ANALISIS PRODUKSI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DALAM PROGRAM SISTEM USAHA PERTANIAN DI KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT

KAJIAN PERUBAHAN BERAT BADAN DAN PENDAPATAN SAPI POTONG KONDISI PETANI DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, NUSA TENGGARA TIMUR

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

RESPON PETANI ATAS PROGRES PENGGEMUKAN TERNAK SAPI DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

PROFIL BUDIDAYA SAPI POTONG DALAM USAHATANI DI PULAU TIMOR, NUSA TENGGARA TIMUR. Hendrik H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT

PELUANG USAHA PENGGEMUKAN SAPI DALAM KANDANG KELOMPOK DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR

PERILAKU KOMUNIKASI WANITA TANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG (Kasus di Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, NTT)

I. Pendahuluan. Yunilas 1

TAMPILAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI BALI PADA DUA MUSIM YANG BERBEDA DI TIMOR BARAT

TINGKAT PENDAPATAN PETERNAK PADA PENGGEMUKAN SAPI BALI DENGAN SISTEM BAGI HASIL DI KABUPATEN KUPANG

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017

IV. METODE PENELITIAN

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

Kata kunci : Pendapatan, rentabilitas, titik impas, masa pengembalian modal

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PENGKAJIAN USAHA TERNAK SAPI MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DI KABUPATEN TTU

Tingkat Adopsi Inovasi Peternak dalam Beternak Ayam Broiler di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI HASIL SILANGAN MELALUI PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT

PRODUKSI TERNAK DALAM SISTEM PEMELIHARAAN TERPADU DI KEBUN PERCOBAAN LILI, BPTP NTT

ANALISIS FINANSIAL PETERNAK SAPI PESERTA KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKPE) DAN MANDIRI DI KABUPATEN MAGELANG

KELAYAKAN KOMPETITIF TEKNOLOGI SILASE DALAM PENGGEMUKAN SAPI DI KABUPATEN TTU, NUSA TENGGARA TIMUR

ALOKASI WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN MEGANG SAKTI KABUPATEN MUSI RAWAS

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SAWAH DI DESA MASANI KECAMATAN POSO PESISIR KABUPATEN POSO

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemotongan Sapi Impor...Disan Narundhana

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING AYAM (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan)

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH LOKAL TINOMBO DI DESA LOMBOK KECAMATAN TINOMBO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

POTENSI INTEGRASI TERNAK SAPI DENGAN JERUK KEPROK SOE DI DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA KABUPATEN TTS

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

TINGKAT PARTISIPASI TENAGA KERJA WANITA DALAM USAHA PEMELIHARAAN TERNAK DI NUSA TENGGARA TIMUR (KASUS AMARASI)

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

gamal, sebagai salah satu mekanisme yang ditempuh oleh tanaman ini dalam mengatasi kekeringan (Nulik, 1994). Pemberian lamtoro campur rumput adatah ko

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Staf Pengajar Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

Kontribusi Usahatani Padi dan Usaha Sapi Potong Terhadap Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah

PENGARUH PEMBERIAN SINGKONG TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP SAPI BALI DI KEBUN PERCOBAAN KOYA BARAT

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

ANALISIS FINANSIAL PADA PETERNAKAN SAPI POTONG DENGAN SISTEM MANAJEMEN AMARASI DI KECAMATAN AMARASI BARAT KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

Analisis Biaya dan keuntungan...simon pardede

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI SILASE PAKAN KOMPLIT DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DAN SAPI BAKALAN KARAPAN DI PULAU SAPUDI KABUPATEN SUMENEP

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

RESPON JERAMI PADI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN PADA USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

ANALISIS PRODUKSI TEBU DAN GULA DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO)

Respon Penggunaan Faktor Produksi Ridwan Dharmawan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK SAPI DI KABUPATEN BANYUMAS FACTORS AFFECTING INCOME OF BEEF CATTLE FARMERS IN BANYUMAS

KAJIAN ADOPSI TEKNOLOGI PENGGEMUKAN SAPI POTONG MENDUKUNG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PETERNAKAN DI NUSA TENGGARA TIMUR

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR

POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING LOKAL DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS TERNAK DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

