TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK BAMBU UNTUK KOMPONEN STRUKTUR BANGUNAN

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT. 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M.

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

MATERI BAHAN BANGUNAN BAMBU

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SIFAT BALOK KOMPOSIT KOMBINASI BAMBU DAN KAYU

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c)

TEKNOLOGI PEMBUATAN BAMBU LAMINA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI KAYU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten di Provinsi

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

Gambar 5.1. Proses perancangan

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Struktur dan Konstruksi II

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

PERMASALAHAN STRUKTUR ATAP, LANTAI DAN DINDING

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

24 Media Bina Ilmiah ISSN No

Pilinan Bambu sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Tarik pada Balok Beton ABSTRAK

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DINDING DINDING BATU BUATAN

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

METODOLOGI. Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK BAMBU UNTUK KOMPONEN STRUKTUR BANGUNAN 1. Abdurachman, ST. 2. Ir. Nurwati Hadjib, MS. 3. Ir. Jamal Balfas, M.Sc. 4. Prof. Ris. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si. PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BOGOR, DESEMBER 2014

TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK BAMBU UNTUK KOMPONEN STRUKTUR BANGUNAN Bogor, Desember 2014 Mengetahui Ketua Kelti, Ketua Tim Pelaksana, Ir.Efrida Basri, M.Sc NIP. 19580224 198303 2 002 Abdurachman, ST NIP. 19600509 198203 1 004 Menyetujui Koordinator, Mengesahkan Kepala Pusat, Prof. Ris. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si NIP. 19580705 198903 1 007 Dr. Ir. Rufi ie, MSc. NIP. 19601207 198703 1 005 ii

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... Error! Bookmark not defined. DAFTAR TABEL... v DAFTAR LAMPIRAN... vii Abstrak... 1 BAB I. PENDAHULUAN... 2 A. Latar Belakang... 2 B. Tujuan dan Sasaran... 4 C. Luaran... 5 D. Hasil yang Telah Dicapai... 5 E. Ruang Lingkup... 14 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 15 A. Jenis dan Potensi Bambu... 15 B. Sifat Fisis dan Mekanis Bambu... 15 C. Kekasaran Permukaan Bambu dan Kayu... 15 D. Pemanfaatan Bambu... 17 E. Struktur Rangka Atap... 18 BAB III. METODE PENELITIAN... 22 A. Lokasi Penelitian... 22 B. Bahan dan Peralatan... 22 C. Prosedur Kerja... 23 D. Analisis Data... 26 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 27 A. Sifat Fisis Balok Komposit Pelupuh Bambu... 28 B. Sifat Mekanis Balok Komposit Pelupuh Bambu.... 29 C. Hasil Analisis Keragaman... 33 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 38 A. Kesimpulan... 38 B. Saran... 39 DAFTAR PUSTAKA... 40

LAMPIRAN... 41

DAFTAR TABEL Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis tiga jenis bambu yang diteliti... 5 Tabel 2. Rata-rata sifat mekanis balok komposit pelupuh bambu dan kayu... 8 Tabel 3. Rata-rata keteguhan geser rekat balok bambu komposit... 8 Tabel 4. Rata-rata sifat fisis panel pelupuh bambu... 9 Tabel 5. Rata-rata keteguhan lentur statik panel pelupuh bambu... 10 Tabel 6. Keteguhan rekat panel pelupuh bambu pada uji basah... 10 Tabel 7. Keteguhan rekat panel pelupuh bambu pada uji kering... 11 Tabel 8. Nilai F hitung pengaruh perlakuan terhadap sifat bambu komposit 12 Tabel 9. Hasil uji beda jarak nyata Duncan... 12 Tabel 10. Tingkat kekuatan panel bambu komposit berdasarkan MOE.. 13 Tabel 11. Tingkat kekuatan panel bambu komposit berdasarkan MOR... 13 Tabel 12. Rata-rata sifat fisis balok komposit bambu yang diteliti... 28 Tabel 13. Rata-rata sifat mekanis balok komposit bambu yang diteliti... 30 Tabel 14. Rata-rata sifat fisis dan mekanis balok komposit bambu pada setiap perlakuan.... 31 Tabel 15. Tingkat kekuatan balok bambu komposit berdasarkan MOE dan MOR... 33 Tabel 16. Nilai F hitung pengaruh perlakuan terhadap sifat fisis dan mekanis balok komposit pelupuh bambu... 33 Tabel 17. Hasil uji beda nyata jujur pengaruh perlakuan terhadap variabel yang dinalisis... 34 Tabel 18. Panjang dan gaya batang yang terjadi pada struktur kuda-kuda... 37

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bentuk struktur kuda-kuda... 20 Gambar 2. Tipe penampang balok komposit campuran pelupuh... 24 Gambar 3. Struktur rangka kuda-kuda Tipe King... 25 Gambar 4. Sistem pembebanan pada kuda-kuda... 26 Gambar 5. Penampang lintang dan memanjang balok komposit... 29 Gambar 6. Histogram sifat mekanis balok komposit pelupuh bambu petung... 30 Gambar 7. Histogram sifat mekanis balok komposit pelupuh bambu andong... 31 Gambar 8. Pembebanan pada gording... 35 Gambar 9. Letak kuda-kuda dan gording pada struktur rangka atap... 37

DAFTAR LAMPIRAN Foto 1. Rumpun bambu petung dan andong di Tasikmalaya... 42 Foto 2. Potongan bambu petung dan andong di Pustekolah... 42 Foto 3. Log kayu mahoni dari Ujung Genteng Sukabumi... 43 Foto 4. Pemotongan bambu untuk pembuatan pelupuh... 43 Foto 5. Proses akhir pembuatan pelupuh... 44 Foto 6. Persiapan pelupuh sebelum proses pengampelasan... 44 Foto 7. Pemotongan pelupuh... 45 Foto 8. Pengampelasan pelupuh... 45 Foto 9. Penyusunan pelupuh sebagai lamina... 46 Foto 10. Pengempaan dingin balok komposit bambu... 46 Foto 11. Penampang balok komposit bambu... 47 Foto 12. Contoh uji lentur statik balok komposit bambu... 47 Foto 13. Pengujian lentur statik balok komposit pelupuh bambu... 48 Foto 14. Pengujian kelenturan balok komposit pelupuh bambu... 48 Foto 15. Pengujian tekan sejajar laminasi... 49 Foto 16. Garis rekat arah memanjang yang terdelaminasi... 49

Abstrak Penelitian penggunaan bambu komposit untuk komponen struktur rangka atap telah dilakukan dengan menggunakan jenis-jenis bambu yang mudah diperoleh di daerah setempat yang potensinya banyak antara lain bambu petung dan andong. Komponen struktur rangka atap yang dibuat berupa balok/tiang komposit bambu dengan kayu mahoni dengan perekat sintetis waterbase polymer isocyanate. Tipe produk terdiri dari dua tipe yaitu balok komposit dengan kayu yang ditempatkan pada lapisan terluar dan lapisan tengah dengan prinsip tegangan terlentur dimana porsi bambu lebih banyak dari pada kayu. Ukuran penampang balok komposit adalah 6/12 cm, tiap bidang rekat dibedakan atas tiga tingkat kekasaran permukaan yaitu halus, sedang dan kasar. Proses pembuatan balok komposit dimulai dari pembuatan pelupuh dan papan lamina kayu mahoni, pengawetan, pengeringan, pengempaan dengan cara kempa dingin dan pengujian produk. Pengujian produk berdasarkan JAS 1996 meliputi pengujian kerapatan, kadar air, delaminasi, keteguhan lentur statik, keteguhan tekan sejajar laminasi dan keteguhan rekat sejajar laminasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan, jenis bambu, tipe laminasi dan kekasaran permukaan balok komposit pelupuh bambu tidak berpengaruh terhadap sifat fisis dan berpengaruh terhadap beberapa sifat mekanis yang diteliti. Berdasarkan mutu kayu bangunan, balok komposit J1T1A1 merupakan yang terbaik dari komposisi lainya. Kata kunci : Bambu, kayu mahoni, komposit bambu, komponen struktur, rangka atap

