TINJAUAN PUSTAKA. komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap kadar garam. Ekosistem mangrove

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

GUBERNUR SULAWESI BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. di sepanjang garis pantai perairan tropis dan mempunyai ciri-ciri tersendiri yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

Transkripsi:

6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap kadar garam. Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Kusuma, 2009). Mangrove merupakan suatu tipe hutan tropik dan subtropik yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sukar tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak

7 memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003). Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, dan merupakan komunitas yang hidup di dalam kawasan lembap dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau, atau hutam bakau. Pengertian mangrove sebagai hutan pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan payau atau hutan bakau adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah payau pada tanah aluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai. Pada umumnya formasi tanaman didominasi oleh jenis-jenis tanaman bakau. Oleh karena itu, istilah bakau hanya untuk jenis-jenis tumbuhan dari genus Rizhopora, sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut (Harahab, 2010). 2. Fungsi Hutan Mangrove Wilayah mangrove mempunya sifat khas dan unik. Sifat unik mangrove disebabkan oleh luas vertikal pohon dengan organisme daratan menempati bagian atas dan organisme lautan menempati bagian bawah. Kondisi pencampuran antara antara organisme daratan dan lautan ini menggambarkan suatu rangkaian dari darat ke laut dan sebaliknya. Secara ekologis mangrove memegang peranan kunci dalam perputaran nutrien atau unsur hara pada perairan pantai di sekitarnya yang dibantu oleh pergerakan pasang surut air laut. Interaksi vegetasi mangrove

8 dengan lingkungannya mampu menciptakan kondisi iklim yang sesuai untuk kelangsungan proses biologi beberapa organisme akuatik, yang termasuk melibatkan sejumlah besar mikroorganisme dan makroorganisme. Dapat dikatakan apabila terdapat mangrove berarti disitu pula merupakan daerah perikanan yang subur, karena terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara hutan mangrove dengan tingkat produksi perikanan (Ghufran dan Kordi, 2012). Nilai penting mangrove lainnya adalah dalam bentuk fungsi ekologisnya sebagai penyeimbang tepian sungai dan pesisir, serta memberikan dinamika pertumbuhan di kawasan pesisir. Dinamika tersebut adalah pengendalian abrasi pantai, menjaga stabilitas sedimen dan bahkan turut berperan dalam menambah luasan lahan daratan dan perlindungan garis pantai. Selain itu juga berperan penting dalam memberikan manfaat untuk ekosistem sekitarnya, termasuk tanah-tanah basah pesisir terumbu karang, dan lamun. Manfaat mangrove selain ditinjau dari fungsi ekologisnya, juga diketahui memiliki nilai ekonomis yang mendorong kegiatan eksploratif, sehingga mangrove rawan terhadap kerusakan (Saputro, dkk, 2009). Maka dari itu, setidaknya ada tiga fungsi utama ekosistem mangrove yaitu: 1. Fungsi fisik: Pencegah abrasi, perlindungan terhadap angin, peredam gelombang, penahan dan perangkap sedimen, pencegah intrusi garam, dan sebagai penghasil energi serta hara. 2. Fungai biologis: Sebagai habitat alami biota dan tempat bersarang jenis aves. 3. Fungsi ekonomi: Sebagai sumber bahan bakar (kayu bakar dan arang), bahan bangunan (balok, atap), perikanan, pertanian, makanan, minuman, bahan baku

9 kertas, keperluan rumah tangga, tekstil, serat sintesis penyamakan kulit, dan obat-obatan (Ghufran dan Kordi, 2012). 3. Keadaan Mangrove di Indonesia Indonesia memiliki hutan mangrove terluas, akan tetapi laju deforestrasi hutan mangrove tetap tinggi dan merupakan penyebab utama rusaknya hutan mangrove. Menurut data, akibat deforestasi hutan mangrove menyebabkan hutan mangrove dalam kondisi rusak berat mencapai luas 42%, kondisi rusak mencapai luas 29%, kondisi baik mencapai luas < 23% dan kondisinya sangat baik hanya seluas 6%. Saat ini keberadaan hutan mangrove semakin terdesak oleh kebutuhan manusia, sehingga hutan mangrove sering dibabat habis bahkan sampai punah (Wiyono, 2009). Jika hal ini terus menerus dilakukan maka akan mengakibatkan terjadinya abrasi, hilangnya satwa atau biota laut yang habitatnya sangat memerlukan dukungan dari hutan mangrove. 4. Karakteristik Hutan Mangrove Menurut Arief (2003) hutan mangrove umumnya tumbuh pada daerah yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada pasang saat purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove, menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat melalui aliran air sungai, serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

