BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Menurut www.idx.co.id pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksadana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal juga merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana dalam kegiatan investasi. Dalam hal ini, dengan adanya pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena melalui pasar modal pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return), sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Bursa efek pertama kali berdiri di Indonesia pada Desember 1912 yang dibentuk di Batavia (Jakarta sekarang) oleh Pemerintah Belanda. Seiring perkembangannya, pada tahun 1995 Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya yang pada akhirnya pada tahun 2007, Bursa Efek Surabaya dengan Bursa Efek Jakarta bergabung dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tahun 2009, Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya meluncurkan perdana sistem perdagangan baru yaitu JATS-NextG. Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan tempat atau wadah bagi pelaku saham yang memperdagangkan atau memperjualbelikan setiap saham/efek yang mereka miliki juga tempat bagi para pelaku yang ingin membeli saham/efek. Bursa Efek Indonesia (BEI) bertujuan untuk meningkatkan peran modal dan perekonomian di Indonesia. Bursa Efek Indonesia (BEI) juga merupakan lembaga penyelenggara sah sesuai undang-undang yang dapat memperdagangkan instrumen keuangan. 1
Anggota bursa efek adalah perantara perdagangan efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa efek sesuai dengan peraturan bursa efek (Undang-undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1995). Ada sembilan sektor perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu : pertanian; pertambangan; industri dasar dan kimia; aneka industri; industri barang konsumsi; properti, real estate dan konstruksi bangunan; infrastruktur, utilitas dan transportasi; keuangan, perdagangan, jasa dan investasi. Terdapat tiga puluh delapan perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI hingga 2013. Tabel 1.1 Daftar Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi No Sektor Jumlah 1 Sub Sektor makanan dan minuman 16 2 Sub Sektor rokok 4 3 Sub Sektor farmasi 10 4 Sub Sektor kosmetik dan barang keperluan rumah 4 tangga 5 Sub Sektor Peralatan rumah tangga 4 38 Sumber: IDX Statistics 2013 Berdasarkan Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik (2002) menyatakan bahwa perusahaan Manufaktur adalah perusahaan yang menjalankan proses pembuatan produk. Sebuah perusahaan dapat dikatakan perusahaan manufaktur apabila ada tahapan input-proses-output yang akhirnya menghasilkan suatu produk. Karakteristik utama industri manufaktur adalah mengelola sumber daya menjadi barang jadi melalui suatu proses pabrikasi. Aktifitas perusahaan yang tergolong dalam kelompok industri manufaktur mempunyai tiga kegiatan utama yaitu: 1. Kegiatan utama untuk memperoleh atau menyimpan input atau bahan baku. 2
2. Kegiatan pengelolaan dan pabrikasi atau perakitan atas bahan baku menjadi barang jadi. 3. Kegiatan menyimpan dan memasarkan barang jadi. Stefen Koberle, Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia dalam sebuah artikel website www.republika.co.id menjelaskan bangkitnya sektor manufaktur dipicu oleh dua faktor yaitu, tingginya permintaan konsumsi domestik dan cepatnya pertumbuhan investasi. Tabel 1.1 menunjukkan produk domestik bruto yang menjadi bukti bahwa industri manufaktur semakin bangkit dan berkembang. Tabel 1.2 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2009-2013 No Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 857.196,80 985 470,50 1 091 447,30 1 190 412,40 1 311 037,30 2 Pertambangan & Penggalian 592.060,90 719 710,10 879 505,40 970 599,60 1 020 773,20 Industri Pengolahan/ 3 Manufaktur 1.477.541,50 1 599 073,10 1 806 140,50 1 972 846,60 2 152 592,90 4 Listrik, Gas & Air Bersih 46.680,00 49 119,00 56 788,90 65 124,90 70 074,60 5 Konstruksi 555.192,50 660 890,50 754 483,50 860 964,80 907 267,00 Perdagangan, Hotel & 6 Restoran 744.513,50 882 487,20 1 024 009,10 1 145 600,90 1 301 506,30 7 Pengangkutan dan Komunikasi 353.739,70 423 172,20 491 283,10 549 115,50 636 888,40 8 Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 405.162,00 466 563,80 535 152,90 598 523,20 683 009,80 9 Jasa-jasa 574 116,50 660 365,50 783 970,50 888 676,40 1 000 822,70 Produk Domestik Bruto 5 606 203,40 6 446 851,90 7 422 781,20 8 241 864,30 9 083 972,20 Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 5 141 414,40 5 941 951,90 6 797 879,20 7 604 759,10 8 456 039,50 Sumber: www.bps.go.id, data diolah (2015) Sektor industri barang konsumsi menawarkan kebutuhan mendasar konsumen, seperti makanan dan minuman menyebabkan sektor ini setiap harinya berinteraksi dengan masyarakat. Menurut MS Hidayat, Menteri Perindustrian dalam artikel website www.kemenperin.go.id menjelaskan kinerja sektor industri manufaktur pada 2013 tumbuh akibat meningkatnya investasi di sektor otomotif, industri pupuk, industri kimia dan semen. Terjaganya pertumbuhan sektor ini akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan perusahaan yang bergerak di 3