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibanding bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan, (Batubara, 2000). Bambu dapat dimanfaatkan dalam banyak hal baik berbentuk bulat maupun belahan. Sebagai komponen bangunan bambu banyak dijumpai dalam bentuk tiang, balok lantai, dinding, struktur rangka, pintu, jendela, tangga, dinding penahan tanah, perancah dan sebagainya (Krisdianto dkk, 2003) dan Morisco (1999). Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan pada umumnya berbentuk struktur rangka yang terdiri dari dua komponen yaitu balok dan kolom/tiang dan terdiri dari elemen struktural dan non struktural. Elemen struktural yaitu balok, kolom dan pondasi, sedangkan elemen non struktural yaitu dinding, lantai, atap, pintu dan jendela serta sambungan (Patmasari dan Morisco, 2006). Beberapa kelemahan yang ditemukan dalam penggunaan bambu sebagai bahan bangunan selain sifat bambu yang tidak awet diantaranya adalah dimensi alami bambu yang tidak seragam dari pangkal hingga ujung batang. Keadaan tersebut mempersulit dalam pemasangannya, baik berupa tiang, balok maupun komponen rangka atap karena bidang atap menjadi tidak rata. Akan tetapi jika dikaitkan dengan kondisi harga pasar material bangunan saat ini, misalnya harga semen, pasir, kerikil dan besi sebagai bahan struktur dan non struktur bangunan, maka bambu menjadi bahan alternatif untuk memenuhi kebutuhan manusia akan bangunan rumah. Oleh

karena itu diperlukan teknologi pembuatan komponen bangunan bambu yang efektif dan efisien. Salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut ialah dengan menerapkan teknologi komposit bambu dengan bahan alam lainnya sebagai bahan struktur rangka atap serta komponen bangunan lainnya. Menurut Manuputty et.al (2010), pengertian komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi antara dua atau lebih material pembentuknya melalui pencampuran yang homogen. Di mana sifat mekanis dari masingmasing meterial pembentuknya berbeda-beda. Dari pencampuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanis dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Bambu komposit adalah produk hasil pengolahan bambu yang terbentuk dari kombinasi beberapa jenis bambu atau kayu, direkat dengan jenis perekat yang sesuai dengan penggunaannya serta dikempa panas atau dingin sehingga menghasilkan produk komposit berupa balok atau tiang. Dalam penelitian ini telah dibuat produk komposit bambu dengan kayu menggunakan perekat sintetis waterbase polymer isocyanate dengan cara kempa dingin. Jenis bambu yang dipilih adalah bambu petung dan andong, sedangkan jenis kayu yang digunakan adalah mahoni. Pertimbangan penggunaan bambu petung, andong dan kayu mahoni sebagai bahan produk komposit adalah bahwa kedua jenis bambu dan kayu mahoni tersebut disamping potensinya banyak, juga kekuatannya memadai untuk dimanfaatkan sebagai bahan struktur bangunan termasuk rangka atap. Rangka atap bambu adalah bagian dari struktur bangunan yang menerima beban di atasnya yaitu beban mati (penutup atap, reng, kaso dan gording), beban hidup (beban orang yang bekerja), beban angin, beban air hujan dan beban salju. Berdasarkan pengalaman, bambu solid agak sulit dirangkai jika digunakan sebagai struktur rangka, balok dan tiang sehingga menghasilkan konstruksi yang kurang stabil karena penyebaran gaya bambu solid

pada struktur tidak merata meskipun momen inersianya lebih tinggi dari material kayu. Oleh karena itu teknologi komposit menjadi pilihan terbaik jika digunakan sebagai bahan struktur bangunan karena bentuk penampangnya persegi dan ukurannya bisa seragam sehingga analisis stabilitas konstruksi dapat dilakukan sama dengan kayu solid. Untuk meningkatkan pemanfaatan bambu terutama sebagai bahan komponen struktur bangunan perlu diteliti dan dikaji mengenai teknologi pembuatan balok/tiang komposit yang dibuat dari bilah atau pelupuh dari berbagai jenis bambu dipadukan dengan bahan berlignoselulosa lain yaitu kayu. Diprediksi jenis-jenis bambu yang cocok untuk pembuatan balok/tiang komposit antara lain bambu petung, tali, bambu hitam dan bambu andong yang memiliki sifat elastisitas dan tegangan tarik yang tinggi. Khusus bagi penggunaan bambu sebagai bahan komponen struktur pada bangunan sipil seperti rumah, gedung, jembatan dan bangunan pelabuhan memerlukan persyaratan-persyaratan yang tidak boleh diabaikan agar struktur bambu dapat berfungsi secara optimal. Sebelum bambu digunakan terlebih dahulu harus diketahui sifat-sifatnya yang berhubungan dengan tujuan penggunaan, misalnya untuk keperluan struktur bangunan, maka harus diketahui sifat fisis dan mekanisnya. Penelitian mengenai sifat dasar fisis dan mekanis telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Indonesia maupun di luar negeri antara lain oleh Jansen (1980) dan Morisco (1994-1999). Hasil-hasil penelitiannya memberikan gambaran mengenai kekuatan mekanis bambu seperti kuat lentur, kuat tekan dan kuat tarik // serat untuk selanjutnya dipakai sebagai acuan dalam merancang suatu produk bambu untuk struktur bangunan baik berupa bambu solid maupun komposit. B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknik pembuatan balok komposit bambu petung dan andong serta kayu mahoni, menggunakan perekat sintetis waterbase polymer isocyanate tipe eksterior untuk komponen struktur rangka atap. 2. Sasaran Sasarannya adalah tersedianya data teknis dan informasi teknologi pembuatan komponen struktur rangka dari komposit bambu dan kayu serta informasi hasil uji coba. C. Luaran 1. Laporan hasil penelitian yang berisi data hasil penelitian dan informasi ilmiah tentang teknologi pembuatan komponen struktur rangka dari komposit bambu dan kayu. 2. Draft karya tulis ilmiah D. Hasil yang Telah Dicapai 1. Tahun 2011 Hasil penelitian yang telah dicapai pada tahun 2011 meliputi sifat dan kekuatan produk-produk perangkaian bambu mayan (Gigantochloa robusta), bambu tali (Gigantochloa apus Bl. Ex (Schult.F) Kurz.) dan bambu ampel (Bambussa vulgaris) untuk struktur tiang/kolom. a. Sifat fisis dan mekanis ketiga jenis bambu yang diteliti berbuku dan tanpa buku adalah sebagai berikut: Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis tiga jenis bambu yang diteliti Kerapatan, Kadar air, Kuat tekan // Kuat geser // Jenis g/cm 3 % Serat, kg/cm 2 Serat, kg/cm 2 Bambu TB BB TB BB TB BB TB BB Mayan 0,740 0,635 13,4 13,4 411,46 442,46 88,38 107,05 Ampel 0,711 0,628 13,3 13,6 409,14 333,32 122,81 103,87 Tali 0,700 0,769 13,1 13,8 371,69 430,05 87,22 115,74 Keterangan : TB = Tanpa Buku, BB = Berbuku b. Teknologi perangkaian bambu

