PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN CRANKSHAFT MESIN SINAS METODE PENGECORAN PASIR DENGAN BAHAN FCD 600

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

ANALISA PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP ADANYA CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam (Internal Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium 6061

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING

Gambar 1 Sistem Saluran

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

Analisa Pengaruh Penambahan Abu Serbuk Kayu Meranti Terhadap Karakteristik Pasir Cetak dan Cacat Porositas Hasil Pengecoran Aluminium 6061

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

ANALISIS CACAT COR PADA PROSES PENGECORAN BURNER KOMPOR (STUDI KASUS DI PT. SUYUTI SIDO MAJU, CEPER)

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN:

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK KAYU MERANTI TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061

ANALISA CACAT COR PADA PROSES PENGECORAN BURNER KOMPOR

Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna

PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

SIMULASI DAN PERBAIKAN PENGECORAN CETAKAN PASIR PADA CRANKSHAFT SINJAI (MESIN JAWA TIMUR) MATERIAL FCD 600

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

PENGARUH DEOKSIDASI ALUMINIUM TERHADAP SIFAT MEKANIK PADA MATERIAL SCH 22 Yusup zaelani (1) (1) Mahasiswa Teknik Pengecoran Logam

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

BAB I PENDAHULUAN. membersihkan coran. Hampir semua benda-benda logam yang. Perkembangan material berbasis besi ( ferro), khususnya

Cacat shrinkage. 1 1,0964 % Bentuk : merupakan HASIL DAN ANALISA DATA. 5.1 Hasil Percobaan

Studi Eksperimen Pengaruh Jenis Saluran pada Aluminium Sand Casting terhadap Porositas Produk Toroidal Piston

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium

Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGECORAN SENTRIFUGAL (CENTRIFUGAL CASTING) dimana : N = Kecepatan putar (rpm) G factor = Faktor gaya normal gravitasi selama berputar

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

Desain Gating System dan Parameter Proses Pengecoran untuk Mengatasi Cacat Rongga Poros Engkol

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN

11 BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran.

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

ANALISA KEGAGALAN PADA KASUS LIP REPLACEABLE DAN PENGARUH DEOKSIDASI AL PADA MATERIAL BAJA COR TAHAN PANAS SCH 22

Merencanakan Pembuatan Pola

Penyaringan (Filtration)

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

ANALISIS HASIL PENGECORAN LOGAM AL-SI MENGGUNAKAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK

Mata Kuliah: Proses Manufaktur II (Pengecoran, Pembentukan) 3 sks

RENCANA PEMBELAJARAN

BAB 2 PROSES PENGECORAN

PENGARUH MODEL SALURAN TUANG PADA CETAKAN PASIR TERHADAP HASIL COR LOGAM

MODIFIKASI GATING SYSTEM UNTUK MENGATASI CACAT SHRINKAGE PADA BAGIAN GROOVE PADA PRODUK PUMP CASING F-60 DENGAN MATERIAL AISI 304

Desain Sistem Saluran Coran Arbor Press Frame Dengan Metode Resin Coated Sand Untuk Penerapan Pada Mesin Universal Resin Coated Sand Mold Maker

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

TUGAS AKHIR POLA DAN PENGECORAN BODY RUBBER ROLL UNTUK SELEP PADI

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

Membuat Cetakan Pasir dan Inti

7. Pertumbuhan Kristal (Growth of Crystal)

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

KAJIAN JUMLAH SALURAN MASUK (INGATE) TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO HASIL PENGECORAN Al-11Si DENGAN CETAKAN PASIR

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

ANALISA PEMILIHAN GFN PASIR SILIKA SEBAGAI BAHAN CETAKAN PASIR TERHADAP JENIS BAHAN LOGAM YANG DICETAK. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang berperan penting akan

