INTEGRASI TANAMAN PADI - SAM PERAH DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT AGUS NURAWAN, A. GUNAWAN, HASMI B dan IGP. ALIT D Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jaiva Barat Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung 40391 ABSTRAK Kegiatan integrasi tanaman-ternak (sapi perah) dilakukan di Kabupaten Garut, Jawa Barat dengan pendekatan partisipatif dan melibatkan kelompok tani. Beberapa komponen teknologi yang diaplikasikan meliputi : teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi, pembuatan fermentasi jerami sebagai pakan sapi perah, dan perlakuan penggunaan dekomposer untuk mempercepat proses pelapukan pupuk kotoran sapi. Metodologi yang digunakan hanya membandingkan antara kondisi eksisting petani/peternak dengan introduksi teknologi yang diaplikasikan, kemudian didiseminasikan melalui temu lapang. Hasil pengkajian menunjukkan, bahwa teknologi sistem integrasi tanaman-temak memberikan peningkatan pendapatan baik melalui efisiensi biaya produksi, peningkatan kualitas susu dan pendapatan dari hasil sampingan. Di samping dari integrasi tanaman-temak ini diperoleh siklus yang tertutup dimana ternak dapat memanfaatkan limbah pertanian, dan lahan pertanian dapat memanfaatkan bahan organik yang dihasilkan ternak, sehingga tanah dapat dikonservasi kandungan unsur hara dan strukturnya. Kata kunci : Integrasi, tanaman, temak, sapi perah PENDAHULUAN Sistem integrasi tanaman ternak bila dikelola dengan baik akan memperoleh tambahan pendapatan yang berasal dari peningkatan berat badan atau produksi susu sapi, pupuk organik, dan gabah dari pertanaman padi. Badan Litbang Pertanian telah meluncurkan, bahwa tiga komponen teknologi utama dalam sistem integrasi paditernak yaitu : a. Teknologi budidaya ternak, b. Teknologi budidaya padi, c. Teknologi pengolahan jerami dan kompos. Kegiatan tersebut yang sudah banyak dilakukan adalah pada ternak jenis sapi potong. Akhir-akhir ini jumlah impor ternak hidup, daging beku, susu dan kulit semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga potensi pengembangan ternak ruminansia yang dapat diintegrasikan berbagai jenis tanaman, ikan dan hutan sangat besar apabila potensi tersebut dapat dimanfaatkan akan dapat mengurangi kekurangan pasokan di dalam negeri dan kelebihannya untuk diekspor. Mengingat hampir semua peternak merupakan petani padi sawah, pekebun, peladang dan nelayan maka kombinasi kegiatan usaha peternakan dan usahatani lainnya akan dapat meningkatkan efisiensi usaha sehingga meningkatkan daya saing hasil produksinya (MAKKA, 2004). Permintaan pangan hewani (daging, telur dan susu) dari waktu ke waktu cenderung terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup kesadaran gizi dan perbaikan tingkat pendidikan. Terjadi kecenderungan peningkatan impor susu dari 1997-2003 dan sebagian dari impor tersebut setelah diolah didalam negeri diekspor kembali ke negara lain. Pada tahun 2002, produksi susu dalam negeri hanya dapat mensuplai 39% dari kebutuhan susu dalam negeri sedangkan selebihnya (61%) harus diimpor untuk memenuhi kebutuhan domestik (MAKKA, 2004). Sektor pertanian dewasa ini dan masa mendatang tetap berperan penting dalam pembangunan ekonomi di Jawa Barat. Di Jawa Barat sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 14,40% disamping menyerap tenaga kerja sebesar 30%. Sehingga dengan demikian kebijakan pembangunan ekonomi di daerah ini berpihak kepada pembangunan perekonomian rakyat, terutama di daerah pedesaan guna meningkatkan kesejahteraan para petani. Provinsi Jawa Barat dengan wilayah daratan seluas 4.411,719 ha dan perairan laut seluas 22.008.000 ha serta ketersediaan tenaga kerja yang cukup, merupakan potensi yang besar untuk menghasilkan pangan dan 45