1) Perangkaian 4 dan 6 batang bambu mayan, ampel dan tali menggunakan perekat tipe eksterior Isocyanat. Hasil penelitian meliputi besaran-besaran gaya maksimum dan tegangan geser yang terjadi pada masing-masing bidang geser. Gaya maksimum dan tegangan geser 4 batang bambu mayan masing-masing berkisar 1811 kg (1192-2295 kg) dan 8 kg/cm 2 (5-10 kg/cm 2 ), bambu ampel 2528 kg (1140-3859 kg) dan 10 kg/cm 2 (4-16 kg/cm 2 ). Pada perangkaian 6 batang bambu ampel 582 kg (495-1173 kg) dan 2 kg/cm 2 (0,40-4 kg/cm 2 ), bambu tali 749 kg (577-1134 kg) dan 2,90 kg/cm 2 (2,20-4,70 kg/cm 2 ). 2) Kekuatan perangkaian bambu dengan pengisi beton dan baut dianalisa berdasarkan tipe keruntuhan atau kegagalan sambungan yang terjadi setelah mengalami gaya tekan. Dalam hal ini terdapat tiga macam kegagalan sambungan yaitu kegagalan tipe P1, tipe P3 dan tipe P4. Nilai rata-rata kekuatan sambungan yang diijinkan berdasarkan tipe P1 bambu mayan dan ampel berturut-turut 194,08 kg/cm 2 dan 163,61 kg/cm 2. Berdasarkan tipe P3 bambu mayan dan ampel berturut-turut 169,10 kg/cm 2 dan 188,77 kg/cm 2. Sedangkan kekuatan sambungan berdasarkan tipe P4 untuk bambu mayan maupun ampel adalah 482,30 kg/cm 2. 3) Balok/tiang laminasi pelupuh bambu Hasil pengujian sifat mekanis tiang dari pelupuh hanya dicoba satu jenis yaitu bambu mayan, karena penelitian ini masih bersifat eksplorasi. Hasil pengujian kekuatan tekan sejajar serat, kekuatan geser rekat dan modulus elastisitas tekan sebagai berikut: a) Tegangan tekan // serat berkisar 62 kg/cm 2 (47-82 kg/cm 2 ). b) Modulus elastisitas tekan berkisar 5.968 kg/cm 2 (4.476-7.559 kg/cm 2 ). c) Tegangan geser rekat bagian kulit kulit berkisar 4,60 kg/cm 2 (4,14-5,32 kg/cm 2 ).

d) Tegangan geser rekat bagian kulit daging berkisar 4,60 kg/cm 2 (3,99-5,66 kg/cm 2 ). e) Tegangan geser rekat bagian daging daging berkisar 4,57 kg/cm 2 (3,23-5,76 kg/cm 2 ). 2. Tahun 2012 Hasil penelitian tahun 2012 meliputi hasil pengujian laboratorium yaitu sifat pengawetan, fisis dan mekanis balok komposit beserta kontrolnya. a. Sifat pengawetan bahan Hasil pengawetan bambu dan kayu menggunakan bahan pengawet campuran asam borak dan asam borik dengan perbandingan 1,52:1 (b/b) dengan konsentrasi larutan 7% selama 24 jam. Nilai retensi bambu andong, petung, ori dan kayu jabon berturut-turut 20,63 kg/m 3, 23,11 kg/m 3, 47,73 kg/m 3, dan 18,85 kg/m 3. Sedangkan penetrasinya 100% kecuali pada kayu jabon 98%. b. Sifat fisis balok komposit Hasil pengujian sifat fisis balok komposit pelupuh bambu yaitu kerapatan dan kadar air. Kerapatan paling tinggi adalah 0,77 g/cm 3 pada kadar 12,14% dicapai oleh balok komposit bambu andong tanpa kayu dengan perekat ekstrak kayu merbau (J1T3P2) dan terendah 0,48 g/cm 3 pada kadar air 12,4% oleh balok komposit bambu ori dengan kayu di bagian luar menggunakan perekat ekstrak kayu merbau. c. Sifat delaminasi Delaminasi tertinggi terjadi pada balok komposit bambu andong tanpa kayu dengan perekat isocyanat (J1T3P1) sebesar 10,15% dan terendah pada balok komposit bambu ori tanpa kayu perekat isocyanat (J3T3P1) sebesar 4,29% (memenuhi persyaratan Standar Jepang). d. Sifat mekanis

Hasil pengujian sifat MOE, MOR dan tekan sejajar serat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata sifat mekanis balok komposit pelupuh bambu dan kayu Jenis Sifat yang diamati bambu/tipe laminasi/jenis MOE MOR C // serat Kerapatan perekat J1 J2 J3 45004,92 b 50189,17 b 23352,86 a 163,92 b 210,43 c 103,02 a 295,51 bc 318,93 bc 318,93 bc 0,651 a 0,651 b 0,567 a T1 T2 T3 P1 P2 39824,47 b 45765,69 b 28942,10 a 170,85 b 213,17 c 93,35 a 307,81 c 278,78 ab 281,95 ab 0,573 a 0,573 a 0,722 b 34261,00 a 166,58 a 281,61 a 0,635 b 34261,00 a 151,67 a 297,42 a 0,610 a Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Rata-rata hasil pengujian keteguhan geser rekat (block shear test) menggunakan perekat Isocyanat dan Ekstrak kayu merbau tercantum dalam Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata keteguhan geser rekat balok bambu komposit Bidang rekat Uji Basah Uji Kering Andong-Andong Andong-Jabon Bitung-Bitung Bitung-Jabon Jabon-Jabon Ori-Jabon Ori-Ori 12,4017 a 10,1717 b 11,1717 ab 9,7483 b 10,0883 b 10,6367 ab 10,6833 ab 26,3100 a 24,1033 ab 28,7933 a 27,6633 a 20,6267 b 28,4967 a 25,5717 a Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf 5%. 3. Tahun 2013

Telah diteliti sifat fisis dan mekanis panel bambu komposit dari jenis andong, ampel dan mayan yang diawetkan dengan bahan pengawet borak dan asam borik. Panel terdiri dari 3 lapis bambu di mana pada bagian tengahnya disusun secara bersilang atau tegak lurus terhadap lapisan luarnya. Hasil penelitiannya meliputi sifat fisis, mekanis panel pelupuh bambu. a. Sifat fisis panel pelupuh bambu. Nilai rata-rata sifat fisis panel pelupuh bambu yang diawetkan (A) dan tidak diawetkan (TA) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata sifat fisis panel pelupuh bambu Jenis Bambu Andong Mayan Ampel Jenis Perekat P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 Keterangan : P1 : Perekat Isocyanat, P2 : Perekat Ekstrak merbau, P3 : Perekat TRF, TA : Bambu tidak diawetan, A : Bambu diawetan Secara umum kerapatan dan kadar air panel bambu andong, mayan dan ampel tidak berbeda nyata pada masing-masing perlakuan (jenis bambu, perekat dan pengawetan). Namun untuk delaminasi total persentase paling besar adalah panel bambu andong dengan perekat Isocyanat yaitu 27,42% yang diawetkan dan 16,91% yang tidak diawetkan. Secara keseluruhan delaminasi total tidak memenuhi standar karena > 5% (JAS, 1996), kecuali panel pelupuh bambu andong dengan perekat TRF baik yang diawetkan maupun tidak diawetkan. b. Sifat mekanis panel pelupuh bambu Kerapatan Delaminasi (g/cm 3 Kadar air (%) ) Total (%) TA A TA A TA A 0,666 0,642 11,57 12,25 16,91 27,42 0,629 0,565 11,72 13,38 9,38 17,29 0,683 0,647 13,61 12,84 3,51 4,26 0,561 0,596 0,654 0,663 0,651 0,568 0,702 0,639 0,644 0,659 0,667 0,608 11,74 13,07 13,37 11,18 13,10 12,23 11,97 12,68 17,31 11,66 18,00 15,62 5,84 7,98 16,70 14,09 10,19 9,40 Sifat mekanis yang diuji meliputi keteguhan lentur statik (MOE dan MOR) dan keteguhan rekat. Nilai rata-rata keteguhan lentur 20,11 7,13 17,06 25,73 6,76 16,91

