BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk membelanjai operasi perusahaan dari hari ke hari, misalnya untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawir (2010:2) yang dimaksud Laporan Keuangan yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kaitannya dengan operasional perusahaan sehari-hari. Modal kerja yang

BAB II LANDASAN TEORITIS. Ketatnya persaingan dalam bidang perekonomian dan bidang bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Kerja. dan biaya-biaya lainnya, setiap perusahaan perlu menyediakan modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan sampai seberapakah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber dan Penggunaan Modal Kerja dalam Meningkatkan Profitabilitas

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan. Menurut Kasmir (2011) yang dimaksud Laporan Keuangan yaitu :

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Martono dan Harjito (2014:51) analisis laporan keuangan

BAB II TELAAH PUSTAKA. perkembangan perusahaan tergantung dari cara pengelolaannya. Pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan. Modal kerja merupakan kekayaan atau aset yang diperlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian laporan keuangan lainnya yang diungkapkan oleh Munawir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setiap aktivitas yang dilaksanakan oleh individu maupun suatu lembaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN. Laporan keuangan merupakan laporan yang dibuat untuk mengetahui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. siklus akuntansi melalui hasil penjualan produksinya. benar-benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Dengan tersedianya modal kerja

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membayar upah buruh dan gaji pegawai serta biaya-biaya lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sawir (2005:129), modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar

BAB I PENDAHULUAN. telah menyebabkan banyak perusahaan yang sulit untuk mempertahankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama

BAB IV MODAL KERJA A. Pengertian Modal Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen keuangan dalam banyak hal berkaitan dengan pembuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam era persaingan bisnis sekarang ini, modal merupakan salah satu faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 4 Manajemen Modal Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modal kerja di KPRI Kota Semarang. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. Perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membelanjai operasinya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. perusahaan untuk memperoleh keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aktiva,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang tersedia untuk membiayai kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Santi Kumalasari (2008) yang berjudul Analisi Modal Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dikarenakan perkembangan teknologi yang semakin pesat dan makin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. studi kasus pada Koperasi Unit Desa Sumber Makmur Ngantang. Adapun hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. menurut waktu yang telah ditetapkan.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU 25/1992, yang dimaksud dengan koperasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian, Tujuan dan Metode Analisis Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDSAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORITIS. dalamnya kas, sekuritas, piutang, persedian, dan dan dalam beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis Optimalisasi Modal Kerja pada CV. Dharma Utama Batu. Metode

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha menciptakan laba yang memadai bagi terjaminnya. komunitas perusahaan. Oleh karena itu, permasalahan dalam perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kondisi keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. dikemukakan adanya beberapa konsep, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Sutrisno (2009;9) menyatakan bahwa laporan keuangan

MANAJEMEN MODAL KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum istilah piutang timbul karena adanya kebijakan penjualan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut kamus manajemen keuangan Modal kerja adalah modal bersih yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Kerja Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membelanjai operasi sehari-harinya, misalnya untuk membayar gaji pegawai, di mana uang atau dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan akan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam jangka waktu yang pendek melalui hasil penjualan produknya. Uang yang masuk yang berasal dari penjualan produk tersebut akan segera dikeluarkan lagi untuk membiayai operasi selanjutnya. Dengan demikian, uang atau dana tersebut akan terus-menerus berputar setiap periodenya selama hidup perusahaan. 2.1.1 Pengertian Modal Kerja berikut: Terdapat beberapa pendapat mengenai modal kerja, antara lain sebagai 1. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001;288) modal kerja adalah: Modal kerja adalah aktiva lancar dikurangi utang lancar. Modal kerja juga bisa dianggap sebagai dana yang tersedia untuk diinvestasikan dalam aktiva tidak lancar atau untuk membayar hutang tidak lancar. 2. Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2002;107) modal kerja adalah: Modal kerja dipengertikan sebagai selisih antara total aktiva lancar dan hutang lancar, maka jumlah modal kerja akan naik atau turun hanya karena transaksi-transaksi yang mempengaruhi baik rekening lancar maupun rekening tidak lancar sekaligus. 3. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2000;90) modal kerja adalah: Modal kerja adalah selisih lebih antara aktiva lancar dan utang lancar atau modal kerja adalah aktiva lancar. 9