PENGARUH IRIGASI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI PADI SAWAH DI DESA SIDERA KECAMATAN SIGI BIROMARU

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

Tabel 1 Komposisi konsentrat komersial (GT 03) Nutrisi Kandungan (%) Bahan Protein 16 Jagung kuning, dedak gandum, Lemak 4 dedak padi, bungkil kacang

ANALISIS PENDAPATAN TERNAK SAPI POTONG KELOMPOK LM3 SUBAK GUNUNG SARI

Kajian Teknologi Spesifik Lokasi Budidaya Jagung Untuk Pakan dan Pangan Mendukung Program PIJAR di Kabupaten Lombok Barat NTB

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI LAHAN KERING DATARAN RENDAH DI LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PAKAN MELALUI INTRODUKSI JAGUNG VARIETAS UNGGUL SEBAGAI BORDER TANAMAN KENTANG

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

Analisis Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali

Pengaruh Harga Jual dan Volume Penjualan Terhadap Pendapatan Pedagang Pengumpul Ayam Potong

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN PROPORSI ORGAN PENCERNAAN SAPI JAWA PADA BERBAGAI UMUR SKRIPSI. Oleh NUR FITRI

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT

ANALISIS PRODUKSI USAHATANI JAGUNG DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

Yunilas Staf Pengajar Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

ANALISIS PRODUKSI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DALAM PROGRAM SISTEM USAHA PERTANIAN DI KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR (Productivity Analysis of Fattening Industry in the Program of Agricultural System in Kupang District, East Timor) HENDRIK H. MARAWALI, S. RATNAWATY dan J. NULIK Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur ABSTRACT Cattle fattening in the Program of Agricultural Production System (Sistem Usaha Pertanian, SUP) in Kupang was implemented to accelerate the cattle weight gain. The research was intended to determine the differences of the production and factors affecting the income of both SUP and Non SUP farmers as well as the contribution to total income for farmers. The research was conducted from Desember 2001 to July 2002. The samples were taken randomly at the amount of 90 out of 360 SUP farmers and 114 out of 450 Non SUP farmers. To determine the factors affecting the production and income, regression analysis using Cobb- Douglas function was done. It was shown that average daily gain for SUP cattle were 0,55 kg/head/day while for Non SUP cattles were 0,27 kg/head/day. The factors affecting the production in SUP and Non SUP were business scale, feed quantity, family labor, and dummy variable of SUP (P 0,01), where as starbio quantity had negative effect (P 0,05). The significant SUP dummy variable indicated that the cattle weight gain for SUP farmers was higher than the gain for Non-SUP farmers. Key words: Agricultural production system, fattening, weight gain ABSTRAK Penggemukan ternak sapi dalam Program Sistem Usaha Pertanian (SUP) di Kabupaten Kupang, NTT merupakan upaya mempercepat pertambahan bobot badan sapi potong. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi usaha penggemukan sapi potong dari petani SUP dan Non SUP. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2001 Juli 2002 (tiga periode penggemukan). Petani sampel diambil secara acak sebanyak 90 dari 360 petani SUP dan 114 dari 450 petani Non SUP. Untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi digunakan analisis regresi dengan fungsi Cobb-Douglas. Pertambahan bobot badan harian rata-rata untuk sapi penggemukan SUP masingmasing adalah sebesar 0,55 kg/ekor/hari, sedangkan pertambahan bobot badan Non SUP adalah sebesar 0,27 kg/ekor/hari. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap produksi baik SUP dan Non SUP adalah skala usaha, tenaga kerja keluarga, jumlah pakan dan varabel dummy (P 0,01), adanya dummy variable SUP yang signifikan berarti bahwa pertambahan bobot badan sapi pada petani SUP lebih tinggi dari pertambahan bobot badan pada petani Non SUP. Kata kunci: Sistem usaha pertanian (SUP), penggemukan sapi potong, pertambahan bobot badan PENDAHULUAN Produksi daging pada tahun 1998 berjumlah 1.228.500 ton dan sekitar 27,89% dari sejumlah tersebut berupa daging sapi (DITJEN PETERNAKAN, 1999). Permintaan daging sapi yang semakin meningkat, akan menjadi perhatian pemerintah yang ingin memberdayakan peternakan rakyat dengan memberikan porsi 90% untuk memenuhi kebutuhan daging sapi nasional (SOEHADJI, 1995), oleh karena itu diperlukan satu teknologi penggemukan sapi yang mampu diadopsi oleh peternakan rakyat. Keberhasilan dalam meningkatkan produksi usaha penggemukan sapi dapat dicapai melalui rekayasa berbagai faktor produksi. 148