statik panel pelupuh bambu berdasarkan jenis kayu, jenis perekat, diawetkan dan tidak diawetkan disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata keteguhan lentur statik panel pelupuh bambu Jenis Bambu Andong Mayan Ampel Jenis Perekat P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 Keteguhan Lentur (kg/cm 2 ) MOE MOR TA A TA A 68.165,61 60.668,63 32.966,21 74.431,24 54.537,49 26.089,57 48.865,34 70.022,88 18.681,96 36.827,72 26.094,61 59.886,91 75.203,85 52.813,66 76.393,98 34.385,82 13.972,47 17.785,92 429,53 357,03 288,27 432,50 216,75 259,68 327,54 372,30 145,28 Keterangan : P1 : Perekat Isocyanat, P2 : Perekat Ekstrak merbau, P3 : Perekat TRF, TA : Bambu tidak diawetan, A : Bambu diawetan 348,85 155,34 490,73 672,79 277,60 458,87 314,21 219,61 159,06 Terjadi peningkatan MOE pada panel bambu andong dengan perekat TRF, panel bambu mayan dengan perekat isocyanat dan TRF meningkat setelah diawetkan. Peningkatan MOE pada panelpanel J1AP3, J2AP1 dan J2AP3 masing-masing 82%, 1% dan 193%. Peningkatan kekuatan lentur (MOR) terjadi pada panel komposit J1AP3, J2AP1, J2AP2 dan J3AP3 masing-masing sebesar 70%, 56%, 28% dan 9%. Panel bambu komposit yang diteliti dapat digunakan sebagai komponen dinding non struktural dan dinding sekat yang tidak menahan gaya berat maupun beban dinamis. Keteguhan rekat panel pelupuh bambu hasil uji basah dan kering disajikan dalam Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Keteguhan rekat panel pelupuh bambu pada uji basah Diawetkan Tidak diawetkan Jenis Bambu Jenis Perekat Ket. Rekat (kg/cm 2 ) Kerusakan Bambu Ket. Rekat (kg/cm 2 ) Kerusakan Bambu Andong P1 P2 P3 12,33 3,27 14,50 (%) 10,0 6,0 15,0 17,48 13,48 10,68 (%) 15,0 13,5 9,0

Mayan Ampel P1 P2 P3 P1 P2 19,34 12,17 16,47 9,73 11,10 20,0 10,0 15,0 8,0 11,0 9,93 12,65 15,03 6,39 15,18 P3 3,12 0 3,4 Keterangan : P1 : Perekat Isocyanat, P2 : Perekat Ekstrak merbau, P3 : Perekat TRF 7,5 12 18 4,5 10,0 0 Tabel 7. Keteguhan rekat panel pelupuh bambu pada uji kering Diawetkan Tidak diawetkan Jenis Bambu Jenis Perekat Ket. Rekat Kerusakan Bambu Ket. Rekat Kerusakan Bambu Andong Mayan Ampel Keterangan : P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 (kg/cm 2 ) 10,16 10,44 11,55 14,83 8,84 13,70 13,46 12,26 14,56 (%) 85,0 42,5 17,5 60,0 72,0 8,0 40,0 13,0 34,0 (kg/cm 2 ) 18,05 13,74 16,37 15,87 11,95 16,35 10,25 14,92 14,12 P1 : Perekat Isocyanat, P2 : Perekat Ekstrak merbau, P3 : Perekat TRF (%) 70,0 45,0 29,3 40,0 21,3 51,7 56,7 11,7 18,7 Keteguhan rekat dan kerusakan bambu pada uji basah tidak menunjukkan peningkatan dan penurunan yang berarti dari kondisi sebelum dan sesudah diawetkan. Keteguhan rekat pada uji basah paling tinggi 19,34 kg/cm 2 dicapai oleh panel bambu mayan dengan perekat isosianat yang diawetkan dengan kerusakan kayu 20%. Nilai ini meningkat lebih dari 100% dibandingkan dengan panel yang tidak diawetkan, demikian pula dengan kerusakan bambunya, hal ini menunjukkan adanya kontribusi bahan pengawet terhadap proses perekatan. Sebaliknya keteguhan rekat paling rendah adalah panel bambu ampel dengan perekat TRF yang diawetkan dan tidak diawetkan berturut-turut 3,12 kg/cm 2 dan 3,4 kg/cm 2 dengan kerusakan kayu 0% yang berarti perekat tidak menembus lapisan panel dan daya lekat perekatnya pada kondisi tersebut juga rendah. Keteguhan rekat pada uji kering pada umumnya menurun setelah diawetkan, tetapi kerusakan bambu meningkat.

Hasil analisis keragaman masing-masing faktor terhadap sifat fisis dan mekanis panel bambu komposit disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Nilai F hitung pengaruh perlakuan terhadap sifat bambu komposit Sumber D b Kerapatan Delaminasi Total F hitung MOE MOR Ket. Rekat Jenis bambu (A) Jenis perekat (B) Pengawetan (C) A*B A*C B*C A*B*C 2 2 1 4 2 2 4 0,624 0,227 1,036 2,664 2,005 0,305 0,995 0,301 10,723 7,585 6,029* 0,013 2,765 1,266 9,997** 4,66* 2,048 1,377 6,438* 12,473** 0,893 9,372** 13,999** 1,414 6,48** 7,549** 7,556** 1,517 Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5%, ** sangat berbeda nyata pada taraf 5%. Jenis bambu berpengaruh sangat nyata terhadap MOE dan MOR serta berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat. Jenis perekat berpengaruh sangat nyata terhadap MOR, nyata terhadap MOE dan tidak berpengaruh terhadap keteguhan rekat. Pada Tabel 8 dapat dilihat pengaruh interaksi antara jenis bambu dengan jenis perekat, jenis bambu dan jenis perekat terhadap sifat-sifat panel pelupuh bambu yang diteliti. Hasil uji beda jarak nyata Duncan terhadap parameter yang berbeda nyata disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji beda jarak nyata Duncan 4,631* 1,297 0,112 2,482 1,325 2.341 1,456 Sifat yang diamati Jenis bambu Jenis Perekat J1 J2 J3 P1 P2 P3 Kerapatan 0.648 a 0,628 a 0,636 a 0,644 a 0.633 a 0,635 a Delaminasi 13,97 a 12,47 a 13,85 a 19,11 a 9,77 b 11,39 b MOE 47434,95 a 59911,63 b 33952,40 c 56313,27 a 46351,62 ab 38634,09 c MOR 344,96 a 386,37 a 256,34 b 420,90 a 266,44 b 300,32 b Geser rekat 9,17 a 10,07 a 5,91 b 9,50 a 8,46 a 7,19 a Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Jenis bambu dan jenis perekat tidak berpengaruh terhadap kerapatan panel yang diteliti. Perekat ekstrak kayu merbau dan TRF menghasilkan nilai delaminasi yang tidak berbeda tetapi berbeda