10 4. Menurut Munawir (2002;114), menyatakan bahwa terdapat tiga konsep mengenai modal kerja, yaitu: 1) Konsep Kuantitatif Konsep ini menitikberatkan kepada kuantum yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai operasinya yang bersifat rutin atau menunjukkan jumlah dana (fund) yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini menganggap bahwa modal kerja adalah jumlah aktiva lancar (gross working capital). 2) Konsep Kualitatif Konsep ini menitikberatkan pada kualitas modal kerja, dalam konsep ini modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutang jangka pendek (net working capital), yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun dari para pemilik perusahaan. 3) Konsep Fungsional Konsep ini menitikberatkan pada fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan. Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh suatu perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (current income) ada sebagian dana yang digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan laba di masa yang akan datang. Misalnya bangunan, mesin-mesin, pabrik, alat-alat kantor dan aktiva tetap lainnya. Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan modal kerja adalah jumlah keseluruhan dari aktiva lancar yang dipergunakan untuk membiayai atau menutupi kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi oleh perusahaan. Modal kerja yang cukup akan memungkinkan suatu perusahaan untuk beroperasi dengan seekonomis mungkin, akan tetapi modal kerja yang berlebihan menunjukkan adanya dana yang tidak produktif dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan, dan sebaliknya adanya ketidakcukupan modal kerja merupakan indikator utama kegagalan suatu perusahaan.

11 2.1.2 Fungsi dan Manfaat Modal Kerja Fungsi modal kerja menurut Amin Widjaja Tunggal (2000;91) adalah sebagai berikut: 1. Modal kerja itu menampung kemungkinan akibat buruk yang ditimbulkan karena penurunan nilai aktiva lancar seperti penurunan nilai piutang yang diragukan dan yang tidak dapat ditagih atau penurunan nilai persediaan. 2. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk membayar semua utang lancarnya tepat pada waktunya dan untuk memanfaatkan potongan tunai; dengan menggunakan potongan tunai maka jumlah yang akan dibayarkan untuk pembelian barang menjadi berkurang. 3. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk memelihara credit standing perusahaan yaitu penilaian pihak ketiga, misalnya bank dan para kreditor akan kelayakan perusahaan untuk memelihara kredit. Selain itu, memungkinkan perusahaan untuk menghadapi situasi darurat seperti: pemogokan, banjir. 4. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit pada para pembeli. Kadang-kadang perusahaan harus memberikan kepada para pembelinya syarat kredit yang lebih lunak dalam usaha membantu para pembeli yang baik untuk membiayai operasinya. 5. Memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan persediaan pada suatu jumlah yang mencukupi untuk melayani kebutuhan para pembeli dengan lancar. 6. Memungkinkan pimpinan perusahaan untuk menyelenggarakan perusahaan lebih efisien dengan jalan menghindarkan kelambatan dalam memperoleh bahan, jasa, dan alat-alat yang disebabkan karena kesulitan kredit. 7. Modal kerja yang mencukupi, memungkinkan pula perusahaan untuk menghadapi masa resesi dan depresi dengan baik. Tersedianya modal kerja yang segera dapat dipergunakan dalam operasi tergantung pada tipe atau sifat dari aktiva lancar yang dimiliki. Tetapi modal kerja harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-

12 pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari, karena dengan modal kerja yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan, disamping itu memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan juga akan memberikan beberapa keuntungan atau manfaat, antara lain: 1. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar. 2. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membayar semua kewajibankewajiban tepat pada waktunya. 3. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi. 4. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani para konsumennya. 5. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para pelanggannya. 6. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan. 2.1.3 Jenis-Jenis Modal Kerja Mengenai jenis-jenis modal kerja, Bambang Riyanto (2001;61) mengutip dari W.B Taylor, menggolongkan ke dalam: 1. Modal kerja permanen, yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja permanen ini dapat dibedakan ke dalam: 1) Modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. 2) Modal kerja normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyenggarakan luas produksi normal. Pengertian normal di sini adalah dalam artian yang dinamis.