MATATULA (1997) menyatakan bahwa peternakan rakyat memiliki posisi strategis sebagai tulang punggung untuk memenuhi kebutuhan pangan asal ternak. SARWONO dan ARIANTO (2001) menyatakan bahwa sapi potong yang berasal dari peternakan rakyat rata-rata belum mencapai bobot yang maksimal ketika dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH). Persentase karkas masih kurang dari 50%. Lebih lanjut dikatakan bahwa kalau sapi digemukkan terlebih dahulu selama 2 3 bulan sebelum dipotong, diperkirakan persentase karkas sapi Bali akan meningkat dari 46 50% menjadi sekitar 56% dan bobot hidup ternakpun meningkat dari 200 250 kg menjadi 300 350 kg untuk sapi Bali dan Madura. Kabupaten Kupang adalah salah satu dari 14 kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan populasi ternak sapi potong 261.601 ekor (36%) dari 726.439 ekor populasi di NTT (BPS, 2001), selain itu juga sentra pensuplay ternak sapi potong untuk pulau Timor. WIRDAHAYATI et al, (1999) menyatakan bahwa peluang untuk mengoptimalkan pertumbuhan ternak masih memungkinkan mengingat perkembangan sapi Bali yang mampu bertumbuh dengan baik apabila dikelola dengan baik disertai peningkatan mutu dan jumlah pakan ternak. GUNAWAN (1992) menyatakan bahwa kualitas hijauan yang digunakan sebagai bahan pakan utama oleh sebagian besar petani tidak cukup untuk pertumbuhan sapi yang cepat. SARWONO dan ARIANTO (2001) menyatakan bahwa pemberian pakan tambahan merupakan salah satu upaya perbaikan teknologi modern dan beberapa merek pakan tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya cerna sapi diantaranya starbio. Lebih lanjut dikatakan bahwa penambahan 0,50% probiotik starbio di dalam pakan ternak ruminansia memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bobot badan dan keuntungan ekonomis. Analisis ini bertujuan untuk: (1) mengetahui produksi ternak sapi yang mendapat teknologi (introduksi) dibandingkan dengan yang tidak mendapat teknologi (pola petani); (2) melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi dari kedua pola pemeliharaan yang ada. MATERI DAN METODE Lokasi dan penentuan sampel Pengkajian ini dilakukan di Kabupaten Kupang, Kecamatan Amarasi dan Kecamatan Kupang Tengah selama kurun waktu satu tahun (Desember 2001 Desember 2002) yang mencakup tiga periode penggemukan sapi potong Penentuan sampel kecamatan diambil secara Porposive sampling, sedangkan sampel petani peternak diambil secara acak pada petani atau keluarga petani/peternak (SOEKARTAWI, 1995) dengan jumlah sampel/responden masing-masing 90 responden (25% x 360 petani) dan 114 responden (25% x 450 petani) pada kelompok petani/peternak Non SUP sapi potong (pola petani). Metode pengambilan data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan primer. Data primer berasal dari hasil-hasil wawancara dan catatancatatan (data) yang ada pada petani peternak (sampel) atau kelompok petani yang diperkuat dengan pengamatan langsung (pencatatan langsung peneliti) di lapangan. Bobot badan diperoleh dari hasil penimbangan bobot badan yang dilakukan secara rutin yaitu sekali dalam dua minggu, sedangkan pakan ditimbang empat kali/periode penggemukan sapi potong. Jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada sapi dalam pengkajian ini bervariasi, tergantung pakan yang tersedia di lokasi pengkajian. Dari pengamatan di lapangan bahwa beberapa jenis pakan yang diberikan antara adalah: lamtoro, rumput raja dan dedaunan lokal seperti daun kapok, daun beringin dan lainnya. Pemberian pakan dilakukan 3 4 kali sehari. Pola SUP manajemen pemelihaan lebih intesif yaitu dalam kandang, tersedia tempat pakan dan mendapat probiotik starbio, sedangkan pola Non SUP manajemen pemeliharaannya ektensif (tanpa kandang, tidak tersedia tempat pakan dan tidak diberi probiotik starbio). 149