dengan perekat isosianat. Jenis bambu dan jenis perekat memberikan pengaruh nyata terhadap MOE, MOR dan keteguhan rekat. Mengacu kepada Standar Jepang untuk kayu lamina struktural (Anonim, 1996) dan berdasarkan nilai MOE dan MOR, panel komposit bambu 3 lapis yang sesuai dengan tingkat kekuatannya disajikan pada Tabel 10 dan Tabel 11. Tabel 10. Tingkat kekuatan panel bambu komposit berdasarkan MOE Panel Bambu Komposit J1BP1 J2BP1 J3BP2 Tidak diawetkan MOE (kg/cm 2 ) 68.166 74.431 70.023 Tingkat Kekuatan E65 E75 E75 Panel Bambu Komposit J2AP1 J2AP3 Diawetkan MOE (kg/cm 2 ) 75.204 76.394 Tingkat Kekuatan E75 E75 Keterangan : J1 : bambu Andong, J2 : Bambu Mayan, J3 : Bambu Ampel, P1 : Perekat Isocyanat, P2 : Perekat Ekstrak merbau, P3 : Perekat TRF, B : Tidak diawetkan, A : Diawetkan Tabel 11. Tingkat kekuatan panel bambu komposit berdasarkan MOR Panel Bambu Komposit J1BP1 J1BP2 J1BP3 J2BP1 J2BP3 J3BP1 J3BP2 Tidak diawetkan MOR (kg/cm 2 ) 430 357 288 433 260 328 372 Tingkat Kekuatan F375 F330 F285 F435 F255 F300 F375 Panel Bambu Komposit J1AP1 J1AP3 J2AP1 J2AP2 J2AP3 J3AP1 Diawetkan MOR (kg/cm 2 ) 349 491 673 278 459 314 Tingkat Kekuatan F375 F495 F555 F270 F435 F300 Keterangan : J1 : bambu Andong, J2 : Bambu Mayan, J3 : Bambu Ampel, P1 : Perekat Isocyanat, P2 : Perekat Ekstrak merbau, P3 : Perekat TRF, B : Tidak diawetkan, A : Diawetkan Berdasarkan nilai MOE tingkat kekuatannya berkisar antara E65-E75 untuk panel bambu komposit yang diawetkan maupun tidak diawetkan. Sedangkan berdasarkan nilai MOR (Tabel 11) tingkat kekuatan panel komposit berkisar antara F255-F555. MOR panel bambu komposit J2AP1 (bambu mayan diawetkan, perekat

isosianat) sebesar 673 kg/cm 2 melampaui tingkat kekuatan yang disyaratkan menurut JAS (1996) di mana tingkat kekuatan tertinggi adalah 555 kg/cm 2. E. Ruang Lingkup Pada tahun 2014 ini penelitian difokuskan pada teknik pembuatan balok komposit dari bambu petung, andong dan kayu mahoni, perekatan dengan perlakuan bentuk (tipe) penampang komposit dan kekasaran permukaan dengan membedakan kehalusan bidang permukaan secara mekanis dan pengujian komponen struktur.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis dan Potensi Bambu Bambu merupakan tanaman yang sangat cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan kayu. Menurut Morisco (1999), genus Bambusa mempunyai jumlah species paling banyak terutama tersebar di daerah tropis termasuk Indonesia. Beberapa jenis bambu yang banyak dijumpai dan dimanfaatkan di Indonesia adalah Bambusa vulgaris Schrad (bambu kuning, bambu tutul dan bambu ampel), Dendrocalamus asper (Schult. F.) Backer ex Heyne (bambu petung), Gigantochloa atroviolaceae Widjaja (bambu hitam), Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz ex Munro (bambu ater), Gigantochloa verticillata (Wild) Munro atau Gigantochloa pseudo arundinaceae (Steud) Widjaja (bambu andong) dan Gigantochloa apus Bl. Ex (Schult.f.) Kurz. (bambu apus atau bambu tali). Jenisjenis bambu yang umum terdapat di pasar dalam negeri khususnya Jawa adalah bambu tali, petung, duri (ori) dan wulung (Heinz, 2004). B. Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Sifat fisis dan mekanis bambu sangat berperan penting dalam pemanfaatan bambu terutama untuk konstruksi bangunan. Secara teoritis sifat fisis dan mekanis bambu tergantung pada jenis bambu dan umur bambu saat ditebang, kadar lengas batang bambu, bagian batang secara vertikal (pangkal, tengah, ujung) dan letak dan jarak ruasnya masing-masing (bagian ruas kurang tahan terhadap gaya tekan dan lentur, Frick (2004). C. Kekasaran Permukaan Bambu dan Kayu Ketika bambu digunakan sebagai bahan baku produk komposit atau laminasi maka pada proses perekatan, kekasaran permukaan bahan yang akan direkat merupakan bagian penting

untuk ditelaah karena merupakan bidang kontak antara bahan dan perekat. Perekat adalah bahan yang dapat menahan 2 buah benda berdasarkan ikatan permukaan, dan defenisi dari perekatan itu sendiri adalah suatu keadaan atau kondisi ikatan dimana dua permukaan menjadi satu karena adanya gaya-gaya pengikat antar permukaan, yaitu gaya valensi atau gaya ikatan ion dan gaya saling mencengkram antara perekat dengan bahan yang direkat atau interlocking forces, (Prayitno, 1996). Kekasaran/kehalusan bidang permukaan yang akan direkat ada pengaruhnya terhadap proses perekatan. Semakin tinggi tingkat kekasaran permukaan akan semakin rendah mutu perekatannya, sebaliknya semakin rendah tingkat kekasaran permukaan kayu/bambu semakin tinggi kualitasnya. Salah satu upaya menghaluskan permukaan bidang kayu/bambu yang akan direkat adalah dengan cara pengampelasan (sanding). Pemilihan tingkat kekasaran ampelas harus disesuaikan dengan kerapatan kayu/bambu, karena semakin tinggi kerapatan kayu/bambu, semakin sukar untuk diampelas dengan kekasaran rendah dan sebaliknya. Amplas berfungsi untuk menghaluskan permukaan dengan cara digosokkan, halus dan kasarnya kertas amplas ditunjukkan oleh angka yang tercantum dibalik kertas amplas tersebut. Semakin besar angka yang tertulis menunjukkan semakin halus dan rapat susunan pasir amplas tersebut. Sebelum menggunakan amplas, faktor yang sangat penting adalah memilih nomor grit yang berpengaruh pada hasil kerja, dan seberapa lama pekerjaan dilakukan. Nomor grit biasanya dicetak pada bagian belakang amplas, semakin besar nomor grit, semakin halus partikel abrasifnya. Rentang nomor dari nomor grit yang digunakan untuk menghaluskan permukaan kayu untuk perekatan biasanya antara #60, #80. #120, #180, #240 dan #320.

D. Pemanfaatan Bambu Bambu dapat dimanfaatkan dalam banyak hal baik berbentuk bulat maupun belahan. Pada konstruksi bangunan bambu banyak dijumpai dalam bentuk tiang, balok, lantai, dinding, struktur rangka, pintu, jendela, tangga, dinding penahan tanah, perancah dan sebagainya (Krisdianto dkk, 2003) dan Morisco (1999). Konstruksi bangunan bambu ini ditandai dengan pendekatan kerangka struktural dalam konstruksi kayu. Dalam hal ini elemen lantai, dinding dan atap saling dihubungkan dan saling bergantung satu sama lain untuk stabilitas keseluruhan. Salah satu penggunaan bambu pada konstruksi bangunan adalah konstruksi rangka batang. Hasil penelitian Bachtiar (2009) menunjukkan bahwa berdasarkan analisa terhadap beberapa model rangka atap terbukti bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) berdiameter 4 cm dapat dimanfaatkan untuk pembuatan rangka batang ruang berukuran 3 x 4 m dengan 4 tumpuan. Pada penggunaan bambu berdiameter 6 cm pada struktur tersebut akan menambah kekuatan struktur sehingga defleksi yang timbul menjadi sangat kecil. Dalam konstruksi rangka batang ruang terdapat dua unsur utama yaitu komponen batang yang menerima beban tarik atau tekan, serta alat sambung yang berfungsi untuk menggabungkan beberapa komponen sedemikian rupa sehingga gaya-gaya batang yang timbul dapat berpotongan pada satu titik yang biasa disebut titik buhul. Berkaitan dengan penggunaan bambu sebagai bahan struktur bangunan baik bambu solid maupun komposit tidak dapat dihindari adanya sambungan baik sambungan mekanis maupun kimia (perekatan). Daya lekat bambu dengan bahan perekat semen atau perekat sintetis ditentukan oleh komponen kimia yang ada di dalam bambu, salah satunya adalah pati dan gula. Keberadaan pati dan gula dalam bambu maupun kayu selain menjadi makanan utama larva kumbang bubuk juga mempengaruhi daya lekat material lain

