UPN Veteran Yogyakarta; 2) Jurusan Teknik Geologi, STTNAS Yogyakarta E-mail : Listyani_theo@yahoo.co.id Abstrak Kondisi keairan / hidrologi & hidrogeologi sangat penting dilakukan dalam evaluasi gerakan tanah. Evaluasi gerakan tanah sangat diperlukan di daerah-daerah yang rawan bencana alam ini, termasuk di antaranya wilayah-wilayah di Kabupaten Banjarnegara. Dengan berbagai peristiwa gerakan tanah yang terjadi maka daerah ini membutuhkan informasi gerakan tanah yang penting untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkannya. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian geologi lapangan serta analisis laboratorium dan studio untuk mengetahui kondisi kestabilan di daerah penelitian. Pekerjaan lapangan dilengkapi dengan pengambilan sampel tanah tidak terganggu, serta pengujian permeabilitas lapangan. Pekerjaan laboratorium meliputi analisis kondisi morfologi serta analisis sifat fisik dan mekanik tanah. Kondisi hidrogeologi daerah penelitian ditinjau dari sifat resapan air (permeabilitas) serta faktor keairan yang menjadi penyebab gerakan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Beji, Banjarmangu, Kabupaten banjarnegara merupakan daerah yang paling stabil dengan nilai FK sebesar 1,279. Nilai FK yang terkecil adalah di Desa Suwidak, Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara dengan nilai FK sebesar 0,422 ( daerah paling labil). Sementara itu, wilayah-wilayah lain memiliki kondisi lereng kritis dan labil. Secara hidrologis, maka gerakan tanah di Banjarnegara umumnya disebabkan oleh sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh airtanah, pengaturan air permukaan yang kurang baik, penambahan kadar air yang berlebihan, kadar air yang terlalu besar pada daerah lereng serta luapan air yang berlebihan pada waktu hujan yang tidak segera Kata kunci : Hidrogeologi, gerakan tanah, kestabilan lereng, Banjarnegara. I. PENDAHULUAN Gerakan tanah (longsoran) merupakan salah satu peristiwa alam yang sering menimbulkan bencana dan kerugian material. Kondisi alam dan aktivitas manusia adalah merupakan salah satu faktor penyebab terjadi gerakan tanah tersebut. Faktor alam yang menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah antara lain tingginya curah hujan, kondisi tanah, batuan, vegetasi, dan faktor kegempaan sebagai pemicunya. Disisi lain faktor aktivitas manusia juga dapat menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah. Aktivitas tersebut sebagai contohnya adalah penggunaan lahan yang tidak teratur, seperti pembuatan areal persawahan pada lereng yang terjal, pemotongan lereng yang terlalu curam, penebangan hutan yang tidak terkontrol, dan sebagainya. Kabupaten Banjarnegara terletak pada daerah yang mempunyai topografi bergelombang kuat hingga pegunungan, yaitu Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan yang membujur barat - timur dan dipisahkan oleh Sungai Serayu yang membentuk lembah serta kondisi geologi yang kompleks. Kestabilan wilayah Kabupaten Banjarnegara sangat dipengaruhi dan dikontrol oleh kondisi geologi yang ada, yaitu batuan dan struktur geologi yang kompleks serta topografi yang berelief kuat serta bervariasi. Studi terhadap gerakan tanah di daerah ini sangat diperlukan mengingat daerah Banjarnegara sering mengalami fenomena alam geologi ini. Beberapa kejadian gerakan tanah pernah terjadi di sini, bahkan hingga merenggut korban jiwa. Studi ini akan memberikan gambaran tentang jenis-jenis gerakan tanah yang terjadi, sehingga dapat ditentukan cara penanggulangannya. Hal ini diperlukan untuk memberi arahan sistem penanggulangan gerakan tanah yang bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya gerakan tanah dan kerugian di kemudian hari. Wilayah-wilayah di Kabupaten Banjarnegara yang dikaji dalam penelitian ini meliputi Sigaluh, Pagentan, Wanayasa, Karangkobar, 18