Model analisis Model analisis yang digunakan yaitu (i) Untuk melihat tingkat produksi dari kedua pola yang dikembangkan dilakukan analisis deskiptif dengan bantuan tabel dan (ii) Untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh digunakan analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas (SOEKARTAWI, 1994). Dalam hal ini produksi (Pertambahan Bobot Badan Harian, PBBH) sebagai variabel dependen yang diestimasi dengan variabel independen yaitu: skala usaha, tenaga kerja keluarga, jumlah pakan, jumlah starbio, pengalaman petani penggemukan sapi, jumlah kunjungan penyuluh dan umur petani serta pola penggemukan (SUP dan Non SUP). Untuk menaksir parameter-parameternya, model fungsi produksinya ditransformasikan lebih dahulu ke dalam bentuk double logaritma natural (ln), sehingga merupakan bentuk linier berganda. Adapun model persamaannya sebagai berikut: In PBB = B 0 + b 1 InSU + b 2 InTKK + b 3 InJ) + b 4 InJS + b 5 InPPS + b 6 InJKP + b 7 InUP + b 8 InDSUP + B 9 dimana: PBB = pertambahan bobot badan (kg/petani/periode) BO = intersep SU = skala usaha (ekor/periode) TKK = tenaga kerja keluarga (HOK/periode) JP = jumlah pakan (kg/periode) JS = jumlah starbio (kg/perode) PPS = pengalaman penggemukan sapi (tahun) JKP = jumlah kunjungan penyuluh (jumlah kunjungan/periode) UP = umur petani (tahun) b 1.b 8 = koefisien regresi DSUP = dummy SUP B 9 = peubah pengganggu Model tersebut di atas digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi satu tahun. Untuk mengetahui pengaruh pola SUP penggemukan sapi potong terhadap produksi (pertambahan bobot badan) dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan melihat R 2, Uji F-test dan t-test (GUJARATI, 1999). Untuk menguji fungsi produksi (pertambahan bobot badan) digunakan koefisien determiniasi (R 2 ), uji-f (over all test) dan uji-t (variable). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden Sebaran umur responden baik petani SUP maupun Non SUP 96,67% masih berada pada kisaran umur produktif yaitu antara 15 55 tahun dan sisanya 3,33% berumur di atas 55 tahun. Apabila ditelusuri lebih mendalam dihubungkan dengan umur petani, ternyata pengalaman peternak responden dalam usaha penggemukan sapi potong sudah diperolehnya sejak kecil dan secara turun-temurun dari orang tuanya. Salah satu faktor yang turut berperan dalam menentukan kemampuan peternak dalam mengelola usaha penggemukan sapi potong adalah tingkat pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Tingkat pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap proses adopsi, dimana petani dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih cepat dalam menerima inovasi baru dibandingkan dengan petani yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Anggota keluarga responden dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan oleh peternak itu sendiri. Pengaruh anggota keluarga tampaknya bahwa makin banyaknya 150