10 a. Struktur Vegetasi dan Daur Hidup Mangrove Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak, vegetasi hutan Mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang termasuk jenis mangrove. b. Zonasi Ekosistem Mangrove Menurut Sukardjo (1993) dalam Ghufran dan Kordi (2012) terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi zonasi mangrove di kawasan pantai tertentu, yaitu gelombang yang menentukan frekuensi tergenang, salinitas yang berkaitan dengan hubungan osmosis mangrove, substrat, pengaruh darat seperti aliran air masuk dan rembesan air tawar, dan keterbukaan terhadap gelombang yang menentukan jumlah substrat yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan MacNae (1968) dalam Supriharyono (2000) membagi zona mangrove berdasarkan jenis pohon ke dalam enam zona, yaitu: 1. Zona perbatasan dengan daratan 2. Zona semak-semak tumbuhan Ceriops 3. Zona Hutan Bruguiera 4. Zona hutan Rhizophora 5. Zona Avicennia yang menuju ke laut 6. Zona Sonneratia Zonasi mangrove juga dilakukan berdasarkan salinitas, sebagaimana dikembangkan oleh de Haan (1931) dalam Supriharyono (2000) yang terbagi kedalam dua divisi yaitu zona air payau ke laut dengan kisaran salinitas antara 10-

11 30 ppt, dan zona air tawar ke air payau dengan salinitas antara 0-10 ppt pada waktu air pasang. B. Pelestarian Hutan Mangrove Pelestarian merupakan kegiatan/upaya, termasuk didalamnya pemulihan dan penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih stabil. Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekositem atau memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Namun demikian, pelestarian mangrove sering diartikan secara sederhana, yaitu menanam mangrove atau membenihkan mangrove lalu menanamnya tanpa adanya penilaian yang memadai dan evaluasi terhadap keberhasilan penanaman dan level ekosistem (Sunito, 2012). 1. Pola pembangunan hutan mangrove Pola pembangunan hutan mangrove menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999) terbagi atas tiga macam pola sebagai berikut: a. Pola Swadaya Hutan mangrove pola swadaya adalah hutan mangrove yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan modal dan tenaga kelompok atau perorangan sendiri. b. Pola subsidi Hutan mangrove pola subsidi adalah hutan mangrove yang dibangun dengan subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya. Subsidi diberikan oleh pemerintah melalui inpres penghijauan, padat karya, atau dana

12 yang lainnya. Hutan mangrove yang secara hidro-orologis kritis dan dan masyarakatnya mempunyai keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. c. Pola kemitraan Hutan mangrove pola kemitraan adalah hutan yang dibangun atas kerjasama perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan adalah perusahaan memerlukan bahan baku dan rakyat memerlukan bantuan modal. Perincian komponen yang terdapat pada setiap subsistem adalah: 1. Subsistem produksi adalah tercapainya keseimbangan produksi dalam jumlah jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari para pemilik lahan hutan mangrove. Subsistem ini terbagi menjadi empat bagian yaitu pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. 2. Subsistem pengelolaan hasil adalah proses sampai menghasilkan bentuk, produk akhir yang dijual oleh para petani hutan mangrove atau dipakai sendiri. 3. Subsistem pemasaran hasil adalah tercapainya tingkat penjualan yang optimal, dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan mangrove terjual di pasar. Kerusakan dan kepunahan ekosistem mangrove akan berdampak pada kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, maupun politik. Karena itu, pengelolaan ekosistem mangrove tentu diupayakan untuk melestarikan ekosistem mangrove. Menurut Ghufran dan Kordi (2012) bentuk-bentuk pelestarian ekosistem mangrove adalah sebagai berikut: 1. Konservasi Ekosistem Mangrove Pemerintah Republik Indonesia (melalui Departemen Kehutanan) telah menetapkan sejumlah kawasan konservasi lautan. Inti dari konservasi lautan