Banjarmangu, Pagedongan, Kalibening, Pandanarum, Punggelan, Susukan, dan Mandiraja. -kecamatan tersebut termasuk dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara (Gambar 1). 2. GEOLOGI Dengan mengacu pada pembagian fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949), maka daerah penelitian termasuk dalam Zona Pegunungan Serayu Utara bagian tengah. Geologi daerah penelitian di Kabupaten Banjarnegara berdasarkan Peta Geologi lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa meliputi beberapa satuan / formasi (Gambar 2), yaitu Endapan Undak (Qt), Formasi Rambatan (Tmr), Batuan Gunung Api Jembangan (Qj), Batuan Beku Basa dan Ultrabasa (Ktog), serta Anggota Breksi Formasi Ligung (Qtlb). Batuan / tanah penyusun daerah penelitian pada umumnya berupa batulempung, batulempung pasiran dan batupasir lempungan. Berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1983), geomorfologi daerah penelitian secara umum dapat dibagi menjadi beberapa satuan. Satuan geomorfik itu adalah : Satuan Geomorfik Fluvial dengan sub satuan dataran banjir, Satuan Geomorfik Bentukan Struktur, serta Satuan Geomorfik Vulkanik dengan Subsatuan Geomorfik Endapan Lahar. Kondisi topografi daerah penelitian secara umum memperlihatkan keadaan yang bergelombang cukup kuat dan curam, dimana keadaan yang demikian ini diakibatkan oleh kontrol struktur geologi dan kondisi litologi / batuan penyusunnya. Keadaan morfologi ini dapat dilihat dari foto udara yang memperlihatkan keadaan rupabumi pada daerah Kabupaten Banjarnegara dan sekitarnya (Gambar 3). 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini diawali dengan studi pustaka / mencari data sekunder dan dilanjutkan dengan pekerjaan lapangan, meliputi : pengamatan situasi dan pengukuran topografi di lokasi gerakan tanah, pengambilan sampel tanah tidak terganggu, serta pengujian permeabilitas lapangan. Pekerjaan laboratorium meliputi analisis kondisi morfologi serta analisis sifat fisik dan mekanik tanah. 4. PEMBAHASAN 4.1. Data Lapangan Daerah penelitian meliputi sebelas kecamatan dan delapan belas desa di Kabupaten Banjarnegara (Tabel 1). Pada setiap daerah penelitian dilakukan penandaan (marking) dengan menggunakan GPS (Global Position System). Sementara itu, data permeabilitas dan litologi ditampilkan pada Tabel 2. 19

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian Kabupaten Banjarnegara. 20

Gambar 2. Peta Geologi Daerah Penelitian Kabupaten Banjarnegara. Gambar 3. Foto udara Kabupaten Banjarnegara dan sekitarnya (Google, 2005). Tabel 1. Data administrasi dan posisi daerah penelitian gerakan tanah Kabupaten Banjarnegara. 21

Desa Simbol dan No Sampel Posisi Elevasi Sigaluh Prigi BJR 1 S 07 o 25 02,8 / E 109 0 46 39 539 Pagentan Wanayasa Larangan Karangnangka Sokaraja Metawana Gumingsir Pandansari Suwidak BJR 2 BJR 3 BJR 4 BJR 5 BJR 6 BJR 7 BJR 8 S 07 o 29 09,5 / E 109 0 45 52,6 S 07 o 20 25,5 / E 109 0 47 11,4 S 07 o 19 22 / E 109 0 48 18 S 07 o 18 32,8 / E 109 0 46 59,2 S 07 o 19 08,7 / E 109 0 46 59,2 S 07 o 17 41,7 / E 109 0 46 37,8 S 07 o 16 55,5 / E 109 0 44 47,3 Karangkobar Paweden BJR 9 S 07 o 18 35,9 / E 109 0 42 44,4 695 Banjarmangu Sijeruk Beji BJR 10 BJR 11 S 07 o 19 22,8 / E 109 0 42 18,2 