BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan mengalami kematian. Undang-Undang Republik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kedokteran forensik sering digunakan untuk penentuan kematian seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) kematian merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan jaman. Oleh karena itu ilmu kedokteran forensik bermanfaat bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian merupakan fase akhir dalam kehidupan tiap manusia. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian menurut World Health Organization (WHO) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (WHO). Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) kematian merupakan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini meliputi ilmu kedokteran

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum MOHAMAD AMMAR G2A009191

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik dan Medikolegal, Thanatologi forensik, Sitologi forensik.

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum MOHAMAD AMMAR

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik dan Medikolegal, Thanatologi forensik, dan Sitologi forensik.

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan

PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN PERGERAKAN SILIA NASOPHARYNX HEWAN COBA POST MORTEM YANG DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN PERGERAKAN SILIA CAVITAS NASI HEWAN COBA POST MORTEM YANG DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

MATI. Mati : penghentian penuh menyeluruh dari semua fungsi vital tanpa kemungkinan dihidupkan lagi Ada beberapa istilah :

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan. suami-istri yang telah menikah selama satu tahun atau

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu. lintas, peran dokter sangat penting, baik itu

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

KUALITAS SEMEN SAPI BALI SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEKUAN MENGGUNAKAN PENGENCER SARI WORTEL

PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN PERGERAKAN SILIA BRONKUS HEWAN COBA POST MORTEM YANG DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

PENGARUH PERBEDAAN SUHU DAN LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN PERGERAKAN SILIA CAVITAS NASI HEWAN COBA POST MORTEM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. &

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

3. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan panas, api, bahan kimia, listrik, atau radiasi. 1. mortalitas yang tinggi, terutama pada usia dibawah 40 tahun.

ABSTRAK EFEK ROKOK TERHADAP MORFOLOGI SPERMATOZOA PADA PEROKOK DEWASA BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN

PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN PERGERAKAN SILIA TRAKEA HEWAN COBA POST MORTEM YANG DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

BAB I PENDAHULUAN. Kematian merupakan hal yang pasti akan dialami. setiap makhluk hidup. Kematian menurut ilmu kedokteran


PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. 1 Kerusakan yang timbul

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain posttest

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

PENGARUH LAMA WAKTU KEMATIAN TERHADAP KEMAMPUAN PERGERAKAN SILIA BRONKUS HEWAN COBA POST MORTEM YANG DIPERIKSA PADA SUHU KAMAR DAN SUHU DINGIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua trakea

Key words : sukun, mencit dan fertilitas.

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Asam format yang terakumulasi inilah yang menyebabkan toksik. 2. Manifestasi klinis yang paling umum yaitu pada organ mata, sistem

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada tubuh mayat. Kegunaan thanatologi antara lain 2,3,10

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan generasinya. Bagi sebagian rakyat Indonesia, memiliki

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia,

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian. dengan cara yang bermacam macam yang pada dasarnya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mengalami kematian. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 117 menyatakan Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan.. 1 Kematian manusia dapat dilihat dari dua dimensi yaitu sebagai suatu individu dan sebagai kumpulan sel. Mati individu sendiri didefinisikan sederhana sebagai berhentinya kehidupan secara permanen (permanent cessation of life), sedangkan para ahli mendefinisikan sebagai berhentinya secara permanen fungsi organ-organ vital (paru-paru, jantung dan otak) yang ditandai dengan berhentinya konsumsi oksigen. Mati kumpulan sel terjadi setelah pasokan oksigen ke seluruh jaringan tubuh berhenti (hipoksia) sehingga satu demi satu sel yang merupakan elemen hidup terkecil manusia akan mengalami kematian juga. Aktivitas sel dalam tubuh masih dapat berlanjut meskipun telah terjadi kematian individu contohnya adalah proses mitosis sel dan juga pergerakan sel dalam tubuh. Tahap dimana aktivitas sel masih terjadi setelah terjadinya kematian disebut dengan reaksi supravital. 2 1