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak komoditas ekspor. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya tersebut secara optimal, diperlukan teknologi tepat guna sesuai dengan kondisi lingkungan biofisik dan sosial ekonomi petani. Namun demikian karena beragamnya kondisi lahan, sosial ekonomi dan budaya petani di Jawa Barat, maka teknologi tersebut harus spesifik lokasi yaitu secara teknis sesuai dengan kondisi fisik setempat, secara ekonomi menguntungkan, secara sosial budaya dapat diterima oleh masyarakat serta ramah lingkungan. Komponen teknologi pemberian pakan utama jerami fermentasi pada sapi peranakan Ongole (PO) dan peranakan Frisien Holstein (PFH) jantan telah menghasilkan pertumbuhan harian masing-masing berkisar antara 0,5-1,2 kg ekor/hari dan 0,75-1,6 kg/ekor/hari dibandingkan dengan cara petani yang rata-rata hanya 0,3 kg/ekor/hari. (BPTP, 2000). Sapi perah di Kabupaten Garut merupakan komoditas unggulan kedua setelah padi Sarinah yang ditetapkan okeh Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal (FKPEL) yang difasilitasi oleh oleh BAPPEDA Kabupaten Garut. Adapun yang menjadi kendala bagi peternak sapi perah di Kabupaten Garut adalah ketersediaan pakan hijauan ternak di musim kemarau terbatas, sehingga sering terjadi tindak kriminal membabat tanaman milik orang lain untuk dijadikan pakan ternak. MATERI DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Garut pada tahun 2005 yang meliputi 2 Kecamatan yaitu Karangpawitan dan Bayongbong. Melibatkan beberapa Kelompok Tani yaitu Kelompok Tani Mekarjaya, dan Gemah Ripah I. Pengkajian ini dilaksanakan di lahan petani oleh petani dan melibatkan mereka secara partisipatif mulai perencanaan sampai pelaksanaan. Cara pengkajian dengan metode Demonstrasi plot, membandingkan antara perlakuan petani kooperator yang melaksanakan anjuran teknologi dan petani non kooperator yang masih menggunakan teknologi petani (Existing technology). Teknologi yang diaplikasikan meliputi teknologi PTT padi (varietas unggul, benih muda, bagan warna daun dan penerapan konsep PHT), pemberian pakan jerami fermentasi pada sapi perah (Tabel 1), dan pengolahan kotoran sapi menjadi bahan organik dengan dekomposer Orgadec. Tabel 1. Dosis dan frekuensi pemberian jerami fermentasi pada sapi perah Umur sapi (tahun) Frekuensi (x/hari) Untuk melengkapi kandungan gizi pakan sapi penggemukan dilakukan pemberian makan tambahan berupa ampas tahu sebanyak 40 kg/hari. Hal-hal yang diamati adalah : Jumlah susu per hari (1hari), berat jenis susu, produksi padi, produksi pupuk organik (kg) dan analisa usahatani dari kegiatan tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Dosis kg/ekor 1 2 5 2 3 5 3 2 8 4> 2 9 Hasil pengkajian menunjukkan, bahwa pertumbuhan padi baik yang menggunakan PTT maupun kebiasaan petani perbedaannya tidak terlalu mencolok. Petani yang menggunakan PU menghasilkan 8,1 ton/ha GKP, sedangkan eksisting petani 8 ton/ha GKP. Namun dari segi efisiensi, teknologi PTT dapat meningkatkan efisiensi dari biaya saprotan, pupuk, pestisida, benih, penggunaan air (intermiten), tenaga kerja dan juga waktu. Berdasarkan pengamatan, pendapatan dari petani yang melaksanakan teknologi PTT pendapatannya lebih besar. Walaupun perbedaan pendapatan dari usahatani padi antara PTT dengan kebiasaan petani belum begitu nyata, tapi dengan integrasi tanamanternak ini dapat memperoleh hasil tambahan dari pupuk organik (Tabel 2). Hasil pengkajian tahun 2002 di Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut analisa usahataninya pada MH 2001-2002 dan MK 2002 diperoleh Gross B/C 1,81 dan 1,88 dengan keuntungan Rp. 5.031.400 dan Rp. 5.305.400, dengan model PTT, sedangkan cara petani menghasilkan keuntungan Rp. 4.859.000. Keuntungan akan lebih besar lagi bila teknologi PTT ini dilengkapi dengan minapadi, khusus di daerah yang pengairannya tersedia sepanjang tahun. (BPTP, 2001). 4 6