S 07 o 18 54,6 / E 109 0 40 36,7 Pagedongan Kebutuhduwur BJR 12 S 07 o 28 16,7 / E 109 0 41 10,3 551 Kalibening Sembawa Asinan BJR 13 BJR 14 S 07 o 16 24,1 / E 109 0 39 49,8 S 07 o 13 58,2 / E 109 0 38 15,2 Pandanarum Pandanarum BJR 15 S 07 o 14 34,7 / E 109 0 35 25,4 710 Punggelan Petuguran BJR 16 S 07 o 19 34,1 / E 109 0 37 08,7 555 Susukan Gumelem Wetan BJR 17 S 07 o 30 36,8 / E 109 0 24 31,1 165 Mandiraja Salamerta BJR 18 S 07 o 30 41,2 / E 109 0 27 36,8 195 768 635 745 960 795 830 994 770 681 666 1066 Tabel 2. Data permeabilitas dan litologi daerah penelitian gerakan tanah Kabupaten Banjarnegara. Desa Simbol dan No Sampel Permeabilitas K (m/hari) Litologi Sigaluh Prigi BJR 1 1,15 x 10-3 Tanah (pasir kasar-lempung) Pagentan Wanayasa Larangan Karangnangka Sokaraja Metawana Gumingsir Pandansari Suwidak BJR 2 BJR 3 BJR 4 BJR 5 BJR 6 BJR 7 BJR 8 5,42 x 10-3 8,21 x 10-3 6,33 x 10-3 6,12 x 10-3 1,12 x 10-3 2,67 x 10-3 5,35 x 10-4 7,09 x 1 0-4 3,44 x 10-4 Tanah (pasir kasar-pasir sedang) Tanah (pasir kasar-pasir halus) Tanah (pasir sedang) a. Tanah (pasir sedang) b. Tanah (pelapukan breksi) Tanah (pasir kasar-pasir sedang) a. Tanah (serpih) b. Tanah (pasir kasar-lempung) Tanah (pasir kasar-lempung) Karangkobar Paweden BJR 9 7,28 x 10-3 5,22 x 10-3 a. Tanah (pasir halus) b. Tanah (pasir kasar) Banjarmangu Sijeruk BJR 10 1,15 x 10-4 5,43 x 10-3 4,98 x 10-3 a. Tanah (pasir halus) b. Tanah (pasir kasar) Tanah (pasir kasar-pasir halus) a. Tanah (pasir sedang) Beji BJR 11 Pagedongan Kebutuhduwur BJR 12 2,46 x 10-3 1,19 x 10-3 b. Tanah (pelapukan breksi) Kalibening Sembawa Asinan BJR 13 BJR 14 7,72 x 10-4 4,65 x 10-3 Tanah (pasir sedang-lempung) Tanah (pasir kasar-pasir halus) Pandanarum Pandanarum BJR 15 8,51 x 10-4 Tanah (pasir kasar-lempung) Punggelan Petuguran BJR 16 8,23 x 10-4 Tanah (pasir sedang-lempung) Susukan Gumelem Wetan BJR 17 5,67 x 10-3 a. Tanah (pelapukan breksi) 7,74, x 10-3 b. Tanah (pasir sedang) Mandiraja Salamerta BJR 18 5,46 x 10-3 a. Tanah (pelapukan breksi) 3,47 x 10-3 b. Tanah (pasir kasar) 22

4.2. Hasil Pengujian Laboratorium Sampel dari lapangan kemudian diuji di laboratorium. Tabel 3 menyajikan hasil pengujian laboratorium sampel batuan yang diambil dari setiap daerah penelitian. Analisa FK (faktor keamanan) dikerjakan di dalam studio. Data lapangan dan data laboratorium dikumpulkan, kemudian dimasukkan ke dalam perangkat komputer. Perhitungan FK (faktor keamanan) dikerjakan dengan komputer agar dapat diketahui bidang gelincir dan nilai FK (faktor keamanan) setiap daerah penelitian. Rangkuman hasil perhitungan FK pada semua lokasi ditampilkan pada Tabel 4, sedangkan salah satu contoh ilustrasi perhitungan FK disajikan pada Gambar 4. Tabel 3. Data sifat fisik mekanik tanah berdasarkan pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah. Simbol dan No Sampel Kadar Air (W) (%) Kohesi ( c ) (kn/m 2 ) Sudut Geser Dalam (φ)(... ) Berat Isi Tanah (γ wet) (kn/m 3 ) Berat Isi Kering (γ d) (kn/m 3 ) Specific Gravity SG (kn/m 3 ) BJR 1 18,21 6,2 29 20,2 15,4 26,7 BJR 2 19,8 5,4 32 21,4 14,4 28,6 BJR 3 23,65 21,74 BJR 4 18,63 4,8 30 19,8 17.1 27,8 6,1 33 18,6 16,5 28,2 BJR 5 20,26 22,45 4,3 7 30,2 36 20,8 24 18,5 17,2 BJR 6 19,88 4,6 30 19.5 16,5 28,5 BJR 7 20,21 4,5 5,9 31 32 16,2 20,7 BJR 8 18,9 5,2 31,5 18,8 15,6 27,7 BJR 9 15,89 BJR 10 2875 27,24 4,7 5,3 4,5 6,3 31 34 32 35 20,.3 23,2 21,3 25 14,1 16,4 17,5 16,2 17,5 BJR 11 25,45 4,5 31 18,7 18,6 28,3 28,1 29,5 26,4 26,7 27,2 28,4 28,2 28,6 BJR 12 24,22 4,8 6,8 29 36 20,6 24 15,3 16,7 28,5 29,3 BJR 13 17,10 3,4 29 18,2 14,1 28,5 BJR 14 19,42 4,1 30 19,7 16,9 28,7 BJR 15 20,39 4,9 31 18,6 14,3 28,3 BJR 16 18,87 5,1 30 19,5 16,4 28,6 BJR 17 17,33 BJR 18 18,55 21,45 6,9 4,6 7,3 3,8 37 32 37 31 23 18,6 26,8 19,6 14,4 16,4 17,6 16,1 28,5 28,8 29,2 28,7 23