manufaktur. Maka sangat beralasan apabila investor mengapresiasi positif sahamsaham manufaktur. Industri manufaktur yang sebagian besar komponen pembentuknya terdiri dari perusahaan yang bergerak di industri barang konsumsi, industri dasar dan aneka industri mengalami kenaikan 9,37% sejak awal tahun hingga 2 Agustus 2013. Perusahaan yang bergerak di industri barang konsumsi sebanyak 31 emiten memiliki bobot 44% dari pembentukan indeks manufaktur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi memiliki prospek yang baik dan berpeluang untuk semakin berkembang. Berdasarkan penjelasan pada paragraf sebelumnya, perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi akan dijadikan sebagai objek penelitian oleh peneliti. 1.2 Latar Belakang Penelitian Persediaan (inventory) merupakan salah satu aktiva perusahaan yang sangat penting dan mempunyai peranan yang sangat besar bagi perusahaan sebagai investasi sumber daya yang besar nilainya signifikan pengaruhnya terhadap operasional perusahaan Harahap dan Jiwana (2009). Persediaan barang dagang perusahaan merupakan kunci utama dalam jenis usaha dagang dan manufaktur. Jika diibaratkan, persediaan merupakan kebutuhan primer dalam jenis usaha dagang dan manufaktur. Begitu pentingnya peran persediaan, maka dapat disimpulkan bahwa persediaan memiliki peran yang sangat penting bagi perusahaan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu pemilihan metode akuntansi persediaan yang tepat bagi suatu perusahaan. Salah satu arti penting pemilihan metode yaitu proses pengendalian persediaan tersebut. Tidak semua perusahaan memiliki kebijakan yang sama dalam memilih metode penilaian persediaan. Hal tersebut karena metode penilaian persediaan yang digunakan juga harus memperhatikan jenis kegiatan operasional perusahaan. Penerapan metode penilaian persediaan dalam perusahaan akan berpengaruh pada laporan laba rugi dan neraca dalam laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan suatu catatan transaksi keuangan yang terjadi dalam suatu perusahaan dan dapat digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan selama satu periode selain itu laporan keuangan juga dapat digunakan oleh pihak- 4
pihak internal maupun eksternal dalam mengambil keputusan (Sangeroki, 2013). Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan harus berdasarkan standar yang telah ditetapkan dan berlaku umum agar laporan keuangan yang dihasilkan akan baik dan dapat memberikan informasi yang akurat kepada para penggunanya. Oleh karena itu, semua pencatatan dalam laporan keuangan harus berdasarkan standar yang telah ditetapkan, salah satunya dalam melakukan pencatatan persediaan, maka perusahaan harus memilih metode yang telah ditetapkan oleh standar yang ada, yaitu PSAK No. 14 (revisi 2008). Pada PSAK No. 14 (1994), ada 3 metode penilaian persediaan yang dapat dipilih perusahaan untuk menilai persediaan perusahaan, yaitu: FIFO (First In First Out), LIFO (Last In First Out) dan rata-rata (Average). Namun sekarang ini setelah ada revisi terhadap metode penilaian yakni revisi PSAK 14 (revisi 2008) menjadi 2 (dua) metode penilaian yang diakui yaitu FIFO (First In First Out) dan rata-rata (Average). Dihapuskannya metode LIFO didukung oleh Peraturan pajak tertuang dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2008. Ada dua hal yang memotivasi sebagian besar manajemen perusahaan untuk memilih metode penilaian persediaan. Pertama, pengaruh laba bersih dimana manajer memilih untuk melaporkan laba yang lebih tinggi untuk perusahaan mereka dan yang kedua, pengaruh pajak pendapatan dimana manajer cenderung untuk memilih membayar pajak yang lebih rendah sejauh tidak melanggar aturan perpajakan tertentu (Sangeroki, 2013). Konflik antara dua motivasi tersebut biasanya dipecahkan dengan memilih satu metode akuntansi untuk pelaporan eksternal dan internal perusahaan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi suatu perusahaan untuk memilih metode penilaian persediaan mana yang lebih baik untuk digunakan perusahaan dalam menilai persediaannya. Perusahaan akan memilih menggunakan metode penilaian persediaan yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Pemilihan metode penilaian persediaan dipengaruhi oleh kepentingan dari masing-masing pihak. Dalam penelitian ini penulis lebih mengutamakan menggunakan tiga variabel yaitu ukuran perusahaan, perputaran persediaan dan variabilitas harga pokok penjualan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. 5