2 Ilmu kedokteran forensik di Indonesia semakin berkembang dalam penerapannya. Ilmu ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan kasus kematian dan juga hukum perkara. Thanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Kegunaan dari thanatologi antara lain untuk menentukan lama waktu kematian. Lama waktu kematian berperan penting dalam penentuan kapan terjadinya kematian. Diperlukan keakuratan dalam metode penentuan lama waktu kematian. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menetukan lama waktu kematian dengan aspek formal, antara lain dengan mengamati perubahan yang terjadi pada tubuh manusia setelah terjadi kematian tersebut yaitu pemeriksaan lebam pada mayat, pemeriksaan suhu pada mayat, pembusukan dan kaku mayat. Metode lain yang dapat digunakan adalah dengan mengamati proses biokimiawi yang terjadi setelah kematian, contohnya adalah kadar potasium dalam retina. 3,4 Metode diatas masih memiliki range yang variasi perubahan yang sangat luas. Oleh karena itu perlu pembuktian untuk memperkuat selain alat bukti formal yaitu alat bukti material yang lebih objektif dan akurat. Penelitian yang masih dikembangkan saat ini adalah dengan menggunakan pergerakan sel, salah satunya adalah spermatozoa. Spermatozoa merupakan salah satu sel pada tubuh manusia yang berfungsi pada sistem reproduksi. Spermatozoa memiliki ekor yang berfungsi untuk bergerak. Pergerakan pada spermatozoa disebut dengan motilitas spermatozoa Pergerakan pada spermatozoa dapat terjadi karena adanya adenosine trifostat (ATP) pada mitokondria. Sebuah penelitian

3 yang dilakukan oleh Shefi S mengenai postmortem sperm retrival (PSR) disebutkan bahwa motilitas spermatozoa masih dapat terjadi setelah 24 jam setelah kematian klinis. Apakah penetuan lama waktu kematian dapat dilihat dari motilitas spermatozoa, hal ini berdasarkan masih tersedianya ATP dalam tubuh yang dapat digunakan spermatozoa untuk bergerak. Apabila sudah tidak ditemukan gerakan pada spermatozoa menunjukan bahwa sudah tidak terdapat ATP dalam tubuh dan menunjukan sudah terjadi kematian seluler. 2,4-7 Dalam proses pembentukan spermatozoa, terdapat beberapa saluran yang diperlukan untuk menghantarkan spermatozoa dari duktus deferens ke uretra. Salah satu saluran tersebut adalah duktus deferens. Duktus deferens berfungsi sebagai jalan spermatozoa dari epididimis menuju duktus ejakulatorius dan juga sebgai tempat penyimpanan spermatozoa. Pada duktus deferens didapati banyak spermatozoa, spermatozoa dapat disimpan dalam duktus deferens selama beberpa hari. Dindingnya relatif tebal sehingga ketahanan spermatozoa di duktus deferens masih baik dan sudah matang. Selain itu duktus deferens terasa padat dan mudah diraba (lewat kulit) di leher skrotum. 8,9 Idealnya penelitian ini menggunakan jenazah sebagai sampel penelitian akan tetapi karena sulit untuk mendapatkan jenazah untuk tidak mengurangi keilmiahan, sampel yang digunakan adalah hewan percobaan yaitu sapi sehat karena morfologinya yang besar sehingga diharapkan dapat mempermudah penelitian. Penggunaan duktus deferens pada penelitian ini oleh karena strukturnya yang lebih tebal dan juga letaknya yang mudah di jangkau. Selain itu

