BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis serta memiliki potensi ekonomi bahkan pariwisata. Salah satu

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

Lalu Wima Pratama dan Andik Isdianto (2017) J. Floratek 12 (1): 57-61

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya bakau mempunyai sistem perakaran yang menonjol sebagai suatu cara adaptasi. 1 Bayak sekali manfaat-manfaat dan potensi-potensi yang bisa didapatkan dari hutan mangrove. Manfaat dan potensi yang sangat berguna itu salah satunya adalah penopang kehidupan manusia. Fungsi hutan mangrove dapat dibagi menjadi fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi dan fungsi sosial ekonomi. 2 Lebih dari sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat pesisir, ekosistem mangrove merupakan sumberdaya lahan basah wilayah pesisir dan sistem penyangga kehidupan dan kekayaan alam yang nilainya sangat tinggi, oleh karena itu perlu upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara lestari untuk kesejahteraan masyarakat. 3 Di Indonesia sendiri terdapat total sekitar 3,2 juta hektar ekosistem hutan mangrove yang merupakan salah satu ekosistem hutan mangrove terluas 1 Spesies Mangrove, diakses dari http://indonesia.wetlands.org/infolahanbasah/spesies Mangrove/tabid/2835/language/id-ID/Default.aspx,pada tanggal 9 April 2015 2 Cahyo Saparinto, Pendayagunaan Ekosistem Mangrove, Dahara Prize, Semarang, 2007, hlm. 26 3 Pertimbangan huruf (a) Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove

2 di dunia, yang mencakup 21% dari luas total mangrove dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua, dengan luas sangat bervariasi. Namun hingga saat ini, kerusakan mangrove telah mencapai sekitar 50% dari keseluruhan ekosistem di Indonesia. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh kawasan pesisir di Indonesia adalah tingginya tingkat erosi pantai atau abrasi yang diakibatkan dari ketidakseimbangan pergerakan sedimen di pantai, dimana jumlah sedimen di pantai yang terkikis oleh gelombang lebih tinggi daripada jumlah sedimen yang dibawa oleh pasang surut ke pantai. Permasalahan itu disebabkan pada tingginya tingkat erosi/ abrasi pantai yang dikarenakan juga menipisnya sabuk hijau pantai yaitu didalamnya termasuk penurunan jumlah luas kawasan hutan mangrove yang dikarenakan adanya penebangan untuk dikonversi menjadi area perkebunan, pertanian dan tambak, serta pengalihan lahan untuk penambatan perahu. Semakin terhimpitnya perekonomian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga juga merupakan salah satu pemicu masyarakat menebang kayu mangrove sebagai kayu bakar. 4 Salah satu tempat keberadaan hutan mangrove adalah di Segara Anakan kabupaten Cilacap. Segara Anakan sendiri merupakan laguna yang unik di Pulau Jawa dengan ekosistem rawa yang memiliki komposisi dan 4 Hery Purnobasuki, Efektifitas Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Mangrove, diakses dari http://www.academia.edu/6563409/efektifitas_pengelolaan_wilayah_pesisir_dan_mangrove, pada tanggal 14 April 2015

3 struktur hutan terlengkap di Pulau Jawa yang sebagaian besar adalah hutan mangrove. Hutan mangrove Segara Anakan yang terletak di sebelah utara Pulau Nusakambangan Cilacap ini juga merupakan ekosistem mangrove terluas di pulau Jawa. Hutan mangrove di Segara Anakan dapat tumbuh subur dikarenakan pada wilayah tersebut merupakan muara dari sungai-sungai yang cukup besar, diantaranya Sungai Citanduy, Sungai Cimeneng, Sungai Cibeureum, Sungai Sapu Regel, Sungai Donan dan sebagainya. Oleh karena itu, pertemuan air tawar yang berasal dari sungai - sungai tersebut dan air asin yang berasal dari samudera Hindia menyebabkan kawasan tersebut sebagai suatu kawasan air payau, dengan keadaan yang seperti itu memungkinkan vegetasi mangrove tumbuh dengan subur yang menyebabkan terbentuknya hutan mangrove 5. Sejak tahun 1984 hingga saat ini sekitar 7.000 hektar lebih hutan mangrove hilang yang juga menghancurkan berbagai biota laut dan mengancam ekosistem di daerah tersebut. Selama beberapa tahun terakhir, hutan mangrove di daerah Segara Anakan ini mengalami mengalami kerusakan yang tampak dengan adanya dominasi tumbuhan muda berupa pohon-pohon kecil yang membentuk semak, sedangkan pohon-pohon besar telah banyak ditebang dan banyak dijual. Sebab itu perlu adanya tindakan yang tegas dalam pelaksanaan perlindungan hutan mangrove, termasuk dalam 5 Anang Dwi Purwanto, dkk. Analisis Sebaran dan Kerapatan Mangrove Menggunakan Citra Landsat 8 di Segara Anakan Cilacap, diakses dari http://sinasinderaja.lapan.go.id/wpcontent/uploads/2014/06/bukuprosiding_232-241.pdf, pada tanggal 10 September 2015.