tanggungan keluarga responden, maka tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga makin besar dan biasanya keadaan ini mendorong petani responden agar lebih giat bekerja dan berusaha memperoleh tambahan pendapatan. Disamping itu jumlah anggota keluarga menentukan ketersediaan tenaga kerja keluarga yang sangat diperlukan bagi aktivitas usahanya. Rata-rata jumlah anggota keluarga petani responden SUP dan Non SUP berkisar 4 6 jiwa untuk SUP. Jumlah anggota keluarga petani responden dapat mempengaruhi usaha penggemukan sapi potong. Di sisi lain bahwa jumlah tenaga kerja akan menentukan ketersediaan tenaga kerja dalam melaksanakan aktivitas kegiatan usahanya Tenaga kerja dalam penelitian ini adalah tenaga kerja keluarga dari petani sendiri. Ketersediaan tenaga kerja keluarga dihitung berdasarkan hari kerja pria (HKP) yang dikonversi sebagai berikut: satu orang pria dewasa = 1 Hari Orang Kerja (HOK) dapat bekerja selama 8 jam/hari. Diasumsikan bahwa konversi tenaga kerja wanita dan anak masingmasing setara dengan 0,8 dan 0,5 tenaga kerja pria dewasa (WAHYONO dan AFFANDHY, 1995). Rata-rata alokasi waktu tenaga kerja keluarga sebesar 0,2700 jam/hok/hari pada SUP lebih tinggi dibandingkan dengan Non SUP yaitu sebesar 0,2300 jam/hok/hari. Adanya perbedaan ini menunjukkan bahwa petani SUP lebih intensif dalam mencari pakan, faktor lain adalah jarak lokasi pengambilan dan ketersediaan pakan pada lokasi usaha penggemukan yang berbeda. Produksi (pertambahan bobot badan harian) Pertambahan bobot badan harian sangat penting untuk diketahui hal ini erat kaitannya dengan kecepatan pertumbuhan. NGADIYONO (1995) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan per unit waktu merupakan salah satu cara untuk mengetahui pertumbuhan sapi. Penimbangan bobot badan dilakukan dua minggu sekali. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) dihitung berdasarkan berat akhir dikurangi berat awal selama penelitian dibandingkan dengan lama penggemukan sapi potong. Rata-rata pertambahan bobot badan harian (PBBH) selama 113 hari penggemukan dari pola SUP dan Non SUP masing-masing sebesar 0,55 kg/ekor/hari dan 0,27 kg/ekor/ hari. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan manajemen pada kedua pola tersebut. Pola SUP pertambahan bobot badannya lebih besar dibandingkan pola petani (Non SUP). Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan manajemen penggemukan yang berbeda. Petani SUP melakukan penggemukan sapi dalam kandang kelompok, menyediakan tempat pakan, dan mendapat probiotik starbio, sedang pola petani (Non SUP) ternak sapi diikat di halaman rumah petani secara individual dan tidak menyediakan tempat pakan sehingga dari sejumlah pakan yang diberikan (Tabel 1), banyak pakan yang terbuang karena diinjak ternak sapi, akibatnya yang dapat dikonsumsi ternak menjadi berkurang yang berpengaruh terhadap produksi ternak sapi yang digemukkan sehingga pertambahan bobot badannya menjadi terhambat dan lebih rendah. Analisis faktor-faktor produksi usaha penggemukan sapi potong Analisis regresi variabel dependen (pertambahan bobot badan) sapi potong terhadap variabel independen: skala usaha, tenaga kerja keluarga, jumlah pakan, jumlah starbio, pengalaman penggemukan sapi, jumlah kunjungan penyuluh, umur petani dan DSUP (variabel dummy SUP) (Tabel 2). Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai R 2 masing-masing sebesar 0,75%. Hal ini berarti 75% dari pertambahan bobot badan dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen dan sisanya sebesar 25% variasi dari variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model. Diketahui bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F-tabel pada tingkat kesalahan 1%. Hal ini berarti bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan pada tingkat kesalahan 1%. Hasil analisis koefisien regresi (Tabel 2), teridentifikasi bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata (P 0,01) terhadap pertambahan bobot badan adalah : skala usaha, 151