Tabel 4. Analisa FK (faktor keamanan) daerah penelitian gerakan tanah Kabupaten Banjarnegara. Desa Simbol dan No Sampel Nilai FK (faktor keamanan) Terkecil Klasifikasi (Bowles 1984) Sigaluh Prigi BJR 1 0,568 Pagentan Larangan Karangnangka Sokaraja Metawana Gumingsir BJR 2 BJR 3 BJR 4 BJR 5 BJR 6 1,134 0,874 0,814 0,965 0,918 Kritis Wanayasa Pandansari Suwidak BJR 7 BJR 8 1,086 0,422 Kritis Karangkobar Paweden BJR 9 1,147 Kritis Banjarmangu Sijeruk Beji BJR 10 BJR 11 0,952 1,279 Stabil Pagedongan Kebutuhduwur BJR 12 0,838 Kalibening Sembawa Asinan BJR 13 BJR 14 0,975 1,065 Pandanarum Pandanarum BJR 15 0,490 Punggelan Petuguran BJR 16 1,088 Susukan Gumelem Wetan BJR 17 0,820 Mandiraja Salamerta BJR 18 0,876 Data FK (faktor keamanan) di atas menunjukkan tingkat keamanan lereng daerah penelitian sebagian besar labil. Keamanan lereng yang stabil hanya terdapat di Desa Beji, Banjarmangu, Kabupaten banjarnegara dengan nilai FK (faktor keamanan) sebesar 1,279. Tetapi perlu diingat bahwa penelitian dilakukan pada musim kemarau. Pada musim penghujan secara otomatis akan terjadi penurunan nilai FK (faktor keamanan), sehingga keamanan lereng di Desa Beji, Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara perlu diwaspadai juga. 24

Gambar 4. Analisis Faktor Keamanan Desa Prigi, Sigaluh. (Slide 4.0). Nilai FK (faktor keamanan) pada setiap daerah penelitian jika dimasukkan dalam klasifikasi keamanan lereng Bowles (1984), maka dapat diketahui kestabilan masing-masing daerah sebagai berikut : 1. Daerah yang stabil adalah: - Desa Beji, Banjarmangu. 2. Daerah yang tingkat keamanan lerengnya kritis adalah: - Desa Larangan, Pagentan - Desa Pandansari, Wanayasa - Desa Paweden, Karangkobar. 3. Daerah yang keamanan lerengnya labil adalah: - Desa Prigi, Sigaluh - Desa Karangnangka, Pagentan - Desa Sokaraja, Pagentan - Desa Metawana, Pagentan - Desa Gumingsir, Pagentan - Desa Suwidak, Wanayasa 25

- Desa Sijeruk, Banjarmangu - Desa Kebutuhduwur, Pagedongan - Desa Sembawa, Kalibening - Desa Asinan, Kalibening - Desa Pandanarum, Pandanarum - Desa Petuguran, Punggelan - Desa Gumelem Wetan, Susukan - Desa Salamerta, Mandiraja. Berdasarkan kondisi gerakan tanah, nilai FK, dan sebaran kerapatan kejadian gerakan tanah maka pada daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga zona yaitu zona kerentanan tinggi, sedang dan rendah. 4.3. Tinjauan Hidrogeologi Hidrologi / hidrogeologi suatu daerah sangat menentukan terjadinya gerakan tanah. Dalam makalah ini penyebab gerakan secara khusus diulas dari sudut pandang hidrogeologi. Hal yang menentukan dalam hidrogeologi ini adalah faktor resapan tanah / permeabilitas sehingga dapat diketahui beberapa faktor penyebab gerakan tanah yang terkait dengan faktor keairan / hidrogeologi di daerah penelitian. Rangkuman data permeabilitas dan tinjauan hidrologi sebagai penyebab penyebab gerakan tanah disajikan pada Tabel 5. Dari tabel tersebut diketahui bahwa gerakan tanah di Banjarnegara disebabkan oleh adanya sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh airtanah, penambahan kadar air yang berlebihan dan tiba-tiba pada tanah di badan jalan jika terjadi hujan dikarenakan tata air permukaan yang kurang baik, kadar air yang terlalu besar pada daerah lereng, serta luapan