4 pengaturannya yang hingga saat ini dari pengaturan nasionalnya atau undangundangnya sendiri sebagai payung hukum, tidak mengaturnya secara detail, sehingga perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai hutan mangrove itu sendiri. Hanya saja di dalam pengaturannya pada Undang Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam perbaikan atau rehabilitasi dari hutan mangrove / hutan bakau ini diberlakukan sama dengan pengaturan tentang rehabilitasi hutan yang lainnya. Walau begitu sangat perlu adanya pendekatan serta campur tangan dari pemerintah daerah dalam pelaksanaan, pemeliharaan serta pengawasan terhadap hutan mangrove. Sebagai salah satu wujud perhatian terhadap keberadaan ekosistem hutan mangrove yang berada di lingkup daerah Kabupaten Cilacap ini, ada satu peraturan daerah yang berisi pengaturan tentang pengelolaan hutan mangrove yaitu Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap No. 17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Segara Anakan. Selain itu ada 2 (dua) peraturan daerah yang lain yang mendukung dan melengkapi Peraturan Daerah ini, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No 23 Tahun 2000 tentang Penetapan Batas Kawasan Segara Anakan dan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 6 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Segara Anakan. Dalam pengaturannya, sasaran dari dibentunya peraturan daerah ini jelas untuk melindungi keberadaan dan keberlanjutan ekosistem hutan mangrove yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja dalam pelaksanaannya, juga masyarakat setempat harus

5 turut serta dalam pelaksanaan perlindungan ekosistem hutan mangrove di Segara Anakan Kabupaten Clacap ini, seperti yang tercantum dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap No. 17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Segara Anakan. Saat ini kesadaran akan pentingnya hutan mangrove dalam kehidupan manusia serta kelestarian lingkunganpun sudah mulai terbentuk. Dengan adanya peraturan peraturan yang mendukung perlindungan terhadap ekosistem hutan mangrove seperti halnya Perda, dapat meningkatkan kemungkinan keberlanjuatan eksistensi ekosistem hutan mangrove di Segara Anakan Kabupaten Cilacap, namun demikian apakah peraturan itu berjalan dengan baik dalam implementasinya di lingkungan, atau apakah penerapan perlindungan terhadap ekosistem mangrove telah benar-benar dilakukan, dan bagaimana upaya pemerintah daerah dalam melindungi ekosistem mangrove tersebut? Dengan adanya Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap No. 17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Segara Anakan perlu dilihat juga efektifitasnya sebagai panduan dalam pengelolaan dan perlindungan ekosistem hutan mangrove di Segara Anakan, mengingat bahwa ekosistem hutan mangrove di Segara Anakan merupakan suatu daerah dengan salah satu ekosistem mangrove yang cukup luas di Indonesia.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan pokok permasalahan yaitu berupa : 1. Bagaimana peran Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melindungi ekosistem hutan mangrove di Segara Anakan, Kabupaten Cilacap? 2. Bagaimana efektifitas implementasi PERDA No. 17 tahun 2001 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Segara Anakan? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dalam menyusun penelitian dengan judul UPAYA PERLINDUNGAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI SEGARA ANAKAN KABUPATEN CILACAP (STUDI EVALUASI PELAKSANAAN PERDA NO.17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI SEGARA ANAKAN), dapat dikelompokkan sebagai tujuan subjektif dan tujuan obyektif sebagai berikut: 1. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan bahan-bahan yang berguna dalam penyusunan penulisan hukum sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Tujuan Objektif a. Untuk memahami bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah daerah dan masyarakat secara nyata dalam melindungi ekosistem hutan mangrove di kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap