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BESI TUANG NODULAR 50

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP POROSITAS PADA CETAKAN LOGAM DENGAN BAHAN ALUMINIUM BEKAS

PENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si

KONTRAK KULIAH PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP

PROSES MANUFACTURING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN CRANKSHAFT MESIN SINAS METODE PENGECORAN PASIR DENGAN BAHAN FCD 600 Moh Nur Harfianto, Soeharto, Bambang sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik Mesin, FTI-ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: tpbb@me.its.ac.id, ivah_engine@yahoo.co.id Abstrak Dalam dunia industri otomotif pembuatan crankshaft dengan proses forging dan casting sangat berperan besar terhadap biaya investasi. Untuk proses forging membutuhkan biaya investasi yang sangat mahal dikarenakan mesin forging yang relatif besar dan proses yang lama dibandingkan dengan proses casting yang lebih efisien, tetapi dengan proses casting banyak terdapat adanya cacat pada hasil produk terutama penyusutan, porositas, crack dan slag. Penelitian pada pembuatan crankshaft dari bahan FCD 600 dengan metode pengecoran pasir, dimana pola dan sistem saluran menempel pada pelat datar dibagian cup dan drag dengan tujuan mempermudah pembuatan serta pengambilan pola dari pasir cetak. Kemudian membandingan jumlah, jenis dan letak cacat antara sistim satu saluran masuk dengan sistim dua saluran masuk, setelah itu diukur dan dianalisa dengan metode visual dan non destructive test (NDT) untuk mengetahui seberapa banyak prosentase adanya cacat yang terjadi antara hasil sistim satu saluran masuk dan sistim dua saluran masuk. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa sistim dua saluran tanpa menggunakan riser dan ventilasi terdapat cacat penyusutan dengan prosentase tertinggi sebesar 3,11 %. Penambahan riser dan ventilasi pada sistim satu saluran dapat meminimalisir cacat penyusutan dan rongga udara, serta variasi penambahan riser buta dengan skema prosentase penyusutan lebih besar 5,69 % dari pada riser terbuka. Hasil pengujian NDT prototipe 1 dan 4 pada bagian permukaan poros crankshaft setelah proses machining tidak ditemukanya cacat surface crack.. Kata kunci : Casting, Crankshaft, FCD 600, NDT 1. Pendahuluan Dalam dunia industri otomotif proses forging dan casting sangat berperan besar pada pembuatan komponen otomotif, dimana salah satu produk tersebut adalah crankshaft. Untuk proses pembuatan crankshaft dengan forging ada beberapa tahapan yang dilakukan dan membutuhkan waktu proses yang lama, disamping itu mesin forging yang relatif besar dan biaya investasi yang sangat mahal mengakibatkan dunia industri otomotif mulai berfikir bagaimana memilih metode proses pembuatan crankshaft yang lebih efisien. Proses pemilihan metode forging dan pengecoran ditinjau atas dasar banyaknya biaya pada saat proses hingga menjadi produk coran dan material yang dipakai pada produk crankshaft dimana material berpengaruh pada sifat mekanik dan struktur mikro produk tersebut. Untuk proses pengecoran dalam segi proses lebih efisien dari pada proses forging dikarenakan tahapan proses tidak terlalu rumit dan tidak membutuhkan biaya investasi yang besar selain itu jenis material yang bervariasi dapat dilakukan dengan proses pengecoran tetapi kendalanya adalah adanya banyaknya cacat pada produk coran. Cacat coran tersebut antara lain yang sering terjadi adalah cacat penyusutan (shrinkage), inklusi pasir, porositas, dan crack. Cacat pada coran harus dihindari karena akan berpengaruh pada kualitas hasil coran yang mengubah dimensi dan sifat mekanik dari benda hasil cor. Penyebab cacat-cacat tersebut antara lain berupa pembekuan atau solidifikasi yang tidak merata pada produk sehingga perlu dilakukan uji coba (trial and error) dan perancangan sistem saluran (gatting system) yang efektif untuk mencegah cacat tersebut. 2. Dasar Teori 2.1 Pengertian Benda Cor Benda coran memiliki pengertian sederhana sebagai suatu benda atau produk yang dihasilkan melalui proses pencairan logam yang dicor (diisikan) kedalam suatu cetakan dan dibiarkan hingga membeku. Dalam hal ini cetakan memiliki suatu rongga cetak (cavity) yang bentuknya menyerupai bentuk benda yang diinginkan. Didalam rongga cetak inilah nantinya logam cair yang dimasukkan kedalam cetakan akan mengalami proses pembekuan hingga menghasilkan benda padat dengan bentuk profil sesuai dengan yang dinginkan. 2.2 Besi Cor nodular Besi cor nodular adalah logam yang kuat dan ulet serta machinability. Karbonnya berbentuk