air yang berlebihan pada waktu hujan yang tidak segera Tabel 5. Sifat resapan air dan penyebab gerakan tanah di Banjarnegara dalam kaitannya dengan kondisi hidrogeologi di masing-masing lokasi pengamatan. Lokasi Sifat resapan tanah Tinjauan Hidrogeologi Desa Prigi, Sigaluh Desa Larangan Pagentan Desa Karangnangka, Pagentan Desa Sokaraja, Pagentan Desa Metawana, Pagentan Desa Gumingsir, Pagentan Desa Pandansari Wanayasa K = 1,15 x 10-3 m/hari, tetapi mikro. K = 5,42 x 10-3 m/hari, tetapi bisa menjadi sangat besar melalui rekahan di beberapa tempat, dipicu oleh peresapan air dari saluran air yang putus. K = 8,21 x 10-3, tetapi resapan dapat menjadi lebih besar jika terdapat rekahan-rekahan mikro yang merupakan sifat khas dari lempung pada lokasi tersebut. K = 6,33 x 10-3 m/hari, tetapi besar dan memanjang yang memotong badan jalan. K = 6,12 x10-3 sampai dengan 1,12 x 10-3. Resapan membesar pada lokasi lokasi yang banyak retakan. K = 2,67 x 10-3. Resapan membesar pada lokasi lokasi yang banyak retakan. K = 5,53 x10-4 dan 7,09 x 10-4 Resapan membesar pada lokasi lokasi yang banyak retakan. - Sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh airtanah. - Pengaturan air permukaan kurang baik, air permukaan masuk ke dalam rekahan - Sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh airtanah. - Pengaturan air permukaan yang kurang baik, misalnya saluran air pada lereng bagian atas yang putus. tanah di badan jalan jika terjadi hujan. - penambahan kadar air yang berlebihan dan tiba-tiba pada tanah di badan jalan jika terjadi hujan. - Sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh kandungan air dalam tanah. - sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh kandungan air dalam tanah. - keberadaan tata air permukaan yang kurang baik. - penambahan kadar air yang berlebihan dan tiba-tiba pada - sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh kandungan air dalam tanah. 26

Desa Suwidak, Wanayasa Desa Paweden, Karangkobar Desa Sijeruk, Banjarmangu Desa Beji, Banjarmangu Desa Kebutuhduwur, Pagedongan Desa Sembawa, Kalibening Desa Asinan, Kalibening K = 3,44 x 10-4 m/hari, tetapi besar dan memanjang yang memotong badan jalan. K = 7,28`x 10-3 dan 5,22 x 10-3. Resapan membesar pada lokasi lokasi yang banyak retakan. K = 1,15 x10-4 dan 5,43 x 10-3. Resapan membesar pada lokasi lok asi yang banyak retakan. K = 4,98 x 10-3 m/hari, tetapi besar dan memanjang yang memotong badan jalan. K = 2,46 x 10 - dan 1,19 x 10-4. Resapan membesar pada lokasi yang banyak retakannya. K = 7,72 x 10-4 m/hari, tetapi besar dan memanjang. K = 4,65 x 10-3 m/hari, tetapi besar dan memanjang. tanah dibadan jalan jika terjadi hujan, hal ini dikarenakan tata air permukaan yang kurang baik. - Sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh kandungan air dalam tanah. - Keberadaan tata air permukaan yang kurang baik mengakibatkan kadar air pada tubuh lereng menjadi besar. - Sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh kandungan air dalam tanah. tanah di badan jalan jika terjadi hujan - Sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh kandungan air dalam tanah terutama pada bagian tubuh lereng. - Kadar air yang terlalu besar pada daerah lereng. - Sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh kandungan air. Desa Pandanarum, Pandanarum Desa Petuguran, Punggelan Desa Gumelem Wetan, Susukan Desa Salamerta, Mandiraja K = 8,51 x 10-4 m/hari, tetapi besar dan memanjang. K= 8,23 x 10-4 m/hari, tetapi besar dan memanjang. K = 5,67 x 10-3 dan 7,74 