terhadap bambu. Kusumaningsih (1997), menyatakan bahwa jumlah pati bambu ampel (Bambusa vulgaris) tertinggi dibandingkan dengan bambu petung (Dendrocalamus asper), bambu wulung (Gigantochloa atroviolaceae) dan bambu apus (Gigantochloa apuskurz.), sehingga bambu tersebut mengalami kerusakan yang lebih banyak oleh serangan kumbang bubuk. Dengan demikian selain jumlah sel pori dan diameter sel pori, maka jumlah pati yang terkandung dalam bambu sangat menentukan keawetan dan kekuatan rekat bambu. Pada dasarnya sifat batang bambu ditentukan oleh sifat anatominya (Liese, 1985). Bambu memiliki susunan anatomi yang berbeda dengan kayu karena jaringan utama penyusun bambu adalah sel-sel parenkim dan gugus vasculer yang mengandung pembuluh, serabut berdinding tebal dan pembuluh tapis. Pergerakan air melalui pembuluh sedangkan serabut berfungsi memberi kekuatan pada kayu (Yap, 1984). E. Struktur Rangka Atap Salah satu pemanfaatan bambu pada konstruksi bangunan rumah atau gedung adalah sebagai bahan struktur rangka atap. Struktur adalah susunan atau pengaturan bagian-bagian gedung yang menerima beban atau konstruksi utama dari bangunan tanpa mempedulikan apakah konstruksi tersebut nampak atau tidak nampak. Struktur bangunan umumnya terdiri dari pondasi, kolom, pelat lantai, dinding dan kuda-kuda atap. Kuda-kuda adalah konstruksi yang terdiri dari balok melintang (menerima gaya tarik), balok sebagai penopang atau tiang (menerima gaya tekan) guna menyangga gording dan kasau serta penutup atap. Meskipun atap itu ringan, pengaruh luar terhadap konstruksi dan penutupnya harus tetap terjamin dari suhu, cuaca (air hujan dan kelembaban udara) serta keamanan terhadap gaya horizontal seperti angin dan gempa.

Menurut Heinz, (2004), atap adalah bagian struktur paling atas dari suatu bangunan, yang melindungi gedung dan penghuninya secara fisis maupun metafisis (mikrokosmos/makrokosmos). Permasalahan konstruksi rangka atap tergantung pada luas ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi yang dipilih dan lapisan penutup atapnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban struktur rangka atap adalah pengaruh luar (suhu, cuaca, kebakaran), kemiringan dan bentuk atap. Struktur atap terdiri dari elemenelemen : 1. Kuda-kuda terdiri dari penopang yang menyalurkan gaya tekan, balok dasar pada kuda-kuda yang berfungsi sebagai penahan gaya tarik, serta tiang tengah (ander) yang mendukung balok bubungan dan menerima gaya tekan. 2. Gording (peran) sebagai penyangga kasau (usuk) terletak pada kuda-kuda penopang, dibutuhkan jika jarak antara balok dinding (bantalan) dan bubungan > 2 m. 3. Kasau (usuk) melintang di atas balok dinding (bantalan), peran dan bubungan, serta berfungsi sebagai penyangga reng. Ujung bawah kasau diteruskan menonjol pada dinding rumah ke luar, membentuk lebar tirisan yang dikehendaki. 4. Reng merupakan bilah yang melintang di atas kasau (usuk) dan berfungsi sebagai tempat mengaitkan genting atau penutup atap lainnya. 5. Rangka batang adalah konstruksi rangka yang terletak pada sebuah bidang dan saling dihubungkan dengan sendi pada ujungnya sehingga membentuk suatu bagian bangunan yang terdiri dari segitiga-segitiga. Komponen struktur rangka atap bisa dibuat atau disusun dari bahan kayu solid, kayu laminasi, bambu solid, bambu komposit, Kaki kuda-kuda Batang Tiang tengah h

baja, baja ringan dan lain-lain. Pada umumnya bentuk struktur rangka atap seperti Gambar 1. Balok bubungan Gording Kasau/usuk Gambar 1. Bentuk struktur kuda-kuda Seperti telah disebutkan di atas bahwa elemen struktur rangka pada bangunan rumah dan gedung bisa dibuat dari bahan alami atau bahan sintetis. Elemen struktur yang berasal dari bahan alami seperti kayu dan bambu bisa berbentuk solid atau komposit dalam bentuk balok laminasi. Setyo H dan Gatot H.S (2005) telah membuat balok komposit dari bambu dan kayu keruing untuk lantai beton. Hasilnya adalah pemanfaatan bambu pada balok komposit cukup memberikan kontribusi peningkatan kekuatan lentur yang cukup baik. Penelitian mengenai penerapan teknologi komposit berbahan baku pelupuh bambu pada konstruksi bangunan berstruktur berat belum banyak dilakukan. Bambu merupakan bahan alami yang berbentuk bulat dan berongga, berbuku dan beruas. Dalam pemasangan bambu solid pada komponen struktur seringkali menemui kendala antara lain terjadi penyusutan yang mengakibatkan ikatan pada sambungan menjadi kendor yang berakibat kekuatan geser tidak berkontribusi pada struktur. Ukuran tidak seragam sehingga permukaan bidang struktur atap tidak rata. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan pada struktur rangka adalah balok komposit berupa balok laminasi dicampur dengan kayu. Abdurachman dkk. (2012) telah meneliti sifat-sifat balok komposit yang terbuat dari pelupuh 3 jenis bambu

dan kayu jabon. Hasilnya adalah bahwa balok laminasi dari pelupuh bambu lebih efektif dengan kombinasi menggunakan papan kayu jabon dan perekat Isocyanat. Berdasarkan berat jenis/kerapatan balok komposit dengan kombinasi kayu pada posisi di garis netral penampang balok setara dengan kelas kuat II-III, dan berdasarkan keteguhan tekan mutlak setara dengan kelas kuat III-IV. Berdasarkan nilai MOE dan MOR balok laminasi dari pelupuh bambu yang dikombinasikan dengan papan kayu jabon untuk kegunaan laminasi struktural telah memenuhi Standar Jepang. Pada pembuatan balok komposit atau balok laminasi bambu dapat digunakan kayu sebagai pencampur. Jenis kayu yang digunakan lebih baik kayu dengan mutu rendah sampai menengah. Jenis kayu tersebut biasanya diperoleh dari hutan tanaman antara lain kayu mahoni. Kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) termasuk salah satu jenis dari famili Meliaceae yang sudah banyak ditanam di Indonesia. Kayu teras mahoni berwarna coklat muda kemerah-merahan atau kekuning-kuningan sampai coklat tua kemerah-merahan, lambat laun menjadi lebih tua. Tekstur kayu agak halus, arah serat berpadu, kadang-kadang bergelombang, permukaan kayu agak licin dan mengkilap. Kerapatan kayu mahoni berkisar 0,53-0,67 g/cm 3 dengan rata-rata 0,61 g/cm 3, mudah dikerjakan, mudah dikeringkan dengan hasil baik, tergolong kelas kuat II-III dan secara umum tergolong kelas awet III. Kayu mahoni dimanfaatkan sebagai bahan furniture dan bahan konstruksi struktur ringan seperti kusen, daun pintu dan daun jendela.

BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini terbagi menjadi : 1. Pengambilan dan pengumpulan bahan utama bambu dan pengumpulan data penunjang dilakukan di Jawa Barat. 2. Pembuatan contoh uji dan pengujian bahan dan produk di Laboratorium Pemanfaatan Hasil Hutan, Pustekolah Bogor dan Laboratorium Pengujian Bahan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Darmaga Bogor. B. Bahan dan Peralatan Bahan utama yang digunakan adalah dua jenis bambu diperkirakan masing-masing berumur 3 tahun yaitu bambu petung (Dendrocalamus asper (Schult. F.) Backer ex Heyne), bambu andong (Gigantochloa pseudo arundinaceae (Steud) Widjaja) dan kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) berumur sekitar 8 tahun. Pemilihan kedua jenis bambu tersebut adalah karena bambu tersebut memiliki sifat kekuatan yang sesuai dengan penggunaannya sebagai bahan konstruksi berat. Demikian pula kayu mahoni, disamping potensinya cukup banyak juga bertujuan untuk lebih memperluas pemanfaatannya terutama untuk konstruksi bangunan. Bahan kimia yang digunakan adalah perekat isocyanat, bahan pengawet boraks dan asam borik serta bahan penunjang yaitu perlengkapan yang menunjang kegiatan seperti kapak, palu, golok, pisau raut dan lain-lain. Ampelas kayu dengan 3 macam kekasaran dengan inisial nomor 100, 180 dan 240 yang menunjukkan tingkat kekasaran (kasar, sedang dan halus). Peralatan yang digunakan adalah mesin gergaji belah/potong, mesin serut, mesin ampelas, mesin bor, timbangan, meteran, peralatan kempa dingin, mixer dan UTM untuk pengujian bahan dan produk.

C. Prosedur Kerja 1. Persiapan bahan bambu menjadi pelupuh a. Bambu sepanjang 3 m dibelah ruasnya dengan kapak atau parang. b. Batang bambu dikuliti menggunakan pisau raut untuk mengeliminasi penyerutan pada saat akan direkat. c. Batang bambu dibelah pada satu sisi. d. Batang bambu direntangkan e. Sekat rongga pada ruas dan kulit dalam dihilangkan. 2. Persiapan bahan lamina kayu mahoni. a. Log kayu mahoni dibelah dengan pola satu sisi (life sawing), kemudian dibuat papan sortimen tebal 2 cm + 5 mm, lebar 5 cm + 5 mm, dan 6 cm + 5 mm. b. Papan lamina dikeringkan sampai kadar air kering udara (± 14%). 2. Pengawetan bambu dan kayu a. Pengawetan bambu dalam bentuk pelupuh dan kayu mahoni dalam bentuk papan menggunakan bahan pengawet campuran boraks dengan asam borik dengan perbandingan 1,52 : 1 (b/b) pada konsentrasi 3%. b. Pengawetan dilakukan dengan metoda rendaman dingin selama 7 hari. c. Sebelum dan sesudah perendaman dalam larutan pengawet bambu dan kayu ditimbang beratnya, untuk menentukan nilai retensi bahan pengawet yang dihitung menurut rumus : R = A x K V Dimana : R = Retensi (kg/cm 3 ) A = Absorbsi larutan (kg) K = Konsentrasi larutan (%) V = Volume bahan (m 3 )

3. Pembuatan balok komposit a. Balok yang dibuat berukuran penampang 6/12 cm (balok tekan dan tarik) panjang 300 cm dengan pertimbangan ukuran tersebut mewakili ukuran kayu bangunan yang ada di pasaran. Jumlah lapisan terdiri dari 12 lapis pelupuh dan 2 lapis kayu mahoni dengan bentuk penempatan kayu seperti Gambar 2. Kayu Kayu Jabo 12 cm Pelupuh bambu Kayu Jabo 12 cm Pelupuh bambu Kayu Jabo 6 cm 6 cm (a). Penampang Tipe 1 (b). Penampang Tipe 2 Gambar 2. Tipe penampang balok komposit campuran pelupuh bambu dan kayu Dasar penempatan kayu pada penampang (a) adalah agar tegangan tarik dan tekan maksimum sepenuhnya dikerjakan oleh bambu karena tegangan maksimum tidak terjadi pada posisi di garis netral. Sedangkan penampang (b) menunjukkan kontribusi kayu dalam peranannya menahan tegangan yang akan terjadi. b. Perekatan pelupuh Pada pembuatan balok laminasi, 2 lembar pelupuh dengan ketebalan 0,75 ~ 1,0 cm digabung menjadi setangkup dengan perekat sehingga membentuk papan lamina 2 lapis. Perekat yang digunakan adalah perekat tipe eksterior yaitu waterbase polymer isocyanate dengan berat labur 200 g/m 2. Untuk menambah kekakuan balok ditambahkan papan kayu berukuran tebal sama

dengan dua kali tebal pelupuh. Jadi jumlah perbadingan antara pelupuh dan kayu 6 : 2. Pengempaan lamina dilakukan dengan cara kempa dingin (cold press) pada suhu ruangan ( 28 C), tekanan kempa 10 kg/cm 2 selama 24 jam. Selanjutnya balok-balok laminasi dibiarkan (conditioning) selama 1 minggu. 4. Analisa struktrur rangka atap. Struktur rangka atap yang dianalisa secara simulasi adalah rangka kuda-kuda bentang 6 m dengan dua titik tumpu seperti Gambar 3. Balok Nok Gording Gording Kaki kuda-kuda Batang diagonal Tiang ander Usuk/kaso 109 cm 20 Balok Tarik Batang tegak 600 cm Gambar 3. Struktur rangka kuda-kuda Tipe King Perencanaan struktur kuda-kuda berdasarkan besaran nilai MOE balok komposit yang dibuat. 5. Pengujian bahan dan produk lamina Pengujian bahan pelaminasi yaitu pelupuh bambu meliputi pengujian kadar air, dan kerapatan. Sedangkan pengujian produk laminasi meliputi pengujian delaminasi, lentur statik, tekan dan keteguhan rekat sejajar arah lamina. Metode pengujian mengacu kepada standar JAS 1996. Pengujian struktur kuda-kuda akan dilakukan secara simulasi dengan terlebih dahulu menghitung berat akibat bebam mati (berat gording, berat kasau, berat reng dan berat penutup atap serta beban hidup (orang/pekerja). Perhitungan gaya-

gaya batang menggunakan software SAP 2000 dengan sistem pembebanan sebagai berikut : P P A2 A3 P V3 109 cm P/2 A A1 D1 D2 A4 V1 V2 20 B1 B2 B3 B4 600 cm B P/2 Gambar 4. Sistem pembebanan pada kuda-kuda D. Analisis Data Data hasil pengujian produk laminasi pelupuh bambu disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Selanjutnya untuk melihat pengaruh variabel, dianalisis dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan percobaan faktorial (A x B x C) dengan 3 ulangan. Faktor A adalah jenis bambu (petung dan andong), faktor B adalah tipe penampang lamina (Tipe 1 dan Tipe 2) dan faktor C kekasaran permukaan (halus, sedang dan kasar). Parameter yang diuji meliputi : 1. Sifat fisis : kerapatan, kadar air dan delaminasi. 2. Sifat mekanis : kekuatan lentur (MOE dan MOR), tekan sejajar serat dan kekuatan rekat. 3. Model yang digunakan adalah: Y ijk = + A i + B j + C k + (AB) ij + (ABC) ijk + ijk Keterangan: Y ijk = Pengamatan pengaruh faktor A ke-i, faktor B ke-j dan faktor C ke-k pada ulangan ke-l = Rata-rata harapan A i = Pengaruh jenis bambu ke-i

B j = Pengaruh jenis perekat ke-j Ck = Pengaruh kekasaran permukaan ke-k (AB) ij = Interaksi antara faktor A ke-i dan faktor B ke-j (ABC) ijk = interaksi antara faktor A ke-i, faktor B ke-j dan faktor C ke-k ijk = Pengaruh galat percobaan faktor A ke-i, faktor B ke-j pada ulangan ke-ijk Bila F hitung > F tabel, yang berarti pengaruh perlakuan terhadap setiap respon yang diuji memberikan pengaruh nyata, maka selanjutnya dilakukan uji beda dengan cara Tukey (Steel and Torrie 1990). BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian meliputi hasil pengujian laboratorium yaitu sifat fisis dan mekanis balok bambu komposit serta perhitungan struktur kuda-kuda secara simulasi menggunakan balok bambu komposit yang diteliti.