13 2. Modal kerja variabel, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahaan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara lain: 1) Modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. 2) Modal kerja silis/siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjuktur. 3) Modal kerja darurat, yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahaan keadaan ekonomi yang mendadak). 2.1.4 Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Sumber (kenaikan) dan penggunaan (penurunan) modal kerja dilakukan untuk mengetahui bagaimana modal kerja tersebut digunakan dan dibelanjakan oleh perusahaan. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001;288) menyatakan bahwa kenaikan dalam modal kerja terjadi apabila aktiva menurun atau dijual atau karena kenaikan hutang jangka panjang dan modal sedangkan penurunan dalam modal kerja timbul akibat aktiva tidak lancar naik atau dibeli atas hutang jangka panjang dan modal naik. Sumber-sumber modal kerja menurut Munawir (2002;120) adalah sebagai berikut: 1. Hasil operasi perusahaan, yaitu jumlah laba bersih yang nampak dalam laporan laba-rugi ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan. Dengan adanya keuntungan atau laba dari perusahaan, dan apabila laba tersebut tidak diambil oleh pemilik perusahaan, maka laba tersebut akan menambah modal perusahaan yang bersangkutan. 2. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga. Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya perubahaan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga berubah menjadi uang kas. Keuntungan

14 yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini merupakan suatu sumber untuk bertambahnya modal kerja. 3. Penjualan aktiva tidak lancar. Modal kerja dapat bertambah dari hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahaan dari aktiva ini menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja sebesar hasil penjualan tersebut. 4. Penjualan saham atau obligasi. Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya, disamping itu perusahaan dapat pula mengeluarkan obligasi atau bentuk hutang jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Sumber-sumber modal kerja menurut Bambang Riyanto (2001;353) adalah sebagai berikut: 1. Berkurangnya aktiva tetap 2. Bertambahnya utang jangka panjang 3. Bertambahnya modal 4. Adanya keuntungan dari operasinya perusahaan. Sumber-sumber modal kerja yang normal menurut Amin Widjaja Tunggal (2000;104) adalah sebagai berikut: 1. Operasi rutin perusahaan 2. Laba yang diperoleh dari penjualan surat-surat berharga dan penanaman sementara lainnya 3. Penjualan aktiva tetap, penanaman jangka panjang atau aktiva tidak lancar dll 4. Pengembalian pajak dan keuntungan luar biasa lain 5. Penerimaan yang diperoleh dari penjualan obligasi dan saham atau penyetoran dana oleh para pemilik perusahaan 6. Pinjaman jangka pendek dan jangka panjang dari bank, dan pihak lain 7. Pinjaman yang dijamin dengan hipotek: atas aktiva tetap atau aktiva lancar

15 8. Penjualan piutang dengan cara penjualan biasa atau dengan factoring (penjualan dengan cara penjualan faktur, pemberian kredit, diserahkan pada lembaga keuangan) 9. Kredit perdagangan. Dari uraian tentang sumber-sumber modal kerja tersebut maka Munawir (2002;123) menyimpulkan bahwa modal kerja akan bertambah apabila: 1. Adanya kenaikan sektor modal baik yang berasal dari laba maupun adanya pengeluaran modal saham atau tambahan investasi dari pemilik perusahaan. 2. Adanya pengurangan atau penurunan aktiva tetap yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar adanya penjualan aktiva tetap maupun proses depresiasi. 3. Adanya penambahan hutang jangka panjang baik dalam bentuk obligasi, hipotek atau utang jangka panjang lainnya yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar. Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahaan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunnya jumlah modal kerja yang dimiliki perusahaan. Penggunaan modal kerja menurut Bambang Riyanto (2001;353) sebagai berikut: 1. Bertambahnya aktiva tetap. 2. Berkurangnya utang jangka panjang. 3. Berkurangnya modal. 4. Pembayaran cash dividend. 5. Adanya kerugian dalam operasi perusahaan. Menurut Munawir (2002;125) penggunaan-penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan turunnya modal kerja adalah sebagai berikut: 1. Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan, meliputi pembayaran upah, gaji, pembelian bahan atau barang dagangan, supplies kantor dan pembayaran biaya-biaya lainnya.