nodular grafit yang diperoleh dengan cara menambahkan Mg dan Ce, penambahan unsur paduan tersebut untuk menghilangkan kadar sulfur pada besi cor, semakin tinggi Mg dan Ce maka kemungkinan dapat merubah grafit menjadi bentuk nodular, tetapi jika terlalu rendah kemungkinan grafit menjadi bentuk flake. Pengaruh unsur Si dalam pembentukan grafit sebagai penstabil (grafit stabilizer), pembentukan jenis dari besi cor nodular juga dipengaruhi oleh carbon equivalent (CE), CE adalah nilai prosentase campuran antara carbon, silicon dan phosfor (C%+1/3(%Si+%P)). Jika jumlah CE lebih dari 4.3 maka didapatkan FCD 600 terbentuk struktur utama grafit berbentuk bulat. Prosentase kandungan karbon C dan silicon Si dapat dilihat pada gambar 1 3. Metodologi Penelitian Variasi sistem saluran yang dianalisa terdiri dari dua macam saluran yaitu : 1(satu) saluran masuk dan 2(dua) saluran masuk. Dari kedua sistem saluran ini diharapkan dapat diperoleh hasil coran dengan cacat yang minimum. Gbr. 3 Prototipe sistem satu dan dua saluran Kemungkinan adanya cacat diantara variasi sistem satu saluran dan sistem dua saluran, pada penelitian dilakukan variasi penambahan riser buta dan riser terbuka serta ventilasi pada satu sistem saluran. Gbr. 1 Prosentase carbon dan silicon untuk besi tuang nodular 2.3 Pola Pelat Cup dan Drag Dalam hal ini pola kayu, logam atau plastik diletakan pada dua pelat demikian juga saluran turun, pengalir, saluran masuk dan penambah. Pelat tersebut ialah pelat cup dan pelat drag. Kedua pelat dijamin oleh pena-pena agar bagian atas dan bawah dari coran menjadi cocok. Biasanya pola semacam ini dipakai untuk meningkatkan produksi dan butuh kepresisian yang tinggi pada saat pemasangan antara cup dan drug. 2.4 Sistem Saluran Secara garis besar sistem saluran didefinisikan sebagai jalan masuk atau saluran bagi logam cair yang dituangkan dari ladel menuju ke dalam rongga cetakan. Pada umumnya sistem saluran dirancang untuk mengisi cetakan secepat mungkin dan tidak menimbulkan terbentuknya turbulensi. Gbr.4 Prototipe sistem satu saluran dengan riser 4. Hasil dan Pembahasan Cacat hasil pengecoran : Prototipe 1adalah hasil coran yang menggunakan sistem satu saluran tanpa menggunakan riser dan ventilasi. Gbr.5 Hasil coran prototipe 1 Prototipe 2 adalah hasil coran yang menggunakan sistem satu saluran tanpa menggunkan riser dan ventilasi. Gbr. 2 Bagian-bagian sistem saluran Gbr.6 Hasil coran prototipe 2