x 10-3. Resapan membesar pada lokasi yang banyak retakan, yaitu didekat tebing, dan semakin mengecil ke arah perkampungan. K = 5,46 x 10-3 m/hari dan 3,47 x 10-3 m/hari, tetapi mikro yang ada pada tanah atau batuan di beberapa tempat. tanah di badan jalan jika terjadi hujan - Sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh kandungan air. rekahan-rekahan. - sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh airtanah. - pengaturan air permukaan yang kurang baik, air permukaan masuk ke dalam rekahan sehingga kandungan air berlebihan. - Tidak ada saluran air pada tubuh lereng. 27

5. KESIMPULAN Batuan / tanah penyusun daerah telitian pada umumnya adalah berupa batulempung, batulempung pasiran dan batupasir lempungan. Tanah yang kondisinya demikian sangat mudah berubah secara fisik dan mekanik jika terkena air. Sehingga perubahan fisik mekanik tersebut secara langsung akan berpengaruh pada nilai kestabilan lerengnya lebih-lebih jika kemiringan lerengnya juga besar. Morfologi daerah penelitian umumnya memiliki kondisi bergelombang cukup kuat dan curam, sehingga hal ini juga mendukung potensi terjadinya gerakan tanah. Berdasarkan analisis FK (faktor keamanan lereng), maka nilai FK yang terbesar adalah di Desa Beji, Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara dengan nilai FK sebesar 1,279 (termasuk stabil). Nilai FK yang terkecil adalah di Desa Suwidak, Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara dengan nilai FK sebesar 0,422 (termasuk labil). Faktor hidrogeologi yang berpengaruh dalam gerakan tanah adalah sifat resapan air / permeabilitas tanah di daerah penelitian yang relatif kecil. Penyebab gerakan tanah yang terkait dengan faktor keairan ini antara lain sifat fisik-mekanik tanah yang dipicu oleh airtanah, pengaturan air permukaan yang kurang baik, penambahan kadar air yang berlebihan, kadar air yang terlalu besar pada daerah lereng, serta luapan air yang berlebihan pada waktu hujan yang tidak segera dapat dibuang. DAFTAR PUSTAKA Bear, J., 1972, Dynamics of Fluids in Porous, American Elsevier, New York, 678 p. Bowles, J.E., 1984, Physical and Geotechnical Properties of Soils 2 nd ed., McGraw - Hill Book Co. Ltd, New York, 578 p. Djadja, Usman, B., 1990, Peta geologi Teknik Daerah Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah, Dit. GTL, Bandung. Dunn, I.S., Anderson, L.R., Kiefer, F.W., 1980, Fundamentals of Geotechnical Analysis, John Wiley & Sons Inc., New York Chichester Brisbane Toronto Singapore, p. 239 243. Freeze, R.A., and Cherry, J.A., 1979, Groundwater, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs N.J., 604 p. Lee, I.K., White, W., Ingles, O.G.,1983, Geotechnical Engineering, Pitman Publishing New Zealand Ltd., Wellington Copp Clark Pitman, Toronto, p. 281-324. Leeder, M.R., 1983, Sedimentology Process and Product, London George Allen & UNWIN, Boston, Sydney. McCarthy, D.F.,1993, Essentials of Soil Mechanics and Foundations, Regents / Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, p. 494-525. Miyazaki, T., 1993, Water Flow in Soils, Marcel Decker Inc., New York Basel Hongkong, p. 133 137. Robert, D.H., William, D.K., 1981, An Introduction to Geotechnical Engineering, Prentice -Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, p. 96 100. Van Bemmelen, R. W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol 1A, Martinus Nijhoff, The Hague, Netherland. Van Zuidam, R.A., 1983, Guide to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and Mapping, ITC, Enschede The Netherlands. 28