16 2. Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena adanya penjualan surat berharga atau effek, maupun kerugian yang insidentil lainnya. 3. Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan-tujuan tertentu dalam jangka panjang. 4. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka panjang atau aktiva tidak lancar lainnya yang mengakibatkan berkurangnya modal kerja. 5. Pembayaran hutang-hutang jangka panjang yang meliputi hutang hipotik, hutang obligasi maupun bentuk hutang jangka panjang lainnya. 6. Pengambilan uang atau barang dagangan oleh pemilik perusahaan untuk kepentingan pribadinya (prive) atau adanya pengambilan bagian keuntungan oleh pemilik dalam perusahaan perseorangan dan persekutuan atau adanya pembayaran dividen dalam perseroan terbatas. Penggunaan modal kerja yang terpenting ialah: 1. Penggunaan modal kerja yang menyebabkan pengurangan antara lain; 1) Pembayaran biaya rutin dan hutang termasuk hutang berupa dividen. 2) Pengambilan laba dalam perusahaan perseorangan dan persekutuan oleh pemilik perusahaan. 3) Kerugian operasi atau kerugian luar biasa yang memerlukan penggunaan. 4) Pembayaran kembali hutang jangka panjang atau bagian dari modal saham. 5) Pembentukkan dana untuk tujuan seperti; untuk pembayaran dana pensiun karyawan, untuk pelunasan pinjaman obligasi, untuk mengganti aktiva tidak lancar yang pada waktunya harus diganti. 2. Transaksi yang memyebabkan perubahaan dalam bentuk aktiva lancar; 1) Pembelian surat-surat berharga dengan uang. 2) Pembelian barang dagangan dengan uang. 3) Penukaran piutang satu ke dalam bentuk yang lain.

17 Di samping penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan berkurangnya modal kerja tersebut, Munawir (2002;129) mengemukakan bahwa adapula pemakaian aktiva lancar yang tidak merubah jumlahnya baik jumlah modal kerjanya maupun jumlah aktiva lancarnya itu sendiri, yaitu pemakaian atau penggunaan modal kerja atau aktiva lancar yang hanya menyebabkan berubahnya bentuk aktiva lancarnya (modal kerja tidak berkurang), misalnya: 1. Pembelian effek (marketable securities) secara tunai. 2. Pembelian barang dagangan atau bahan-bahan lainnya secara tunai. 3. Perubahaan suatu bentuk piutang ke bentuk piutang yang lain, misalnya dari piutang dagang (account receivable) menjadi piutang wesel (notes receivable). 2.1.5 Kebutuhan Modal Kerja Kebutuhan modal kerja menurut Amin Widjaja Tunggal (2000;102) dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Suatu kebutuhan dasar yang merupakan jumlah yang relatif permanen; Jumlah ini sama dengan jumlah minimum aktiva lancar yang diperlukan untuk menyelenggarakan perusahaan selama tahun yang bersangkutan. 2. Suatu kebutuhan nominal, yaitu jumlah aktiva lancar (kas, piutang, persediaan) yang variabel jumlahnya berubah menurun jumlah aktivitas musim dan kebutuhan perusahaan yang bersifat darurat dan luar biasa. Besar kecilnya kebutuhan modal kerja menurut Bambang Riyanto (2001;64) tergantung kepada dua faktor, yaitu: 1. Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja. Merupakan keseluruhan atau jumlah dari periode-periode yang meliputi jangka waktu pemberian kredit beli, lama penyimpanan bahan mentah di gudang, dan jangka waktu penerimaan piutang. 2. Pengeluaran kas rata-rata setiap harinya. Merupakan jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap harinya untuk keperluan pembelian bahan mentah, bahan pembantu, pembayaran upah, dan biaya-biaya lainnya.

18 Untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu perusahaan bukanlah merupakan hal yang mudah. Menurut Munawir (2002;117) modal kerja yang dibutuhkan perusahaan tergantung atau dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Sifat/tipe perusahaan. 2. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual serta harga persatuan dari barang tersebut. 3. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan. 4. Syarat penjualan. 5. Tingkat perputaran persediaan. 6. Musiman. 7. Volume penjualan. 8. Tingkat perputaran piutang. 9. Jumlah rata-rata pengeluaran uang setiap harinya. 2.2 Perputaran Modal Kerja Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turnover period) dimulai saat di mana kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai saat di mana kembali lagi menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya. Berapa lama periode perputarannya modal kerja adalah tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen modal kerja tersebut. Periode perputaran barang dagangan adalah lebih pendek daripada barang yang mengalami proses produksi.