Prototipe 3 adalah hasil coran yang menggunakan sistem satu saluran menggunkan riser buta dan ventilasi. Gbr.7 Hasil coran prototipe 3 Prototipe 4 adalah hasil coran yang menggunakan sistem satu saluran menggunkan riser terbuka dan ventilasi. Gbr.8 Hasil coran prototipe 4 Prototipe 5 adalah hasil coran yang menggunakan sistem dua saluran tanpa menggunkan riser dan ventilasi. Perbandingan hasil coran satu saluran tanpa riser dan menggunakan riser Dari hasil pengecoran prototipe 1 dan 3 sebelum dilakukan proses machining, posisi cacat yang terjadi pada prototipe 1 lebih banyak dibandingkan prototip 3. Kombinasi cacat rongga udara dan penyusutan pada prototipe 1 terjadi karena adanya udara yang terjebak dan penyusutan dibagian ujung dari balancing yang mengakibatkan lubang. Cacat tersebut disebabkan karena pada saat pembuatan cetakan tidak diberi ventilasi, sehingga pada saat pengecoran udara terjebak diujung dari balancing yang memberikan tekanan pada logam cair. Cacat inklusi pasir pada prototipe 1 terjadi akibat adanya erosi pada dinding cetakan oleh aliran logam cair, kurangnya kepadatan cetakan atau kurangnya campuran bantonit sebagai pengikat. Cacat penyusutan pada prototipe 1 terletak di tiga posisi, semakin dekat dengan ingate volume penyusutan semakin dalam (pembekuan terarah). Cacat tersebut disebabkan adanya perbedaan luasan penampang antara balancing dan poros, untuk luasan balancing cenderung membeku lebih dulu dari pada luasan poros akibat perbedaan laju pelepasan panas Untuk mengatasi cacat yang terjadi pada prototipe 1, perlu ditambahkannya penambahan riser untuk menanggulangi penyusutan pada coran, pemberian ventilasi supaya udara tidak terjebak serta penambahan prosentase pengikat bentonit pada pasir cetak (pasir tidak mudah rontok). Tabel 1 Letak dan jenis cacat Gbr.9 Hasil coran prototipe 5 Hasil coran setelah dilakukan proses machining kemudian dilakukan uji NDT menggunakan metode liquid penetran. Gbr.10 Hasil NDT Perbandingan hasil coran satu saluran dan dua saluran tanpa menggunakan riser dan ventilasi Dari hasil percobaan pada proses pengecoran prototipe 1 dan 5 sebelum dilakukan proses machining, posisi cacat yang terjadi pada prototipe 5 lebih banyak dibandingkan prototip 1 dapat dilihat pada tabel 2. Satu saluran berbeda dengan dua saluran karena luas penampang runner dan ingate lebih kecil dari satu saluran dengan perbandingan 2 :1 serta runner pada dua saluran lebih panjang. Kombinasi cacat rongga udara dan penyusutan pada prototipe 1 dan 5 terjadi karena adanya udara yang terjebak kemudian menyusut dibagian ujung dari balancing yang mengakibatkan lubang, cacat tersebut disebabkan karena tidak adanya ventilasi serta kemungkin dinding pasir cetak terlalu basah. Cacat inklusi