Tabel 2. Analisis usahatani antara teknologi PTT clan eksisting petani luas 1 ha Teknologi introduksi No Uraian Volume (HOK/kg/1) Harga (Rp.) Nilai (Rp.) Volume (HOK/Kg) Kebiasaan petani Harga (Rp) Biaya produksi Tenaga kerja : 1. Pengolahan tanah 90 10.000 900.000 90 10.000 900.000 2. Tanam 20 10.000 200.000 20 10.000 200.000 3. Pemeliharaan 30 10.000 300.000 30 10.000 300.000 4. Biaya panen (10%) 810 1.250 1.012.500 800 1.250 1.000.000 1. Saprotan: Benih 10 3.000 30.000 30 3.000 90.000 2. Urea 150 1.100 165.000 250 1.100 275.000 3. SP-36 25 1.400 35.000 75 1.400 105.000 4. KCL 50 1.600 80.000 Total biaya produksi 2.722.000 2.870.000 Pendapatan : PTT padi 8.100 1.250 10.125.000 8.000 1.250 10.000.000 Keuntungan 7.403.000 7.130.000 Nilai (Rp) Produksi susu Hasil produksi susu sapi perah setelah diberikan jerami fermentasi diketiga petani kooperator memperlihatkan produksi yang relatip sama. Bahkan cenderung diatas kebiasaan yang diberikan pakan hijauan. Walaupun pertama kali di berikan ada kecenderungan menurun untuk sapi. Tetapi setelah diberikan dedak/ampas tahu sebanyak 40 kg/ekor trnyata naik rata-rata 13 1/hari/ ekor, sedang sebelumnya hanya diberikan 10 kg ampas tahu/hari/ekor. Ternyata setelah diberikan jerami fermentasi ini susu sapi yang dihasilkan tidak pernah ditolak oleh KUD karena kualitas susu semakin baik yaitu dengan naiknya berat jenis susu mencapai > 1, yang sebelumnya hanya 0,7 sehingga dengan menggunakan jerami fermentasi ini petani memperoleh keuntungan yaitu : 1. Produksi susu cenderung diatas rata-rata dibandingkan yang diberikan dengan pakan hijauan. 2. Kualitas susu lebih baik dari pada yang pakanya dengan hijauan terutama BJ >1 3. Pekerjaan pemeliharaan sapi perah relatip lebih ringan daripada pakan hijauan sabab pegawai tidak disibukan untuk mencari rumput hijau. 4. Kotoran sapi lebih kering dibandingkan dengan pakan ternak hijauan, sehingga bau kotoran tidak terlalu menyengat clan bersih lingkungan. 5. Dimusim kemarau tidak ada rasa khawatir karena kekurangan rumput/pakan karena ada stok pakan. Pemberian pupuk organik Adanya integrasi tanaman-ternak tentu memberikan manfaat berupa pemanfaat pupuk organik yang berasal dari kandang. Hal ini akan memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kandungan unsur hara dan mengaktifkan kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Perlakuan dengan menggunakan dekomposer dapat mempercepat proses pelapukan pupuk kandang menjadi hanya 3 minggu pupuk kandang menjadi matang. Sehingga dengan segera dapat diaplikasikan ke dalam tanah. Berdasarkan hasil pengamatan keuntungan yang diperoleh dari penjualan pupuk kandang yang sudah diproses adalah sebesar Rp. 124.500/ton pupuk organik. 47
Tabel 3. Keuntungan penggunaan pakan fermentasi jerami dan hijauan per ekor/hari No Uraian Pakan fermentasi Pakan hijauan Vol (HOK/kg/l) Harga (Rp) Nilai (Rp.) Vol (HOK/Kg) Harga (Rp) Nilai (Rp) Biaya produksi 1. Rumput 10 150 1.500 40 175 7.000 2. Ampas tahu 40 100 4.000 40 100 4.000 3. Konsentrat 2 700 1.400 2 700 1.400 4. Tenaga kerja 1.000 3.000 Jumlah 7.900 15.400 Pendapatan 13 1.400 18.200 12 1.400 16.800 Keuntungan/hari 10.300 1.400 Tabel 4. Analisis biaya pembuatan pupuk organik. No Uraian Volume (kg/hok) Harga satuan (Rp) Nilai (Rp.) 1 Kotoran sapi 800 25 20.000 2. Abu sekam 100 100 10.000 3. Dolomit 20 40 8.000 4. Serbuk gergaji 50 50 2.500 5. Starter 1 15.000 15.000 6. Tenaga kerja 4 15.000 60.000 7 Sewa alat dan tempat 10.000 8. Jumlah biaya produksi/ton 125.500 Biaya produksi per kg 125,500 Hasil penjualan 1000 250 250.000 Keuntungan dalam tiap ton 124.500 TEMU LAPANG Dalam pelaksanaan pengkajian sistem usaha tani integrasi tanaman ternak (sapi perah) di Kabupaten Garut setiap komponen teknologi yang diaplikasikan, didiseminasikan kepada para petani dalam bentuk temu lapang. Temu lapang teknologi PTT Temu lapang teknologi PTT padi diadakan dua kali temu lapang pada tanaman padi umur 40 hari, dan waktu panen teknologi yang diperkenalkan adalah : Jumlah benih 70-10 kg benih varietas sarinah. Lama dipersemaian 15-20 hari. Jumlah bibit yang ditanam 1-2 batang. Teknologi jarak tanam jajar legowo 2 :1. Pemupukan N dengan menggunakan pola bagan warna daun (BWD) N yang diberikan 