19 Menurut Bambang Riyanto (2001;62-63), perputaran barang dagangan dapat digambarkan sebagai berikut: Penjualan dengan Kredit : Kas 1 Barang Piutang Kas 2 Pembelian Penjualan Penerimaan uang Penjualan Tunai : Kas 1 Barang Kas 2 Pembelian Penjualan/penerimaan uang Perputaran barang yang mengalami proses produksi : Upah Buruh Kas 1 Barang Jadi Piutang Kas 2 Material Untuk menganalisa posisi modal kerja dapat juga digunakan beberapa rasio lainnya, misalnya rasio antara aktiva lancar dengan total pasiva, rasio antara tiap-tiap pos-pos dalam aktiva lancar dengan total aktiva lancar, rasio antara total hutang lancar dengan total hutang, rasio antara tiap-tipa pos hutang lancar dengan total hutang lancar.

20 Perputaran modal kerja menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh oleh perusahaan (jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja. Perputaran modal kerja yang rendah menunjukkan adanya kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya perputaran persediaan, piutang atau saldo kas yang terlalu besar. Perputaran modal kerja mempergunakan rumus : Perputaran Modal Kerja = Penjualan modal kerja x 1 kali 2.3 Likuiditas 2.3.1 Pengertian Likuiditas Munawir (2002;31) mengemukakan definisi likuiditas sebagai berikut: "Likuiditas adalah menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Sedangkan menurut Syamsuddin (2002;4 1), dalam bukunya berpendapat bahwa: Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Sementara menurut Bambang Riyanto (2001;25), mengemukakan bahwa: "Masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi." Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa pengertian likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi atau membayar kewajiban keuangan jangka pendek yang harus segera dipenuhi.

21 2.3.2 Faktor-faktor yang Menentukan Likuiditas Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan likuiditas dapat dibagi dalam tiga bagian sebagai berikut : 1. Besarnya investasi pada harta tetap dibandingkan dengan seluruh dana jangka panjang. Pemakaian dana untuk pembelian harta tetap adalah salah satu sebab utama dari keadaan tidak likuid. Jikalau makin banyak dana perusahaan yang dipergunakan untuk harta tetap, maka sisanya untuk membiayai kebutuhan jangka pendek tinggal sedikit. Oleh sebab itu rasio likuiditas menurun. Kemerosotan tersebut hanya dapat dicegah dengan menambah dana jangka panjang untuk menutup kebutuhan harta tetap yang meningkat. 2. Volume kegiatan perusahaan. Peningkatan volume kegiatan perusahaan akan menambah kebutuhan dana untuk membiayai harta lancar. Sebagian dari kebutuhan tersebut dipenuhi dengan meningkatkan hutang-hutang, tetapi jika hal-hal lain tetap, investasi dana jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan modal kerja sangat diperlukan agar rasio dapat dipertahankan. 3. Pengendalian harta lancar. Apabila pengendalian yang kurang baik terhadap besarnya investasi dalam persediaan dan piutang menyebabkan adanya investasi yang melebihi daripada yang seharusnya, maka sekali lagi rasio akan turun dengan. tajam, kecuali apabila disediakan lebih banyak dana jangka panjang. Kesimpulannya ialah bahwa perbaikan dalam pengendalian investasi semacam itu akan dapat memperbaiki rasio likuiditas. Memperbaiki posisi likuiditas hanya dapat dilaksanakan dengan: 1) Menambah lebih banyak dana jangka panjang, baik dari pemegang saham ataupun dari pinjaman. 2) Mengembalikan posisi investasi dengan menjual beberapa harta tetap. 3) Mengatur harta lancar lebih efisien.