pasir pada prototipe 1 lebih sedikit dari prototipe 5 karena luasan runner lebih kecil, sehingga kecepatan logam cair meningkat dan terjadi erosi pada dinding cetakan oleh aliran logam cair, kurangnya kepadatan cetakan atau kurangnya campuran bentonit sebagai pengikat. Cacat penyusutan pada prototipe 1 dan 5 disebabkan adanya perbedaan luas penampang antara ingate, balancing dan poros. Banyaknya cacat yang terjadi pada prototipe 5 disebabkan karena pengaruh pengalir yang terlalu panjang dan luas penampang pengalir lebih kecil dari pada prototipe 1, sehingga cacat penyusutan terdapat pada dua posisi didekat ingate dan semakin dekat ingate cacat penyusutan yang terjadi semakin dalam. Untuk mengatasi cacat yang terjadi pada prototipe 1 dan 5 perlu ditambahkanya penambahan riser dan ventilasi serta penambahan prosentase pengikat bentonit pada pasir cetak serta dilakukan uji untuk mengukur kepadatan pasir cetak Tabel 2 Letak dan jenis cacat Perbandingan hasil coran satu saluran dengan riser buta (blind riser) dan riser terbuka (open riser) Hasil percobaan untuk prototipe 3 dan 4 tidak ditemukan cacat yang terjadi pada hasil coran sebelum dilakukan proses machining. Riser buta dan riser terbuka dapat dibedakan berdasarkan volume penyusutan di posisi riser. Prosentase penyusutan pada riser buta lebih besar (5,69%) dibandingkan riser terbuka (3,86%) karena riser buta dapat mensuplai logam cair dengan baik, disebabkan proses pembekuan lebih lambat. Adanya kontak dengan udara luar riser terbuka proses pembekuan lebih cepat sehingga prosentase logam cair untuk mengisi rongga penyusutan lebih sedikit. Hasil prototipe 3 dan 4 pada saat pembuatan dan pengambilan pola riser, prototipe 3 lebih rumit dibandingkan prototipe 4. Gbr.11 Histogram prosentase shringkage prototip 3 dan 4 Perbandingan prosentase cacat penyusutan prototipe 1, 2, dan 5 Dari hasil semua coran prototipe 1 mengalami prosentase penyusutan (1,26%), prototipe 2 mengalami penyusutan (1,15%), serta penyusutan paling banyak pada prototipe 5 (2,36%) terlihat pada gambar 12. Prototipe 1 prosentase cacat lebih banyak dari pada prototipe 2 karena pada sistem saluran prototipe 1 mengalami pergeseran yang diakibatkan pada saat peletakan pasir cetak diatas pengalir dan ingate, sehingga luasan dari ingate mengecil dan mengakibatkan luasan ingate membeku lebih dulu dari pada luasan poros. Sedangkan pada prototipe 5 luasan pengalir, ingate lebih kecil dan panjang dari pada prototipe 1 dan 2 sehingga prosentase penyusutan lebih banyak karena logam cair mengisi pada dua arah (dua ingate). Cacat penyusutan pada prototipe 1, 2 dan 5 disebabkan karena perbedaan luasan penampang antara ingate, poros dan balancing. Dimana perbedaan dari salah satu luasan, logam cair akan membeku lebih dulu Tabel 4 Letak dan jenis cacat Tabel 3 Letak dan jenis cacat Gbr.12 Histogram prosentase shringkage prototipe 1, 2 dan 5.

5. Kesimpulan Dari hasil percobaan dan analisa di dapatkan beberapa kesimpulan diantara lain adalah: 1. Sistem dua saluran tanpa menggunakan riser lebih banyak terdapat cacat penyusutan, dengan prosentase 3,11 % dari pada sistem satu saluran tanpa menggunakan riser dengan prosentase (1,9-2,99 %). 2. Ditambahkanya riser dan ventilasi pada sistem satu saluran cacat penyusutan dan rongga udara dapat teratasi. 3. Skema penyusutan pada riser buta lebih besar (5,69%) dibandingkan riser terbuka (3,86%). Disebabkan proses pembekuan lebih lama sehingga menanggulangi penyusutan lebih baik. 4. Setelah dilakukanya NDT pada prototipe 1 dan 4 dengan metode liquid penetrant tidak terdapat cacat surface crack pada permukaan terutama pada bagian poros crankshaft. 10. ASM Handbooks Comitte, Metal Handbooks 9 th Vol. 15 Casting, ASM International, 1988. 6. Pustaka 1. Oki lidayat, Analisa Cacat Produk Pada Pembuatan Crankshaft HC Di PT.PAKARTI RIKEN INDONESIA, Skripsi, Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2006. 2. Surdia, Tata. Teknik Pengecoran Logam. 9th edition. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2006. 3. Campbell, John. Casting Practice The 10 Rule Of Casting. Oxford: Butterworth- Heinemann, 2004. 4. Beely, P.R. Foundry Technology. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1972. 5. Brown, John. Foseco Ferrous Foundryman s Handbook. 11 th edition. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1994. 6. American Foundrymen s Society. Basic Principle of Gating and Risering, 1973. 7. Kenji, shinya, Selected Paper Fewer Sand Inclusion Defects by CAE, Commited for publication of selected Papers komatsu technical report, Japan, 2006. 8. Achmad Zainuri, Tegangan Maksimum dan Faktor Keamanan Pada Poros Engkol Daihatsu Zebra Espass Berdasarkan Metode Numerik, Skripsi, Jurusan Teknik Mesin Universitas Mataram, Mataram, 2010. 9. Sulardjaka, Analisa Cacat Cor Pada Proses Pengecoran Burner Kompor (Studi Kasus Di PT. Suyuti Sido Maju, Ceper), Jurnal, Jurusan Teknik Mesin Universitas Diponegoro, 2010.