A. Sifat Fisis Balok Komposit Pelupuh Bambu Sifat fisis balok komposit pelupuh bambu yang diteliti adalah kerapatan, kadar air dan delaminasi total dengan perlakuan jenis bambu, tipe laminasi dan tingkat kekasaran permukaan. Nilai ratarata sifat fisis tersebut disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata sifat fisis balok komposit bambu yang diteliti Kode J1T1A1 J1T1A2 J1T1A3 J1T2A1 J1T2A2 J1T2A3 Kerapatan (g/cm 3 ) 0,655 0,615 0,634 0,712 0,585 0,574 Kadar Air (%) 13,97 13,10 12,67 16,53 12,64 16,61 Delaminasi Total (%) 0,00 25,60 0,00 36,24 5,35 0,00 J2T1A1 J2T1A2 J2T1A3 J2T2A1 J2T2A2 J2T2A3 0,682 0,717 0,622 0,622 0,715 0,598 14,17 13,17 13,58 15,38 14,60 13,95 0,00 12,77 23,95 0,00 15,84 17,76 Keterangan : J1 = bambu petung, J2 = bambu andong, T1 = Tipe 1, T2 = Tipe 2, A1 = kasar, A2 = sedang, A3 = halus Kerapatan balok komposit bambu untuk semua perlakuan berkisar antara 0,574-0,717 g/cm 3 dengan rata-rata 0,644 g/cm 3 pada kadar air 12,64-16,61%. Kerapatan paling rendah adalah balok J1T2A3 dan tertinggi balok J2T1A2. Dibandingkan dengan bahan pembentuknya, kerapatan balok komposit dari pelupuh bambu tidak jauh berbeda dengan kerapatan bambu solid petung, andong dan kayu mahoni yaitu berturut-turut 0,742 g/cm 3, 0,682 g/cm 3 dan 0,512 g/cm 3. Delaminasi total balok komposit pelupuh bambu tergolong sangat rendah sampai mencapai 36,24% (J1T2A1) dan tidak memenuhi standar Jepang (Anonim, 1996). Hal ini antara lain

disebabkan oleh permukaan pelupuh bambu terutama bagian dalam bambu banyak ditemuai rongga kosong sehingga perekat tidak bekerja pada bidang rekat secara penuh. Gambar 5 menunjukkan potongan melintang dan memanjang bidang rekat balok komposit pelupuh bambu. Celah melintang Celah memanjang Gambar 5. Penampang lintang dan memanjang balok komposit pelupuh bambu B. Sifat Mekanis Balok Komposit Pelupuh Bambu. Nilai rata-rata sifat mekanis balok komposit pelupuh bambu berdasarkan jenis bambu, tipe penampang laminasi dan kekasaran permukaan bidang rekat disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rata-rata sifat mekanis balok komposit bambu yang diteliti Tekan // Geser MOE MOR Kode laminasi Rekat* kg/cm 2 J1T1A1 J1T1A2 J1T1A3 J1T2A1 J1T2A2 J1T2A3 36895,23 20855,83 19250,46 27146,05 20292,30 28758,67 302,76 205,29 174,90 168,58 186,54 260,57 402,82 377,71 423,97 467,66 306,75 311,56 26,37 29,82 22,62 24,36 27,76 23,54 J2T1A1 J2T1A2 J2T1A3 J2T2A1 J2T2A2 J2T2A3 21446,78 22149,03 24139,93 13341,93 16668,86 14483,72 Keterangan : * : Diuji pada kondisi kering 188,23 137,40 143,82 146,85 156,00 128,08 359,35 285,93 320,19 285,61 330,43 266,07 20,05 22,45 25,82 27,10 26,55 24,18 Perbedaan sifat mekanis bambu komposit pelupuh bambu lebih jelas dapat dilihat pada histogram berikut : Gambar 6. Histogram sifat mekanis balok komposit pelupuh bambu petung

Gambar 7. Histogram sifat mekanis balok komposit pelupuh bambu andong Kekakuan lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) tertinggi dicapai oleh balok komposit bambu petung tipe 1 pada kekasaran A1 (J1T1A1), sedangkan MOE terendah balok J2T2A1, MOR terendah balok J2T1A2. Keteguhan tekan paling tinggi ialah balok J1T2A1 dan terendah balok J2T2A3. Untuk melihat perbedaan sifat mekanis balok komposit yang diteliti berdasarkan jenis bambu, tipe laminasi dan kekasaran permukaan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-rata sifat fisis dan mekanis balok komposit bambu pada setiap perlakuan. Perlakuan Jenis Bambu : J1 J2 Tipe Laminasi : T1 T2 Kekasaran Permukaan : A1 A2 MOE 21.069,85 19.847,22 21.065,90 19.647,73 22.550,43 19.991,51 MOR 175,87 150,19 163,51 159,30 164,11 171,61 kg/cm 2 Tekan // serat 394,30 315,08 350,54 342,73 425,21 325,21 Geser Rekat 22,02 17,29 20,19 18,16 22,87 19,12 Kerapatan g/cm3 0,648 0,665 0,672 0,653 0,695 0,639 0,624 A3 22.744,41 142,40 316,57 16,93 Keterangan : J1 : Bambu petung, J2 : Bambu andong, T1 : Tipe 1, T2 : Tipe 2, A1 : kasar, A2 : sedang, A3 : halus Keunggulan masing-masing sifat dipengaruhi oleh banyak faktor antara bentuk morfologi pelupuh bambu dan teknik perekatan.

Bambu petung dalam bentuk solid lebih unggul sifat mekanisnya dibandingkan bambu andong, jadi kriteria ini sesuai dengan bahan pembentuknya. Tipe laminasi secara prinsip mekanisa bahan T2 (kayu ditempat pada sisi terluar laminasi) diharapkan lebih baik fari T1 (kayu ditempatkan pada bagian tengah laminasi). Pada penelitian ini tipe laminasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Berdasarkan kekasaran permukaan, kekuatan tekan sejajar laminasi menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan sifat lain. MOE, MOR dan kekuatan tekan sejajar laminasi adalah sifat-sifat mekanis yang digunakan untuk mendisain struktur bangunan, oleh karena itu dari hasil penelitian ini dapat dipilih kombinasi balok komposit berdasar kriteria di atas. Bambu petung ditinjau dari nilai MOE, MOR dan kekuatan tekan sejajar laminasi lebih baik dari bambu andong. Tipe laminasi T1 lebih baik dari T2. Sedangkan kekasaran permukaan berbeda-beda diantara ketiga sifat mekanis tersebut yaitu untuk kekuatan tekan sejajar laminasi, kekasaran A3 lebih baik dari A2 dan A1, berdasarkan nilai MOE kekasaran A1, A2 dan A3 tidak begitu berbeda dan berdasarkan nilai MOR kekasaran A2 lebih baik dari A1 dan A3. Ditinjau dari bentuk susunan komposit (Tabel 13), komposisi terbaik berdasarkan MOE dan MOR adalah bentuk J1T1A1 yaitu balok komposit yang terbuat dari pelupuh bambu petung, kayu diletakkan di bagian tengah dengan kekasaran (A1), sedangkan berdasarkan kekuatan tekan sejajar laminasi yang terbaik adalah balok J1T2A1 karena kayu ditempatkan di sisi terluar laminasi lebih kuat menahan beban aksial dibandingkan dengan bambu. Klasifikasi mutu balok komposit yang diteliti dapat disetarakan dengan mutu atau nilai kuat acuan kayu bangunan sesuai SNI tahun 2002 seperti pada Tabel 15.