4 pada duktus deferens mudah di dapatkan spermatozoa dan tidak terlalu banyak sel lain yang mempengaruhi penelitian dengan mikroskop. Peneliti ingin mengetahui kemampuan bertahan sel untuk hidup pada suhu yang berbeda. Sehingga pada penelitian ini peneliti memberikan intervensi yaitu suhu kamar dan suhu dingin. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai Pengaruh Perbedaan Lama Waktu Kematian Terhadap Motilitas Spermatozoa Pada Duktus Deferens Hewan Coba Post Mortem yang Diperiksa Pada Suhu Kamar Dan Suhu Dingin (Sebagai Metode Penentuan Lamanya Waktu Kematian Dan Mempelajari Faktor Suhu Yang Mempengaruhinya) sebagai alternatif dalam memperkirakan lama waktu kematian dengan pemeriksaan yang lebih objektif dan memberikan informasi rentang waktu sedini mungkin. 1.2 Rumusan Masalah Apakah perbedaan lama waktu kematian berpengaruh terhadap motilitas spermatozoa post mortem yang diambil dari duktus deferens hewan coba yang diperiksa pada suhu kamar dan suhu dingin? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah lama waktu kematian berpengaruh terhadap pergerakan motilitas spermatozoa post

5 mortem yang diambil dari duktus deferens hewan coba yang diperiksa pada suhu kamar dan suhu dingin. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Menganalisis ada tidaknya motilitas spermatozoa yang diambil dari duktus deferens hewan percobaan. 2. Menganalisis pengaruh perbedaan suhu terhadap motilitas spermatozoa duktus deferens post mortem. 3. Menganalisis pengaruh tingkat lama waktu kematian terhadap motilitas spermatozoa duktus deferens post mortem. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memperoleh bukti ada tidaknya sel yang mampu bertahan hidup setelah kematian. 2. Untuk memperoleh bukti ada tidaknya hubungan antara kemampuan motilitas spermatozoa dengan lamanya waktu kematian. 3. Memperoleh bukti adanya pengaruh suhu terhadap motilitas spermatozoa duktus deferens post mortem. 4. Memperoleh bukti adanya pengaruh lama waktu kematian terhadap motilitas spermatozoa duktus deferens post mortem. 5. Mengisolasi sel hidup yang diambil dari duktus deferens hewan coba untuk penelitian lebih lanjut pada tingkat seluler maupun molekuler.

6 6. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh suhu dan tingkat waktu kematian terhadap motilitas spermatozoa pada duktus deferens. 1.5 Orisinalitas Penulis telah berupaya melakukan penelusuran daftar pustaka dan tidak menjumpai adanya penelitian/publikasi sebelumnya yang telah menjawab permasalahan penelitian. Akan tetapi dijumpai penelitian yang mirip dalam segi variabel penelitian, yaitu : No Orisinalitas Metode Penelitian Hasil 1 Shefi S,et al Dengan multiple Dari penelitian tersebut Posthumous sperm retrieval : analysis of time comparasion test. Subjek penelitian : jenazah, variabel bebas: usia, cara didapatkan bahwa sperma manusia masih bisa bertahan hidup setelah interval harvest kematian, penyakit. terjadi kematian selama 24- sperm; 2006 Variabel terikat : 36 jam. Hal tersebut tidak motilitas spema dipengaruhi dengan kematian yang terjadi pada jenazah yang diteliti. 2 Anwar M, Janika Menggunakan rancangan Proses simpan beku A, Motilitas acak lengkap (RAL), menyebabkan rendahnya

7 spermatozoa dengan uji normalitas motilitas spermatozoa. setelah beku simpan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov. medium TES-Tris yolk citrat (TES- TYC) : Sampel penelitian : semen pria dewasa, variabel bebas: ph, viskositas, volume, leukosit. Variabel terikat : motiltias sperma Penelitian yang dilakukan diatas tidak memfokuskan untuk mengetahui lama waktu kematian. dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain time series design dalam metode penelitian. Variabel bebas penelitan adalah perlakuan pada suhu kamar bertemperatur 29 C-32 C, suhu dingin bertemperatur 4 C-8 C dan lama waktu kematian. Variabel terikat : kemampuan motilitas spermatozoa post mortem hewan coba.