22 2.3.3 Cara Meningkatkan Likuiditas Menurut Bambang Riyanto (2001;28) mengukur tingkat likuiditas dengan menggunakan current ratio sebagai alat pengukurnya, maka tingkat likuiditas atau current ratio suatu perusahaan dapat dipertinggi dengan cara sebagai berikut: 1. Dengan utang lancar (current liabilities) tertentu, diusahakan untuk menambah aktiva lancar (current assets). 2. Dengan aktiva lancar tertentu, diusahakan untuk mengurangi jumlah utang lancar. 3. Dengan mengurangi jumlah utang lancar bersama-sama dengan mengurangi aktiva lancar. 2.4 Pengukuran Tingkat Likuiditas Untuk dapat mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan dipergunakan analisis rasio likuiditas. Menurut Bambang Riyanto (2001;331), mengemukakan bahwa: Rasio Likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan". Selain itu Hanafi dan Halim (2005:79), mengemukakan definisi rasio likuiditas sebagai berikut "Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap utang lancarnya (utang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan)". Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Untuk menilai posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) berikut ini diberikan beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menginterpretasikan data tersebut.

23 2.4.1 Rasio Lancar (Current Ratio) Menurut Bambang Riyanto (2001;332) rasio lancar dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Rasio Lancar = Aktiva Lancar Utang Lancar x 100% Rasio ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) ada sekian kalinya hutang jangka pendek. Rasio lancar 200% kadang-kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Rasio lancar 200% hanya merupakan kebiasaan (rule of thumb) dan akan digunakan titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut. Rasio lancar ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutanghutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan rasio lancar yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih. Rasio lancar yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya. 2.4.2 Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio) Alat ukur yang lebih akurat untuk mengukur tingkat likuiditas perusahaan adalah rasio cepat (quick ratio/acid test ratio). Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2002;55): Rasio cepat merupakan perimbangan antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan dengan jumlah hutang lancar.

24 Dari pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan rasio cepat, karena persediaan merupakan komponen atau unsur aktiva lancar yang paling kecil tingkat likuiditasnya. Rasio cepat menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi utang lancar. Sama seperti rasio lancar, angka yang terlalu tinggi untuk persediaan menunjukkan indikasi kelebihan kas atau piutang, sedangkan angka yang terlalu kecil menunjukkan risiko likuiditas yang lebih tinggi. Tetapi angka rasio tidak harus 100% atau 1:1. Menurut Bambang Riyanto (2001;333) rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: : Rasio Cepat = Aktiva Lancar - Persediaan x 100% Utang Lancar 2.4.3 Rasio Kas (Cash Ratio) Menurut Bambang Riyanto (2001;332) rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Rasio Kas = Kas + Efek Utang Lancar x 100% Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan. Hubungan Modal Kerja dengan Likuiditas Pada setiap perusahaan modal kerja mempunyai hubungan yang saling terkait dengan likuiditas, karena adanya modal kerja, maka perusahaan dapat memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya di mana modal kerja ini digunakan untuk menjalankan operasi-operasi perusahaan setiap harinya. Sedangkan likuiditas menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi.

25 Hubungan Perputaran Modal Kerja dengan Tingkat Likuiditas Jika perputaran modal kerjanya tinggi maka kas yang diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja (aktiva lancar) cepat kembali menjadi kas lagi, sehingga perusahaan mempunyai ketersediaan dana (kas) yang cepat untuk dapat membayar hutang jangka pendeknya dengan segera menyebabkan tingkat likuiditasnya menjadi tinggi. Adapun studi empirik terdahulu yang mendukung terhadap penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu Erlin (2004), Hubungan keterkaitan perputaran modal kerja dengan tingkat likuiditas ini, yaitu karena tingginya perputaran modal kerja menyebabkan naiknya kebutuhan modal kerja mengakibatkan tingkat likuiditas akan naik pula. Teori yang penulis ambil bahwa antara perputaran modal kerja dengan tingkat likuiditas mempunyai hubungan yang berasal dari buku Manajemen Keuangan satu karangan Ridwan & Inge (2002;159), yang menjelaskan: Semakin tinggi perputaran modal kerja perusahaan menyebabkan semakin tinggi pula tingkat likuiditasnya sehingga semakin rendah risiko menghadapi keadaan pailit.. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan perputaran modal kerja dengan tingkat likuiditas sangat erat karena dengan adanya perputaran modal kerja yang diinvestasikan menjadi komponen-kompenen modal kerja dimana modal kerja digunakan dalam operasi perusahaan sehari-hari sehingga perusahaan mempunyai ketersediaan dana yang cukup untuk dapat membayar kewajiban jangka pendeknya sehingga berpengaruh juga terhadap tingkat likuiditasnya.