7 b. Untuk mengetahui Bagaimana efektifitas dari implementasi Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap No. 17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Segara Anakan. D. Keaslian Penelitian Dalam penyusunan penulisan hukum ini penulis telah melakukan pencarian dan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian, baik media cetak maupun media elektronik terkait dengan tema Perlindungan Ekosistem Hutan Mangrove atau penelitian sejenis. Dari penelusuran tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian terkait dengan tema tersebut sudah pernah dilakukan namun dalam sisi yang berbeda. Dalam penelusuran oleh penulis, didapatkan ada Penulisan Hukum dengan judul sebagai berikut: 1. Penelitian oleh Bella Budiman dengan judul PERLINDUNGAN HUTAN MANGROVE KAMPUNG LAUT CILACAP pada tahun 2007. Penelitian yang dilakukan Bella Budiman menekankan pada perlindungan hutan mangrove di Segara Anakkan secara prakteknya, bukan dari sisi hukumnya tetapi juga bagaimana cara perlindungan yang dilakukan dalam rangka melindungi hutan mangrove. Bella menggunakan tempat yang sama dalam penelitian yang dilakukan olehnya yaitu di Segara Anakan Kab. Cilacap, namun hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis,

8 karena penulis meneliti dari sudut pandang hukumnya yang melindungi hutan mangrove dan secara spesifik langsung menuju pada keefektifan pemberlakuan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No.17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Segara Anakan. Kesimpulan yang ada dalam penelitian Bella menekankan pada peran serta masyarakat sekitar dalam efektifitas perlindungan mangrove dengan fokusnya lebih kepada pembatasan penggunaan sumber daya alam. Penulis meyakinkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Bella Budiman merupakan penelitian yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. 2. Penelitian oleh Pratiwi dengan judul KONSERVASI HUTAN MANGROVE TAHUN 1998-2009, PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PERIKANAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SEGARA ANAKAN, KEC. KAMPUNG LAUT, KAB. CILACAP pada tahun 2013. Dalam penelitiannya Pratiwi menggunakan tempat yang sama sebagai obyek penelitiannya yaitu di Segara Anakan Kampung Laut Kab. Cilacap. Dalam penelitiannya Pratiwi mengidentifikasi karakteristik konversi hutan mangrove yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 di Segara Anakan, juga mencari tahu pengaruh koversi hutan mangrove dengan

9 produksi perikanan di Desa Ujung Alang, Kec. Kampung Laut, kawasan Segara Anakan. Pratiwi juga melakukan pengajian terkait dampak sosial ekonomi yang terjadi akibat konversi hutan mangrove di Desa Ujung Alang, Kec. Kampung Laut, Kawasan Segara Anakan. Dari penelitiannya menghasilkan Peta perubahan kondisi luasan hutan mangrove tahun 1998-2009, tabel analisa karakteristik hutan mangrove, tabel analisa perubahan luas lahan hutan mangrove yang pada kesimpulannya Pratiwi menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konversi mangrove terhadap produksi perikanan tangkap. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi tersebut sangatlah berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dari sudut pandangnya dan permasalahan yang diambil, sehingga penelitian Pratiwi dan penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian yang berbeda. 3. Penelitian oleh Hevi Kurniasih, dengan judul ANALISIS KEBUTUHAN KEBIJAKAN REHABILITASI DAN PERLINDUNGAN HUTAN MANGROVE (Studi Kasus Pada Pengelolaan Kawasan Mangrove di Kota Tegal) pada tahun 2003. Penelitian yang dilakukan oleh Hevi lebih mengarah pada apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan perlindungan hutan mangrove yang berada di kota Tegal. Hevi menyimpulkan dalam penelitiannya

10 bahwa kebutuhan kebijakan untuk Kota Tegal dalam rehabilitasi dan perlindungan mangrove adalah regulasi/ aturan resmi yang mengikat bagi Kota Tegal yang meliputi jaminan berlangsungnya proses rehabilitasi dan perlindungan mangrove, ketentuan tentang pihak-pihak tertentu yang harus bertanggung jawab terhadap proses rehabilitasi dan perlindungan mangrove, kejelasan tentang peran masyarakat dalam pelestarian mangrove, serta adanya reward/ penghargaan bagi pihak-pihak yang berjasa serta punishment/ hukuman bagi para pelanggar hukum lingkungan dan yang berkaitan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hevi tersebut mengambil obyek penelitian yang berbeda dengan penulis yaitu di Kota Tegal, sehingga penelitian yang dilakukan oleh Hevi Kurniasih dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian yang berbeda. Dalam hal penelitian lain dengan tema yang sama, penulis belum dapat menemukannya, dengan begitu penelitian yang dilakukan penulis merupakan penelitian yang baru dan belum pernah diajukan dalam penelitian-penelitian lain.

11 E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kepentingan akademis maupun kepentingan praktis: 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian Penulisan Hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan hukum lingkungan pada khususnya yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap ekosistem hutan mangrove. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan akedemisi, praktisi, maupun masyarakat pada umumnya serta dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam membuat kebijakan khususnya berhubungan dengan perlindungan ekosistem mangrove.