13 adalah perlindungan terhadap kelangsungan proses ekologis beserta sistem-sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman plasma nutfah, pelestarian dan pemanfaatan jenis ekosistemnya. 2. Pengembangan Ekowisata Mangrove Untuk menekan kerusakan ekosistem mangrove maka pariwisata mangrove diarahkan pada pengembangan ekowisata pesisir dan laut. Ekowisata adalah perpaduan antara pariwisata ke wilayah-wilayah alami, yang melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. 3. Pengembangan Akua-forestri Akua-forestri atau lebih dikenal sebagai silvofishery merupakan kombinasi pengelolaan sumberdaya alam secara terpadu, yaitu kehutanan dan perikanan. Pengembangan sistem ini dapat dilakukan tanpa merusak ekosistem mangrove. Budidaya kepiting dengan menggunakan hampang atau keramba di bagian-bagian terbuka secara alami, tanpa perlu menebang vegetasi hutan mangrove. 4. Rehabilitasi Ekosistem Mangrove Rehabilitasi hutan mangrove melalui penanaman kembali ekosistem mangrove yaang rusak telah menjadi program nasional, yang didukung oleh dunia internasional. peningkatan. Bahkan sejak tahun 2005, penanaman mangrove mengalami Penanaman mangrove mulai melibatkan berbagai kelompok masyarakat, tidak hanya masyarakat pesisir dan pulau-pulau. Penanaman mangrove juga dilakukan oleh seluruh kalangandari mulai anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua.

14 C. Kelompok Masyarakat Menurut Horton (1999) dalam Torang (2012) kelompok adalah sejumlah orang yang memiliki persamaan ciri-ciri tertentu, sejumlah orang yang memiliki pola interaksi yang terorganisir dan terjadi secara berulang-ulang, dan setiap kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Suatu kelompok dapat didefinisikan sebagai unit sosial yang terdiri dari sejumlah individu pada suatu waktu tertentu dengan peranan hubungan tertentu satu sama lain dan secara eksplisit atau implisit memiliki seperangkat norma atau nilai yang mengatur perilaku para anggotanya, paling tidak dalam hal konsekuensi terhadap kelompok. Sedangkan Dahama (1980) dalam Torang (2012) mengungkapkan bahwa dinamika kelompok meliputi banyak kegiatan untuk menunjukkan bagaimana kelompok dapat berbuat sebaik mungkin agar setiap anggota kelompok dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap kelompoknya. D. Pengertian Partisipasi Menurut Wardoyo (1992) partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Keikutsertaan tersebut terbentuk sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat yang lain dalam pembangunan. Soekanto (2009) juga menyatakan bahwa partisipasi mencakup tiga hal, yaitu: 1. Partisipasi meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

15 2. Partisipasi adalah suatu konsep perilaku yang dapat dilaksanakan oleh individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Partisipasi juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang penting bagi sosial masyarakat. E. Tipe-Tipe Kelembagaan Partisipatif Tipe kelembagaan partisipatif menurut International Institute of Rural Reconstruction (IIRR) (1998) dibedakan menjadi: 1. Partisipasi Pasif Partisipasi masyarakat dengan diberitahu tentang hal-hal yang sudah terjadi. Hal ini merupakan tindakan sepihak dari ketua kelompok tanpa menghiraukan tanggapan anggota. a. Dalam pelaksanaan kegiatan, tidak melibatkan masyarakat selain anggota kelompok. b. Pengambilan keputusan dilakukan oleh ketua kelompok secara sepihak. 2. Partisipasi dalam pemberian informasi Partisipasi masyarakat dengan menjawab pertayaan-pertanyaan yang diajukan peneliti dengan menggunakan kuisioner atau pendekatan serupa. Masyarakat tidak memiliki kesempatan mempengaruhi cara kerja karena temuan-temuan peneliti tidak dibagikan kepada mereka. a. Memberikan banyak informasi tentang kelompok dan hutan mangrove kepada peneliti, mahasiswa, dsb.