Variabel pertama yang akan diteliti adalah ukuran perusahaan. Menurut Sangadah (2014), ukuran perusahaan menunjukkan operasi lancar dan pengendalian perusahaan. Perusahaan besar cenderung akan memilih metode ratarata yang dapat menurunkan laba sehingga bisa menggurangi beban pajak, sedangkan pada perusahaan dengan skala kecil akan lebih memilih metode FIFO yang dapat meningkatkan laba untuk mendapatkan dana dari bank atau lembaga keuangan lain karena dianggap memiliki kinerja baik. Pada variabel tersebut terjadi perbedaan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan, dimana beberapa perusahaan tersebut tidak menggunakan metode penilaian sesuai dengan teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Contohnya pada tahun 2009 berdasarkan laporan keuangan tahunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk dapat dikategorikan sebagai perusahaan besar namun perusahaan ini memilih menggunakan penilaian persediaan FIFO. Hal sebaliknya juga dilakukan oleh PT Delta Djakarta, PT Sekar Laut Tbk, PT Siantar Top Tbk, PT Cahaya Kalbar Tbk, PT Darya Varia Laboratoria Tbk, PT Merck Tbk, PT Pyridam Farma Tbk, PT Kedaung Can Tbk dan PT Langgeng Makmur Industry Tbk yang dapat dikategorikan dalam perusahaan kecil cenderung memilih penilaian persediaan rata-rata (dapat dilihat pada lampiran 2). Dengan adanya masalah tersebut maka perlu adanya penelitian mengenai perbedaan yang terjadi. Dimana sesuai dengan teori yang telah dijelaskan sebelumnya perusahaan besar seharusnya menggunakan penilaian persediaan rata-rata sedangkan perusahaan kecil seharusnya menggunakan metode FIFO. Selain ukuran perusahaan, variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap penilaian persediaan adalah perputaran persediaaan. Menurut Harahap dan Jiwana (2009), perputaran persediaan merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi apakah tingkat persediaan tepat, jika dibandingkan dengan volume usaha. Rasio perputaran persediaan yang rendah maka akan menunjukkan jumlah penjualan pada perusahaan tersebut rendah. Begitu pula dengan sebaliknya rasio perputaran persediaan yang tinggi dapat menunjukkan jumlah penjualan pada perusahaan tersebut tinggi, hal ini menandakan bahwa semakin banyak persediaan yang terjual dan semakin baik kinerja dan efisiensi dalam perusahaan (Sangadah, 6
2014). Rasio perputaran persediaan dipengaruhi oleh metode penilaian persediaan. Oleh karena itu, perusahaan akan memilih metode penilaian persediaan yang membuat perusahaannya terlihat baik Pada variabel perputaran persediaan dalam laporan keuangan tahunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), terdapat beberapa perusahaan yang tidak sesuai dengan penjelasan diatas salah satunya adalah PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk dimana pada dari tahun 2009-2013 penjualan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut semakin meningkat namun setelah dilihat dari perputaran persediaannya tidak menunjukkan hasil yang sama dengan penjualan atau dapat dikatakan bertolak belakang (dapat dilihat pada tabel 1.3). Dimana seharusnya pada variabel ini ketika pejualan meningkat maka perputaran persediaannya juga akan meningkat dan ketika penjualan menurun maka perputaran persediaannya juga akan menurun. Dengan adanya perbedaan tersebut maka perlu adanya penelitian mengenai masalah tersebut. Tabel 1.3 Perputaran Persediaan dan Penjualan PT Tiga pilar Sejahtera Food Tbk Tahun Perputaran Persediaan (kali/tahun) Penjualan (Rupiah) 2009 2,41 533.194.383.227 2010 2,01 705.219.823.456 2011 4,96 1.752.802.000.000 2012 5,69 2.747.623.000.000 2013 4,57 4.056.735.000.000 Sumber: Laporan keuangan tahunan PT Tiga pilar Sejahtera Food Tbk Tahun 2009-2013, data diolah tahun 2015 Variabel terakhir yang akan diteliti adalah variabilitas harga pokok penjualan. Menurut Harahap dan Jiwana (2009) variabilitas harga pokok penjualan merupakan variasi nilai dari harga pokok penjualan pada suatu perusahaan. Harga pokok penjualan merupakan beban terbesar dan pengendalian persediaan yang cermat perlu dilaksanakan untuk memperbesar laba operasi. Apabila suatu perusahaan mempunyai nilai harga pokok penjualan yang relatif stabil maka 7
pengaruhnya pada variasi laba akan kecil. Sedangkan pada perusahaan yang mempunyai nilai harga pokok penjualan yang bervariasi pada setiap tahun maka laba yang dihasilkan juga bervariasi. (Harahap dan Jiwana, 2009) Berdasarkan laporan keuangan tahunan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada variabilitas harga pokok penjualan, terdapat beberapa perusahaan yang memiliki harga pokok penjualan sangat fluktuatif, artinya harga pokok penjualan yang dimiliki perusahaan tidak menunjukkan kestabilan dari tahun ke tahun. Salah satu contohnya adalah PT Delta Djakarta Tbk, dimana harga pokok penjualan yang dimiliki dari tahun 2009 hingga 2013 yaitu: pada tahun 2009 sebesar Rp. 401.524.361.000, tahun 2010 sebesar Rp. 188.174.567.000, tahun 