150 kg urea. Pemupukan P dan K berdasarkan dengan unsur hara P dan K. P sejumlah 25 kg SP 36 dan 50 kg KCI. Peserta yang hadir pada temu lapang PTT sebanyak 67 orang terdiri dari 32 orang pada waktu umur padi 40 hari dan 35 orang pada waktu panen. Antusias dan respon petani sangat baik terbukti dari perhatian dan pertanyaan yang di ungkapkan oleh peserta. Temu lapang pembuatan jerami fermentasi Pembuatan jerami fermentasi dilaksanakan sebanyak 6 kali, 3 kali di Kelompok Tani Barokah Jaya Desa Sukarame Kecamatan Banyongbong. dan 3 kali di Kelompok Tani Mekar Jaya Desa Lebak Jaya Kec. Karangpawitan. Kegiatan temu lapang pembuatan jerami fermentasi di Kelompok Tani Barokah Jaya Desa Sukarame Kecamatan Bayongbong dapat dilihat pada Gambar 1. 4 8
Gambar 1. Kegiatan temu lapang pembuatan jerami fermentasi Petani yang hadir dalam pertemuan itu/ temu lapang rata-rata 53 orang dalam setiap pertemuan. Perhatian petani pada teknologi ini sangat baik dan antusias dan mereka Iangsung ingin mencoba dan praktek dalam pembuatan jerami fermentasi. Pemberian jerami fermentasi sebagai pakan ternak sapi perah sangat positip sebab disenangi oleh ternak sapi perah mulai pedet sampai dewasa, meningkatkan kualitas susu, dan menghemat tenaga kerja, serta kondisi kotoran ternak tidak encer tidak berbau. Hal ini terbukti dari semua petani kooperator pakan hijauanya langsung dirubah dengan menggunakan pakan dari jerami fermentasi. Temu lapang pembuatan kompos kotoran sapi Temu lapang dilaksanakan sebanyak 6 kali, 3 kali di Kelompok Tani Barokah Jaya dan 3 kali di Kelompok Tani Mekar Jaya. Kegiatan temu lapang pembuatan kompos kotoran sapi di Kelompok Tani Mekar Jaya Desa Lebak Jaya, Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut, terlihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kegiatan temu lapang pembuatan kompos kotoran sapi Petani yang hadir dalam temu lapang pembuatan kompos kotoran sapi sebanyak 58 orang dalam setiap pertemuan umumnya peternak sapi. Perhatian petani sangat baik karena mereka mempunyai pandangan pupuk kotoran sapi kurang baik dan kurang bermanfaat untuk tanaman sehingga banyak terbuang. Dengan adanya temu lapang ini sikap dan pandangan mereka berubah bahwa pupuk sapi ini sangat positip untuk menyuburkan tanah dan bisa meningkatkan produksi. Temu lapang ini akan ditindaklanjuti oleh mereka. 4 9
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak KESIMPULAN DAN SARAN Pelaksanaan pengkajian sistem usaha tani integrasi tanaman ternak telah dilaksanakan di Kabupaten Garut terhadap sapi perah menunjukkan peningkatan terhadap pendapatan petani. Teknologi yang diterapkan dalam pelaksanaan pengkajian ini mendapat respon yang positif dari petani sekitarnya hal ini karena mudah dilaksanakan dan benar-benar meningkatkan pendapatan petani. Komponen teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) telah berkembang di Kecamatan Bayongbong, karena dapat dirasakan oleh petani dapat meningkatkan pendapatannya. Teknologi jerami fermentasi mendapat respon yang sangat baik, karena petani dapat menghemat waktu dalam pemeliharaan sapi dan jerami fermentasi tersebut dapat meningkatkan kualitas susu. Teknologi pembuatan kompos, dapat membantu petani dalam penyediaan pupuk organik sehingga lahan sawah dapat diperbaiki kesuburan dan struktur tanahnya. DAFTAR PUSTAKA BPTP JAWA BARAT. 2000. Laporan Pengkajian Sistem Usahatani Pada Lahan Sawah Irigasi. Lembang. BPTP JAWA BARAT. 2001. Laporan Pengkajian Sistem Usahatani Pada Lahan Sawah Irigasi. Lembang. GUNAWAN, A., Y. SURDIYANTO, H. BANJAR, I. NURHATI dan S. SURIAPERMANA. 2001. Pengkajian Penggemukan Sapi dengan jerami Padi Fermentasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Lembang. MAKKA, D. 2004. Prospek pengembangan sistem integrasi petemakan yang berdaya saing. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman- Ternak. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN, Denpasar 20-22 Juli 2004. Him 18-31. 5 0