tenaga kerja keluarga, jumlah pakan, jumlah kunjungan penyuluh, sedangkan jumlah starbio berpengaruh nyata (P 0,05) terhadap bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1% skala usaha, tenaga kerja keluarga, jumlah pakan, jumlah starbio dan jumlah kunjungan penyuluh maka pertambahan bobot badan sapi penggemukan dalam penelitian ini akan naik masing-masing sebesar 0,57%; 0,18%; 0,52%; 0,18; dan 0,04. Pengalaman penggemukan sapi dan umur petani tidak berpengaruh nyata (P 0,01) terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini menunjukkan nilai koefisien variabel-variabel tersebut tidak bermakna, artinya kenaikan atau penurunan penggunaan salah satu variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan pada usaha penggemukan sapi potong. Skala usaha masih perlu ditingkatkan karena masih terjadi laju peningkatan bobot badan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan pakan yang berlimpah pada musim hujan, petani tidak memerlukan waktu dan tenaga yang banyak dalam menyediakan pakan, sehingga petani masih berpeluang untuk meningkatkan jumlah ternak yang akan dipelihara, namun perlu ditunjang dengan modal. Alokasi waktu tenaga kerja keluarga masih perlu ditambahkan karena pada musim kemarau dari bulan Mei sampai Nopember diperlukan curahan tenaga kerja untuk mencari/mengambil pakan yang jauh (2-3 km) sehingga membutuhkan tenaga kerja keluarga yang lebih banyak dan tenaga kerja dapat terpenuhi karena petani hanya terkonsentrasi pada usaha penggemukan sapi potong sebagai pilihan utama, sedangkan tenaga kerja untuk usaha lain seperti tanaman pangan telah berkurang. Pakan perlu ditingkatkan karena dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, karena pakan dalam bentuk segar pada musim hujan mempunyai kadar air yang tinggi sehingga kebutuhan bahan kering pakan untuk sapi penggemukan belum terpenuhi. BAMUALIM et al. (1994) menyatakan bahwa bahan kering (BK) pakan pada musim hujan sebesar 42%, sedangkan pada musim kemarau sekitar 60-70%. Pengalaman dan umur petani dalam penggemukan sapi potong tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan, karena usaha budidaya dan penggemukan sapi sudah dikenal sejak mereka masih kecil dan kegiatan ini turun-temurun, sehingga pengalaman bukan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. SOEKARTAWI, (1986), menyatakan bahwa semakin muda umur petani biasanya semangat tahu lebih tinggi, sehingga mereka lebih berusaha untuk cepat mengadopsi teknologi. Hasil analisis fungsi produksi selama satu tahun diketahui bahwa variabel dummy (DSUP) mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 3,63 menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0,01) terhadap Non SUP. Hal ini berarti bahwa produksi (pertambahan bobot badan) SUP berbeda dengan produksi (pertambahan bobot badan) sapi Non SUP, dimana pertambahan bobot badan usaha penggemukan SUP lebih tinggi dibandingkan dengan produksi (pertambahan bobot badan) sapi Non SUP. Perbedaan produksi tersebut ditunjukkan oleh perbedaan intersep fungsi produksi, yaitu sebesar 4,28 untuk fungsi produksi Non SUP dan sebesar 0,65 untuk fungsi produksi penggemukan sapi potong SUP. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa setiap periode pertambahan bobot badan usaha penggemukan sapi potong SUP lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahan bobot badan sapi Non SUP. Rata-rata pertambahan bobot badan sapi SUP dapat mencapai 0,55 kg/ekor/hari, sedangkan pertambahan bobot badan sapi Non SUP hanya sebesar 0,27 kg/ekor/hari. Dengan demikian pola SUP dalam usaha penggemukan sapi potong dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 0,28 kg/ekor/hari atau 50,74% terhadap pertambahan bobot badan sapi Non SUP pada tahun 2001. Pertambahan bobot badan usaha penggemukan sapi potong pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan WIRDAHAYATI et al. (1999), dimana pertambahan bobot badan sebesar 0,70 kg/ekor/hari. Pertambahan bobot badan yang rendah pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh bobot awal ternak sapi yang digunakan berbeda. 152