2011 sebesar Rp. 171.149.868.000, tahun 2012 sebesar Rp. 202.564.206.000, tahun 2013 sebesar Rp. 261.802.094.000. Dengan adanya bukti tersebut maka perlu adanya perbaikan penilaian persediaan yang baik bagi perusahaan tersebut. Karena seharusnya suatu perusahaan memiliki variasi harga pokok penjualan yang stabil, hal ini nantinya akan berpengaruh pada keputusan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka penelitian ini akan menguji ulang penelitian Harahap dan Jiwana (2009) serta Sangadah dan Kusmuriyanto (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Harahap dan Jiwana (2009) mengambil sampel tahun 2002-2006, berdasarkan hasil uji variant berganda didapatkan bahwa variabel yang berpengaruh tehadap pemilihan metode penilaian persediaan yaitu: besar perusahaan, rasio lancar, intensitas persediaan dan variabel harga pokok penjualan. Variabel yang tidak berpengaruh yaitu: variabilitas persediaan, leverage, margin laba kotor. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sangadah dan Kusmuriyanto (2014) mengambil sampel tahun 2010-2012, berdasarkan hasil uji multivariate (regresi logistic) didapatkan bahwa variabel yang berpengaruh tehadap pemilihan metode penilaian persediaan yaitu: variabilitas persediaan. Variabel yang tidak berpengaruh yaitu: ukuran perusahaan, intensitas persediaan, margin laba kotor, laba akuntansi, variabel harga pokok penjualan, financial leverage, likuiditas. Dengan ditemukannya hasil penelitian yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk meneliti kembali pengaruh ukuran 8
perusahaan, perputaran persediaan dan variablilitas harga pokok penjualan terhadap metode penilaian persediaan. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN VARIABILITAS HARGA POKOK PENJUALAN TERHADAP PEMILIHAN METODE PENILAIAN PERSEDIAAN (Studi pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013). 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana ukuran perusahaan, perputaran persediaan dan variabilitas harga pokok penjualan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan? 2. Apakah ukuran perusahaan (X 1 ), perputaran persediaan (X 2 ), dan variabilitas harga pokok penjualan (X 3 ) berpengaruh secara simultan terhadap metode pemilihan metode penilaian persediaan(y)? 3. Apakah ada pengaruh secara parsial dari: a. Ukuran perusahaan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan? b. Perputaran persediaan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan? c. Variabilitas harga pokok penjualan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui ukuran perusahaan, perputaran persediaan dan variabilitas harga pokok penjualan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. 2. Untuk memperoleh bukti empiris apakah ukuran perusahaan (X 1 ), perputaran persediaan (X 2 ), dan variabilitas harga pokok penjualan (X 3 ) berpengaruh secara simultan terhadap metode pemilihan metode penilaian persediaan(y) pada perusahaan manufaktur. 9
3. Untuk memperoleh bukti empiris apakah ada pengaruh secara parsial dari: a. Ukuran perusahaan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. b. Perputaran persediaan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. c. Variabilitas harga pokok penjualan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. 1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan peneliti terutama mengenai pengaruh ukuran perusahaan, perputaran persediaan dan variabilitas harga pokok penjualan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan pada perusahaan manufaktur. 2. Bagi para akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dalam bidang ilmu akuntansi manajemen khususnya yang berkaitan dengan persediaan. 3. Bagi perusahaan, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan dalam melihat keterkaitan kebijakan akuntansi persediaan dengan kegiatan operasional perusahaan dalam menentukan langkah untuk manghasilkan laba yang optimal dengan metode penilaian persediaan yang tepat. 1.6 Sistematika Penulisan Pembahasan dalam skripsi ini dibagi dalam (5) lima bab yang terdiri dari beberapa sub-bab antara lain: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menggambarkan gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian sampai pada sistematika penelitian. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini berisi tentang rangkuman teori yang berkaitan dengan topik atau masalah, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dan ruang lingkup penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi pembahasan hasil penelitian, dimana hasil penelitian akan digunakan untuk menguji hipotesis yang ditentukan sebelumnya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan penafsiran dan pemaknaan penelitian terhadap hasil analisis temuan peneliti, yang disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian, dan saran yang dirumuskan secara kongkrit. 11