16 b. Memberi arahan dan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti. 3. Partisipasi Konsultatif Partisipasi dengan melibatkan masyarakat dalam analisis, merumuskan permasalahan, dan mengumpulkan informasi. Akan tetapi, bentuk konsultasi tersebut tidak melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan pihak luar tidak berkompeten mewakili pandangan masyarakat. a. Masyarakat ikut terlibat dalam memberikan saran, pandangan, dan masukan kepada kelompok terhadap suatu hal/masalah tertentu. b. Pengambilan keputusan tetap ditangan kelompok dan tidak ada campur tangan masyarakat lain. c. Dalam pelaksanaan kegiatan melibatkan masyarakat. 4. Partisipasi dengan Imbalan Material Partisipasi masyarakat dengan cara memberikan kontribusi sumberdaya yang dimiliknya, misalnya sebagai tenaga kerja untuk memperoleh imbalan makanan, uang tunai maupun imbalan material lainnya. Masyarakat boleh menyediakan lahan dan tenaga kerjanya, namun tidak terlibat dalam proses eksperimentasi dan proses pembelajaran. Proses inilah yang selama ini lazim disebut sebagai partisipasi. Dalam konteks seperti ini, masyarakat tidak memiliki pijakan melanjutkan kegiatannya tatkala imbalan dihentikan. a. Dalam pelaksanaan kegiatan, masyarakat mengharapkan imbalan dalam bentuk material.

17 b. Tidak akan ada kegiatan selanjutnya jika imbalan ditiadakan. c. Mengedepankan kepentingan material diatas kepentingan kelestarian hutan mangrove. d. Tidak merasa memiliki sehingga tidak harus menjaga sumberdaya yang tersedia. 5. Partisipasi Fungsional Partisipasi masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek yang telah ditetapkan sebelumnya. Keterlibatan masyarakat tidak hanya pada tahap awal proyek atau perencanaan, tetapi juga setelah keputusan pokok dibuat pihak luar. Kelompok masyarakat cenderung tergantung terhadap pemrakarsa dan fasilitator luar, tetapi menjadi mandiri. a. Suatu instansi/lembaga melibatkan masyarakat dalam kegiatan. b. Intansi/lembaga sebagai pelindung dan membentuk kelompok masyarakat untuk keberlajutan kegiatan. c. Segala bentuk kegiatan dari awal perencanaan sampai pelaksanaan diserahkan kepada kelompok masyarakat dengan lembaga/intansi terkait memberikan arahan terlebih dahulu. 6. Partisipasi Interaktif Partisipasi masyarakat dalam tahap analisis, pengembangan rencana kegiatan pembentukan dan pemberdayaan institusi lokal. Partisipasi dipandang sebagai hak, dan bukan sebagai cara mencapai tujuan proyek. Proses tersebut melibatkan metodologi multidisiplin yang membutuhkan perspektif majemuk serta

18 membutuhkan proses pembelajaran yang sistematik dan terstruktur. Sebagai kelompok, masyarakat memegang kendali sepenuhnya atas keputusan lokal, sehingga masyarakat memiliki kewenangan yang jelas untuk memelihara struktur kegiatannya. a. Anggota kelompok tidak harus terlibat dalam kegiatan kelompok. b. Adanya transparasi tentang segala bentuk rumah tangga kelompok, baik kepada anggota maupun pada lokasi sekitar kegiatan. 7. Mobilisasi Swakarsa Partisipasi masyarakat dengan mengambil inisiatif secara mandiri untuk melakukan perubahan sistem. Masyarakat membangun hubungan konsultatif dengan lembaga eksternal mengenai masalah sumberdaya dan masalah teknikal yang mereka butuhkan, namun memegang kendala pendayagunaan sumberdaya. a. Membentuk kelompok secara mandiri. b. Adanya koordinasi atau kerjasama dengan pihak luar untuk menunjang keberhasilan kelompok.