Tabel 1. Rata-rata produksi sapi Bali (pertambahan bobot badan harian) sapi penggemukan pada dua pola Uraian SUP Non SUP Skala usaha (ekor) Jumlah pakan segar (kg/ekor/hari) Lama penggemukan (hari) Bobot badan awal (kg) Bobot badan akhir (kg) PBBH (kg/ekor/hari) 1,72 21,21 113,00 190,76 254,03 0,55 1,52 21.23 113,00 200,19 231,03 0,27 Tabel 2. Koefisien regresi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah produksi pertambahan bobot badan (kg/petani) Variabel independen Koefisien Regresi Nilai t hitung Konstant Skala usaha (SU) Tenaga kerja keluarga (TKK) Jumlah pakan (JP) Jumlah starbio (JS) Pengalaman penggemukan sapi (PPS) Jumlah kunjungan penyuluh (JKP) Umur petani (UP) Dummy SUP (DSUP) -4,2813 0,57724 0,1816 0,5214-0,1817-0,0307 0,0372 0,0762 3,6316-2,7278 *** 6,9600 *** 3,0117 *** 9,5201 *** -2,2337 ** -0,9327 ns 3,2735 *** 1,1802 ns 2,7019 *** R 2 = 0,6507 F = 52,5680 ***(P 0,01) sangat nyata ** (P 0,05) nyata ns (P 0,10) tidaknyata KESIMPULAN Pertambahan bobot badan harian dari usaha penggemukan sapi potong dengan manajemen pola SUP lebih tinggi dibandingkan dengan pola Non SUP (pola petani). Skala usaha, tenaga kerja keluarga, jumlah pakan, frekuensi kunjungan penyuluh, jumlah starbio dan dummy SUP berpengaruh nyata (P 0,01) terhadap pertambahan bobot badan penggemukan sapi potong. Di antara keenam faktor tersebut yang memberikan pengaruh negatif adalah jumlah starbio, sedangkan variabel dummy SUP berpengaruh positif terhadap pertambahan bobot badan usaha penggemukan sapi potong dalam program SUP. DAFTAR PUSTAKA BAMUALIM, A,. 1994. Usaha peternakan sapi di Nusa Tenggara. Pros. Seminar Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Peternak dan Temu Aplikasi paket Teknologi Pertanian di Kupang. Kerjasama Sub Balai Penelitian Ternak Lili dengan balai Informasi Pertanian, Kupang. Tanggal 1 3 Februari 1994. BPS, 2001. Kupang dalam Angka 2000. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Kupang. DITJEN PETERNAKAN. 1999. Buku Statistik Peternakan. Diterbitkan Atas Kerjasama Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian dengan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). 153

GUJARATI, D., 1999. Ekonomitrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Erlangga Jakarta. GUNAWAN., 1992. Analisis Ekonomi Penggemukan Sapi Madura dalam Usahatani Lahan Kering dan Peningkatan pendapatan mealui Perbaikan Pakan. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. MATATULA, M. J,. 1997. Evaluasi Pengembangan Sapi Potong Gaduhan Yayasan Mitra Mandiri di Daerah Transmigrasi Wayopu, Kabupaten Maluku Tengah. Tesis. Pascasarjana UGM. Yogyakarta. NGADIYONO, N,. 1995. Pertumbuhan serta Sifat-sifat Karkas dan Daging Sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara Intensif pada Berbagai Bobot Potong. Disertasi. program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. SARWONO, B., dan H.B. ARIANTO. 2001. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. PT Penabur, Surabaya. SOEHADJI, 1995. Paradigma Pembangunan Peternakan. Direktorat Pembangunan Peternakan, Jakarta. SOEKARTAWI., 1994. Teori Ekonomi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Produksi Cobb- Douglas. Rajawali, Jakarta. SOEKARTAWI, 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. WAHYONO, D. E. dan L. AFFANDHY. 1995. Potensi, curahan dan produktivitas tenaga kerja keluarga pada usahatani ternak penggemukan sapi Madura jantan lahan kering. Studi Kasus di Desa Ranuagung Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 2. Puslitbangnak, Badan Litbang Pertanian, Bogor, 7 8 Nopember 1995. WIRDAHAYATI, RB., H.H. MARAWALI, A. ILLA dan A. BAMUALIM. 1999. Pengkajian sistem usaha pertanian sapi potong menunjang usahatani terpadu di Pulau Timor. Pros. Lokakarya Regional Penerapan Teknologi Indegenous dan Teknologi Maju Menunjang Pembangunan Pertanian di Nusa Tenggara. Kerjasama Kantor Wilayah Departemen Pertanian Propinsi Nusa Tenggara Timur, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Naibonat, Departemen of Primary Industry and Fisheries, Darwin, Northern Territory Australia. Kupang, 1 3 Maret 1999. 154